Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam mempelajari filsafat Pancasila ada dua hal yang lebih dahulu kita pelajari yaitu Pancasila dan Filsafat memeplajari Pancasila melalui pendekatan sejarah supaya akan dapat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi dari waktu ke waktu di tanah air kita Indonesia peristiwa peristiwa yang saya maksudkan adalah yang ada sangkut pautnya dengan Pancasila. Melalui pendekatan kami berharap untuk mendapatkan data obyektif dapat menghasilkan kesimpulan yang obyektif pula oleh karena manusia tidak mungkin menghilangkan sikap obyektif sebagai salah satu bawaan kodrat, maka kami bersyukur bila mendapatkan kesimpulan yang obyektif mungkin inter obyektif Sejarah Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan sejarah bangsa Indonesia itu sendiri karena itu dalam tulisan ini kami mencoba mulai dari masa kejayaan bahwa Indonesia merdeka yang kemidian mengalami penderitaan akibat ulah kolonialisme sehingga timbul perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme tersebut kemudian bangsa Indonesia berhasil meproklamasikan kemerdekaan dan berhasil juga menjawab tanatangan tersebut serta mengisi kemerdekaannya itu dengan pembangunnan. Dalam seluruh peristiwa tersebut Pancasila mempunyai peranan penting Mengingat hal tersebut pertama tama secara runtun kai kemukakan peristwa penyususnan dan perumusan Pancasila agar mengetahui bagaimana

duduk persoalan yang sesungguhnya sehingga masing masing mendapat nilai yang wajar dan tidak di lupakan. Disamping itu hal kedua yang kami anggap penting adalah pengamalan Pancasila. Kami mengkonstatir bahwa pengmalan Pancasila telah dilakukan pada masa masa sebelum kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 bahkan juga sebelum masa tersebut

B. Perumusan Masalah Dalam pembuatan karya tulis ini dapat penulis rumuskan sebagai berkut : Rasional tentang filsafat pendidikan pancasila, tujuan penulisan, hubungan pendidikan dan masyarakat dengan filsafat pendidikan pancasila, sistematika filsafat pendidikan, sumber dan dasar moral, pendidikan pancasila. serta tujuan

BAB II INTI PEMBAHASAN MASALAH

A. Rasional Siswa umumnya memiliki sikap belajar bila akan ulangan dan ujian. Keseharian waktu mereka setelah sekolah, habis untuk keluyuran. Keluhan pun muncul dari kebanyakan orang tua mengenai kurangnya motivasi belajar anaknya. Bahkan, terdapat orang tua yang meminta tugas pekerjaan rumah kepada guru untuk mengekang keluyuran anaknya.

Kebiasaan belajar bila akan ulangan dan ujian, sebenarnya siswa itu butuh motivasi bentuk proximity goals. Yaitu, tujuan yang konkret, jelas, terukur, aplikatif, dan berwujud. Anjuran belajar saja sering diacuhkan siswa karena dianggap tujuan belajar itu tidak konkret (abstrak). Sedangkan ulangan, ujian, dan tugas dipandang siswa merupakan tujuan yang konkret dan berwujud.

Selain itu, mengonkretkan rumusan tujuan sekolah sangat bergantung pada filsafat yang dipilih oleh bangsa sebagai acuan pendidikannya. Bila bangsa Indonesia memilih acuan Pancasila, maka Pancasila harus dipandang juga sebagai filsafat pendidikan bangsanya. Bila kurikulum yang berlaku memilih acuan pragmatisme, filsafat pragmatis itulah yang

dielaborasi/dijabarkan menjadi tujuan-tujuan sekolah.

Pancasila bagi bangsa Indonesia kiranya telah sepakat sebagai jati diri, kepribadian, falsafah hidup, dan landasan hidup berbangsa dan bernegara.

Pancasila selama ini terus menjadi bahan ajar di setiap lembaga pendidikan. Dengan demikian, bahan ajar Pancasila diperoleh warga negara dari SD sampai perguruan tinggi.

Seberapa jauh siswa memperoleh indikator konkret dari Pancasila? Paling tidak siswa memahami kaitan bahan ajar di sekolah dengan Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa Indonesia. Yaitu bagaimana secara rasional bahwa mata pelajaran kewarga-negaraan, pendidikan agama, IPA, IPS, kesenian, olah raga, muatan lokal, dan lain-lain, merupakan hasil elaborasi dari pilihan acuan filsafat pendidikan Pancasila? Bahkan, bagaimana filsafat pendidikan Pancasila dielaborasi menjadi jalur, jenis, jenjang, dan satuan pendidikan. Bagaimana filsafat pendidikan dielaborasikan ke dal m jenjang a pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi)?

Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa harus menampakkan diri sebagai indikator karakteristik mentalitas bangsa Indonesia. Rumusan mentalitas itu sebagai sosok acuan bangsa, termasuk pendidikan sehingga dimensi karakteristik mentalitas itu menjadi tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan itulah yang dielaborasi menjadi tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.

Dengan demikian, kedudukan filsafat dan filsafat pendidikan sangat berperan sentral, terutama pada penentuan tujuan pendidikan. Yaitu bagaimana menjabarkan/mengelaborasikan filsafat hidup atau tujuan hidup

menjadi tujuan pendidikan. Kesesuaian antara filsafat hidup dan tujuan pendidikan dapat menentukan hasil pendidikan yang akan dicapainya.

Jadi, Pancasila menjadi filsafat pendidikan Pancasila berkenaan dengan kepastian mekanisme penyerapan kristalisasi nilai yang menjadi harapan masyarakat, kemudian dirumuskan menjadi tujuan pendidikan sehingga arah dan landasan pendidikan nasional Indonesia yang bersifat filosofis, yaitu filsafat pendidikan Pancasila.

B. Tujuan Penulisan

Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti. No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga

negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sdangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.

1. Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap dan perilaku : Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya. 2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya. 3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.

Melalui Pendidikan Pancasila, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganilisis dan menjawab masalah -masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.

C. Hubungan Pendidikan dan Masyarakat dengan Filsafat Pendidikan Pancasila a. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan. Pandangan filsafat pendidikan sama pernaannya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruk kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut. Formula tentang hakekat dan martabat manusa serta masyarakat erutama di Indonesia dilandasi oleh filsafat yagn dianus bangsa Indonesia dilandasi oleh fislafat yagn dianus bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila merupakan sumber dari segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari egama sumber yang menadi pangkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dan pembelajaran.

Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengani realita, maka dikupaslan antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsepkonsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidik. Disamping itu, pengalaman pendidik dalam menuntut pertumbuhan danperkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita. Semuanya itu dapat disampaikan kepada flsafat untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk

memperkembangkan diri. Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja. 2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau

pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam. 3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya. 4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan. Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seoran guru sebagai pendidik dia mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya pda masalah pendiidkan pad aumumnya serta bagaimna amasalah itu mengganggu pada penyekolhan yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurkulum, organisasi sekolah dan sebagainya. Dan para pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutam adalam kotraversi pendidikan sistemsistem, pengjuian kopetensi minimal dan kesamaan kesepakatan

pendidikan. Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang

berusaha untuk mencapai kebijakan dankearifan. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan ilmu ayng pad ahakekantya jawab dari pertanyaapertanyaan yagn timbul dalam lapangan pendidkan. Oleh karen aberisfat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan. b. Hubungan Filsafat dengan Kebudayaan atau Masyarakat. Perlu disafdar ibahw amnausi sebaga ipribadi, masyarakat, angsa dan negara hidup dalam suatu sosial budaya. Maka membutuhkan pewarisan dan pengambangan sosial budaya yang dilakkan melalui pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik. Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat normatif dan pedoman pelaksanaannya. Karena pendidikan harus secara fungsamental yang berazas filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, marbtabat bangsawa, kewibawaan dan kejayaan negara. Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan danpembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreaktivtas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.

D. Sistematika Filsafat Pancasila. 1. Bidang Ontologi. Pokok-pokok Ontology Pancasila terutama : a. Asas dan sumber ada (eksistensi) kemestaan ialah Tuhan Yang Maha Esa. b. Ada alam semesta (makrokosmos) sebgai ada tidak terbatas. c. Adanya Subyek pribadi manusia, individual, nasional, dan umat manusia. d. Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan potensi manusia yang unggul (makhluk utama). e. Eksistensi subyek manusia mandiri selalu dengan motivasi luhur untuk melaksanakan potensi-potensi martabatnya (rohani jasmani) demi keyakinan dan cita-citanya (=bermoral luhur dan berprestasi). f. Eksistensi unik pribadi manusia ialah kemampuan untuk menyadari eksistensi diri sendiri, sesame manusia dan alam bahkan eksistensi hokum alam, hokum moral, dan eksistensi Tuhan, yang semua eksistensi membatasi eksistensi pribadi manusia. g. Wujud pengalaman, penghayatan dan jangkauan potensi manusia atas antar hubungan eksistensi yang fungsional antara realitas a;am semesta, subyek manusia dengan nilai-nilai sosio-budaya dan eksistensi Negara bangsa. h. Subyek manusia dalam eksistensinya sadar bahwa eksistensinya berada dalam kebersamaan sejajar dan horizontal secara interdependensi yakni sesama manusia.

i. Kesadaran

eksistensi

manusia

saling

pengertian

dan

hormat-

menghormati. 2. Bidang Epistemologi. Prinsip-prinsip epistemology Pancasila terutama: a. Pribadi manusia adalah subyek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi diri (subyek), eksistensi dunia (lingkungan, obyek); bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruangan dan waktu tidak ada apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). b. Proses terbentuknya pengetahuan manusia adalah hasil kerjasama atau produk hubungan fungsional subyek dengan lingkungannya; jadi potensi dasar dengan factor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. c. Sumber pengetahuan sebenarnya adalah alam semesta; baik wujud alam (realitas) maupun sifat dan hokum yang inherent di dalamnya (hukum alam). d. Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan secara edukatif lebih sederhana. e. Pengetahuan manusia, baik jenis maupun tingkatannya dapat dibedakan secara berjenjang sebagai berikut : tingkat pengetahuan indera (umum), ilmiah, filosofis dan religius. f. Ilmu pengetahuan baik sebagai perbedaharaan dan prestasi manusia individual maupun sebagai karya dan budaya umat manusia merupakan pula kualitas dan derajat atau martabat kepribadian dan kemanusiaan, terutama dalam pengalaman atau dayagunanya di dalam kehidupan .

g. Kesadaran dan pengetahuan manusia tentang alam semesta raya dan metafisika adalah pengetahuan ilmiah (kosmologi, falak) dan dunia filosofis bahkan religius secara terpadu. h. Konstruksi pengalaman dan pengetahuan manusia keseluruhan ini yang secara hirarkis merupakan pengetahuan yang lebih daripada hanya empiris, rasional, dan religius saja; melainkan kutuhan kesadaran yang kaya (bervariasi jenis, bentuk, sifat dan tingkatannya). i. Martabat kepribadian manusia karena sifat dan potensinya yang unik dan superior, manusia mampu pula secra kreatif dan imaginative menjangkau sesuatu yang metafisis jauh dibalik realitas lingkungan alam dan kehidupan. 3. Bidang Axiologi. a. Bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah maha sumber nilai semesta yang menciptakan dalam makna dan wujud: nilai hokum alam dan moral. b. Subyek manusia dapat membedakan secara hakiki maha sumber dan sumber nilai dalam perwujudan: Tuhan Yang Maha Esa dan AgamaNya sebagai maha sumber nilai kemestaan; alam semesta dengan hukum alamnya sebagai sumber nilai dalam makna sumber kehidupan kehidupan, sumber keindahan bagi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia; Bangsa dan sosio-budaya; Negara dan system kenegeraan; dan kebudayaan. c. Nilai dalam kesadaran manusia. d. Manusia dengan potensi martabatnya.

e. Martabat kepribadian manusia yang secara potensial integritas dari hakikat manusia sebgai makhluk individu. f. Mengingat maha sumber nilai adalah Tuhan Yang Maha Esa dan subyek manusia dengan potensi martabatnya yang luhur yakni budi nurani, manusia secara potensial mampu menghayati dalam makna beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa Menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. g. Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab atas bagaimana mendayagunakan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan kebudayaan dan kemanusiaan. h. Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. i. Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindakannya, amal, kebajikannya. E. Sumber dan Dasar Moral Filsafat Pendidikan pancasila Negara Indonesia yang berdiri tanggal 17 agustus 1945 merupakan neraga pancasila adil dan pedoman dalam ketatanegaraan prediket prinsip yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yuridis konstitusional. Bahwa Negara Indonesia berdasarkan pancasila sebagaimana yang termasuk didalam pembukaan UUD 1945. Maka konsekuensi pancasila sebagai sumber dan dasar moral baik formal maupun fungsional:

1. Pancasila adalah dasar Negara atau filsafat Negara RI 2. Pancasila adalah norma dasar dan norma tertinggi didalam Negara RI 3. Pancasila adalah Idiologi Negara, Idiologi Nasional Indonesia

4. Pancasila adalah identitas dan karakteristik bangsa Indonesia atau kepribadian nasional, yang perwujudannya secara melembaga sebagai system Negara pancasila. 5. Pancasila adalah jiwa dan kepribadian bangsa, pandangan hidup (keyakinan bangsa) yang menjiwai. System kenegaraan dan

kemasyarakatan Indonesia. Karena itu pancasila adalah system fils afat Indonesia yang potensial dan fungsional yang normative dan ideal.

Pancasila sebagai sumber dan dasar model diangkat dan religus sosio kebudayaan dan nilai dasar masyarakat Indonesia, nilai dasar merupakan perwujudan kepribadian bangsa. Nilai pancasila keyakinan atau pandangan hidup bangsa tangh benar, baik dan unggul. Nilai-nilai Dasar sosio-budaya Indonesia melipiti :

1. Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana dan potensial 2. Kesadaran kekeluargaan, yang berwujud cinta keluarga sebagai dasar dan kondrat terbentuknya masyarakat dan berkesenambungannya generasi.

Kesadarn Musyawarah Mufakat adalah menetapkan kehendak bersama, ataupun memecahkan masalah-masalah bersama dalam keluarga atau dalam masyarakat sederhana mereka. Kesadaran gotong royong, tolong menolong, semangat bekerja sesame tetangga, kampong dan desa. Konsekuensi wajar adanya kegotong royongan. Kesadaran tenggang rasa atau tepa selera sebagai semangat di dalam kekeluargaan atau kebersamaan.

F. Tujuan Pendidukan Pancasila Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti. No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tuuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sdangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.

Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap dan perilaku : 1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya. 2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan

kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya. 3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.

Melalui Pendidikan Pancasila, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganilisis dan menjawab masalahmasalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara

berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah penulis berusaha menguraikan masalah dalam setiap babnya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut Bahwa nsur unsur Pancasila memang telah di miliki dan di jalankan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Oleh karena bukti-bukti sejarah sangat beraneka ragam wujudnya maka perlu diadakan analisa yang seksama. Karena bukti-bukti sejarah sebagian ada yang berupa symbol maka diperlukan analisa yang teliti dan tekun berbagai bahan-bahan bukti itu dapat diabstaksikan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil-hasil yang memadai. Melalui caracara tersebut hasilnya dapat bersifat kritik dan tentu saja ada kemungkinan yang bersifat spekulatif. Demikian pula ada unsur-unsur yang di suatu daerah lebih menonjol dari daerah lain misalnya tampak pada perjuangan bangsa Indonesia dengan peralatan yang sederhana serta tampak pada bangunan dan tulisan dan perbuatan yang ada Contoh-contoh yang saya tulis diatas, merupakan sebagian bukti atas perjuangan bangsa Indonesia sebagai sejarah bukti-bukti atas peninggalan zaman dahulu misalnya arti dari tiap-tiap bangunan isi dan dan setiap buku tulisan serta lukisan makna dari pembuatan yang ada dengan mengemukakan contoh-contoh ini saya mengharapkan dapat menimbulkan rangsangan untuk elakukan penelitian yang seksama terutama dalam rangka mempelajari filsafat Pancasila dalam tulisan ini setidak-tidaknya saya dapat menyatakan bahwa

unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri dan bukan jiplakan dari luar. Unsur-unsur itu telah ada sebelum tanggal 17 Agustus 1945, bahkan sebelum datangnya kau penjajah dan pernah berfungsi secara sempurna

B. Saran Saran Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam pembuatan karya tulis ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik dari bentuk maupun isinya Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang filsafat Pancasila Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad Notosoetarjo 1962, Kepribadian Revolusi Bangsa Indonesia 2. Notonagoro, Pnacasila Dasar Filsafat Negara RI I.II.III 3. K.Wantjik Saleh 1978, Kitab Kumpulan Peraturan Perundang RI, Jakarta PT. Gramedia 4. Soediman Kartohadiprojo 1970, Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung Alumni 5. Syam, Muhammad Noor. 1986. Filsafat kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai