Anda di halaman 1dari 31

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

TAHUN 2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang
baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya
pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung
menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RSIA
Permata Hati secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih
efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun
masyarakat.

Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSIA Permata Hati dapat seperti
yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan RSIA Permata Hati. Buku panduan tersebut merupakan konsep
dan program peningkatan mutu pelayanan RSIA Permata Hati, yang disusun
sebagai acuan bagi pengelola RSIA Permata Hati dalam melaksanakan upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini
diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 1


1.2 Tujuan
Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau panduan
bagi rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan
mutu pelayanan rumah sakit.

Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan


kesehatan di rumah sakit secara efektif, efisien dan berkesinambungan serta
tersusunnya sistem monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu
pelayanan.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 2


BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang


baru. Pada tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan.
Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “hospital should do
the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan
pasien.

Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli
bedah Dr. E. A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E. A. Codman dan
beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk,
karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu
terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu
perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait
dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha
mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.

Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program
standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan
mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu
pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar
bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas
agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 3


Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision
on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan
mengakreditasi Rumah Sakit.

Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit,
namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang
setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi
tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam
kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.

Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah


Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh
JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare),
padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena
hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.

Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan
susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 4


Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,
namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak
kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara
Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing
negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun
1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa
mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
sistem pelayanan kesehatan masing-masing.

Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda
tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di
Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk
Eropa.

Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.

Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak
menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan
peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,

Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan
kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap
kelas Rumah Sakit A, B, C, an D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 5


standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik
menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing
kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan
pelayanan Rumah Sakit.

Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai


indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah
Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas
C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan
konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan
organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan
penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.

Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan


monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS
Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas
derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984
melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat
penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat.
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi
nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah
Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 6


Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit
lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya
belum ada yang dilaporkan.

Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan


Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 7


BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RSIA PERMATA HATI

Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah


sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah sakit secara wajar,
efisien dan efektifserta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosiobudaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah dan konsumen.

Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan
mutu pelayanan.

3.1. MUTU PELAYANAN RSIA PERMATA HATI


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan


Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 8


serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika,
hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan dan masyarakat konsumen.

3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional.

4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya

5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome


Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi
dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek
rumah sakit sebagai suatu system. Menurut Donabedian, pengukuran mutu
pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunkan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 9


teknologi, organisasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang
bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga
profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan,
konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi penyulit,
follow up. Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung
terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan
dari konsumen tersebut. Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan
dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti perubahan
derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider. Outcome yang baik
sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang
baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau
proses yang buruk.

RSIA Permata Hati adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks,
padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di
RSIA Permata Hati menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup
berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RSIA Permata Hati mampu
melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber daya
manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSIA Permata Hati harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSIA Permata Hati diawali dengan
penilaian akreditasi RSIA Permata Hati yang mengukur dan memecahkan
masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RSIA Permata Hati
harus menetapkan standar input, proses, output, dan outcome, serta
membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. RSIA Permata
Hati dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 10


pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan
untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen
mutu pelayanan RSIA Permata Hati yang menilai dan memecahkan masalah
pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RSIA Permata
Hati tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah
menghasilkan output yang baik pula. Indikator RSIA Permata Hati disusun
dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RSIA Permata Hati secara
nyata.

3.2. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSIA PERMATA HATI


Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan
upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai
mutu pelayanan, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan
keluarnya, sehingga mutu pelayanan akan menjadi lebih baik.

Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang


bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien.
Upaya peningkatan mutu pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana
upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di
termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien.
Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu
yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah
biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan:
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 11


Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif
yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap
pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga
pelayanan yang diberikan di berdaya guna dan berhasil guna.

2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


 Umum:
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal.
 Khusus:
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai
dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.

3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan
kelayakan (appropriateness).

4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi
sebagai berikut:

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 12


a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan
prinsip mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah
upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.

b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia


di RSIA Permata Hati, serta upaya meningkatkan kesejahteraan
karyawan.

c. Menciptakan budaya mutu di RSIA Permata Hati, termasuk di dalamnya


menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah


Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah
identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat
penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan
kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan.
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan


tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang
telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah
sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 13


BAB IV
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab


akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk
menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan
fokus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab
terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram
tulang ikan diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan

Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:


1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa
pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 14


adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan
kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh
setiap orang dari setiap bagian di RSIA Permata Hati.

Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus


pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-
D-S-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-S-A ini
dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-S-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini
karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan
memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah alat
yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.

Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti
tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian
organisasi, seperti tampak pada gambar 4.2.

Dalam gambar 4.2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang
bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 15


Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement
under P-D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 4.3. Pengendalian kualitas
berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan
dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan dalam gambar 4.

Plan Do Study
Action

Follow-
Corrective up
Action

Improvement

Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement Under


P-D-C-A Cycle

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 16


(1) Plan
Acti Menentukan
(6) Tujuan dan
onn (2)
Mengambil sasaran
Menetapkan
tindakan Metode untuk
yang tepat Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5) Pendidikan dan
latihan
Memeriksa
Stud (4
akibat
y pelaksanaan )Melaksanakan (3)
pekerjaan Do

Gambar 4.4 Siklus PDSA

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4.4 di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau
Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan.
Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran
kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.

b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan

Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan
harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan
karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 17


yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang
dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do

Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para
karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do

Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat
berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat
dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam
pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah
ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study

Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan


baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat
diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar
apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan
dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan,
metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh
karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat
dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu
dapat dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action

Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan


penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 18


timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang
tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor
penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang
penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang
akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua
proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan
diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan
yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan
berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut
yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara
bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua


jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab
atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya
terhadap outcome, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai
jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana
dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang
baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab
bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata
rantai dari suatu proses.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 19


BAB V
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu
indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.


Standar:
 Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
 Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
 Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus


memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 20


a. Indikator lebih banyak untuk menilai proses dan
outcome daripada input.
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk
situasi dan kelompok daripada untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan
Rumah Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada
aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik
dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 21


BAB VI

FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

Fokus utama upaya peningkatan mutu RSIA Permata Hati terintegrasi dengan
Panduan Patient Safety RSIA Permata Hati yang menerapkan Tujuh Langkah
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

1. Kepemimpinan dan Perencanaan


Pimpinan RSIA Permata Hati dalam berperan aktif dalam kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
a) Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RSIA Permata Hati.
b) Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RSIA Permata Hati .
c) Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi
‘penggerak’ dalam hal mutu dan keselamatan pasien.
d) Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas agenda dalam
rapat jajaran direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit. Hal ini
dituangkan dalam SK Penetapan Forum Rapat : /SK/DIR/ /2018.
e) Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien membuat
perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Tugas dan program kerja panitia mutu dan
keselamatan pasien secara lengkap dijabarkan dalam Pedoman Panitia
Mutu dan Keselamatan Pasien.
f) Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RSIA Permata Hati melalui pelatihan yang disesuaikan.
g) Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
melalui laporan dari panitia peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
h) Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien setiap 3 bulan (dalam rapat evaluasi
triwulan) dan setiap akhir tahun (dalam laporan tahunan).

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 22


2. Manajemen Proses Klinik
Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
RSIA Permata Hati adalah untuk mengurangi risiko dalam proses asuhan
klinis.
a) Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik klinik dan
atau clinical pathway.
b) Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan RSIA Permata Hati.
c) Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di review
setiap tahun dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
d) Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat kepatuhan
dan adanya perbaikan.

3. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


RSIA Permata Hati telah menetapkan indikator yang harus dipenuhi oleh
semua unit. Indikator tersebut terdiri dari Indikator Manajerial, Indikator
Mutu Pelayanan dan Indikator Patient Safety (Insiden yang harus dicatat).
Indikator patient safety terdapat dalam Panduan Patient Safety RSIA
Permata Hati (indikator terlampir).
Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien:
a) Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator
kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan
kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit (alur
pelaporan terlampir).
b) Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator
kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
c) Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
d) Unit yang terkait:
1. Bagian Pengadaan
2. Bagian HRD

