Anda di halaman 1dari 9

Tugas 03

Pengantar Rekayasa dan Desain


“Sustainable Drainage System”
Isu :
Nama : Jessica Primauly
Perubahan tata guna lahan seiring dengan kebutuhan pembangunan, menyebabkan
NIM
menurunnya : 16620304
kapasitas infiltrasi/ peresapan air hujan pada suatu kawasan sehingga terjadi
peningkatan air limpasan
Nama Fakultas : Fakultas (air Teknik
yang mengalir di Lingkungan
Sipil dan permukaan tanah). Pengelolaan air limpasan
dengan pendekatan mengalirkan secepat-cepatnya ke badan air penerima sangat dipengaruhi
olehNo Kelas badan
kapasitas : KU1202 - 28 sehingga umum terjadi permasalahan banjir pada area
air penerima,
sungai/ badan air penerima lain sebagai dampak pembangunan di hulu (dataran tinggi)
Dosen : Eddy Rachman Gandanegara, S.T., M.T.
Konsep pengelolaan air limpasan berbasis ekologi (eco-drainage/ sustainable
drainage system/ low impact development concept) dengan upaya menahan, menggunakan,
dan meresapkan kembali air hujan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan ini.
Penerapan konsep ini dapat dilakukan dengan lingkup rumah tangga (pengendalian di
sumber) maupun skala kawasan.

Soal :
1. Jelaskan kendala apa saja yang akan timbul dalam penerapan konsep sustainable
drainage system ditinjau dari aspek lingkungan dan alternatif solusi serta
konsekuensi yang harus dihadapi baik ditinjau dari segi teknis maupun sosial!

2. Lakukan kajian penerapan konsep sustainable drainage system pada skala global
dan kebijakan dan aplikasi yang telah diterapkan di Indonesia. Cantumkan
pemberitaan yang pernah muncul di media massa terkait dengan penerapan konsep
ini! (Berikan ilustrasi seperi gambar dan sketsa, serta cantumkan rujukan yang
digunakan)
Sustainable Drainage System
Sistem Drainase Berkelanjutan atau Sustainable Drainage System yang biasa
disingkat SuDS adalah urutan praktek pengelolaan air (mengurangi penyebab polusi,
pengurangan kegiatan pencemaran, pengurangan bahan pencemar, dan sebagainya) dan
fasilitas (filter air, parit infiltrasi, terasering buatan, penyimpanan bawah tanah, taman basah,
dan kolam) yang dirancang untuk mengalirkan air permukaan dengan cara memberikan
pendekatan yang lebih berkelanjutan daripada apa yang telah menjadi praktik konvensional
melalui pipa ke anak sungai[1].
Latar belakang adanya sistem drainase didasarkan pada filosofi dimana air akan
mengalir dari hulu ke hilir, sehingga diperlukan sebuah sistem untuk mencegah limpasan air.
Untuk itu dibuatlah sebuah drainase konvensional. Drainase konvensional adalah drainase
yang berfungsi semata-mata untuk mengalirkan air limpasan secepatnya ke bagian hilir. Tapi
dengan semakin timpangnya perimbangan air (pemakaian dan ketersedian) maka diperlukan
suatu perancangan draianse yang berfilosofi bukan saja aman terhadap genangan tapi juga
sekaligus berasas pada konservasi air.
