a) mitos genealogis marga, b) sikua (kayu bercabang yang ditancapkan
dan dianggap melindungi tanaman dan hewan milik marga) , dan c)
lutur teinu (kuburan leluhur pertama yang dianggap sakti).
Episode-episode dalam mitos-mitos genealogis tampaknya
berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat Fataluku. Mitos- mitos itu pulalah yang menempatkan seseorang ke dalam klasifikasi sosial tertentu.
Kekuasaan dan otoritas suatu marga tidaklah secara langsung
berasal dari relasinya dengan tanah dan kepemilikan tanah, bukan pula karena dukungan dari warga marga lainnya, melainkan lebih ditentukan oleh legitimasi magis leluhur pertama yang sampai sekarang tetap dilestarikan dalam episode-episode mitos asal-usul dan pemujaan leluhur melalui Ete Uruha'a.
E. Bahasa Ritual Nololo
Nololo merupakan sebuah tradisi sastra lisan masyarakat
Fataluku berupa larik-larik puisi yang berpasangan secara paralel. Nololo biasanya dituturkan pada berbagai kesempatan ritual atau seremonial formal, khususnya dalam membicarakan urusan-urusan yang dianggap penting. Urusan-urusan itu misalnya: persiapan perang, pembukaan kebun baru, permohonan hujan, memandu arwah untuk mencapai tempat yang 'aman' di alam baka, panen, upacara perkawinan, kematian, dan sebagainya. Dalam berbagai kesempatan ritual formal itu, tua-tua adat yang dianggap memegang otoritas (nawarana) diminta untuk menuturkan nololo.
Secara etimologis, istilah nololo diturunkan dari dua kata yakni:
No (berarti masa lampau) dan Lolo (berarti menelusuri). Jadi nololo berarti menelusuri masa lampau. Nololo menunjukkan secara jelas betapa masyarakat Fataluku memiliki penghargaan yang tinggi terhadap leluhur di masa lampau. Penuturan nololo memiliki aturan dan konvensi tertentu yang harus diikuti secara ketat. Ada kepercayaan