Desa - > Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pengertian desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat dan atau hak tradisional yang
diakui serta dihormati dalam sistem pemerintahan negara.
berdasarkan pemikiran tokoh yakni Sutardjo Kertohadikusumo, dijelaskan bahwa desa
adalah suatu kesatuan hukum dan di dalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat
yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
a. Tanah, dalam artian sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang merupakan sumber
mata pencaharian, bahan makanan, dan tempat tinggal.
b. Air, dalam artian sumber air, kondisi dan tata airnya untuk irigasi, persatuan dan kebutuhan
hidup sehari-hari.
e. Manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensisal (potential man power) baik pengolah tanah
dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota.
a. Masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu kekuatan
berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.
c. Aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran jalannya
pemerintahan desa.
Ada beberapa hal yang mengaitkan antara potensi desa dengan perkembangan desa dan kota.
Beberapa hal tersebut yakni :
1. Desa sebagai sumber bahan mentah maupun bahan pangan bagi kota
Dalam hubungan kota desa, desa adalah daerah belakang atau hinterland, yakni suatu daerah
yang memiliki fungsi penghasil bahan makanan pokok, contohnya jagung, ketela, padi, kacang,
buah, sayuran serta kedelai. Secara ekonomis desa juga sebagai lumbung bahan mentah bagi
industri yang ada di kota. Desa adalah tempat produksi bahan pangan. Oleh karena itu, sangat
penting peran masyarakat desa dalam pencapaian swasembada pangan. Desa juga memiliki peran
dalam pembangunan yakni terletak pada ekonomi.
2. Desa berfungsi sebagai sumber tenaga kerja bagi kota
Dalam pembangunan tentu saja tenaga kerja menjadi sesuatu yang penting. Jika membicarakan
tenaga kerja tentu tidak akan lepas dari usia produktif. Para ahli telah menggolongkan umur sesuai
dengan usia produktif.
Jika dilihat dari tingkat pendidikan serta teknologi warga desa tergolong belum berkembang.
Namun, secara umum desa telah mendapat pengaruh dari kehidupan di perkotaan. Hal tersebut
menyebabkan wujud desa mengalami banyak perubahan.
Alasan pertama kenapa memilih tinggal di desa bisa membuat kamu tenang dan betah adalah biaya hidupnya yang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan perkotaan.
Sudah merupakan rahasia umum, kehidupan perkotaan erat kaitannya dengan gaya hidup hedonis.
Berbanding terbalik dengan kehidupan desa yang penuh dengan kesederhanaan dan apa adanya.
Dengan kesederhanaan kehidupan desa, kamu akan terdorong untuk lebih menahan diri ketika hendak
mengeluarkan uang karena tidak banyak yang bisa dibeli.
Lingkungan pedesaan jauh dari polusi udara karena intensitas kendaraan bermotor tidak sepadat perkotaan.
Di desa, kamu bisa mendapatkan kualitas udara yang lebih sehat dan sejuk.
Alasan penting kenapa tinggal di desa memberikan banyak keuntungan adalah kondisi alamnya
yang masih terjaga.
Hiruk-pikuk kota memang memuakkan, tak jarang orang kota yang senang berlibur ke daerah-daerah untuk
mendapatkan ketenangan.
Bahan makanan sangat mudah didapatkan di desa, apalagi yang kondisinya masih segar.
Selain mendapatkan bahan makanan segar di pasar, kamu juga bisa memilih berkebun sendiri.
8. Hidup Rukun
Mayoritas penduduk desa dikenal sangat ramah dan penuh sopan santun.
Tak jarang penduduk desa yang senang menjalin silaturahmi dengan sesama penduduk seperti bertamu ke rumah.
Peluang bisnis di desa terbuka lebar, tergantung bagaimana kamu pandai memanfaatkan peluang tersebut.
Biaya di desa yang terbilang masih murah pun akan memudahkanmu dalam membuka bisnis.
Tindak kriminal memang tidak mengenal tempat, bisa terjadi di perkotaan maupun pedesaan.
Namun, jika dilihat dari banyaknya kasus kriminal di berita, tingkat kriminalitas di perkotaan lebih besar dibanding
pedesaan.
Masyarakat Kampung Naga masih memegang tradisi nenek moyang mereka. Salah satunya adalah tradisi panen
padi.
Tradisi panen raya yang masyarakat Kampung Naga lakukan adalah melakukan ritus ngukusan atau pembacaan doa
sebelum memanen padi. Sebelum melakukan upacara pembukaan, para petani terlebih dahulu meletakkan empat
dedaunan di beberapa titik sawah yang siap panen.
Empat daun tersebut yakni daun pucuk kawung, daun darandan, daun pacing, gadog, dan seeur. Daun - daun itu
diletakkan di beberapa titik seperti di setiap pojok sawah, atau di area tengah.
Kemudian, padi yang sudah dipanen tidak langsung ditumbuk. Padi tersebut kemudian dikumpulkan di ruang
terbuka, kemudian para petani melakukan upacara ngaleseuhan yakni upacara pembacaan doa.
Pembacaan doa dipimpin oleh petani laki-laki, sementara para perempuan menunggu di samping sawah, namun
tetap mengikuti proses pembacaan doa. Upacara pembacaan doa itu sebagai wujud ucapan syukur kepada sang
pencipta sebelum hasil padinya itu dinikmati oleh masyarakat.
Ketua Kepemanduan Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Ucu Suherlan,
mengungkapkan, masyarakat melakukan panen raya dua kali dalam setahun.
Biasanya, waktu tanam padi menggunakan sistem Januari-Juli. Terdapat sekitar lima hektare area persawahan di
Naga. Rata-rata produksi padi mencapai lima kilogram per bata (14 meter). Sementara, per kepala keluarga biasanya
memiliki 30 bata.
Contoh Pedesaan berpola Circular Rural
Settlements
Terletak di ketinggian 1100 m di atas permukaan laut, di Pegunungan Flores. Dusun Wae Rebo adalah bagian dari
Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, Indonesia.
Rumah adat Desa Wae Rebo, disebut Mbaru Niang. Arsitektur Mbaru Niang mengandung filosofi dan kehidupan
sosial masyarakat Wae Rebo. Rumah tradisional ini merupakan wujud keselarasan manusia dengan alam serta
merupakan cerminan fisik dari kehidupan sosial suku Manggarai. Suku Manggarai memercayai lingkaran sebagai
simbol keseimbangan, sehingga pola lingkaran ini diterapkan hampir di seluruh wujud fisik di desa, dari bentuk
kampung sampai rumah-rumahnya. Desa ini mendapat penghargaan UNESCO Asia Pasific Award Heritage
Conservation, yang merupakan penghargaan tertinggi dalam bidang konservasi warisan budaya pada tahun 2012.
Selain karena keunikan dan keindahannya, nilai-nilai budaya suku Manggarai yang selaras dengan lingkungan sekitar
adalah kunci yang membuat Desa Wae Rebo ini tetap lestari.
Terdapat 7 Mbaru Niang di perkampungan Wae Rebo yang tersusun melingkar mengitari batu melingkar yang
disebut compang sebagai titik pusatnya. Compang merupakan pusat aktivitas warga untuk mendekatkan dengan
alam, leluhur, serta Tuhan. Penghormatan terhadap ketiganya diwujudkan dalam berbagai upacara adat yang sampai
kini masih dilakukan.
Pembangunan rumah adat Wae Rebo harus melalui upacara adat terlebih dahulu. Persiapan pembangunannya
membutuhkan waktu hingga setahun, dan dibangun secara gotong royong oleh masyarakat Wae Rebo. Bahan-bahan
bangunannya diambil secukupnya dari hutan yang mengelilingi Desa Adat Wae Rebo. Dibuat dari bahan kayu Worok,
papan lantai dari kayu Ajang, balok-balok dari kayu Uwu dan atap menggunakan daun lontar yang ditutup dengan
ijuk, membentang dari ujung atap sampai hampir menyentuh tanah.
Mbaru Niang berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga, masing-masing Niang terdiri dari 6 – 8 keluarga. Terdiri dari
lima lantai, masing-masing lantainya memiliki fungsi. Lantai pertama disebut Lutur, berfungsi untuk tempat tinggal
dan berkumpul keluarga.
Bentuk rumah panggung yang diterapkan menjadi rumah yang sesuai untuk kondisi alam di sekitar Desa Wae Rebo.
Berdasarkan letak geografisnya, desa Wae Rebo berada pada wilayah gempa dan hutan liar, sehingga aman bencana
dan menjadi tempat perlindungan dari hewan buas.
Donomulyo adalah sebuah desa di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia yang secara
struktural merupakan bagian integral tak terpisahkan dari sistem perwilayahan Kecamatan Donomulyo. Desa
yang jumlah penduduknya sebanyak 11.840 jiwa ini memiliki potensi yang cukup banyak, baik potensi yang
sudah dimanfaatkan maupun yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi sumber daya alam maupun
sumber daya manusia perlu terus digali dan dikembangkan untuk kemakmuran masyarakat secara umum.
Salah satu potensi yang sangat terlihat jelas adalah sektor perkebunan. Hal ini didasarkan dengan adanya
banyak wilayah pertanahan yang dimanfaatkan untuk perkebunan seperti tebu, sengon, jati, dan kelapa yang
memiliki luas 76 ha. Menurut Pak Sugianto selaku Sekretaris Desa, sebagian lahan seluas 51 ha didominasi
dengan tanaman tebu sekaligus menjadi komoditas unggulan desa. Namun selama ini sekitar 90% hasil dari
perkebunan tebu tersebut dikirim ke pabrik gula secara langsung sehingga masyarakat belum bisa
mendapatkan hasil panen secara maksimal. Untuk itu kedepannya masyarakat diharapkan mampu untuk
mengolah hasil panen tebu menjadi minuman tebu, es krim tebu, dan olahan makanan lainnya. Dengan
mengolah hasil panen tersebut diharapkan masyarakat dapat mengambil keuntungan lebih maksimal
daripada mengirim tebu utuh secara langsung.