Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIAPADA ANAK

Tugas ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Keperawatan Anak II
Dosen Pengampuh : Ellen R.V Purba S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh Kelompok 3 :


Adjien Saleh Sirun P0712012002
Anastasya Jikwa P0712012004
Dolfia Debbi Silak P07120120011
Elina Wantik P07120120013
Feronika Datuan P07120120021
Graecina Papuani Papileon Talubun P07120120024
Indriyaty Tuharea P07120120028
Mofai Beatrix Majesfa P07120120038
Meilani Gabriela Yarisetouw P07120120034
Rosina Refwalu P07120120042
Uni Lum P07120120047
Yubelina Keduman P07120120054
Yohanies Koibur P071201200

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jayapura


Program Studi Keperawatan Ners
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA PADA ANAK

1. Definisi
Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah
atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini,
kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan
oksigen untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik
yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. (Wong,2009:1115)
Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit
serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang
didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat
gangguan terhadap keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio
setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.

2. Klasifikasi Anemia
Menurut Wong (2009:1117) anemia dapat diklasifikasikan menurut:
1) Etiologi atau fisiologi yang dimanifestasikan dengan penurunan jumlah
eritrosit atau hemoglobin dan tidak dapat kembali, seperti:
- Kehilangan darah yang berlebihan.
Kehilangan darah yang berlebihan dapat diakibatkan karena perdarahan
(internal atau eksternal) yang bersifat akut ataupun kronis. Biasanya akan
terjadi anemia normostatik (ukuran normal), normokromik (warna
normal) dengan syarat simpanan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb)
mencukupi.
- Destruksi (hemolisis) eritrosit.
Sebagai akibat dari defek intrakorpuskular didalam sel darah merah
(misalnya anemia sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular
(misalnya, agen infeksius, zat kimia, mekanisme imun) yang
menyebabkan destruksi dengan kecepatan yang melebihi kecepatan
produksi eritrosit.
- Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya.
Sebagai akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang disebabkan oleh
faktor-faktor seperti neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit) atau
defisiensi nutrien esensial (misalnya zat besi).
2) Morfologi, yaitu perubahan khas dalam ukuran, bentuk dan warna sel darah
merah.
- Ukuran sel darah merah: normosit (normal), mikrosit (lebih kecil dari
ukuran normal) atau makrosit (lebih besar dari ukuran normal)
- Bentuk sel darah merah: tidak teratur, misalnya: poikilosit (sel darah
merah yang bentuknya tidak teratur), sferosit (sel darah merah yang
bentuk nya globular) dan depranosit (sel darah merah yang bentuk nya
sabit/sel sabit).
- Warna/sifatnya terhadap pewarnaan: mecerminkan konsentrasi
hemoglobin; misalnya normokromik (jumlah hemoglobin cukup atau
normal), hipokromik (jumlah hemoglobin berkurang).

3. Etiologi
Anemia dapat terjadi karena tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat. Kondisi
ini umumnya disebabkan oleh hal ini:
 Tubuh tidak memproduksi sel darah merah yang cukup. Kondisi ini dapat
terjadi apabila anak Anda tidak mengonsumsi cukup nutrisi, terutama zat besi,
dalam pola makan sehari-harinya.
 Tubuh menghancurkan terlalu banyak sel darah merah. Kondis ini umumnya
terjadi pada anak yang sedang mengalami penyakit lain maupun memiliki
kelainan sel darah merah, misalnya anemia sel sabit.
 Luka atau perdarahan. Hal ini bisa terjadi secara cepat, seperti karena luka
atau menstruasi berat, atau perlahan-lahan dalam jangka lama, seperti darah
pada urine atau feses.
 Beberapa penyakit dan obat-obatan tertentu

4. Tanda dan Gejala


Menurut (Handayani & Haribowo, 2008) tanda dan gejala anemia yaitu:
1) Gejala umum pada anemia Gejala umum anemia disebut sindrom anemia.
Gejala umum anemia merupakan gejala yang timbul pada semua anemia pada
kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah nilai normal. Gejala-gejala
tersebut diklasifikasikan menurut organ yang terkena:
a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas, saat beraktivitas, gagal jantung
b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang, kelemahan otot, iritabilitasi, lesu, serta perasaan dingin pada
akstermitas
c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun
d. Epitel: warna kulit pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, rambut tipis dan halus
2) Gejala khas masing-masing anemia Gejala khas menjadi ciri dari masing-
masing jenis anemia adalah:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis
b. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah
c. Anemia hemolitik: icterus dan hepatosplenomegaly
d. Anemia aplastic: pendarahan kulit atau mukosa dan tanda infeksi.

5. Jenis-Jenis Anemia
1) Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang
mengurangi pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan
kebutuhan tubuh akan zat besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia
defisiensi besi terjai karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam
makanan (Wong,2009:1120)
Jenis anemia berdasarkan penyebabnya yaitu (Wijaya & Putri, 2013)
1) Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah
Hasil Penelitian di bagian Ilmu Kesehatan Anak penyebab anemia defisiensi besi
menurut umur adalah:
1) Bayi di bawah umur 1 tahun
Persediaan besi kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir kembar
2) Anak berumur 1-2 tahun
a. Masukan besi yang kurang karena tidak mendapatkan makanan
tambahan
b. Kebutuhan meningkat akibat infeksi berulang
c. Malabsorpsi
d. Kehilangan darah berlebihan akibat perdarahan karena infeksi parasite
dan diverticulum meckeli
3) Anak berumur 2-5 tahun
a. Masukan besi kurang karena jenis makanan
b. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang
c. Kehilangan darah berlebih akibat perdarahan karena infeksi parasite
dan vertikulum meckeli
4) Anak berumur 5 tahun- masa remaja
a. Kehilangan berlebihan karena pendarahan antara lain akibat infestasi
parasit dan poliposis

2) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek. Penyebab hemolisis dapat karena kongenital (faktor eritrosit sendiri,
gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat (Ngastiyah, 2012:331)
a. Faktor Intrasel
Faktor yang berasal dari dalam sel seperti, talasemia, hemoglobnopatia
(talasemia HbE, sickle cell anemia) sterositas, defisiensi enzim eritrosit
(G-6PD, piruvatkinase, glutation reductase)
b. Faktor Ekstrasel
Faktor yang berasal dari luar sel seperti, Intoksikas, infeksi (malaria),
Imunologis (inkompatibilitas golongan darah, reaksi hematolik pada
transfusi darah).
3) Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara
kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang normal
digantikan sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobbin sabit (HbS) yang
abnormal. Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang
disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan
destruksi sel darah merah. Keadaan sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku
yang saling terjalin dan terjaring akan menimbulkan obstruksi intermiten dalam
mikrosirkulasi sehingga terjadi vaso-oklusi. Tidak adanya aliran darah pada
jaringan disekitarnya mengakibatkan hipoksia lokal yang selanjutnya diikuti
dengan iskemia dan infark jaringan (kematian sel). Sebagian besar komplikasi
yang terlihat pada anemia sel sabit dapat ditelusuri hingga proses ini dan
dampaknya pada berbagai organ tubuh. Manifestasi klinis anemia sel sabit
memiliki intensitas dan frekuensi yang sangat bervariasi, seperti adanya
retardasi pertumbuhan, anemia kronis (Hb 6-9 g/dL), kerentanan yang
mencolok terhadap sepsis, nyeri, hepatomegali dan splenomegali (Wong,
2009:1121)
4) Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel- sel darah menurun
atau terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum. Manifestasi
gejala tergantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan), neutropenia
(infeksi bakteri, demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal jantung kongesti,
takikardia). (Betz Cecily & Linda Sowden, 2002:9)
Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau yang telah ada saat
lahir) atau sekunder (didapat). Kelainan anemia yang paling dikenal dengan
anemia aplastik sebagai gambaran yang mencolok adalah syndrom fanconi
yang merupakan kelainan herediter yang langka dengan ditandai oleh
pansitopenia, hipoplasia sumsum tulang dan pembentukan bercak-bercak
cokelat pada kulit yang disebabkan oleh penimbunan melanin dengan disertai
anomali kongenital multipel pada sistem muskuloskeletal dan genitourinarius.

6. Patofisiologi dan Pathway


Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi
terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati
dan limpa. Hasil dari proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin
akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam
folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA (Desoxyri bonucleic acid) dan
RNA (Ribonucleid acid), yang penting sekali untuk metabolisme inti sel dan
pematangan sel. (Wijaya & Putri, 2013
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:
1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Agen Neoplastik,Radiasi,Obat-Obatan Infeksi & Bahan Kimia

Gangguan Hemapoetik

Eritropik

Anemia

Aliran darah Perifer menurun Hb: Menurun

Penurunan Transport O 2 ke jaringan Oksihemoglobin Menurun

Metabolisme aerob Perfusi jaringan tidak efektif


Hipoksi,pucat turun, Anaerob naik

Intolenransi aktifitas
Peningkatan asam laktat

Kelemahan/Keletihan Nyeri

7. Manifestasi Klinis
Menurut Muscari (2005:284) kemungkinan anemia aplastik merupakan akibat
dari faktor kongenital atau didapat sehingga temuan pengkajian dikaitkan dengan
kegagalan sumsum tulang adalah kekurangan sel darah merah dikarakteristikkan
dengan pucat, letargi takikardi dan ekspresi napas pendek. Pada anak-anak, tanda
anemia hanya terjadi ketika kadar hemoglobin turun dibawah 5 sampai 6 g/100 mL.
Kekurangan sel darah putih dikarakteristikkan dengan infeksi berulang termasuk
infeksi oportunistik. Berkurangnya trombosit dikarakteristikkan dengan perdarahan
abnormal, petekie dan memar.
Manifestasi klinis berdasarkan jenis anemia yaitu:

1) Anemia karena perdarahan


Pendarahan akut merupakan akibat kehilangan darah lebih cepat terjadi karena reflek
kardiovaskuler fisiologis berupa kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah. Gejala
yang timbul tergantung cepat dan banyaknya darah yang hilang dan tubuh masih
dapat melakukan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15% akan tampak
gejala pucat, takikardi, tekanan darah rendah atau normal. Kehilangan darah sebanyak
15-20% dapat mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi syock yang
masih reversible. Kehilangan darah lebih dari 20% dapat menimbulkan syock yang
irreversible dengan angka kematian tinggi. Pendarahan kronik, leukosit (15.000-
20.000/mm³) nilai hemoglobin, eritrosit dan hematocrit rendah akibat hemodelusi.
2) Anemia defisiensi
a. Pucat merupakan tanda yang paling sering, bila hemoglobin menurun sampai
5g/dl iritabilitas dan anorexia, takikardi dan bising usus menurun. Pada kasus
berat akan mengakibatkan perubahan pada kulit dan mukosa yang progresif
seperti lidah yang halus, terdapat tanda-tanda malnutrisi.
b. Anemia defisien asam folat
Tanda dan gejala pada anemia defisiensi asam folat sama dengan anemia
defisiensi besi. Anemia megaloblastic mungkin dapat ditemukan gejala
neurologis seperti gangguan kepribadian dan hilangnya daya ingat. Gambaran
darah seperti anemia pernisiosa tetapi kadar vitamin B 12 serum normal dan
asam folat serum rendah, biasanya kurang dari 3ng/ml. Menentukan diagnose
adalah kadar folat sel darah merah kurang dari 150ng/ml.
3) Anemia hemotolik
a. Anemia hemotolik autoimun
Anemia ini bervariasi dari yang anemia ringan sampai dengan anemia yang
berat dan bisa mengancam jiwa. Keluhan pada anemia ini adalah fatigue dapat
terlihat bersama gagal jantung kongestif dan angina. Biasanya ditemukan
icterus dan spleno megali. Jika pasien mempunyai penyakit dasar seperti LES
atau Leukimia Limfositik Kronik, gambaran klinis pasien tersebut dapat
terlihat. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar HB yang bervariasi
dari ringan sampai berat (HT)

b. Anemia hemotolik kekurangan enzim


Manifestasi klinik beragam mulai beragam mulai dari anemia hematolik
neonatus berat sampai ringan, hemolisis yang terkompensasi dengan baik dan
tampak pertama pada dewasa. Polikromatofilia dan mikrositosis ringan
menggambarkan angka kenaikan retikulosit. Manifestasi klinis sangat beragam
tergantung dari jenis kekurangan enzim, defisiensi enzim glutation reductase
kadang disertai trombopenia dan leukopenia disertai kelainan neurologis.
Defisiensi piruvatkinase khasnya ada peningkatan kadar 2,3 difosfogliserat.
Defesiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI) gejala menyerupai sferositosis,
tetapi tidak ada peninggian fragilitas osmotic dan hapusan darah tepi tidak
ditemukan sferosit
c. Sferositosis herediter
Sferositosis herediter menyebabkan penyakit hematolik pada bayi baru lahir
dan tampak dengan anemia dan hyperbilirubinemia yang cukup berat.
Sebagian penderita tidak terdapat gejala sampai dewasa sedangkan sebagian
lainnya mungkin mengalami anemia berat yang pucat, icterus, lesu dan
intoleransi aktivitas. Hasil hemolisis yaitu retikulositosis dan
hiperbirubinemia. Kadar Hb biasanya 6-10g/dL. Angka retikulositosis sering
meningkat sampai 6-20% dengan nilai 10%. Eritrosit pada apus darah tepi
berukuran bervariasi dan terdiri dari retikulosit polikromatofilik dan sferosis
d. Thalasemia
Anemia berat tipe mikrositik dengan limpa dan hepar yang membesar. Pada
anak biasanya disertai keadaan gizi yang buruk dan mukanya memperlihatkan
fasies mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Hasil
laboratorium thalasiemia ß HbF>90% tidak ada Hb A. Pada thalasiemia –a
anemianya tidak sampai memerlukan transfusi darah, mudah terjadi hemolisis
akut pada serangan infeksi berat, kadar Hb 7-10g/dL, sediaan apus darah tepi
memperlihatkan tanda hipokromia yang nyata dengan anisositosis (ukuran sel
darah merah berbeda tidak seragam) dan poikilositosis (sel darah merah
berbeda bentuk karena abnormalitas).
4) Anemia aplastik
Anemia aplastic biasanya khas dan bertahap ditandai oleh kelemahan, pucat, sesak
nafas pada saat latihan. Hasil laboratorium biasanya ditemukan pansitopenia, sel
darah merah normositik dan normokromik artinya ukuran dan warnanya normal,
pendarahan abnormal akibat trombositopenia

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muscari (2005:284) pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
• Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin < 12
g/dL, Hematokrit < 33%, dan sel darah merah)
• Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
• Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
• Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun
• Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal
pada penyakit sel sabit
• Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
• Pemeriksaan penyaring (sceening test)
Pemeriksaan penyaring pada anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, hapusan darah tepi, indeks eritrosit. Dari pemeriksaan ini
dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia, dan
sangat berguna untuk menentukan diagnosis lebih lanjut.
• Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia terdiri dari hitungan trombosit, leukosit,
laju endap darah dan hitungan retikulosit. Automatic hematology
analyzer yang dapat memberikan presisi hasil lebih baik.
• Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsung tulang memberikan informasi mengenai keadaan
sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk menentukan
diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsung
tulang diperlukan untuk diagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastic
serta kelainan hematologic.
• Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, seperti pada:
a) Anemia defisiensi besi: serum, TIBC (total iron binding capacity),
reseptor transferrin, protoporfirin eritrosit, saturasi transferrin dan
pengecatan besi pada sumsum tulang
b) Anemia megalobastik: Folat serum, tes supresi deoksiuridin,
vitamin B12 serum dan test schilling
c) Anemia hemolitik: test comb, elektroforesis hemoglobin, bilirubin
serum
d) Anemia Aplastik: biopsy sumsum tulang
9. Cara mengobati dan pencegahan Anemia
1. Asupan makanan
a) Makanan yang kaya zat besi
Besi adalah mineral mikro yang paling banyak ada di dalam tubuh
manusia dan hewan, di dalam tubuh manusia dewasa terdapat sekitar
3,5 gram. Zat besi terdapat banyak juga di dalam makanan (Almatsier,
2014).
Sumber zat besi adalah makanan hewani seperti daging, ayam, dan
ikan. Sumber lainnya adalah telur, kacang-kacangan, sayur hijau dan
beberapa jenis buah (Marmi, 2013). Sumber makanan yang
mengandung zat besi yang mudah diabsorbsi oleh tubuh adalah protein
hewani seperti daging, ikan, telur, dan lainnya (Irianto , 2014).
Pada umumnya makanan zat besi di dalam daging, ayam, dan ikan
mempunyai ketersediaan yang tinggi dalam zat besi. Zat besi yang
terdapat pada serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan
yang sedang. Sedangkan, zat besi yang terdapat pada sebagian sayur-
sayuran terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam
yang mempunyai ketersediaan yang rendah (Almatsier, 2014).
b) Makanan yang mengandung vitamin C
Fungsi vitamin C adalah meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan
penyakit dan membantu proses penyembuhan luka, meningkatkan sel-
sel darah putih yang dapat melawan infeksi sehingga flu dapat sembuh
dengan cepat, membantu mengaktifkan asam folat dan meningkatkan
penyerapan zat besi mencegah anemia (Dwi, 2010)
Fasilitator absorbsi besi sangat dikenal dengan sebutan asam askorbat
atau vitamin C. Vitamin C sangat berpengaruh dalam meningkatkan
penyerapan zat besi. Vitamin C juga membantu mengurangi efek
penghambatan absorbsi zat besi pada tubuh, sangat dianjurkan
mengkonsumsi sumber vitamin C, seperti jambu biji, jeruk, kiwi, apel
dan sumber vitamin C yang lain (Almatsier, 2014
2. Pemberian supplement zat besi
Seseorang yang menderita anemia dapat diobati dengan memberikan
supplement zat besi, jika anemia sudah terjadi tubuh tidak bisa
menyerap zat besi dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang
relative singkat. Oleh karena itu dapat diobati dengan cara memberikan
supplement zat besi. Supplement biasanya diberikan kepada golongan
yang rawan kurangan zat besi yaitu seperti balita, anak sekolah, wanita
usia subur, dan ibu hamil. Pemberian supplement tablet zat besi pada
golongan tersebut dilakukan karena kebutuhan zat besi yang sangat
besar sedangkan jika untuk asupan makanan saja tidak mencukupi
kebutuhan (Almatsier, 2014)
Bentuk-bentuk supplement zat besi anak adalah yaitu tetes, sirup,
tablet kunyah, jeli dan bubuk. Membaca aturan penggunaan pada
kemasan dan sesuai aturan dokter (IDAI, 2011).
3. Fortifikasi besi
Fortifikasi merupakan penambahan zat gizi yang diperoleh atau sengaja
ditambahkan dari luar dan bukan berasal dari bahan pangan asli tersebut,
dengan kriteria untuk penambahan zat gizi tertentu yang berbeda (USDA,
2016).
Fortifikasi pangan sebagai salah satu upaya pemenuhan zat gizi mikro
masyarakat merupakan tindakan yang terbukti cost effective, dikarenakan
fortifikasi dilakukan melalui bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat
secara luas terutama penduduk tidak mampu dan biaya yang relative lebih
rendah.
Fortifikasi pangan atau pengayaan zat gizi mikro pada bahan makanan
komersil seperti garam, tepung terigu, dan minyak goreng sawit perlu
dilakukan pemerintah untuk percepatan perbaikan gizi anak Indonesia.
Pemerintah yang terlibat yaitu Kementrian PPN/Bappenas didukung oleh
Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI), Nutrition International, UNICEF,
Kementrian Kesehatan, Kementrian Perindustrian, Kementrian Kelautan dan
Perikanan, Badan POM, dan Badan Standardisasi Nasional.
4. Pendidikan
Pendidikan gizi pada keluarga dan masyarakat hal yang paling penting dalam
pencegahan anemia. Perlu dijelaskan kepada keluarga dan masyarakat bahwa
kadar besi yang berasal dari ikan, hati, dan daging lebih tinggi dibandingkan
kadar besi berasal dari beras, gandum, kacang kedelai dan bayam. Kelompok
sasaran harus diberikan pendidikan yang tepat tentang bahaya yang mungkin
terjadi akibat anemia (Nurbadriyah, 2019)
5. Pengawasan infeksi dan parasit
Penyakit infeksi dan parasite adalah salah satu penyebab anemia gizi besi
karena parasit dalam jumlah ynag besar dapat mengganggu penyerapan zat
gizi. Dengan cara menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasite
di harapkan dapat meningkatkan status besi dalam tubuh. (Michael, 2010).
Upaya tersebut juga harus diikuti dengan peningkatan konsumsi pangan yang
seimbang dan beragam serta dapat menambahkan supplement besi dan
fortifikasi besi (Michael, 2010).
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA PADA ANAK
A. pengkajian
1. Identitas pasien :
 Inisial : An. Y
 Jenis kelamin : Laki-Laki
 Umur : 6 Tahun
 Agama : Kristen Protestan
 Pendidikan : TK
 Alamat : hamadi rawa II
 Status : Belum menikah
 Tanggal pengkajian : 23 agustus 2022
 RM No : -
2. Keluhan utama :
ibu pasien mengatakan pasien pasien mual muntah,sering sakit
kepala dan merasakan sesak napas serta nyeri pada sendi
3. Pemeriksaan fisik :
a) keadaan umum : pasien tampak pucat dan lemah
b ) TTV:
 TD : 110/75 mmHg
 N : 75x/mnt
 S : 37°C
 RR : 20x/mnt
 TB : 124 cm
 BB : 20 kg

4. Masalah Keperawatan
a) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
b) Intolransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
c) Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis adanya inflamasi pada
sendi

A. ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Ketidakseimbangan antara Intoleransi aktivitas
 Ibu klien mengatakan suplai dan kebutuhan
anaknya sering oksigen
mengeluh lelah
 Ibu klien juga
mengatakan anaknya
sering sesak napas
saat/setelah
beraktivitas

DO :
 Frekuensi nadi
meningkat
N : 75x/mnt
 Sianosis
2 DS : - Penurunan konsentrasi Perfusi perifer tidak
DO : hemoglobin efektif
 Nadi perifer
menurun
 Warna kulit pucat
 Turgor kulit
menurun
3. DS : ibu pasien Agen pencedera fisiologis Nyeri akut
mengatakan adanya inflamasi pada
anaknya mengeluh sendi
nyeri pada sendi
DO :
 Sulit tidur
 Tampak meringis
 gelisah

B. RENCANA KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan  Antisipasi dan
b.d Ketidakseimbangan asuhan keperawatan bantu dalam
antara suplai dan selama 1x24 jam aktivitas kehidupan
kebutuhan oksigen diharapkan : sehari-hari yang
 frekuensi nadi mungkin di luar
normal batas toleransi anak
 dipsnea saat/setelah (untuk mencegah
aktivitas menurun kelelahan).
 Monitor kelelahan
fisik dan eksternal
 Sediakan
lingkungan nyaman
dan rendah
stimulus
 Fasilitasi duduk
disisi tempat
tidur,jika tidak
dapat berpindah
atau berjalan
 Beri aktivitas
bermain pengalihan
(yang
meningkatkan
istirahat dan tenang
tetapi mencegah
kebosanan dan
menarik diri).
 Anjurkan tirah
baring
2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan  Periksa sirkulasi
efektif b.d Penurunan asuhan keperawatan perifer
konsentrasi hemoglobin selama 1x24 jam  Identifikasi factor
diharapkan : risiko gangguan
 Denyut nadi sirkulasi
perifer normal  Hindari
 Warna kulit pucat pemasangan
menurun infus/pengambilan
 Turgor kulit darah diarea
membaiik keterbatasan
perfusi
 Lakukan
pencegahan infeksi
3. Nyeri akut b. d Agen Setelah dilakukan  Identifikasi skala
pencedera fisiologis asuhan keperawatan nyeri
adanya inflamasi pada selama 1x24 jam  Identifikasi factor
sendi
diharapkan : yang memperberat
 Keluhan nyeri dan memperingan
menurun nyeri
 Meringis menurun  Berikan teknik
 Pola tidur membaik nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Fasilitas istirahat
dan tidur
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu

C. implementasi
NO. DIAGNOSA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas b.d  Mengantisipasi dan bantu dalam
Ketidakseimbangan antara suplai dan aktivitas kehidupan sehari-hari
kebutuhan oksigen yang mungkin di luar batas
toleransi anak (untuk mencegah
kelelahan).
 Memonitor kelelahan fisik dan
eksternal
 Menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
 Memfasilitasi duduk disisi
tempat tidur,jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
 Berikan aktivitas bermain
pengalihan (yang meningkatkan
istirahat dan tenang tetapi
mencegah kebosanan dan
menarik diri).
 Menganjurkan tirah baring

Evaluasi
 Anak bermain dan istirahat
dengan tenang dan melakukan
aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan.
 Anak tidak menunjukkan tanda-
tanda aktivitas fisik atau
keletihan.
 Pasien bernapas dengan mudah;
frekuensi dan kedalaman
pernapasan normal.
 Anak tetap tenang.
 Anak menerima elemen darah
yang tepat tanpa masalah.
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d  Memeriksa sirkulasi perifer
Penurunan konsentrasi hemoglobin  Mengidentifikasi factor risiko
gangguan sirkulasi
 Menghindarii pemasangan
infus/pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
Lakukan pencegahan infeksi
Evaluasi
 Ibu pasien mengatakan anaknya
sudah tidak pucat
3. Nyeri akut b. d Agen pencedera  Mengidentifikasi skala nyeri
fisiologis adanya inflamasi pada sendi  Mengidentifikasi factor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
 Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Memfasilitasi istirahat dan tidur
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Evaluasi
 Ibu pasien mengatakan anaknya
mulai tidur nyenyak
 Rasa nyeri sudah mulai
berkurang

Anda mungkin juga menyukai