Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN ILMU ISLAM

PADA ZAMAN KHULAFAUR RASYIDIN


PERKEMBANGAN ILMU ISLAM PADA ZAMAN KHULAFAUR RASYIDIN
Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama dalam pendidikan Islam khususnya
pendidikan agama yang di harapkan dapat memberikan petunjuk dan membimbing manusia
kejalan yang diridhoi Allah SWT. Pendidikan sangat dibutuhkan oleh setiap individu
manusia. Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam sudah ada sejak zaman Nabi
Muhammad SAW sampai sekarang.
Wahyu yang pertama diterima Nabi Muhammad SAW adalah surat Al Alaq ayat satu
sampai lima. Firman Allah SWT tersebut mengandung pembelajaran akan pentingnya
membaca yang menjadi awal pendidikan yang diterima oleh Nabi. Kemudian pendidikan
Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah melalui firmannya,
yaitu surat Al Muddassir 1-7, langkah awal yang ditempuh oleh Nabi adalah menyeru
keluarganya, sahabat-sahabanya, tetangga dan masyarakat luas.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, pendidikan Islam berpusat di kota Madinah, yaitu
setelah Rasulullah hijrah dari kota Makkah. Setelah Rasulullah wafat kekuasaan
pemerintahan Islam dipegang oleh Khulafaur Rasyidin dan wilayah Islam telah meluas di luar
jazirah Arab. Para khalifah ini memusatkan perhatiannya pada pendidikan, syiar agama dan
kokohnya Negara Islam.
Setelah Rosulullah SAW wafat maka tampuk kepemimipinan umat Islam
dipercayakan kepada Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin berarti para pemimpin yang
mendapatkan petunjuk. Mereka adalah Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin merupakan masa
yang penting dalam perjalanan Islam. Mereka telah mampu menyelamatkan Islam,
mengkonsolidasikannya, dan meletakan dasar-dasar kehidupan bagi keagungan agama Islam
dan umatnya.
Dalam perjalanannya selain melakukan ekspansi wilayah keluar Jazirah Arab,
kepemimpinan Khulafaur Rasyidin juga konsen dalam bidang pendidikan. Banyak prestasi
yang telah dicapai oleh keempat penerus Rasulullah tersebut, beberapa masih bisa kita
nikmati sampai saat ini. Lalu bagaimana model atau pola pendidikan Islam pada masa
tersebut. Sebagai individu yang hidup dalam era global ini kita berlu mengetahui secara detail
tentang pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin.
1. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq (11-13
H / 632-634M)
Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam adalah Abu Bakar As-Siddiq
sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah Nabi wafat untuk
menggantikan Nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagai  pemimpin agama dan
pemerintahan.
Pada awal pemerintahannya digoncang oleh pemberontakan dari orang-orang
murtad,orang-orang yang mengaku Nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Oleh karena itu beliau memusatkan perhatiannya untuk memerangi pemberontakan yang
dapat mengacaukan keamanan dan dapat mempengaruhi orang-orang Islam yang masih
lemah imannya untuk menyimpang dari Islam.
Dengan demikian dikirimlah pasukan untuk menumpas pemberontak di Yamamah. Dalam
penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur terdiri dari para sahabat rasulullah dan para
penghafal Al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh
karena itu Umar bin Khatab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan
ayat Al-Qur’an. Kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zait bin Tsabit
untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an. Muhammad Husain Haikal juga menegaskan
dalam bukunya bahwa gagasan munculnya ide kodifikasi Al-Qur’an dilatarbelakangi
peristiwa Yamamah dimana umat muslim terutama penghafal Al-Qur’an gugur di medan
pertempuran.
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih sama seperti pada masa Nabi, baik dari
segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari
pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.

 Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah


adalah Allah.
 Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga,
bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya.
 Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan shalat, puasa, dan haji.
 Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam shalat merupakan didikan
untuk memperkuat jasmani dan rohani.

Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar membaca dan menulis disebut


dengan kuttab. Kuttab adalah lembaga pendidikan yang dibentuk setelah Masjid,
selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada
masa Abu Bakar dan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul yang
terdekat. Masjid dijadikan sebagai lembaga pendidikan Islam serta benteng pertahanan
rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat sholat berjamaah,
membaca Al-Qur’an dan sebagainya.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan
kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya
Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa
Abu Bakar  dan pusat pembelajaran pada masa itu adalah Madinah, sedangkan yang
bertindak sebagai para pendidik adalah para sahabat Rasul yang terdekat.
Mata pelajaran yang diberikan kepada murid tidak jauh berbeda dengan pada zaman
Nabi, hanya usaha perluasan dan pengembangan ilmu sudah mulai tampak. Tempat mengajar
masih diutamakan di Masjid -Masjid . Selain itu pelajaran membaca dan menulis pun tidak
ketinggalan. Pelajaran bahasa asing pun mulai dirintis untuk memenuhi kebutuhan
komunikasi dengan penduduk yang tidak berbahasa Arab, sebagai akibat dari perluasan
wilayah Islam ke luar jazirah Arab.
Masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar tidak lama, tapi beliau telah berhasil memberikan
dasar-dasar kekuatan bagi perjuangan perluasan dakwah dan pendidikan Islam.
2. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Umar Ibnu Khattab (13-23 H / 634-
644 M)
Khalifah kedua dalam Islam juga orang kedua dari kalangan Khulafaur Rasyidin. Ia
merupakan satu diantara tokoh-tokoh besar dalam sejarah Islam. Ia terkenal dengan tekad dan
kehendaknya yang sangat kuat, cekatan, dan karakternya yang berterus terang, Sebelum
menjadi khalifah dikenal sebagai pribadi yang keras dan tidak mengenal kompromi dan
bahkan kejam. Dibawah pemerintahannya imperium Islam meluas dengan kecepatan yang
luar biasa. Dapat dikatakan bahwa orang yang terbesar pengaruhnya setelah Nabi dalam
membentuk pemerintahan Islam dan menegaskan coraknya adalah Umar ibnu Khattab.
Abu Bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul dikalangan kaum muslimin
setelah Nabi wafat, berdasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin
Khattab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan
perpecahan di kalangan umat Islam, kebijakan Abu bakar tersebut ternyata diterima
masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil,
usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa
ini meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam
segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki
keterampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak
diperbolehkan keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas.
Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar hadits harus pergi ke Madinah, ini
berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah
berpusat di Madinah. Tetapi tidak berarti bahwa penyebaran dan pendidikan Islam kurang
memiliki pengaruh keluar daerah madinah. Melakukan dakwah dan tabligh serta mengajarkan
agama Islam dengan giat.Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin
Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota
Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta
mengangkat guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan, mereka bertugas
mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru
masuk Islam.
Di antara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab ke daerah adalah
Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin Al-Hashim. Kedua orang ini ditempatkan di
Basyrah. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke
Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan
murid melingkarinya.Yang menjadi pendidik adalah Umar dan para sahabatnya yang lebih
dekat dengan Rasulullah yang memiliki pengaruh besar, sedangkan pusat pendidikanya selain
Madinah adalah Mesir, Syiria, dan Basyrah.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar,
karena mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa itu telah terjadi mobilitas
penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah
menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan
disiplin keagamaan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan
menulis al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar tentang pokok-pokok agama Islam. Pada
masa ini tuntutan untuk belajar Bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru
masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar Bahasa Arab jika ingin belajar dan
memahami pengetahuan Islam.
Pelaksanaan pendidikan di masa khalifah Umar bin Khattab lebih maju, sebab selama
Umar memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping
telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat
pendidikan Islam diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu
bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan
gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan
pos, kepolisian, dan baitulmal. Adapun sumber gaji pendidik pada waktu itu diambilkan dari
daerah yang ditaklukkan dan dari baitulmal.
3. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H / 644-656
M)
Nama lengkapnya adalah Usman ibn Abil Ash ibn Umaiyah. Beliau masuk Islam atas
dasar seruan Abu Bakar Siddiq. Usman bin Affan adalah termasuk saudagar besar dan kaya
dan sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat Islam. Usman
diangkat menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh khalifah
Umar bin Khattab menjelang beliau akan meninggal. Panitia yang enam adalah Usman, Ali
bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash dan Abdurrahman bin
Auf.
Khalifah ketiga periode khulafaur rasyidin, ia dipilih sebagai khalifah oleh sebuah
dewan pemilihan  yang disebut syura. Sahabat yang sangat berjasa pada periode-periode awal
pengembang Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun
secara terbuka. Ia dijuluki Zu al-Nurain  (memiliki dua cahaya) karena ia menikahi dua putri
Nabi Muhammad SAW. bernama Ruqayyah dan Ummu Kulsum. Selanjutnya Wa hijratain
(turut hijrah dua kali ke Habsyi dan Yasrib (Madinah).
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh
berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah
ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat
yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan
Madinah dimasa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-
daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan
pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih
mudah dijangkau oleh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi
pusat pendidikan juga yang lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih
tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi berpengaruh luar biasa bagi
pendidikan Islam yaitu untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dan penyalinannya karena
terjadi perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an. Khalifah Usman memerintahkan tim penyalin
yaitu Zait bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. Bila
terjadi pertikaian maka pendapat yang diambil adalah kepada dialek suku Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar pada masa Usman bin Affan diserahkan pada umat itu
sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat dan menggaji guru-guru atau pendidik, mereka
melaksanakan tugas dengan hanya mengharap keridhaan dari Allah. Tempat belajar masih
seperti biasa yaitu di kuttab, masjid, dan rumah-rumah yang disediakan mereka sendiri atau
rumah para gurunya. Usman lebih sibuk menghadapi masalah pemerintahan sehingga
pendidikan tidak ada perkembangan yang signifikan.
Ada tiga fase dalam pendidikan dan pengajaran yang berlaku pada masa Usman bin
Affan yaitu fase pembinaan, fase pendidikan dan fase pelajaran. Fase pembinaan
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar yang terdidik dapat memperoleh
kemantapan iman. Fase pendidikan ditekankan pada ilmu-ilmu praktis dengan maksud agar
mereka dapat segera mengamalkan ajaran dan tuntutan agama dengan sebaik-baiknya dalam
kehidupan sehari-hari. Fase pelajaran yaitu ada pelajaran lain yang diberikan untuk
penunjang pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist seperti bahasa Arab dengan tata
bahasanya, menulis, membaca, syair dan peribahasa.
Pada saat ini umat Islam sudah tersebar luas, mereka memerlukan pemahaman
Alquran yang mudah dimegerti dan mudah dijangkau oleh alam pikirannya. Peranan hadis
atau sunnah Rasul sangat penting untuk membantu dan menjelaskan Alquran. Lambat laun
timbullah bermacam-macam cabang ilmu hadis.Tempat belajar masih di kuttab, di masjid
atau rumah-rumah. Pada masa ini tidak hanya Alquran yang dipelajari tetapi Ilmu Hadis
dipelajari langsung dari para sahabat Rasul.

4. Pola Pendidikan Islam pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H / 656-
661 M)
Khalifah keempat khulafaur rasyidin juga sepupu dan sekaligus menantu Nabi
Muhammad SAW. adalah Ali ibnu Abi Thalib. Keturunan Bani Hasyim ini lahir di Mekah
tahun 603 M. Dari kalangan remaja, ia adalah yang pertama masuk Islam. Nabi mengasuh Ali
sejak usia 6 tahun dan pernah menyebutnya “saudaraku” dan “ahli warisku”. Ali banyak
mengetahui tentang kehidupan Nabi, termasuk ilmu agama. Ali pernah menyelamatkan
nyawa nabi ketika diminta tidur di tempat tidur Nabi untuk mengecoh kaum Quraisy. Ia
selalu mendampingi Nabi SAW. hingga wafatnya dan mengurus pemakamannya.
Pada awal pemerintahan Ali, sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi)
beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi kematian
atau pembunuhan terhadap Usman, peperangan ini disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah
memakai kendaraan unta, sehingga pada masa kekuasaan Ali tak pernah merasakan
kedamaian.
Sebetulnya tidak seharipun keadaan stabil selama pemerintahan Ali. Tak ubahnya
beliau sebagai seorang yg menambal kain usang, jangankan menjadi baik malah bertambah
sobek. Tidak dapat diduga bahwa kegiatan pendidikan pun saat itu mengalami hambatan
karena perang saudara, meskipun tidak terhenti sama sekali. Stabilitas pendidikan dan
keamanan sosial merupakan syarat mutlak terjadinya perkembangan itu sendiri baik ekonomi,
sosial, politik, budaya maupun pengembangan intelektual dan agama. Ali sendiri tidak
sempat memikirkan masalah pendidikan karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada
masalah yang lebih penting dan sangat mendesak.
Demikian kehidupan pada masa Ali. Pendidikan yang masih berjalan seperti apa yang
telah berlaku sebelumnya, selain adanya motivasi dan falsafah pendidikan yang dibina pada
masa Rasulullah juga ada tumbuh motivasi dan falsafah pendidikan yang dibina oleh kaum
Syi’ah dan Khawarij yang mengakibatkan banyaknya pandangan dan paham yang menjadi
landasan dasar serta berpikir yang memberi kesempatan untuk mencerai beraikan umat Islam
mendatang.
Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh
di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan. Tetapi sebagian besar masih tetap
berpegang kepada prinsip-prinsip pokok dan kemurnian yang diajarkan Rasulullah SAW.
Ahmad Syalabi mengatakan: “Sebetulnya tidak seharipun, keadaan stabil pada pemerintahan
Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang menambal kain usang, jangankan menjadi baik
malah bertambah sobek. Dapat diduga, bahwa kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami
hambatan dengan adanya perang saudara. Ali sendiri saat itu tidak sempat memikirkan
masalah pendidikan, karena ada yang lebih penting dan mendesak untuk memberikan
jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu
mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil.

5. Kurikulum Yang Di Kembangkan Pada Masa Khulafahurrasasyidin


Umumnya pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang,
baik di kuttab atau di masjid pada tingkat menengah, dan pada tingkat tinggi pelajaran
diberikan guru dalam suatu halaqah yang dihadiri oleh pelajar secara bersama-sama. Ilmu-
ilmu yang diajarkan pada kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana yaitu :

1. Belajar membaca dan menulis


2. Membaca al Qur’an dan menghafalnya
3. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara berwudhu’, sholat, puasa dan
sebagainya.

Dan pada masa umar bin khattab dikuttab, beliau mengintruksikan kepada anak-anak
agar diajarkan berenang, mengendarai kuda, memanah, membaca dan menghafal syair-syair
mudah dan peribahasa. Sedangkan ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan
tinggi terdiri dari :

1. Al Qur’an dan Tafsirnya


2. Hadits dan mengumpulkanya
3. Fiqhi (Tasyri’)

Selain itu, Di zaman khulafaur rasyidin, sahabat-sahabat Nabi SAW. terus


melanjutkan peranannya yang selama ini mereka pegang, tetapi zaman ini muncul kelompok
tabi’in yang berguru kepada lulusan-lulusan pertama. Diantaranya yang paling terkenal di
Madinah adalah: Rabi’ah al-Raayi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi.
1. Al-Kuttab, didirikan pada masa Abu Bakar dan Umar yaitu sesudah penaklukan-
penaklukan dan sesudah mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang
telah maju. Utamanya mengajarkan Alquran kepada anak-anak, selanjutnya
mengajarkan membaca, menulis dan agama. Khuda Bakhsh: pendidikan di al-kuttab
berkembang tanpa campur tangan pemerintah, dalam mengajar menganut sistem
demokrasi.
2. Mesjid dan Jami’. Mesjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan
khalifah kedua, Umar, yang mengangkat “penutur”, qashsh, untuk masjid di kota-
kota, umpamanya Kufah, Basrah, dan Yastrib guna membacakan Alquran dan Hadits
(Sunnah Nabi). Mesjid lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam Islam. Mesjid terkenal
tempat belajar adalah:

1. Jami’ Umaar bi ‘Ash (mulai tahun 36 H). Pelajaran agama dan budi pekerti.
Imam syafi’i datang ke Mesjid ini (182 H) untuk mengajar, sdh 8 halaqat
(lingkaran) yang penuh dengan para pelajar.
2. Jami’ Ahmad bin Thulun (didirikan 256 H). Pelajaran Fiqh, Hadis, Alquran dan
Ilmu kedokteran.
3. Masjid Al-Azhar ada di Universitas Al-Azhar 

1. Duwarul Hikmah dan Duwarul Ilmi, muncul pada masa Abbasiyah (masa
bangkitnya intelektual), lahir pada masa Al-Rasyid.     
2. Madrasah, muncul pada akhir abad ke IV H. Yang dikembangkan oleh golongan-
golongan Syi’ah (pengikut Ali) dengan tujuan mengendalikan pemerintahan, gerakan
ilmu pengetahuan dan sejalan dengan pendapatpendapat golongan mistik yang
extreme. Di Mesir didirikan sesudah hilangnya Fathimiyah.
3. Al-Khawanik, Azzawaya dan Arrabath, di rumah-rumah orang sufi abad ke XIII M.
4. Al-Bimarista, sejenis rumah sakit pada masa Al-Walid bin Abdul Malik tahun 88 H.
memberikan pelajaran kedokteran.
5. Halaqatud Dars dan Al-Ijtima’at Al-‘Ilmiyah, pada masa Ibnu Arabi pada abad ke
dua H. 8) Duwarul Kutub, perpustakaan-perpustaan besar. Misalnya: Perpustakan
yang didirikan disamping madrasah al-Fadhiyah (buku 100.000 buku).

Kesimpulan

1. Pendidikan pada masa Khalifah Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan
pada masa Rasullah.
2. Pada masa khalifah Umar bin Khattab, pendidikan sudah lebih meningkat dimana
pada masa khalifah Umar guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk mengajar ke
daerah-daerah yang baru ditaklukkan.
3. Pada masa khalifah Usman bin Affan, pendidikan diserahkan kepada rakyat dan
sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah dibolehkan ke daerah-
daerah untuk mengajar.
4. Pada masa khalifah Ali bin abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini
disebabkan pemerintahan ali selalu dilanda konflik yang berujung pada kekacauan.

Anda mungkin juga menyukai