PEMBANGUNAN KESEHATAN
Jakarta, 20 Maret 2019
Di akhir sambutan, Menkes Nila menyelipkan ajakan bagi para pemuda melaksanakan bersama-
sama 4 hal ini :
1. Berperilaku hidup sehat termasuk tidak merokok, mengonsumsi makanan sehat (makan lebih
banyak buah dan sayuran), melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari untuk menghindari risiko
terkena penyakit tidak menular serta menjauhi narkoba dan seks bebas
2. Menjadi agen perubahan dengan menjadi panutan untuk hidup sehat sertamenyebarkan
informasi dan pesan kesehatan melalui media sosial.
3. Membangun platform atau forum yang didorong oleh kemitraan yang inovatif, sehingga kaum
muda dapat berbagi pengalaman dan gagasan mereka untuk memantau dan mendorong
perubahan pada kesehatan dan SDGs.
4. Menjalin kemitraan inovatif dengan beragam organisasi yang terlibat dengan kaum muda.
WARTAKOTALIVE.COM, DEPOK
Ketua Yayasan Ibnu Sina, Windarto, menyebutkan bahwa survei KPAI pada tahun 2007
tentang perilaku seksual remaja di 12 kota besar menggambarkan kondisi umum perilaku
seksual remaja di Indonesia.
"Data hasil survei itu menggambarkan kondisi umum perilaku seksual remaja di kota-kota di
Indonesia, termasuk Depok," kata Windarto, Jumat (1/1/2021).
Apakah data tersebut masih relevan digunakan atau tidak tentang kondisi perilaku
seksual remaja saat ini?
Menurut Windarto, saat ini bukan lagi mempertanyakan data tersebut masih relevan atau tidak.
Melainkan data tersebut dipahami sebagai sebuah pesan apakah negara melihatnya sebagai
sebuah persoalan.
Apakah angka-angka itu dipahami sebagai potensi kerusakan moral yang dialami generasi muda
di Indonesia.
"Jangan sampai angka-angka itu hanya dibicarakan tanpa ada langkah konkret. Negara harus
hadir untuk menyelesaikannya," ujarnya.
Windarto menambahkan bahwa negara hadir mengatasi persoalan angka-angka tersebut salah
satunya dengan menerbitkan Undang-undang yang membatasi pornoaksi dan pornografi.
Perlu diketahui bahwa dari hasil survei KPAI pada tahun 2007, dari 4.500 remaja yang disurvei
97 persen di antaranya mengaku pernah menonton film porno.
Sebanyak 93,7 persen remaja SMP dan SMA pernah berciuman serta happy petting alias
bercumbu berat dan oral seks.
Hal yang menyedihkan adalah 62,7 persen remaja SMP mengaku sudah tidak perawan lagi.
Bahkan, 21,2 persen remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Data ini dipublikasikan
pada tahun 2007, 12 tahun yang lalu.
Kemudian Data Unicef pada tahun 2016 lalu juga menunjukkan bahwa kekerasan kepada sesama
remaja di Indonesia diperkirakan mencapai 50 persen.
Menurut peneliti pusat studi kependudukan dan kebijakan (PSKK) UGM, tingkat
kenakalan remaja kenakalan remaja yang hamil dan melakukan upaya aborsi mencapai 58
persen.
Tak hanya itu, bebagai penyimpanan remaja, seperti narkoba, miras dan berbagai hal lainnya
menjadi penghancur generasi bangsa hari ini.
Selanjutnya adalah Sepanjang 2015, Dinas Kesehatan DIY mencatat ada 1.078 remaja usia
sekolah di Yogyakarta yang melakukan persalinan.
Dari jumlah itu, 976 diantaranya hamil di luar pernikahan.
Angka kehamilan di luar nikah merata di lima kabupaten/kota di Yogya. Di Bantul ada 276
kasus, Kota Yogyakarta ada 228 kasus, Sleman ada 219 kasus, Gunungkidul ada 148 kasus, dan
Kulon Progo ada 105 kasus.
KOMPAS.com
Pandemi Covid-19 membawa dampak besar pada banyak aspek kehidupan manusia, tak
terkecuali dunia pendidikan. Salah satu masalah yang muncul ialah meningkatnya angka putus
sekolah. Ini dikarenakan para anak didik mau tak mau turun membantu ekonomi keluarga selama
pandemi. Sekjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
(Kemendikbudristek), Suharti menyebut angka ini tinggi, yakni 10 kali lipat. "Sebagai contoh
saja anak-anak yang putus sekolah untuk anak SD saja ini meningkat 10 kali lipat dibanding
tahun 2019," tutur Suharti dalam webinar kesiapan pelaksanaan PTM terbatas yang diakses dari
Youtube pada Senin, (3/1/2022). Suharti menambahkan, banyak sekali tekanan dari orang tua
khususnya tekanan ekonomi yang memaksa mereka untuk mengajak anaknya bekerja. Baca juga:
Kemendikbud Ristek: Ini 4 Rekomendasi Metode PJJ Putus sekolah dan kesenjangan sosial
Suharti mengatakan, angka putus sekolah ini juga disebabkan oleh orang tua yang merasa
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak efektif dan mengartikan jika PJJ sama dengan tidak sekolah.
"Orang tua yang merasa pembelajaran jarak jauh yang diikuti oleh anaknya tidak memberikan
kemampuan bagi mereka, dan merasa sama saja anak-anak tidak sekolah, jadi mereka juga tidak
menyekolahkan anaknya," terangnya. Dampak lain, adanya kesenjangan pembelajaran
meningkat selama terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia. Utamanya, antara peserta didik
dari keluarga kaya dan keluarga miskin. "Hasil studi menunjukkan kesenjangan pembelajaran
antara anak-anak dari kelompok dari keluarga kaya dengan keluarga miskin ini juga semakin
terjadi kesenjangan, meningkat 10 persen," tambahnya.
Kesenjangan itu terjadi karena adanya perbedaan dalam mengakses pembelajaran di
tengah pandemi. Misalnya, anak dari keluarga kaya lebih optimal belajar dari rumah, karena
memiliki fasilitas yang mendukung seperti laptop, modem, dan aplikasi lainnya. Baca juga:
Ratusan Kasus Omicron Terdeteksi, Wagub DKI Bolehkan Siswa Belajar dari Rumah "Untuk
mereka yang dari kelompok mampu, orang tuanya rata-rata berpendidikan, mampu untuk
melakukan bimbingan pada anak mereka," tuturnya. Sementara, anak dari keluarga tidak mampu,
akan kesulitan mendapatkan fasilitas belajar daring. Orangtua dari keluarga yang kurang mampu
juga dinilai memiliki keterbatasan dalam mendampingi anak belajar. Kesenjangan ini, kata
Suharti, juga mempengaruhi penurunan kemampuan siswa. Akibatnya terjadi learning loss yang
sangat signifikan selama pandemi. Penurunan kemampuan siswa yang terjadi selama periode
kemarin mencapai sampai 0,8 sampai 1,3 tahun pembelajaran. "Ini sangat besar sekali dengan
hanya pandemi yang belum juga dua tahun tetapi penurunannya bisa mencapai bahkan lebih dari
satu tahun," pungkasnya. Baca juga: Kemendikbud Sebut Angka Putus Sekolah SD Naik 10 Kali
Lipat Selama Pandemi Juga terjadi di pendidikan tinggi Penurunan jumlah peserta didik ini tidak
hanya terjadi di jenjang SD. Penurunan peserta didik juga terjadi hingga pada jenjang perguruan
tinggi. "Beberapa kepala lembaga perguruan tinggi di Indonesia ada yang menyampaikan kepada
kami bahwa jumlah peserta didik untuk perguruan tinggi juga turun banyak sekali yang menjadi
tidak aktif kuliah," ujarnya. Kemendikbud Ristek terus mencari cara agar para pelajar maupun
mahasiswa agar dapat kembali ke sekolah maupun ke perguruan tinggi. Sebab, kata dia, banyak
dampak yang ditimbulkan ketika anak tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar, bukan hanya
learning.