Oleh karena itu, sistem drainase konvensional sudah tidak mampu mengimbangi
kebutuhan kota saat ini. Sistem drainase harus dapat mengakomodasi kondisi perubahan
lingkungan permukiman atau sistem drainase berwawasan lingkungan atau drainase ramah
lingkungan. Sistem drainase berwawasan lingkungan adalah drainase yang diberfungsikan
untuk pengendali genangan air, manajemen air hujan dan konservasi air tanah di permukiman
atau DAS secara langsung.
Manfaat dari dibentuknya sustainable drainage system atau sistem drainase berbasis
lingkungan dan teknolgi adalah :
1. Memberikan kontribusi terhadap resapan air tanah melalui infiltrasi,
meningkatkan kualitas air permukaan, melindungi kualitas limpasan sungai dan
danau dari pencemaran
2. Sumber kontrol mengurangi limpasan tercampur polutan memasuki badan air
3. Mengurangi frekuensi & keparahan banjir, mengurangi volume aliran puncak &
kecepatan
4. Melindungi habitat sungai, melindungi pohon daerah & vegetasi, mengurangi
beban sedimen terkikis mengalir ke sungai & danau
5. Meningkatkan estetika dan kesempatan rekreasi, meningkatkan nilai tanah dengan
memiliki lingkungan yang bersih
6. Mengurangi biaya pembuatan infrastruktur drainase, meningkatkan nilai jual
tanah, mengurangi waktu dan biaya penerapan program konservasi lingkunga
Penerapan sistem drainase berkelanjutan dan berbasis ekologi atau lingkungan, dapat
dilakukan dengan, hal-hal berikut seperti : [8]
1. Daerah Resapan alami oleh pepohonan
2. Normalisasi Sungai dan Sengkedan
3. Permeable Paving
Perkerasan yang direncanakan dengan menggunakan bahan meterial yang
mampu merembeskan aliran air ke dalam lapisan tanah di bawah nya. Porous
pavement cocok digunakan untuk jalan dengan volume rendah, tempat parkir,
jalur sepeda, trotoar, taman bermain, lapangan tenis, dan jalan lain yang menahan
beban yang tidak terlalu besar.
4. Tree Pits
Lubang pohon mengumpulkan limpasan air hujan dari area parkir mobil kecil
atau jalan raya. Aliran air hujan tersebut disaring melalui akar pohon dan
campuran tanah di sekitarnya, memerangkap sedimen dan polutan sebelum
dialirkan ke sistem pipa air hujan.
5. Rain Gardens
Kebun atau taman berupa cekungan yang mengumpulkan air hujan dan
limpasan dari stormwater yang dirancang untuk menangkap dan menyaring
limpasan air tersebut dengan media perantara berupa tanaman, memperlambat
stormwater pada saat dikirimkan, memberikan stormwater lebih banyak waktu
untuk diserap dan disaring perlahan ke dalam tanah.
6. Green Roofs
Sebagian atau seluruh permukaan atap suatu bangunan yang ditutupi oleh
vegetasi dan media tumbuh yang ditanam diseluruh lapisan/membran yang tahan
air.
7. Bioretention Areas
Teknologi aplikatif yang menggabungkan unsur tanaman, ‘green water' dan
‘blue water' dalam suatu bentang lahan dengan semaksimal mungkin meresapkan
air ke dalam tanah.
8. Rills & Channels

