Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan Gawat
Darurat dan Kritis
Di Ruang IGD
RS Soedono Madiun
Oleh:
Nama : ………………………….
NIM : ………………………….
Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa Medis COR &
ICH regio temporal & frontal Di ruang IGD RS Maidun Periode 27 September s/d 23
Oktober Tahun Ajaran 2021/2022. Telah disetujui dan disahkan pada
A. Masalah Keperawatan : COR & ICH Regio temporal & frontal
B. Pengertian
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis. Cidera kepala ringan adalah trauma kepala
dengan GCS: 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi
kurang dari 30 menit tidak terdapat kelainan berdasarkan CT scan otak, tidak
memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di rumah sakit < 48 jam.
Cedera otak ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul
yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau menurunya
kesadadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera otak ringan (COR) adalah
gangguan fungsi otak normal karena trauma yang disertai dengan keadaan pingsan
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan tidak disertai kerusakan jaringan otak
akibat trauma kepala. (pdf coffe)
F. Penatalaksanaan Medis
Jika pasien mengalami cidera otak ringan, maka perhatikan hal-hal berikut :
1) Periksa kesadarannya.
2) Periksa ABC (airway, breathing, circulation) atau jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi.
a. Jalan nafas (Air way)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa
muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa
nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.
b. Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata, pernafasan
cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer
adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari
gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan
pemberian oksigen kemudian cari dan atasi faktor penyebab dan kalau perlu
memakai ventilator.
c. Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh
faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur
alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok
septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi
jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau
darah.
d. Pemeriksaan fisik
Setalah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil,
defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini
dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu
komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus
segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.
5) Jangan memindahkan penderita kecuali memang diperlukan.
6) Periksa kesadaran mentalnya.
7) Periksa matanya.
8) Perhatikan bila terjadi muntah.
9) Biarkan penderita terjaga selama beberapa waktu untuk melihat apakah kondisinya
semakin memburuk.
10) Perlu diketahui bahwa keluhan yang telah hilang dapat muncul kembali di
kemudian hari bahkan dengan keluhan yang lebih parah.
11) Perlu diketahui bahwa gegar otak pada anak-anak bisa memburuk dengan sangat
cepat.
G. Pengkajian Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a) Pengkajian Primer
Airway
Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
Breathing
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan
dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.
Circulation
Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
Exposure
Suhu, lokasi luka.
b) Pengkajian Sekunder
Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis
kelamin (banyak laki-laki, karena ngebut-ngebutan dengan motor tanpa pengaman
helm), pedidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesadaran.
Riwayat Penyakit Saat Ini
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab
nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak.
Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah
klien dilahirkan secara forcep atau vakum. Apakah pernah mengalami gangguan
sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana
penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji adanya anggota terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus.
Riwayat Alergi
Apakah pasien mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
Pengkajian Psiko, Sosio, Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien, yaitu timbul ketautan akan kesadaran, rasa cemas. Adanya perubahan hubungan
dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Karena klein harus menjalani rawat inap
maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi kilen, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera otak
memerlukan dana pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klein dan keluarga.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat bergguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan persistem ( B1-B6 ).
Keadaan Umum
Pada keadaan cedera otak umumnya mengalami penurunan kesadran ( cedera otak ringan
GCS 13-15, cedera otak sedang GCS 9-12, cedera otak berat GCS <8 ) dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
1. B1 ( Breathing )
Sistem pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan serebral akibat
trauma kepala. Akan didapatkan hasil:
Inspeksi : Didapatkan klien batuk. Peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Palpasi : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada
thoraks.
Auskultasi : Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, ronkhi pada klein dengan
pengingkatan produksi sekret dan kemampuan batuak yang menuurn sering
didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien dirawat
diruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil pada klien dengan
cedera otak berat dan sudah terjadi disfungsi pernafasan.
2. B2 ( Blood )
Pada sisitem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada
klien cedera otak sedang sampa cedera otak berat. Dapat ditemukan tekanan darah
normal atau berubah, bradikardi, takikardi, dan aritmia.
3. B3 ( Brain )
Cedera otak menyebabakan berbagai defisit neurologi terutama disebabkan pengaruh
peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik bersifat intraserebral
hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. Pengkajian tingkat
kesadaran dengan menggunakan GCS.
4. B4 ( Bladder )
Kaji keadaan urin meliputi waran, jumlah, dan karakteristik. Penurunan jumlah urine
dan peningkatan retensi urine dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah
cedera kepala, klien mungkin mengalami inkontinensia urinw karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
5. B5 ( Bowel )
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah
pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan adanya peningkatan
produksi asam lambung. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
6. B6 ( Bone )
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas. Kaji
warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.(scribd)
H. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. D.0007 Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan cidera kepala
2. D.0077 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3. D.0005 Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
4. D.0142 Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
I. Intervensi Keperawatan
No Rencana keperawatan
Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan A. Manajemen peningkatan tekanan
keperawatan selama 1x7 jam intrakranial (i. 06198)
diharapkan perfusi serebral Observasi
meningkat dengan kriteria Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis. Lesi,
hasil :
gangguan metabolisme, edema
1. tekanan intrakranual serebral)
Monitor tanda/gejala
menurun
peningkatan TIK (mis. Tekanan
2. sakit kepala menurun darah meningkat, tekanan nadi
melebar, bradikardia, pola napas
3. gelisah menurun
ireguler, kesadaran menurun)
4. kecemasan menurun Monitor MAP (Mean
Arterial Pressure)
Monitor CVP (Central
Venous Pressure), jika perlu
Monitor PAWP, jika
perlu
Monitor PAP, jika perlu
Monitor ICP (Intra
Cranial Pressure), jika tersedia
Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure)
Monitor gelombang ICP
Monitor status
pernapasan
Monitor intake dan
output cairan
Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
Berikan posisi semi fowler
Hindari maneuver Valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan PEEP
Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2
optimal
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan, jika
perlu
Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
Observasi
Observasi penyebab
peningkatan TIK (mis. Lesi
menempati ruang, gangguan
metabolism, edema sereblal,
peningkatan tekanan vena,
obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi
intracranial idiopatik)
Monitor peningkatan TD
Monitor pelebaran
tekanan nadi (selish TDS dan
TDD)
Monitor penurunan
frekuensi jantung
Monitor ireguleritas
irama jantung
Monitor penurunan
tingkat kesadaran
Monitor perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon pupil
Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalm rentang yang
diindikasikan
Monitor tekanan perfusi
serebral
Monitor jumlah,
kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
Ambil sampel
drainase cairan serebrospinal
Kalibrasi transduser
Pertahankan sterilitas
system pemantauan
Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
Bilas sitem
pemantauan, jika perlu
Atur interval
pemantauan sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika PERLU
Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Observasi
Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat alergi
obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis
analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika
perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu, atau
bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
Tetapkan target
efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
3 Setelah dilakukan tindakan A. Pemantauan respirasi (i.01014)
keperawatan 1x7 jam
diharapkan pola nafas Observasi
membaik (L.01004) dengan Monitor frekuensi, irama,
kriteria hasil : kedalaman, dan upaya napas
1. Dipsnea menurun Monitor pola napas
2. Tidak ada (seperti bradipnea, takipnea,
penggunaan otot hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
bantu nafas Stokes, Biot, ataksik0
3. Frekuensi nafas Monitor kemampuan
membaik batuk efektif
4. Kedalaman nafas Monitor adanya produksi
membaik sputum
Monitor adanya
sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-
ray toraks
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Observasi
Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsepMcGill
Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Terapeutik
Berikan suntikan
pada pada bayi dibagian paha
anterolateral
Dokumentasikan
informasi vaksinasi
Jadwalkan
imunisasi pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
Jelaskan tujuan,
manfaat, resiko yang terjadi,
jadwal dan efek samping
Informasikan
imunisasi yang diwajibkan
pemerintah
Informasikan
imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
Informasikan
vaksinasi untuk kejadian khusus
Informasikan
penundaan pemberian imunisasi
tidak berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
Informasikan
penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis
Observasi
Identifikasi
riwayat kesehatan dan riwayat
alergi
Identifikasi
kontraindikasi pemberian
imunisasi
Identifikasi status
imunisasi setiap kunjungan ke
pelayanan kesehatan
Terapeutik
Berikan suntikan
pada pada bayi dibagian paha
anterolateral
Dokumentasikan
informasi vaksinasi
Jadwalkan
imunisasi pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
Jelaskan tujuan,
manfaat, resiko yang terjadi,
jadwal dan efek samping
Informasikan
imunisasi yang diwajibkan
pemerintah
Informasikan
imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
Informasikan
vaksinasi untuk kejadian khusus
Informasikan
penundaan pemberian imunisasi
tidak berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
Informasikan
penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis
Referensi
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia