Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita telah memasuki sebuah era, yaitu Era Digital dimana hampir
seluruh kegiatan manusia dapat dilakukan secara digital atau online. Era
Digital merupakan perubahan teknologi dari analog dan mekanik ke digital
yang dimulai pada pertengahan abad 20. Era Digital disebut juga Era
Informasi, artinya informasi dengan mudah diakses oleh manusia, hanya
beberapa klik kita dapat mengakses hampir semua pengetahuan manusia
yang ada di zaman kita. Era Digital ini membawa berbagai perubahan yang
baik sebagai dampak positif yang bisa gunakan sebaik-baiknya. Namun
dalam waktu yang bersamaan, era digital juga membawa banyak dampak
negatif, sehingga menjadi tantangan baru dalam kehidupan manusia di era
ini.
Bedasarkan Sensus Penduduk Tahun 2020 yang dirilis Badan Pusat
Statistik, Indonesia tengah berada pada periode yang dinamakan sebagai
Bonus Demografi. Hasil sensus menunjukkan bahwa komposisi penduduk
Indonesia yang sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%),
yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012.
Generasi Z juga dikenal sebagai Generasi Internet, karena lahir ketika
teknologi telah mengalami perkembangan. Mereka berbeda dari generasi
pendahulu yang tumbuh dewasa tanpa adanya sosial media, ponsel pintar,
maupun akses ke internet. (Seymour, 2019)
Pemikiran, pandangan, dan budaya generasi saat ini didominasi
oleh teknologi digital dan internet yang turut mempengaruhi perilaku
mereka. Karena lingkungan yang berbeda itu, maka cara berpikir Generasi
Z berbeda dengan generasi sebelumnya (Rothman, 2016). Dalam
pembelajaran, fungsi kognitif generasi sekarang cenderung memproses
pengetahuan melalui visual dan praktik seperti permainan interaktif, proyek
kolaboratif, dan tugas yang menantang daripada ceramah dan diskusi.
Masyarakat umum masih memiliki stigma bahwa pembelajaran
Sejarah sebagai mata pelajaran yang membosankan. Hal itu ada benarnya,
menurut pengalaman peneliti semasa sekolah saat proses belajar mengajar,
guru mata pelajaran Sejarah sering menggunakan metode ceramah
sehingga membuat siswa dikelas menjadi bosan dan kurang aktif bertanya.
Para siswa hanya memiliki pengalaman belajar seperti mendengarkan,
mencatat dan menghafal materi yang disajikan oleh guru tanpa mengerti
apa yang dipelajari, tanpa mengerti apakah materi yang disampaikan atau
yang dipelajari memiliki makna dan nilai yang berguna bagi kehidupan
sehari-hari, itulah mengapa siswa menganggap pelajaran Sejarah adalah
pelajaran yang membosankan.
Untuk mengakomodasi peserta didik generasi ini, penting sekali
untuk merancang kegiatan pembelajaran yang selaras dengan gaya belajar
dan harapan mereka. Visualisasi, simulasi, analisis kasus, dan metode
pembelajaran partisipatif lainnya seperti kerja lapangan adalah bagian dari
repertoar pembelajaran. (Hashim, 2018) Oleh karena itu, sekolah dituntut
harus menyiapkan dan mengembangkan learning resources (sumber
belajar) bagi guru dalam proses pembelajaran di sekolah. Sumber belajar
merupakan komponen penting dan memiliki peranan yang sangat penting
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Pendidik harus memanfaatkan
sumber belajar dalam pembelajaran, salah satunya adalah dengan
berkunjung ke museum.
Pengertian museum menurut artikel dari International Council of
Museums (2007), “Museum adalah lembaga non-profit dan permanen yang
melayani masyarakat dan perkembangannya. Museum terbuka untuk umum
dan memiliki tujuan untuk memperoleh, melestarikan, meneliti dan
memamerkan warisan hasil budaya yang berwujud maupun yang tidak
berwujud untuk tujuan pendidikan, studi ilmiah, dan hiburan.” Museum
sendiri sudah menjadi bagian dari tatanan kota modern. Museum besar
biasanya berada di kota-kota besar di seluruh penjuru dunia, sementara
museum kecil berada di kota yang lebih kecil dan area pedesaan. Museum
memainkan peran penting dalam menyalurkan pengetahuan, pembelajaran,
dan pengertian terhadap suatu identitas budaya. (Van Hooff dkk, 2012:5).
Dalam penelitian ini, peneliti memilih Museum Trinil sebagai objek
penelitian. Museum Trinil didirikan pada tahun 1891. Museum ini
dibangun oleh Eugene Dubois. Museum Trinil menyimpan ribuan fosil
binatang termasuk fosil manusia Pithecanthropus Erectus. Sejarah
berdirinya Museum Trinil berawal dari penemuan fosil Pithecanthropus
Erectus oleh Eugene Dubois, seorang pejabat kedokteran tentara kolonial
Belanda.
Museum Trinil memamerkan beberapa replika fosil manusia purba
yang ditemukan di Indonesia, di antaranya replika Phitecantropus Erectus
yang ditemukan di Karang Tengah (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang
ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan
Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis.
Dalam museum terpajang etalase yang di dalamnya berisikan benda-benda
fosil, di antaranya fosil tulang panggul gajah jenis Stegodon
Trigonochepslus, serta fosil tulang pengumpil gajah. Selain fosil manusia,
museum ini juga memamerkan fosil tulang rahang bawah macan (Felis
Tigris), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng
(Bibos Palaeosondaicus). Dengan melihat koleksi-koleksi yang ada di
Museum Trinil, kita dapat mengetahui bahwa teknologi sekarang sudah
berkembang pesat dibandingkan dengan zaman prasejarah, begitu pula
dengan cara berpikir manusia yang sudah lebih modern.
Selama bertahun-tahun, museum telah memainkan peran utama
dalam melestarikan sejarah masyarakat kita. Pameran-pameran
memberitahu kepada kita cerita tentang bagaimana bangsa kita, komunitas
kita dan budaya kita muncul dan tanpa museum, cerita-cerita itu bisa
dilupakan atau bahkan hilang. Museum memiliki apa yang mungkin tidak
dimiliki kelas yaitu, materi dan informasi yang memperkaya dan
menciptakan pengalaman yang tak terlupakan. Walaupun informasi yang
ditemukan di museum juga dapat ditemukan dalam buku teks di
perpustakaan sekolah, ruang kelas atau di internet, namun hal itu sangat
akan berbeda dibanding mendatangi museum secara langsung.
Sayang sekali, masih banyak pelajar berpikir bahwa museum
hanyalah tempat untuk mengumpulkan dan memajang benda-benda kuno.
Pemikiran tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai Museum
oleh guru di sekolah. Padahal, keberadaan museum penting bagi
lingkungan pendidikan dan menawarkan bahan pembelajaran baru. Belajar
di museum dapat membantu murid-murid mengerti nilai dari benda-benda
bersejarah, menghormati macam-macam budaya, dan multikulturalisme.
Menjelajahi museum memberikan murid-murid kemampuan untuk
berinteraksi secara aktif dalam proses menambah ilmu baru dan
mengekspresikan pikiran dan emosi mereka.
Pemanfaatan museum sebagai sumber belajar dapat memberikan
respon yang positif pada mata pelajaran sejarah, baik sejarah lokal, sejarah
nasional dan sejarah dunia. Pengalaman yang didapatkan siswa dari
pengamatan pada objek-objek yang disimpan museum secara langsung
akan dapat menunjang proses pembelajaran sejarah. Mempelajari sejarah
dan kebudayaan sudah termasuk mempelajari berbagai aspek kehidupan
manusia. Museum sebagai sumber belajar dapat menjadi program
pendidikan yang mendorong kompetensi, belajar menilai, berpikir kritis
dan selanjutnya mendorong peserta didik berani memberikan sebuah
tanggapan dan komentar terhadap sebuah peristiwa sejarah yang telah
terjadi, sehingga proses pembelajaran terpusat pada peserta didik. Dari latar
belakang diatas, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul
“Museum Trinil Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di SMA.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya Museum Trinil?


2. Apa saja koleksi yang ada di Museum Trinil dan bagaimana
relevansinya terhadap kurikulum sejarah di SMA?
3. Bagaimana pemanfaatan Museum Trinil sebagai sumber pembalajaran
Sejarah di SMA?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Museum Trinil.


2. Untuk mengetahui koleksi yang ada di Museum Trinil dan relevansinya
terhadap kurikulum sejarah di SMA..
3. Untuk mengetahui peran Museum Trinil sebagai sumber pembelajaran
Sejarah di SMA.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang memiliki tujuan seperti yang disebutkan di


atas, maka diharapkan untuk dapat memberikan manfaat berupa:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat menjadi suatu kajian ilmiah tentang peran penting
dan relevansi Museum sebagai salah satu sumber belajar sejarah di
SMA untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, dapat mendorong untuk mengembangkan kreatifitas
dalam memanfaatkan Museum Trinil sebagai sumber belajar bagi
siswa SMA untuk menambah wawasan belajar dan menarik.
b. Bagi sekolah, untuk dapat memanfaatkan museum sebagai sumber
belajar sejarah dan menciptakan pembelajaran sejarah yang
menyenangkan.
c. Bagi universitas, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pengetahuan mengenai museum dapat dijadikan sebagai
sumber belajar untuk siswa-siswi SMA di seluruh Indonesia.
d. Bagi masyarakat, dapat mengetahui peran penting museum untuk
mengetahui sejarah dan peninggalan-peninggalan nenek moyang
Bangsa Indonesia serta ikut melestarikan museum.
e. Bagi penulis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan untuk penulis tentang pentingnya museum sebagai sumber
belajar.

Anda mungkin juga menyukai