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 23


3. Bagian Keuangan
4. Instalasi Rekam Medis
5. Instalasi Farmasi
6. Instalasi Laboratorium
7. Instalasi Gizi
8. Instalasi Rawat Jalan
9. Instalasi Rawat Inap
10. Instalasi Kamar Operasi
11. Instalasi UGD
12. Panitia PPI
13. Panitia K3
e) Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA Permata Hati secara
berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan
dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di RSIA Permata
Hati
f). Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama yang
sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit.
Indikator utama ini direview setiap tahun dan diganti apabila perlu.
Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara pimpinan dengan
panitia mutu dan keselamatan pasien.
g) Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
1. Proses utama yang kritikal
2. Proses risiko tinggi
3. Proses yang cenderung bermasalah

4. Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien :


a. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA Permata Hati melakukan
pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan
kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.
b. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA Permata Hati melakukan
analisa terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 24


membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan sebelumnya dan
dengan standar yang telah ditetapkan.
c. Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien
apabila terdapat:
1) Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2) Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan
indikator
3) Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator
4) Data yang dianggap meragukan
5) Secara berkala (6 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data
indikator dan dilaporakan dalam laporan semester panita PMKP.
6) Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
d. Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat
bagaimana data dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan
dilakukan pengumpulan data kembali oleh individu yang berbeda.

5. Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien:


a. Manajemen Risiko
Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen
risiko di semua unit/bagian RSIA Permata Hati. Analisis risiko
merupakan proses untuk mengenali bahaya (hazard) yang mungkin
terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko:
1) Identifikasi Risiko
2) Menetapkan prioritas risiko
3) Analisis risiko
4) Pengelolaan risiko
5) Evaluasi
Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 25


Gambar 6.1 Diagram Manajemen Risiko

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RSIA Permata Hati antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide,
mengelompokkan, memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan
keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check
sheet)
A. Root Causes Analysis (RCA)
Langkah-langkah melakukan RCA:
1. Investigasi kejadian
2. Rekonstruksi kejadian
3. Analisis sebab :mengidentifikasi penyebab masalah
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan
B. Bagan alir/diagram alur/flow chart:

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 26


C. Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses
spesifik yang dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis
masalah serta menentukan “ideal path” dalam perencanaan perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan pada gambar
dibawah ini:

Awal/ akhir
proses Penghubu
ng

Kegiatan
Keput
usan

Gambar 6.2 Simbol yang digunakan


D. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali
model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi
dengan melakukan perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1) Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2) Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang
rinci
3) Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi
efek yang mungkin terjadi ke pasien (the effect)
4) Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke
pasien (RPN)
5) Melakukan root cause analysis dari failure mode
6) Desain ulang proses

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 27


7) Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8) Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi

Tabel 6.3 Risk Priority Numbers (RPN)

S O D
Severity (Keparahan) Occurence Detectable (Terdeteksi)
(Keseringan)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. sangatmungkin
3. Minor Injury 2. jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. sering 4. Kemungkinan kecil
injury/death 5. sangat sering dan terdeteksi
pasti 5. Tidak mungkin
terdeteksi

Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis
akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi
untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
 Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi
apabila ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan
manajerial serta pengelolaan insiden.
 Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun
dan dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode
and Effect Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko
tinggi.

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 28


PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 29
BAB VII

MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen RSIA Permata Hati secara berkala melakukan


monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA Permata Hati.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA Permata Hati secara berkala
(paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di RSIA Permata Hati
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA Permata Hati melakukan evaluasi
kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA Permata Hati melakukan analisa
pemenuhan indikator setiap enam bulan dan membuat tindak lanjutnya
(laporan semester).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien:

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 30


BAB VIII

PENUTUP

Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman/panduan


bagi rumah sakit untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut
terhadap Indikator RS. Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh RS dan
menjadi pedoman bersama dalam mengukur Indikator rumah sakit.

Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan dapat


diakses dan dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal
untuk bukti akuntabilitas pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap
perkembangan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya masukan demi
tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini

DIREKTUR
RSIA PERMATA HATI

DR.ARMANTO MAKMUN, M.KES


NIK : 201110227001

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN Page 31

Anda mungkin juga menyukai