Kendala dan konsekuensi yang dapat timbul dalam


penerapan sustainable drainage system beserta solusi
alternatifnya
Dari 8 penerapan SuDS yang sudah disebutkan sebelumnya, sistem drainase yang
tidak memerlukan teknologi tinggi adalah menanam pohon. Menanam pohon terbukti
merupakan cara yang paling natural dan alami untuk membuat sebuah daerah resapan dari air
hujan, terlebih lagi untuk mencegah banjir. Beberapa pohon yang diketahui ampuh untuk
meresap air limpasan adalah Pohon Jati. Namun, untuk menanam lahan yang dikhususkan
untuk daerah resapan, kita perlu untuk melihat aspek teknis dari penerapan tersebut.
Secara teknis, akan diperlukan daerah atau lahan yang cukup luas untuk menanam
pohon sebagai daerah resapan. Permasalahan akan timbul karena pada zaman modern ini,
tidak banyak lahan yang dapat digunakan untuk membuat daerah resapan, disaat yang sama
beberapa daerah khususnya di ibukota, merupakan daerah dengan dataran rendah. Oleh
karena itu, tidak semua daerah dapat menerapkan sistem menanam pohon sebagai daerah
resapan.
Sistem drainase lain yang tidak memerlukan teknologi tinggi adalah normalisasi
sungai. Normalisasi sungai dilakukan dengan mengembalikan sungai-sungai yang
sebelumnya ada, karena sungai dapat berfungsi sebagai sebuah saluran agar limpasan air
tidak tergenang di daerah pemukiman dan dapat mengalir melalui sungai. Sehingga jika
dilihat secara teknis, melakukan normalisasi sungai akan sulit untuk diterapkan terutama di
kota-kota besar.
Dapat ditarik kesimpulan, untuk menerapkan SuDS yang tidak memerlukan teknologi
tinggi seperti menanam pohon dan normalisasi sungai, akan ada konsekuensi dari segi teknis
yang harus dihadipi, yaitu perlu dipersiapkannya lahan yang lebih luas dan akan sulit untuk
mengorbankan lahan-lahan yang sudah dipakai untuk pembangunan di perkotaan.
Oleh karena itu, untuk mengurangi konsekuensi tdari aspek teknis akan diperlukan
penerapan SuDS dengan teknolgi yang lebih canggih. Salah satu penerapan Sustainable
Drainage System dengan teknologi adalah waduk yang terdapat di Ciawi. Sebagai waduk
yang memiliki 4 fungsi yaitu :
1. Menampung air hujan dan air limpasan untuk mencegah banjir
2. Sumber pengairan lahan maupun sawah
3. Sumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
4. Air yang ditampung dapat disaring/difiltrasi sebagai persediaan air minum
Namun, pembangunan sebuah proyek pasti akan memberikan dampak terhadap lingkungan.
Dampak dari pembangunan tersebut akan menjadi kendala dalam aspek lingkungan yang
harus dicari solusinya. Salah satu contohnya adalah dampak yang dirasakan masyarakat
Kecamatan Gunungpati akibat pembangunan Waduk Jatibara di Semarang. Berdasarkan
warga setempat, pembangunan Waduk Jatibarang tidak mengakibatkan pemindahan rumah-
rumah warga karena yang terkena proyek pembangunan waduk tersebut hanya lahan kosong
diantaranya sawah, ladang, pekarangan dan tegalan. Jalan yang mengalami kerusakkan
diadakan perbaikan karena perbaikan jalan sudah menjadi satu paket dari pembangunan
Waduk Jatibarang. Warga yang lahannya terkena pembangunan Waduk Jatibarang selain
mendapatkan uang ganti rugi yaitu dari pihak proyek pembangunan mangadakan
pengrekrutan tenaga kerja bagi warga sekitar[2].
Oleh karena itu, kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengatasi kendala yang
berhubungan dengan aspek lingkungan diperlukan biaya perawatan yang cukup besar akibat
perubahan lingkungan yang terjadi akibat penerapan sustainable drainage energy system.
Kendala yang diakibatkan oleh penerapan SuDS yang ada juga berdampak pada
masyarakat, dan dapat menimbulkan konsekuensi dari aspek sosial. Salah satu contoh
dampak pada aspek sosial dapat dilihat dari pembangunan Waduk Jatibarang. Berdasarkan
warga setempat, terdapat perubahan mata pencaharian pada beberapa warga. Warga yang
lahannya terkena pembangunan Waduk Jatibarang selain mendapatkan uang ganti rugi yaitu
dari pihak proyek pembangunan mangadakan pengrekrutan tenaga kerja bagi warga sekitar.
Keterlibatan warga dalam pembangunan waduk yaitu sebagai pekerja kasar atau buruh
bangunan. Hal ini membantu para warga yang memiliki tingkat pendidikan menengah
kebawah untuk mencari nafkah bagi keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari[2].
Dikarenakan perubahan mata pencaharian pada selang waktu pembangunan. Ketika
pembangunan waduk selesai, para pekerja yang awalnya mendapatkan pekerjaan akan
kehilangan pekerjaannya. Hal tersebut akan menjadi konsekuensi sosial yang cukup
berpengaruh di masyarakat. Jika yang terkena dampak tersebut merupakan warga sekitar
waduk dan mereka mengandalkan pembangunan waduk sebagai pekerjaan utama, ekonomi
keluarga tersebut akan menurun, dan dapat mengakibatkan tindakan kekerasan.
Untuk mengatasi kendala dan menghindari konsekuensi yang diakibatkan oleh
sustainable drainage system, ada beberapa solusi alternatif yang dapat dilakukan :
1. Melakukan kajian sistem drainase yang tepat untuk wilayah tertentu. Hal tersebut
haris dilakukan, karena tiap wilayah memiliki geografi yang berbeda-beda.
Sehingga walaupun sistem drainase yang digunakan berbeda, tidak akan
menimbulkan kendala dan konsekuensi yang terlalu besar.
2. Mengadakan survei dan pendapat masyarakat setempat, untuk mengetahui
pendapatan masyarakat sekitar, dan apakah ada masyarakat yang keberatan
dengan pembangunan proyek SuDS tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan untuk
mengetahui biaya penanganan yang diperlukan masyarakat setempat
3. Tetap mengadakan penghijauan dan perawatan sistem drainase di daerah setempat
agar tidak mengeluarkan biaya yang besar
Solusi alternatif ini akan berjalan dengan maksimal jika dilakukan kajian yang tepat dan
berskala seiring dengan perkembangan teknologi, untuk mendapatkan hasil yang efesien.

Penerapan sustainable drainage system di Indonesia


Ada beberapa sistem drainase berbasis ekologi dan lingkungan yang sudah diterapkan
di Indonesia. Penerapan SuDS yang kerap ditemukan di Indonesia adalah Sumur Resapan.
Sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang
berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah
kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah[3].
Salah satu sumur resapan yang ada di Indonesia terdapat pada sistem drainase yang
berkelanjutan yang ada di Perumahan Josroyo Indah Jaten, Kabupaten Karanganyar. Sistem
drainase yang terdapat di kabupaten tersebut berasaskan pada konsevasi air tanah pada
hakekatnya adalah perancangan suatu sistem drainase yang hanya menampung air dari
halaman bukan perkerasan/atap. Air hujan yang jatuh di atap / perkerasan, ditampung pada
suatu sistem resapan air. Struktur Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) seperti disajikan pada
gambar berikut

Gambar 1 Gambar 2

Sumur resapan sendiri dibagi menjadi beberapa komponen yaitu, saluran penerima
(interseptor drain), saluran pengumpul (colector drain), saluran pembawa (conveyor drain),
saluran induk (main drain) dan bangunan pelengkap lainnya seperti gorong-gorong, dan
bangunan pertemuan (bak kontro). Setiap komponen memberikan kontribusi terhadap kondisi
fisik jaringan secara keseluruhan[3]. Sehinnga Konsep dasar yang diterapkan pada sumur
resapan adalah memberikan kesempatan atau jalan pada air hujan secara mudah untuk masuk
ke dalam tanah. Hal ini biasanya terjadi pada lahan yang kedap air atau sulit ditembus.
Supaya makin efektif, sumur dibuat dekat dengan saluran air hujan dari atap rumah.
Setelah air masuk ke dalam sumur, air akan meresap ke dalam tanah. Hal ini
dimudahkan karena konstruksi sumur dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk dengan
mudah. Karena berbentuk tampungan air, waktu yang dimiliki untuk masuk pun lebih lama.
Semakin dalam sumur yang dibangun, peresapan air ke dalam tanah pun akan semakin
optimal[4].
Selain Sumur Resapan, terdapat teknologi alternatif dan sederhana untuk menyerap
air hujan, yaitu dengan Biopori. Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat
secara vertikal ke dalam tanah sebagai metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi
genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah[5].
Salah satu biopore yang ada di Indonesia terdapat di daerah Malang, lebih tepatnya di
Araya City, sebuah daerah pemukiman di Malang. Lubang resapan biopori tersebut akan
terpasang pada ruang-ruang hijau, yaitu taman depan dan halaman belakang. Lubang resapan
biopori merupakan sebuah sistem drainase berkelanjutan yang dapat dipasang di tiap-tiap
rumah, dan juga taman yang terdapat di daerah pemukiman tersebut. Diameter lubang
resapan biopori yang digunakan adalah 10 cm, dengan kedalaman 1 m. Dua saluran drainase
utama seperti pada gambar 3, akan digunakan untuk mengalirkan air hujan dari perumahan ke
sungai yang terletak di sisi kiri dan Kawasan perumahan. Saluran tersebut akan mengarah
pada sumur infiltrasi yang ditempatkan di halaman belakang setiap rumah. Diasumsikan
pengumplan air hujan adalah air hujan yang jatuh dari atap. Pipa downspout dan conveyance
akan dirancang untuk mengalirkan air dari talang ke sumur. Daerah tangkapan air adalah
permukaan atap seperti pada gambar 4[6].

Gambar 3 Gambar 4

Lubang serapan biopori dinilai lebih efektif dalam mengurangi banjir, meski air yang
mengalir lewat saluran biopori, tidak dapat berkontribusi secara langsung untuk mengisi
ulang air tanah. Jika harus dibandingkan dengan sumur resapan, sumur resapan dapat mengisi
ulang air tanah, namun tidak dapat langsung mengurangi genangan yang ada di pekarangan
rumah serta di tempat umum seperti taman yang ada pemukiman. Akan tetapi, baik sumur
resapan atau lubang resapan biopori, keduanya merupakan penerapan drainase berkelanjutan
yang umum digunakan di Indonesia.
Penerapan sustainable drainage system dalam skala
global
Selain di Indonesia, sustainable drainage system sendiri sudah menjadi sebuah
teknologi atau rekayasa yang sedang diupayakan oleh banyak negara. Karena manfaatnya
yang membawa dampak baik bagi lingkungan dan juga manusia, sustainable drainage system
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan potensinya di berbagai macam negara. Berikut data
mengenai sustainable drainage system di beberapa negara : [7]
No Negara Maju Metode Drainase
.
1. Inggris Green Roofs, Living Walls, Rain Gardens, Permukaan
Permeable, Grassgrid, Filter Strips, Swales, Bio-Retensi,
Kolam Detensi, Kolam Retensi, Kolam, Wetlands,
Geocellular, Crosswave, Up-Flo Filter, Flo-Well
2. Belanda Ditches, Porous Paving Materials, Infiltration Strips,
Rainwater Ponds, Rainwater Storage Beneath Sport Fields,
Water Roofs
3. Australia Gross Pollutant Traps, Stormwater Drains Nets, Stormwater
System Booms, Infiltration Trenches, Raingarden Tree Pit,
Rainwater Tanks
4. Amerika Constructed Wetlands, Cistems, Stormwater Dry Pond,
Stormwater Wet Pond, Surface Sand Filter
5. Swedia Concrete Open Canal, Eco-Corridor, Drainage Corridor,
Constructed Lake

Untuk mengadaptasi sistem drainase berkelanjutan yang digunakan oleh negara-negara maju
seperti pada tabel 1, diperlukan kajian dan penyesuaian dengan wilayah Indonesia. Untuk
melakukan hal tersebut dapat dibandingkan dari segi luasan, volume penampungan,
penyarinagn polutan, cara pengerjaan, perawatan dan biaya dari metode sistem drainase
berkelanjutan yang digunakan oleh negara-negara maju, dengan sistem drainase yang umum
digunakan di Indonesia.
Dalam pemilihan metode-metode sistem drainase berkelanjutan untuk diterapkan di
Indonesia, metode dipilih berdasarkan kebutuhan dan keperluan permasalahan air limpasan
permukaan pada kota-kota yang ada di Indonesia dan kesesuaian dari kriteria teknis metode
dengan kondisi lapangan dikota-kota tersebut. Landasan pemilihan metode selain ditinjau
dari aspek kriteria teknis, ditinjau pula dari aspek perawatan yang tidak terlalu sulit.
Pengelolaan sistem drainase berkelanjutan harus dilakukan dari ruang lingkup yang
paling kecil yaitu source control dan berlanjut ke site control dan regional control. Dalam
pengelolaan air hujan, perlu dibuat fasilitas penahan air hujan untuk mengurangi beban
saluran drainase utama dalam menampung dan mengalirkan debit limpasan air permukaan
berlebih yang dapat mengakibatkan bencana banjir. Metode sistem drainase berkelanjutan
yang dipilih untuk diterapkan di Kota Bandung dan memiliki kriteria teknis yang cocok
dengan kondisi eksisting di Kota Bandung
Referensi :
[1] Scottish Environmental Protection Agency
http://www.sepa.org.uk
[2] Prarasta, Erfandy dan Parfi Khadiyanto. “Jurnal Ruang Volume 2 Nomor 2 : Dampak
Proses Pembangunan Waduk Jatibarang Terhadap Kondisi Lingkungan di Kecamatan Mijen
dan Kecamatan Gunungpati Semarang”. 2014.
https://media.neliti.com/media/publications/221182-dampak-proses-pembangunan-
waduk-jatibara.pdf
[3] Muttaqin, Adi Yusuf. “Kinerja Sistem Drainase yang Berkelanjutan Berbasis Partisipasi
Masyarakat”.
[4] https://enviro.bppt.go.id/Artikel/Berita/Data/10062010.htm
[5] http://soil.ipb.ac.id/index.php/profil/staf/kta/354-ir-kamir
[6] Hapsari, Ratih Indri, dkk. “Journal of Architecture Built Environment, Vol. 43, No. 1 :
Multi Criteria Approach For Designing Sustainable Drainage In Malang Residential Area
Indonesia”. Dimensi. 2016,
[7] Nurhikmah, Dicky, dkk. “Jurnal Online Institut Teknologi Nasional : Vol. 2, No. 3 :
Pemilahan Metode Sistem Drainase Berkelanjutan Dalam Rangka Mitigasi Bencana Banjir
Di Kota Bandung”. Reka Racana. 2016.
[8] https://ipb.ac.id/lang/s/ID?url=https://ipb.ac.id/news/index/2009/03/teknologi-bioretensi-
atasi-banjir-jakarta/3d95fbf6d3db5075c18c16118019b890

Anda mungkin juga menyukai