Anda di halaman 1dari 356

DASAR Keselamatan dan Kesehatan Kerja

di Ruang Terbatas
&8 7$ '((2 3,(567
'LUHNWRUDW31 .
.HP HQWHULDQ.HWWHQDJDNHUMDDQ5,
Latar Belakang
 Semakin banyak tempat kerja yang di identifikasi
sebagai ruang terbatas (Confined Spaces)
 Semakin berkembangnya jenis pekerjaan yang harus
dilakukan di dalam ruang terbatas
 Terdapatnya bahaya dan resiko kematian pada saat
bekerja di dalam ruang terbatas
 Banyak kecelakaan fatal karena ketidaktahuan
pengusaha/pekerja akan bahaya ruang terbatas dan
syarat-syarat K3 yang harus dijalankan.
CONFINED
Bahaya
laten
??? SPACE
“THE SILENT
KILLER”
Dasar hukum
 UU No. 1 tahun 1970 ,
 UU No. 3 tahun 1969
tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 Mengenai Hygiene
Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor
 Permenaker No. 37 Tahun 2016 tentang K3 Bejana Tekanan dan
Tangki Timbun
 SE. Menakertrans .SE.117/Men/ PPK-PKK/III/2005 tentang
Pemeriksaan Menyeluruh Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Pusat Perbelanjaan, Gedung Bertingkat dan tempat-tempat
publik lainnya
 SNI – 0229 1987 E, Keselamatan Kerja di Dalam Ruangan Tertutup
 Kep Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep.
113/DJPPK/2006 Tentang Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas
K3 di Ruang Terbatas (Confined Spaces)
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
Ruang lingkup
pasal 2,
Ketentuan dalam UU ini berlaku dalam tempat kerja,
dimana :

l. dilakukan pekerjaan dalam tangki,


sumur atau lubang.
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja

Syarat-syarat Keselamatan Kerja dikaitkan dengan


Pekerjaan Ruang Tertutup (Psl. 3 ayat 1) :
 Mencegah & mengurangi kecelakaan
 Mencegah & mengurangi bahaya peledakan
 Memberikan alat2 perlindungan diri pada para pekerja
 Mencegah & mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, hembusan
 Mencegah & mengendalikan timbulnya PAK baik physik maupun psikis,
peracunan, infeksi dan penularan
 Memperoleh penerangan yg cukup & sesuai
 Menyelenggarakan suhu & lembab udara yg baik
 Menyelenggarakan penyegaran udara yg cukup
 Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
 Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara & proses
kerjanya
Undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
 Pasal 9
(1) Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan
pada tiap tenaga kerja baru tentang :
 Kondisi dan bahaya yg dpt timbul di tempat kerja
 Semua pengamanan dan alat perlindungan yang
diharuskan
 APD
 Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
 Pasal 9
2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga
kerja ybs, setelah ia yakin TK tersebut telah
memahami syarat-syarat K3
3) Pengurus wajib menyelenggarakan
pembinaan K3
4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati
semua syarat-syarat yang berlaku
UU No. 3 tahun 1969
tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 Mengenai
Hygiene Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor
Bab II Azas azas umum
 Bangunan harus bersih (pasal 7)
 Ventilasi yang cukup ( pasal 8)
 Penerangan yang cukup dan sesuai ( pasal 9)
 Suhu yg nyaman ( pasal 10 )
 Lay out dan tempat duduk yang sehat (pasal 11)
 Air minum yang sehat dan cukup ( pasal 12)
 Tersedianya perlengkapan Sanitair (pasal 13)
 Tempat duduk yang cukup dan sesuai (pasal 14)
 Fas. Ganti pakaian dan penyimpanan ( pasal 15)
 Bangunan bawah tanah / tdk berjendela harus memenuhi
standar hygiene yang baik ( pasal 16 )
 Pekerja hrs dilindungi dari bahan, proses, teknik yang
berbahaya, tdk sehat atau beracun jika perlu dg APD (pasal 17).
 Pengendalian lingkungan kerja berupa bising & getaran ( pasal 18)
 Penyediaan apotik dan pelaksanaan P3K (Pasal 19)
2. Peraturan Khusus L

Syarat Umum: Sarana K3:


 Harus memiliki  Harus ada min 1 lubang lalu orang
orang ahli, memiliki  Harus ada sistem sirkulasi udara
Harus tersedia tali
pendidikan khusus 

 Harus tersedia masker oksigen


dan berpengalaman  Harus ada unit pendeteksi gas
dalam pelaksanaan  Penerangan listrik ≤ 50 Volt
pekerjaan di dalam  Perintah dan ijin kerja
tangki (ruang  Prosedur kerja
tertutup)
3. Permenaker No. 37 Tahun 2016 tentang K3 Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun

Ruang Lingkup
1. BOTOL BAJA
2. BEJANA STASIONER
3. BEJANA TRANSPORT
4. PESAWAT PENDINGIN
5. TANGKI PENIMBUN
6. TANGKI APUNG
7. PESAWAT PEMBANGKIT GAS KARBIT
8. BEJANA PROSES
9. INSTALASI JARINGAN PIPA

B. PERATURAN INI BERLAKU UNTUK :


PERENCANAAN, PEMBUATAN, PENGANGKUTAN, PEREDARAN,
PERDAGANGAN, PEMAKAIAN, PENGGUNAAN, PEMELIHARAAN DAN
PENYIMPANAN BEJANA TEKAN
Permenaker No. 37 Tahun 2016 tentang K3 Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun

PEMASANGAN, PERBAIKAN, DAN


PERUBAHAN TEKNIS

A. SETIAP PEMASANGAN PERMANEN, PERBAIKAN ATAU PERUBAHAN


TEKNIS TERHADAP BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN HARUS
MENDAPAT IJIN DARI DIREKTUR ATAU PEJABAT YANG
DITUNJUKNYA.

B. DIREKTUR ATAU PEJABAT YANG DITUNJUKNYA BERWENANG


UNTUK MENGADAKAN PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN TERHADAP
BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN.
4. SURAT EDARAN MENAKERTRANS RI
NO. SE. 117/ MEN/PPK-PKK/III/2005

Tentang
PEMERIKSAAN MENYELURUH
PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DI PUSAT
PERBELANJAAN, GEDUNG BERTINGKAT
DAN TEMPAT-TEMPAT PUBLIK LAINNYA.
PEMERIKSAAN MENYELURUH TERHADAP ASPEK K3 DI
PUSAT PERBELANJAAN, GEDUNG BERTINGKAT DAN
TEMPAT-TEMPAT PUBLIK LAINNYA, MELIPUTI :
a. Sistem informasi K3 bagi tamu dan pengunjung
b. Sistem tanggap darurat
c. Instalasi listrik
d. Instalasi pemadam kebakaran
e. Instalasi penangkal petir
f. Instalasi pengolah limbah
g. Instalasi ruang tertutup/ confined space
dst.
Menginstruksikan kepada semua pengurus/ pengusaha di
pusat perbelanjaan, gedung bertingkat tinggi dan tempat
publik lainnya untuk :

a. Melaksanakan prinsip-prinsip Sistem Manajemen K3 (SMK3)


b. Melatih personil di bidang K3 sesuai dengan tugas dan
kewenangannya
c. Melengkapi rekomendasi teknis dan perijinan di bidang K3 bagi
semua objek yang tercantum pada angka 1
d. Membentuk tim tanggap darurat (emergency response team)
e. Memberikan informasi K3 yg memadai bagi tamu/ pengunjung
f. Tidak menugaskan petugas yg tidak memiliki sertifikat pelatihan
“K3 confined space” dalam melakukan pekerjaan instalasi ruang
tertutup.
5. SNI – 0229 1987 E, Keselamatan
Kerja di Dalam Ruangan Tertutup
 Ruang Lingkup :
 garis besar & persyaratan
 Pemeliharaan , perawatan,pembersihan
 bejana penyimpanan bbm, gas, bahan kimia ; ruangan ;
 Tempat tertutup, saluran atau terowongan bawah tanah atau
sumur.
 Jalan masuk keruangan yang dapat menimbulkan gas-gas
berbahaya
 Pengawasan, pemeliharaan, pembersihan dan perbaikan tangki
apung
SNI – 0229 1987 E, Keselamatan Kerja
di Dalam Ruangan Tertutup
 Pekerjaan pendahuluan :
 Persiapan :Temperatur, pembuangan cairan dan gas, kalibrasi
peralatan, mengunci bagian yg bergerak.
 Pembersihan gas-gas
 Perlengkapan APD
 Respirator, masker, sepatu, helm, sabuk pengaman, kacamata
pelindung, sarung tangan, Tabung O2, pakaian kerja, pelindung
telinga.
 Syarat-syarat pemakaian peralatan kerja
 Pentanahan peralatan listrik, pemeriksaan kabel, sambungan,
pedoman tekanan, kabel, peralatan kerja siap pakai.
SNI – 0229 1987 E, Keselamatan Kerja
di Dalam Ruangan Tertutup
 Penerangan:
 Hanya boleh penerangan listrik < 50 Volt
 Kewajiban Pengusaha, pengurus dan pelaksana pekerjaan
 menunjuk supervisor utk mengawasi; melaporkan kepada disnaker; Gas
Free Cert; Menyediakan alat perlengkapan kerja; Juklak yg jelas;
memahami peraturan K3.
 Larangan
 Merokok, membawa api terbuka/ pemantik, menggunakan cat semprot
saat sedang dilakukan pengelasan, memakai pakaian yg berminyak,
menggunakan perkakas yg kotor dan rusak.
 Pemeliharaan/Perawatan Kesehatan dan P3K
6. SURAT EDARAN MENAKERTRANS RI
NO. SE. 01/ MEN/PPK/VI/2012
Tentang
PEMENUHAN KEWAJIBAN SYARAT-SYARAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI
RUANG TERBATAS/CONFINED SPACES
DEFINISI RUANG TERBATAS
 cukup luas dan memiliki konfigurasi
sedemikian rupa sehingga pekerja dapat
masuk dan melakukan pekerjaan di dalamnya
 mempunyai akses keluar masuk yang terbatas
 tidak dirancang untuk tempat kerja secara
berkelanjutan atau terus-menerus di
dalamnya.
Klasifikasi Ruang Terbatas

I. Ruang Terbatas Dengan Ijin Masuk

I. Ruang Terbatas Tanpa Ijin Masuk


I.1 Ruang Terbatas dengan Ijin Masuk
1. Terdapat potensi gas atmosfir
Ijin Masuk berbahaya;
Ruang 2. Terdapat bahan (cairan atau
Terbatas padatan) yang potensial
dibutuhkan memerangkap pekerja atau akses
apabila keluar masuk;
terdapat 1 3. Mempunyai bentuk atau struktur
dari 4 yang dapat memerangkap pekerja;
potensi 4. Terdapat bahaya lain yang dapat
menyebabkan cidera serius dan
bahaya
kematian
I.2 Ruang Terbatas Tanpa Ijin Masuk

Ruang terbatas yang tidak berpotensi


mengandung gas atmosfer berbahaya,
substansi cair ataupun padat berpotensi yang
dapat memerangkap pekerja serta
mengandung bahaya lain yang dapat
menyebabkan kematian ataupun ciderayang
serius lainnya
Diagram Alir Klasifikasi Ruang Terbatas
(SK DJPPK No. 113/2006)
Tempat Kerja
Apakah dapat dimasuki dan bekerja
di dalamnya? YA
Apakah akses gerak dan YA
keluar masuk terbatas?
Apakah bukan tempat kerja YA
permanen?

Ruang Terbatas
Memiliki potensi gas
atmosfir berbahaya? YA TDK
Memiliki substansi YA TDK
cair/padat yang dapat
memerangkap?
YA TDK
Memiliki struktur/konfigurasi
ruang yang dapat
memerangkap? YA TDK I.2

Memiliki bahaya cedera


serius dan kematian?
Ruang Terbatas Dengan Ijin Masuk
Potensi Bahaya di Ruang Terbatas
1. Kekurangan dan 4. Perangkap /
Kelebihan Oksigen Engulfment
◦ Substansi cair atau padat
2. Bahan Mudah yang tersimpan
Terbakar dan 5. Struktur
Meledak Ruang/Konfigurasi
Uap atau debu dalam ◦ Dinding atau lantai,
konsentrasi yang cukup undakan dll
3. Bahan Beracun 6. Sumber Energi
Gas, Uap, dan fumes ◦ Energi mekanis, elektrik
dari peralatan kerja atau
sumber panas lainnya
Atmospheric Hazards
II.1. Gas Atmofir Berbahaya
Kekurangan Oxygen
19.5 % Batas minimum yang dapat ditoleransi
15 - 19% Penurunan kemampuan untuk bekerja
berat, Gangguan sistem koordinasi,
Gejala awal
12-14% Napas menjadi cepat dan dangkal.
Penurunan kemampuan penilaian
10-12% Napas menjadi cepat dan dangkal.
Bibir menjadi biru
8-10% Gangguan SSP. Lemas. Mual. Muntah.
Tidak sadarkan diri
6-8% 8 menit - fatal, 6 minutes - 50% fatal
4-5 minutes –dapat pulih
4-6% Koma dalam 40 detik. Kematian
Oksigen Defisiensi (Asphyxian)
Aspiksia Fisik dan Aspiksia Kimia

Kurangnya oksigen dalam Ruang Terbatas dapat


diakibatkan oleh konsumsi atau perpindahan.
Konsumsi oxygen dapat terjadi selama
 Pembakaran unsur flammable.
 Proses bakterial, seperti dalam proses fermentasi.
 Reaksi kimia seperti dalam pembentukan karat
Kelebihan Oksigen

Volume Oksigen di udara lebih dari 23,5%.

 Memicu kebakaran dan peledakan


Hair, clothing, oil soaked materials

 Jangan pernah menggunakan O2 murni untuk


ventilasi.

 Jangan menyimpan tanki gas bertekanan didalam


ruang terbatas
II.2
Bahan Mudah Terbakar dan Meledak
Faktor yang mempermudah:
 Oksigen
 Gas, uap dan debu mudah terbakar
 Sumber pemantik
 Welding

 Electric Tools

 Sparks

 Smoking
GAS MUDAH TERBAKAR

 Gas :
• Asetiline/etilen
• Hidrogen
• Metana, etana, propana
• LPG (elpiji)
 Uap Cairan Organik :
• Heksana, sikloheksana, heptana
• Eter, karbon disulfida
• Benzena, Toluen, Ksilena
• Metanol, Etanol, propanol

Sifat Kemudahan Terbakar 32


II. 3 Bahan Beracun
 Karbon Monoksida (CO) :
• Amat Toksik :
CO-Haemoglobin : 240-300 x O2 – Haemoglobin

Pingsan  Kematian
 Sifat : Tidak bewarna & Tidak berbau
 Batas keterpaan :
Nilai Ambang Batas : 25 ppm
 Amat berbahaya : > 2000 ppm 0,2% :
Pingsan  Kematian
 Pengamanan :
• Detektor dan Alarm CO
• SCB, Masker Aliran Udara 33
 Perhatian !

 Pekerja berkolesterol tinggi :


• Tidak bekerja di tempat tungku-tungku pemanas, boiler dsb.
• Tidak berada dekat dengan tangki/silinder gas CO
CO + Kolesterol  Endapan  Clogging  Stroke,
infark jantung

 Perokok :
• Check kadar kolesterol
• Kolesterol tinggi ?

 Bahaya Kebakaran :
• LFL –UFL : 12,5 – 74,2 %
34
 Hidrogen Sianida (HCN)

 Racun : Gangguan fungsi darah


 Sumber :
• Penggunaan NaCN dalam suasana asam
• Elektroplating : uap HCN
 Bau :
• Sedikit bau spesifik
• Hindari gas sebelum bau menyengat
 Efek :
• Akut, reaksi cepat
• Pingsan  meninggal
 Batas Keterpaan :
• NAB : 4,7 ppm
• IDLH : 50 ppm 35
 Amat berbahaya :
• > 150 ppm : pingsan ( 30 -60 menit)
• > 300 ppm : fatal , mematikan
 Pengamanan :
• Deteksi, alarm
• APD, SCBA, Masker penyerap HCN
 Bahaya Kebakaran :
• LFL-UFL : 5,6 – 40,0 %
 Dalam masyarakat:
• Racun tikus
• Racun ikan

36
II.4 Bahan Korosif
Lingkungan yg korosif tidak hanya akan
merusak saluran pernafasan, akan tetapi juga
merusak kulit dan sistem syaraf
Contoh bahan Korosif
 Bleach
 Ammonia
 Acids
 Gas Korosif

 Bahaya : saluran pernafasan dan paru-paru


 Sifat Bahaya : Bergantung pada kelarutan dalam air
• Amat larut dalam air
• Atas
• Kelarutan sedang
• Atas & dalam
• Tidak/sedikit larut
• Bagian dalam
• Sistemik

38
 Amonia (NH3)

 Sifat :
• Sangat larut dalam air
• Korosif saluran pernafasan dan mata
 Bau :
• Spesifik, merangsang
 Bahaya :
• Iritan saluran pernafasan bagian atas
 Batas Keterpaan :
• NAB : 25 ppm
 Berbahaya : > 5000 ppm (0,5 %)  fatal, kematian
 Usaha keselamatan :
• Masker penyerap NH3, kain, handuk basah
• APD lain : gloves, kacamata
• Deteksi gas NH3
 Contoh kecelakaan : kontak NH3 cair dengan mata
39
 Gas Klor (Cl2)

 Sumber :
• Pabrik soda, elektrolisa NaCl
2 NaCl  2 Na+ + Cl2
• PDAM : klorinasi air minum
• Pabrik Kertas : bleaching
 Sifat :
• Warna : kehijauan, sedikit larut dalam air
• BJ : lebih berat d/p udara
• Bau : merangsang
 Bahaya :
• Amat iritan : SPA dan bagian dalam
• Paru-paru : pembengkakan, air
 Batas Keterpaan :
• NAB : 0,55 ppm
• IDLH (Immediately Dangerous to Life or Health) : 30 ppm
40
 Amat Berbahaya :
• > 1000 ppm ( 0,1 %)  kematian
• Cedera paru-paru : cacat, sukar sembuh
• Cairan : luka bakar kulit & mata

 Pengamatan :
• Deteksi, detektor di bawah (BJ > udara)
• APD : masker penyerap Cl2, SCBA, kacamata, gloves
• Hindari bau menyengat

 Kebocoran Cl2
• Serap dalam larutan NaOH/Na2SO3
41
 Pengamatan :
• Hindari penghirupan : gas dapat dilihat, almari asam
• APD : masker penyerap NO2, SCB, Kacamata; gloves
• Deteksi bagian bawah, BJ > udara

 Contoh Kecelakaan
• Tumpahan HNO3
• Pembersihan dengan air tanpa APD
• Kerusakan paru-paru : cacat seumur hidup

42
 Ozon (O3)

 Sifat :
• Tidak berwarna atau sedikit kebiruan
• Bau spesifik, oksidator
• Disinfektan (pembunuh bakteri)
 Bahaya :
• Amat beracun, merusak paru-paru
• Pembengkakan paru-paru  kematian
 Batas Keterpaan :
• NAB : 0,1 ppm (0,2 mg/m3)
• IDLH : 10 ppm
 Keamanan :
• Deteksi, detektor di bawah, BJ > udara
43
• APD : masker dengan aliran udara, SCBA
 Jalur Bahan Kimia Masuk Tubuh di Tempat Kerja :

Kulit &  Pernafasan (Inhalation)


Mulut  Kulit (Absorpsi)
90%  Mulut (Ingestion)
Pernafasan

Kasus Keracunan

 Pernafasan :
 Menghisap + 1 m3 udara setiap jam kerja 8 m3
udara/hari (8 jam)
44
Physical
Hazards
II. 4 Bahaya Terperangkap

Terperangkap atau tenggelam karena


bahan/substansi yang tersimpan di RT
seperti:
Cairan
Partikel padat yang relatif kec
Air pasang atau banjir
Aliran air
Substansi Cairan / Padatan
II.5 Struktur/Konfigurasi Ruang
Kondisi dan bentuk ruang dapat
menimbulkan bahaya al:
 Penggunaan tangga dan Scaffolding

 Permukaan yang basah dan licin

 Dasar yang tidak jelas

 Area yang sempit dapat


mengakibatkan Tenaga kerja terjebak
 Pencahayaan yang kurang memadai
Struktur
Surface Hazards

Slippery, Wet or Damp Surfaces


 Slips & Falls

 Chemical Exposure

 Possible increased chance of electric


shock
 Uneven surfaces
II. 6 Mechanical Hazards

Peralatan kerja di Ruang Terbatas yang tidak


berpelindung seperti:
 Paddles

 Blades

 Shafts

 Chain or belt drives

All equipment must be Locked and Tagged before


entry
Electrical Hazards

Sengatan listrik dapat merupakan bahaya


di dalam confined space.
Sumbernya a.l.:
 Broken lighting

 Electrical sensing devices

 Limit switches

 Level indicating devices

 Hazards from equipment taken

inside
Temperature Hazards

Suhu ruangan yang tinggi atau terlalu rendah


dapat mengakibatkan:
Luka bakar
Frosbite
Heat Stress
Penggunaan pakaian pelindung dapat
meningkatkan risiko Heat Stress
Suhu dalam Ruang Terbatas Lama Pajanan
30°C 3 Jam
32°C 2 Jam
35°C 1 Jam
37°C 30 Menit
41°C 20 Menit
44°C 15 Menit
Noise Hazards

Noise creates a hazard by


 Causing hearing loss

 Preventing communication

 Lowering worker's effectiveness

Eliminate noise sources prior to entry


Use proper hearing protection
Vibration Hazards

 Vibration of the body can cause damage to


the body
 Using Vibrating tools can cause damage to
fingers & hand
 Eliminate equipment vibrations prior to entry

 Use Vibration dampening tools & gloves


Cedera Yang Mungkin Terjadi

 Kekurangan Oksigen
 Keracunan gas/bahan beracun
 Kontak bahan korosif
 Luka terbuka
 Luka terbakar
 Tersengat Listrik
 Heat stress
Multi Gas Meters
 Multi-gas meter untuk
pengujian udara dalam
ruang terbatas

• Setiap alat mempunyai fitur dan karakteristik


operasional khusus. Alat ini mengukur kadar
oksigen, kemungkinan daya ledak/ terbakarnya, serta
kadar CO dan (H2S)
Biological
Hazards
Other Hazards
Other Hazards
Health dan
Psychological
Hazards
Health Hazards
 Sakit sawan atau epilepsi
 Penyakit jantung atau
gangguan jantung
 Asma, bronchitis atau sesak
napas
 Gangguan pendengaran
 Sakit kepala seperti migrain
ataupun vertigo yang dapat
menyebabkan disorientasi
 Klaustropobia, atau
gangguan mental lainnya
 Gangguan atau sakit tulang
belakang
 Kecacatan penglihatan
permanen
 Penyakit lainnya
Psychological Hazards
 Termasuk klaustrofobia
atau masalah lain yang
berkaitan dengan berada
di ruangan yang gelap,
sempit atau terisolasi
 Dapat diperparah oleh
kondisi fisik pekerja

 Pekerja dalam kondisi


fisik tidak prima mudah
mengalami kelelahan
III. Program Pengendalian

1. Reclassification-Hazards Eliminated

2. Alternate Entry-Hazards Controlled


(by continuous forced air ventilation)

3. Permit Space Entry-Hazards


Cannot be Eliminated nor Controlled
1. Reklasifikasi

 Eliminasi terhadap setiap potensi bahaya utama di


ruang terbatas.
 REKLASIFIKASI HANYA DAPAT
DILAKUKAN ATAS DASAR SUATU
PENILAIAN / ASSESSMENT
 Penilaian ulang secara berkala setiap terjadi
perubahan pada ruang terbatas tersebut yang
memungkinkan munculnya sumber bahaya baru.
 Penetapan pimpinan perusahaan berdasarkan
rekomendasi dan penilaian AK3
2. Ventilasi

 Pertimbangkan penggunaan sistem tarik atau dorong


atau kombinasi
 Sediakan ventilasi tarik dorong untuk area pengelasan
 Rencanakan titik dan jalur untuk pompa tarik dan
dorong
 Pastikan tidak terjadi resirkulasi udara kotor
 Gunakan sistem ventilasi bertekanan secara terus
menerus
 Lakukan pengujian berkala terhadap kualitas atmosfer
sebelum dan selama pekerjaan berlangsung
2.Alternate Entry with Continuous Ventilation
3. Ijin Kerja

 Program dan prosedur tertulis


 Spesifikasi ijin
 Spesifikasi pelatihan
 Spesifikasi Petugas Madya
 Spesifikasi Supervisor /Pengawas Lapangan
 Spesifikasi Teknisi Deteksi Gas
 Spesifikasi Tim Penyelamat
Sistem Ijin Kerja
 Permohonan
 Pemeriksaan
 Pengesahan
 Penerbitan
 Pemasangan
 Pemantauan
 Pembatalan
Tanggung Jawab Pekerja
a. Petugas Utama/Entrant adalah orang yang masuk dan
melakukan pekerjaan di dalam ruang terbatas;
b. Petugas Madya/Attendant adalah orang yang ikut
bersama/mendampingi pekerja utama dan hanya
menunggu di luar, bertugas untuk membantu pekerja yang
ada di dalam ruang terbatas dan untuk menghubungi
bantuan darurat jika diperlukan;
c. Petugas Penyelamat/Rescuer adalah orang yang
melakukan penyelamatan korban pada saat terjadi
keadaan darurat/kecelakaan kerja di ruang terbatas
Tanggung Jawab Pekerja
a. Teknisi Deteksi Gas adalah orang melaksanakan
pengujian gas atmosfer berbahaya sebelum dan pada saat
pekerjaan ruang terbatas ;
b. Ahli K3/Safety representatives adalah orang yang
bertugas mengevaluasi bahaya-bahaya, menetapkan tanda
atau peringatan dan membuat/memberikan ijin masuk
ruang terbatas ;
c. Manajer Area adalah orang yang mempunyai legalitas dan
tanggungjawab terhadap area yang didalamnya terdapat
ruang terbatas ;
KEPDIRJEN PEMBINAAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO. KEP. 113/DJPPK/IX/2006
TENTANG
PEDOMAN DAN PEMBINAAN TEKNIS
PETUGAS KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA RUANG TERBATAS
(CONFINED SPACES)
Ketentuan yang diatur dalam
Kep Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep. 113/DJPPK/2006
Tentang Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas K3 di Ruang Terbatas
(Confined Spaces)

Petugas K3 ruang terbatas terdiri dari


3 jenjang yaitu :
 Petugas Madya
 Petugas Utama
 Petugas Rescuer
Teknisi Deteksi Gas
7XJDVGDQ7DQJJXQJ-DZ DE3HUVRQLO
3HWXJDV8 WDP D
0 HP DKDP LVHWLDSSRWHQVLEDKD\DWDQGDDWDXJHMDODVHUWD
NRQVHNXHQVLWHUNDLWGHQJDQSHNHUMDDQGLUXDQJWHUEDWDV
0 HQJJXQDNDQSHUDODWDQGDQSHUOHQJNDSDQNHUMDVHVXDL
SURVHGXU
0 HODNXNDQNRP XQLNDVLVHFDUDEHUNHVLQDP EXQJDQGHQJDQ
SHWXJDVP DG\D
0 HP EHULWDKXSHWXJDVP DG\DELODP HQJHWDKXLDGDQ\D
SHUXEDKDQNRQGLVL\DQJEHUEDKD\D
0 HODNXNDQWLQGDNDQDQWLVLSDWLIXQWXNP HQ\HODP DWNDQGLUL
Tugas dan Tanggung Jawab Personil
3HWXJDV3HQGDP SLQJ0 DG\D
0 HP DKDP LVHWLDSSRWHQVLEDKD\DWDQGDDWDXJHMDODVHUWD
NRQVHNXHQVLWHUNDLWGHQJDQSHNHUMDDQGLUXDQJWHUEDWDV
0 HP DQWDXVHWLDSSRWHQVLEDKD\DGDQSHNHUMDDQGLGDODP GDQGLOXDU
UXDQJWHUEDWDV
0 HP DVWLNDQGDQP HQJDZ DVLMXP ODKSHWXJDVXWDP D\DQJEHUDGDGL
UXDQJWHUEDWDV
0 HP DVWLNDQWHWDSEHUDGDGLOXDUUXDQJWHUEDWDVVHODP DSHWXJDVGDQ
SHNHUMDDQGLUXDQJWHUEDWDVEHUODQJVXQJ
0 HODNXNDQNRP XQLNDVLVHFDUDEHUNHVLQDP EXQJDQGHQJDQSHWXJDV
XWDP D
0 HP DQJJLOWLP SHQ\HODP DWGDODP NRQGLVLGDUXUDW
0 HODNXNDQWLQGDNDQSHQ\HODP DWDQ\DQJGLP XQJNLQNDQWDQSD
P HP DVXNLUXDQJWHUEDWDV
7LGDNP HODNXNDQWXJDVODLQ\DQJP XQJNLQDNDQP HQJJDQJXWXJDV
XWDP DQ\DXQWXNP HP DQWDXGDQP HOLQGXQJLSHWXJDVXWDP D
Tugas dan Tanggung Jawab Personil
3HWXJDV3HQ\HODP DW
0 HP DKDP LVHWLDSSRWHQVLEDKD\DWDQGDDWDXJHMDOD
VHUWDNRQVHNXHQVLWHUNDLWGHQJDQSHNHUMDDQGLUXDQJ
WHUEDWDV
0 HODNXNDQNRP XQLNDVLVHFDUDEHUNHVLQDP EXQJDQ
GHQJDQSHWXJDVP DG\DGDQ$ KOL.
0 HODNXNDQWLQGDNDQSHQ\HODP DWDQVHVXDLSURVHGXU
0 HQLQJNDWNDQNHP DP SXDQGLULXQWXNWXJDVWXJDV
SHQ\HODP DWDQ
Tugas dan Tanggung Jawab Personil

7HNQLVL'HWHNVL* DV
 melaksanakan peraturan perundangan K3 ruang
terbatas;
 melaksanakan prosedur kerja aman;
 melaksanakan pengujian gas atmosfer berbahaya;
 melaksanakan metoda pengujian atmosfer berbahaya.
Conclusion

 Remember – A safe worker is a happy worker!


Tugas Ahli K3

Ahli K3 sebagai Safety representatives adalah orang


yang bertugas mengevaluasi bahaya-bahaya,
menetapkan tanda atau peringatan dan
membuat/memberikan ijin masuk ruang terbatas
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA

NOMOR PER.08/MEN/VII/2010
TENTANG

ALAT PELINDUNG DIRI


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 330
Alat Pelindung Diri
suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau
seluruh tubuh dari potensi bahaya di
tempat kerja.

2
(1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi
pekerja/buruh di tempat kerja
› bagi tenaga kerja & setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja.
› jumlah yang cukup dan sesuai dengan jenis potensi
bahaya

(3) APD wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma


› Pada pekerja yang baru ditempatkan;
› APD yang ada telah kadaluarsa;
› APD telah rusak dan tidak dapat berfungsi dengan
baik karena dipakai bekerja;

3
pasal 2 (2)

APD harus sesuai dengan Standar Nasional


Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku.
• Pembuat dan distributor alat pelindung diri wajib
bertanggung jawab atas kualitas, keamanan dan
keselamatan alat pelindung diri yang dibuat dan
diedarkan.
• Stándar lain yang berlaku : ANSI, JIS, AS/NZS dll.

EUROPE
AMERICAN 4
STANDARD
STANDARD
Pasal 3

› Alat pelindung kepala;


› Alat pelindung mata dan muka;
› Alat pelindung pernapasan;
› Alat pelindung telinga;
› Alat pelindung tangan;
› Alat pelindung kaki;
Termasuk APD adalah:
› Pakaian pelindung;
› Alat pelindung jatuh perorangan;
› Pelampung.
5
Alat Pelindung Diri

6
Pasal 4

a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan


mesin, pesawat, alat perkakas,
peralatan atau instalasi yang
berbahaya yang dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan,
diperdagangkan, diangkut atau disimpan
bahan atau barang yang dapat meledak,
mudah terbakar, korosif, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau
bersuhu rendah;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan,
perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau
bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di
bawah tanah dan sebagainya atau di
mana dilakukan pekerjaan persiapan;

7
Pasal 4

d. dilakukan usaha pertanian,


perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu
atau hasil hutan lainnya, peternakan,
perikanan dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan
pengolahan batu-batuan, gas, minyak,
panas bumi, atau mineral lainnya, baik
di permukaan, di dalam bumi maupun di
dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang,
binatang atau manusia, baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air,
dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang
muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun, bandar udara dan gudang;

8
Pasal 4

h. dilakukan penyelaman, pengambilan


benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan pada ketinggian di
atas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan
udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung
bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau
terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam ruang
terbatas tangki, sumur atau lubang;
m. terdapat atau menyebar suhu,
kelembaban, debu, kotoran, api, asap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara atau getaran;

9
Pasal 4

n. dilakukan pembuangan atau


pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau
penerimaan telekomunikasi radio,
radar, televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan,
percobaan, penyelidikan atau riset
yang menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan,
disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau
air; dan
r. diselenggarakan rekreasi yang
memakai peralatan, instalasi listrik
atau mekanik.
10
Pasal 4 ayat (2)
 Pegawai pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat menetapkan
tempat-tempat kerja lain yang wajib menggunakan alat
pelindung diri.

Pasal 5
 Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan
secara tertulis dan memasang rambu-rambu
mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat
kerja.
› Jelas dan mudah terbaca
11
(1) Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki
tempat kerja wajib memakai atau
menggunakan APD sesuai dengan potensi
bahaya dan risiko.
› Hrs tersedia dokumen penilaian risiko

(2) Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan


untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang
disediakan tidak memenuhi ketentuan dan
persyaratan.
› Perusahaan menentukan spesifikasi APD dan di
konsultasikan di P2K3
› Catatan Riksa uji (log book) APD.
12
Pasal
7

(1) Pengusaha atau Pengurus wajib melaksanakan


manajemen APD di tempat kerja.
(2) Manajemen APD meliputi:
a. identifikasi kebutuhan dan syarat APD;
b. pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan
kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh;
c. pelatihan;
d. penggunaan, perawatan, dan penyimpanan;
e. penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan;
f. pembinaan;
g. inspeksi; dan
h. evaluasi dan pelaporan.
13
Pasal
8

(1) APD yang rusak, retak atau tidak dapat


berfungsi dengan baik harus dibuang dan/atau
dimusnahkan.
(2) APD yang habis masa pakainya/kadaluarsa
serta mengandung bahan berbahaya, harus
dimusnahkan sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
(3) Pemusnahan APD yang mengandung bahan
berbahaya harus dilengkapi dengan berita
acara pemusnahan. 14
Pasal
9

Pengusaha atau pengurus yang tidak


memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal
5 dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970.
› Penyediaan & standard
› Lokasi / kegiatan wajib
› Rambu dan pengumuman

15
Pasal 10
 Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan
Menteri ini dilakukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan.

Pasal 11
 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
 Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan
Menteri ini diundangkan dengan penempatan
dalam Berita Negara Republik Indonesia. 16
Kesimpulan

• Penggunaan APD adalah hirarki


pengendalian bahaya yang terakhir. Oleh
karenanya identifikasi dan penilaian
risiko harus dilakukan sebelum
memutuskan penggunaan APD di tempat
kerja.
• Untuk optimalisasi dan efektifitas
Pelaksanaan K3, maka manajemen APD
harus dikelola dengan baik.

17
TERIMA KASIH

18
KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DALAM
PEKERJAAN PADA KETINGGIAN
(PERMENAKER NO.
09/MEN/III/2016)
KEMENTRIAN KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA K3


DITJEN BINWASNAKER DAN K3
AGENDA

I. LATAR BELAKANG
II. SISTEMATIKA
III. PENGERTIAN
IV. RUANG LINGKUP
V. POKOK PENGATURAN
I. LATAR BELAKANG

 Kasus kecelakaan kerja jatuh dari ketinggian


mencapai lebih dari 30% kecelakaan fatal;
 Pasal 2 ayat (2) huruf i dan Pasal 3 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja;
 Pengaturan mengenai pekerjaan pada ketinggian
belum komprehensif dan sektoral
II. SISTEMATIKA

 10 BAB
 45 PASAL
 LAMPIRAN
III. PENGERTIAN

 Bekerja Pada Ketinggian adalah kegiatan


atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan
oleh Tenaga Kerja pada Tempat Kerja di
permukaan tanah atau perairan yang
terdapat perbedaan ketinggian dan
memiliki potensi jatuh yang menyebabkan
Tenaga Kerja atau orang lain yang berada
di Tempat Kerja cedera atau meninggal
dunia atau menyebabkan kerusakan harta
benda.
V. POKOK PENGATURAN

YA TIDAK

BEKERJA BEKERJA PADA WAJIB


KETINGGIAN
1. APAKAH TERDAPAT PERBEDAAN APAKAH DAPAT DILAKUKAN 1. MEMBUAT PERENCANAAN
KETINGGIAN DARI PERMUKAAN PADA LANTAI DASAR ? 2. MENYUSUN PROSEDUR KERJA
TANAH ATAU PERAIRAN ? 3. MELAKUKAN TEKNIK BEKERJA
2. APAKAH ADA POTENSI JATUH AMAN
ORANG ATAU BENDA ? 4. MENYEDIAKAN APD,
3. APAKAH MENGAKIBATKAN PERANGKAT PELINDUNG
CEDERA, KEMATIAN ATAU JATUH DAN ANGKUR
KERUGIAN HARTA BENDA ? 5. MEMPEKERJAKAN TENAGA
YA KERJA YANG KOMPETEN DAN
BERWENANG

TIDAK WAJIB
IV. RUANG LINGKUP

 Perencanaan;
 Prosedur kerja;
 Teknik bekerja aman;
 APD, Perangkat Pelindung Jatuh,
dan Angkur; dan
 Tenaga Kerja.
I. PERENCANAAN
1. Perencanaan Pekerjaan dan Pengawasan (Ps. 4)
2. Penilaian Risiko dan Hirarki Pengendalian
(Pasal 5)
II. PROSEDUR KERJA

1. Prosedur kerja (Ps. 6 Ayat 2)


2. Daerah Berbahaya (Ps. 7)

3. Benda Jatuh (Ps. 8)

4. Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat


(Ps. 9)
III. TEKNIK BEKERJA AMAN
Lantai Kerja Tetap Lantai Kerja Sementara Pada Struktur
(Ps. 11) (Ps. 12) (Ps. 17 - 18)
• Dinding, Tembok, Pagar • Permukaan Rapuh, • Penahan Jatuh
• Tersedia akses yang Perancah , Tangga (Ps. Perorangan Vertikal
aman dan ergonomis 13,14 dan 15)
• Penahan Jatuh
• Tali Pembatas Gerak • Alam (Ps. 16) Perorangan Horizontal

• Jaring atau Bantalan • Alat Penahan Jatuh


Perorangan tali Ganda
dengan Peredam Kejut

• Penahan Jatuh Terpandu

• Penahan Jatuh Tarik


Ulur Otomatis
Lanjutan….

Pada Posisi Akses Tali


Miring (Ps. 19) (Ps. 20)
• Alat Penahan • Tali Kerja
Jatuh • Tali Keselamatan
• Alat Pemosisi • Angkur
Kerja • Sabuk Tubuh
IV. APD, Perangkat Pelindung Jatuh dan Angkur

APD Perangkat Pelindung Jatuh Angkur


(Ps. 21) (Ps. 22) (Ps. 28)
Perangkat Pencegah Jatuh Perangkat Penahan Jatuh
(Ps. 23) (Ps. 26 dan 27)
Kolektif Perorangan Kolektif Perorangan
(Ps. 24) (Ps. 25) (Ps. 26) (ps. 27)
Tinggi dinding, tembok, Sabuk tubuh (full Jaring atau Tali kernmantle Permanen /
pagar pembatas min 950 body harness) bantalan yang dengan elastisitas Tidak permanen
mm terpasang pada min 5%
angkur yang aman
Mampu menahan beban Tali pembatas Mampu menahan Mampu menahan Mampu
min 0,9 kN gerak (work beban min 15 kN beban min 15 kN menahan beban
restrain) min 15 kN
Celah pagar vertikal mak Jarak jatuh maks Pemeriksaan
470 mm 1,2 m dan Pengujian
(Ps. 29)
Lantai pengaman Panjang maks 1,8
m
Pengunci otomatis
maks 0,6 m
1. Permanent Access Platform
Adalah fasilitas mencapai ketinggian yang dibuat bersatu dengan bangunan,
misalnya : lorong, tangga, gratting/walkways dan telah dilengkapi dengan
collective protection

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


2. Temporary Access Platform
Adalah fasilitas untuk pencapaian pemosisi ke tempat kerja pada ketinggian melalui bantuan
peralatan yang diperuntukan sementara, misalnya : scaffolding, tangga lipat/dorong, gondola,
MEWP (scissor lift, geny lift)

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


3. Building Structure Access
Adalah teknik pergerakan pekerja mencapai tempat kerja pada ketinggian dengan cara merambat
naik/turun pada bangunan struktur konstruksi, misal : menara,tiang beam/besi, dimana bangunan
tersebut akan berfungsi ganda sebagai jalan naik/turun dan sebagai tempat melakukan pemasangan
Alat Penahan Jatuh Perorangan /APJP sebagai alat keselamatannya

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


4. Rope Access
Adalah teknik pergerakan pekerja yang di adopsi dari teknik memanjat tebing alam (rock climbing)
dan penelusuran goa(caving) menjadikan sebuah solusi tersendiri pada bidang kerja yang sulit pada
ketinggian, ketika upaya dan ketidaksediaan fasilitas serta teknik pencapaian pada ketinggian tidak
memadai.

Dasar pemakaian tali sebagai lintasan kerja (naik/turun) pada sebuah bangunan (man made)dengan
kaidah adanya 2 (dua) lintasan tali sebagai tali kerja (working line ) dan tali pengaman (safety
line).Inti pergerakan akses tali adalah turun meniti melalui tali untuk mencapai posisi lokasi
pekerjaan pada ketinggian.

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


PERSONAL FALL PROTECTION EQUIPMENT
(ALAT PENAHAN JATUH PERORANGAN/APJP)

Peralatan keselamatan penahan jatuh perorangan dapat kita bagi dalam 3 kategori, yaitu:

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


Alat Penahan Jatuh Perorangan (APJP)

ANCHORAGES/PENJANGKARAN
Engineered Anchors
Anchor adalah alat atau titik kait yang kuat dan aman
sebagai penahan sistem keselamatan. Contoh: Eye Bolt
adalah alat Anchor dan Balok baja (Beam) adalah tempat
Anchor.
Anchor harus mampu menahan beban yang ditahannya
dan dirancang ditempatkan pada lokasi yang mudah di
jangkau sebagai sistem dalam Personal Fall Protection,

Improvised Anchors

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


Alat Penahan Jatuh Perorangan (APJP)

BODY SUPPORT/ HARNESS

Ada beberapa jenis Harness, tetapi untuk keselamatan


apabila mengalami jatuh, maka yang digunakan adalah
Full Body Harness (Sabuk Pelindung Tubuh seluruh
badan). Karena Full Body Harness adalah sebagai alat
dukung penahan tubuh yang akan mendistribusikan daya
hentakan/tarikan di saat “penangkapan jatuh” ke bahu,
paha, dan pinggang pemakainya.

Full Body Harness mempunyai beberapa titik-titik


penghubung, berbahan metal yang kuat, yang
menghubungkan/menahan tubuh ke Anchor melalui alat
koneksi. Titik-titik penghubung tersebut (terkadang biasa
disebut D-Ring), terdapat dibeberapa bagian Harness
dengan fungsi penggunaannya yang berbeda-beda.
D-Ring biasanya terdapat pada bagian pinggang depan Menggunakan safety waist belt Menggunakan full body harness
(Waist), Dada (Sternal), Punggung (Dorsal), pinggang kirikanan
(Lateral), atau Bahu (Chest).

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


Alat Penahan Jatuh Perorangan (APJP)

BODY SUPPORT/ HARNESS

Jenis-jenis Full Body Harness berdasarkan jenis pekerjaan


pun bisa kita ketahui dengan adanya penempatan D-Ring
tersebut. Misal:
. Harness untuk Fall Arrest : D-Ring terdapat pada
Dorsal dan/atau Sternal. Full body harness fall arrest Full body Work Positioning,
. Harness untuk Tower Climbing/Work Positioning : D-Ring pada Dorsal D-Ring pada Lateral
D-Ring pada Dorsal, Sternal, dan Lateral.
. Harness untuk Rope Access : D-Ring pada Waist,
Dorsal, Sternal, Lateral.
. Harness untuk Confined Space: D-Ring pada
Chest atau Dorsal/Sternal.

Full body harness Confined Space,


D-Ring pada chest

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


Alat Penahan Jatuh Perorangan (APJP)

CONNECTION (SISTEM PENGHUBUNGAN)

Sebuah sistem penghubung adalah bagian penting yang


menghubungkan antara tubuh seseorang (melalui Full
Body Harness) dengan Anchor point (Titik Penjangkaran).
Jenis-jenis alat penghubung bermacam-macam,
tergantung apakah akan digunakan sebagai Fall Arrest,
Work Restraint, atau Work Positioning.
Dari jenis bahannya Alat penghubung dapat dikategorikan
menjadi:
. Alat penghubung berbahan tekstil
Disebut juga Lanyard atau Cow’s Tail. Biasanya berupa
seutas tali berbahan sintetis atau Webbing (Tali pipih/pita
berbahan sintetis).

Salah satu komponen dari Alat Penghubung yakni Energy


Absorber (Peredam tenaga hentakan) juga biasanya Gb. Energy Absorber
berbahan tekstil, berupa Webbing yang dijahit dengan
sedemikian rupa, agar disaat terkena beban jatuh menjadi Gb. Jenis-jenis Lanyard dari Tekstil
terbuka dan menyerap tenaga hentakan yang ada.

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


Alat Penahan Jatuh Perorangan (APJP)

CONNECTION (SISTEM PENGHUBUNGAN)

. Alat penghubung berbahan Metal


Merupakan alat-alat sebagai detil penghubung antara Alat
Penghubung berbahan tekstil dengan Anchor atau Full
Gb. Basic Connector Gb. Multi Use Connector/Carabiner
Body Harness.
Ada beberapa macam dari jenis ini:
o Basic Connector
o Multi Use Connector
o Termination Connector
o Anchored Connector
o Screw Link Connector
Yang harus diperhatikan dalam penggunaan Alat
penghubung berbahan metal adalah, beban harus selalu
tertahan pada bagian Mayor Axis (Sisi panjang) searah
dengan jatuhnya beban dan tidak boleh membebani
bagian “Palang” (Gate/pintu). Gb. Anchored Connector/ Large Snaphook Gb. Screw Link Connector

..... SISTEM PERLINDUNGAN JATUH BEKERJA PADA KETINGGIAN .....


V. Tenaga Kerja
Wajib memiliki kompetensi dan kewenangan (Ps. 31 – Ps. 35)

TENAGA KERJA TENAGA KERJA TENAGA KERJA TENAGA KERJA TENAGA KERJA PADA
BANGUNAN BANGUNAN PADA PADA KETINGGIAN KETINGGIAN DGN
TINGGI DGN TINGGI DGN KETINGGIAN DGN METODA AKSES METODA AKSES TALI
METODA METODA DGN METODA TALI TINGKAT 2 TINGKAT 3
PENCEGAHAN PENCEGAHAN AKSES TALI
JATUH TK 1 JATUH TK 2 TINGKAT 1
(Ps. 36) (Ps. 37)
bekerja pada Lantai bekerja pada Lantai bekerja dan berwenang bekerja pada Lantai Kerja Tetap, Lantai Kerja
Kerja Tetap Kerja Tetap Sementara, bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja Tetap atau
dan/atau pada dan/atau Lantai Lantai Kerja Sementara secara horizontal atau vertikal pada struktur
Lantai Kerja Kerja Sementara bangunan, bekerja pada posisi atau tempat kerja miring, akses tali dan/atau
Sementara menaikkan dan menurunkan barang dengan sistim katrol atau dengan
bantuan tenaga mesin
bergerak menuju serta bekerja atau •membuat Angkur •membuat Angkur •menyusun perencanaan
dan meninggalkan bergerak menuju di bawah secara mandiri; sistim keselamatan Bekerja
Lantai Kerja Tetap dan meninggalkan pengawasan •mengawasi Tenaga Pada Ketinggian;
atau Lantai Kerja lantai kerja tetap Tenaga Kerja pada Kerja pada ketinggian •melakukan pemeriksaan
Sementara dengan atau sementara ketinggian tingkat tingkat 1 (satu) dalam Angkur untuk keperluan
menggunakan secara horizontal 2 (dua) dan/atau pembuatan Angkur; internal;
tangga atau vertikal pada Tenaga Kerja pada •mengawasi Tenaga •mengawasi Tenaga Kerja
struktur bangunan ketinggian tingkat 3 Kerja pada ketinggian pada ketinggian tingkat 2
atau dengan posisi (tiga); dan tingkat 1 (satu); dan (dua) dan/atau Tenaga Kerja
atau tempat kerja •melakukan upaya •melakukan upaya pada ketinggian tingkat 1
miring. pertolongan diri pertolongan dalam (satu); dan
sendiri keadaan darurat pada •melakukan upaya
ketinggian untuk tim pertolongan dalam keadaan
kerja. darurat pada ketinggian.
V. POKOK PENGATURAN

PENGAWASAN
PS. 39
pengawasan terhadap ditaatinya peraturan menteri ini
dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan

PS. 40
pengawas ketenagakerjaan dapat menghentikan
sementara kegiatan sampai dipenuhinya syarat-syarat
k3 oleh pengusaha dan/atau pengurus.
V. POKOK PENGATURAN

SANKSI
PS. 41
PENGUSAHA DAN/ATAU PENGURUS
YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN DALAM
PERATURAN MENTERI INI DIKENAKAN
SANKSI SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG
KESELAMATAN KERJA DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN.
Direktur Jenderal menerbitkan
Sertifikat Pembinaan K3 dan Lisensi
K3 yang berlaku selama 5 (lima)
tahun.

Lisensi Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri atas:


-t e n a g a k e r j a b a n g u n a n t i n g g i d e n g a n m e t o d e p e n c e g a h a n
jatuh tingkat 1 (satu);
-t e n a g a k e r j a bangunan tinggi dengan metode pencegahan
jatuh tingkat 2 (dua);
-t e n a g a k e r j a pada ketinggian dengan metode akses tali
tingkat 1 (satu);
-t e n a g a k e r j a pada ketinggian dengan metode akses tali
tingkat 2 (dua); dan
-t e n a g a k e r j a pada ketinggian dengan metode akses tali
tingkat 3 (tiga).
LAMPIRAN – PEDOMAN PEMBINAAN

Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu


 Tenaga Kerja bangunan tinggi;
 Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu); dan
 Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (dua)

yang memiliki kualifikasi untuk Bekerja Pada Ketinggian dengan menggunakan


metode pencegahan jatuh/fall protection.

 Tenaga Kerja pada ketinggian;


 Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu),

 Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua), dan

 Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga)

yang memiliki kualifikasi untuk Bekerja Pada Ketinggian dengan menggunakan


metode pencegahan jatuh/fall protection dan akses tali/rope access.
LAMPIRAN – PEDOMAN PEMBINAAN

Persyaratan Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Dengan Metode Pencegahan


Jatuh
1. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu):
 mampu membaca, tulis, dan matematika sederhana;
 sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi tubuh yang dapat
menyebabkan bahaya saat bekerja di ketinggian; dan
 lulus evaluasi pembinaan K3 Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu).

2. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (dua):


 minimum pendidikan SD atau sederajat;
 sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi tubuh yang dapat
menyebabkan bahaya saat bekerja di ketinggian; dan
 lulus evaluasi pembinaan K3 Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (satu).
LAMPIRAN – PEDOMAN PEMBINAAN

Persyaratan Tenaga Kerja Pada Ketinggian Dengan Metode Akses Tali


1. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu):
 minimum pendidikan SD atau sederajat;

 sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi tubuh yang dapat
menyebabkan bahaya saat bekerja di ketinggian; dan
 lulus evaluasi pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 1 (satu).

2. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua):


 minimum pendidikan SLTP atau sederajat;

 sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi tubuh yang dapat
menyebabkan bahaya saat bekerja di ketinggian;
 memiliki sertifikat pelatihan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 1 (satu) dan lisensi
kerja yang masih berlaku;
 telah mempunyai pengalaman 500 jam kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu) yang
dibuktikan dalam buku kerja; dan
 lulus evaluasi pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 2 (dua).
LAMPIRAN – PEDOMAN PEMBINAAN

Persyaratan Tenaga Kerja Pada Ketinggian Dengan Metode Akses Tali


3. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga):
 minimum pendidikan SLTA atau sederajat;
 sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi tubuh yang dapat
menyebabkan bahaya saat bekerja di ketinggian;
 memiliki sertifikat pelatihan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 2 (dua) dan
lisensi kerja yang masih berlaku;
 telah mempunyai pengalaman 1000 jam kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua)
yang dibuktikan dengan buku kerja;
 memiliki sertifikat pelatihan pertolongan pertama dengan lisensi
keterampilannya yang masih berlaku; dan
 lulus evaluasi pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat 3 (tiga).
LAMPIRAN – PEDOMAN PEMBINAAN

Kurikulum pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian, meliputi:


 Kelompok materi dasar, yang disampaikan oleh tenaga
pembina dari Kementerian Ketenagakerjaan atau dinas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan;
 Kelompok materi inti dan penunjang, yang disampaikan oleh
Instruktur K3 Bekerja Pada Ketinggian yang terdaftar di
Kementerian Ketenagakerjaan atau dinas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan dan asosiasi terkait;
 Evaluasi awal dan akhir pembinaan;
 Setiap 1 (satu) jam pelajaran setara dengan 45 (empat puluh
lima) menit.
LAMPIRAN –
PEDOMAN PEMBINAAN

Kurikulum Pembinaan Tenaga Kerja Bangunan Tinggi


Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 1 (satu) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2
(dua)
Jumlah Jumlah
No. Materi Pembinaan
No. Materi Pembinaan (JP)
(JP)
I. KELOMPOK DASAR 2

I. KELOMPOK DASAR 2 1. Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam pekerjaan pada 1


II. ketinggian 1
1. Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam 2
1. KELOMPOK INTI 1
II. pekerjaan pada ketinggian 2 2. Karakteristik Lantai Kerja Tetap dan Lantai Kerja Sementara 2

1. KELOMPOK INTI 1 3. Alat pencegah dan penahan jatuh kolektif serta alat pembatas 4
4. gerak 1
2. Karakteristik Lantai Kerja Tetap dan Lantai Kerja 1
5. Prinsip penerapan faktor jatuh 1
3. Sementara 1 6. Prosedur kerja aman pada ketinggian 2

III. Alat pencegah dan penahan jatuh kolektif serta 1 7. Teori dan praktek bergerak horizontal atau vertikal menggunakan 2
III. struktur bangunan 3
1. alat pembatas gerak
1. Teori dan praktek teknik bekerja aman pada struktur bangunan
IV. Prinsip Penerapan Faktor Jatuh IV. dan bekerja dengan posisi miring dan struktur miring

1. KELOMPOK PENUNJANG 1. Teori dan praktek teknik menaikkan dan menurunkan barang
2. dengan sistem katrol
2. Teori dan praktek penggunaan tangga
KELOMPOK PENUNJANG
EVALUASI Teori dan praktek upaya penyelamatan dalam keadaan darurat

Teori EVALUASI
Teori
Praktek
Praktek

Jumlah 10 Jumlah 20
Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 1 (satu)

Jumlah
No. Materi Pembinaan
(JP)

I. KELOMPOK DASAR 2
1. Perundang-undangan K3 dalam pekerjaan pada ketinggian 1
II. KELOMPOK INTI 1
1. Identifikasi bahaya dalam kegiatan akses tali 1
2. Pengetahuan kondisi ketidaktahanan tergantung (suspension 1
3. intolerance) dan penanganannya 2
4. Penerapan prinsip-prinsip faktor jatuh (fall factor) dalam akses tali. 10
5. Pemilihan, pemeriksaan, dan pemakaian peralatan akses tali yang 3
6. sesuai 2
7. Simpul dan Angkur dasar 2
III. Teknik manuver pergerakan pada tali 5
1. Teknik pemanjatan pada struktur
IV. KELOMPOK PENUNJANG
1. Teknik penyelamatan diri sendiri dan korban menuju arah turun
2. dengan alat turun
EVALUASI
Evaluasi teori
Evaluasi praktek

Jumlah 30
Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 2 (dua)

Jumlah
No. Materi Pembinaan
(JP)

I. KELOMPOK DASAR 3
1. Dasar-dasar K3 dan peraturan perundangan 12
II. yang terkait dengan bekerja di ketinggian. 10
1. KELOMPOK INTI 2
2. Teknik penyelamatan korban pada tali 1
3. Sistem jalur penambat (anchor line) tingkat 2
III. lanjutan 5
1 Teknik pemanjatan pada struktur tingkat
IV. lanjutan
1. KELOMPOK PENUNJANG
2. Penentuan “zona khusus terbatas” (exclusion
zone) dan perlindungan untuk pihak ketiga
EVALUASI
Evaluasi teori
Evaluasi praktek

Jumlah 35
Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 3 (tiga)

No. Materi Pembinaan Jumlah (JP)

KELOMPOK DASAR
I.
Kebijakan K3 dan peraturan perundangan yang terkait 3
1.
dengan bekerja di ketinggian 1
2.
Pengenalan SMK3

II. KELOMPOK INTI 2


1. Merencanakan dan menerapkan sistem manajemen 2
2. peralatan akses tali 2
3. Pemilihan penambat (anchor) yang tepat. 15
4. Pemilihan metode untuk mengakses tempat kerja 2
III. Teknik penyelamatan korban pada tali tingkat lanjutan 3
1. KELOMPOK PENUNJANG 5
IV. Membuat dan menerapkan penilaian risiko (risk
1. assessment) di tempat kerja.
2. EVALUASI
Evaluasi teori
Evaluasi praktek

Jumlah 35
PEDOMAN DAN PEMBINAAN TEKNIS PETUGAS
K3 RUANG TERBATAS
(CONFINED SPACES)
Kepdirjen Binwasnaker No. Kep. 113/DJPPK/IX/2006

Disampaikan oleh :
Direktorat PNK3 Ditjen Binwasnaker
Kementerian Ketenagakerjaan RI
Bahaya
laten
CONFINED
??? SPACE
“THE SILENT
KILLER”
Dasar Hukum terkait
1. UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja pasal 2, pasal 3 ayat 1, f, g, i, j, k, l, m
pasal 5, pasal 8, pasal 9 dan pasal 14.
2. UU No. 3 tahun 1969 tentang persetujuan
Konvensi ILO No.120 mengenai Hygiene dalam
Perniagaan dan Kantor-kantor pasal 7
3. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964
tentang syarat kesehatan, kebersihan serta
penerangan dalam tempat kerja.
4. Permenakertrans No.3/Men/1985 tentang
keselamatan dan kesehatan kerja Pemakaian
asbes.

Reward Discipline
5. Undang-undang Uap (Stoom Ordonanti, Stbl No. 225 th 1930)
tentang peraturan Uap th 1930
6. Kepmenaker No. 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja
7. Permenaker No. Per. 02/Men/1982 tentang Klasifikasi Juru
las.
8. Permenaker No. Per. 01/Men/1988 tentang Syarat-syarat dan
kualifikasi Operator Pesawat Uap
9. Permenaker No. Per. 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan
10. Kepmenaker No. 187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya di Tempat Kerja.
11. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/BW/BK/1984 tentang
Pengesahan alat Pelindung Diri
12. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/Men/1997 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja
13. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 05/M/BW/1997 tentang
Pengawasan Alat Pelindung Diri
14. Surat Edaran Dirjen Binawas No. 06/BW/1997 tentang
Pendaftaran Alat Pelindung Diri
Reward Discipline
15. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
140/Men/PPK-KK/II/2004 tentang Pemenuhan Kewajiban
Syarat-syarat K3 di Industri Kimia dengan Potensi Bahaya
Besar (Major Hazard Installation)
16. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
117//Men/PPK-PKK/III/2005 tentang Pemeriksaan
Menyeluruh Pelaksanaan K3 di Pusat Perbelanjaan, Gedung
Bertingkat dan Tempat-tempat Publik Lainnya

Reward Discipline
I. Identifikasi Ruang Terbatas

1. Cukup luas dan besar untuk


memungkinkan pekerja masuk dan
bekerja di dalamnya
2. Mempunyai akses keluar/masuk yang
terbatas, dan

3. Tidak dirancang untuk tempat kerja


berkelanjutan atau terus menerus
Jenis Ruang Terbatas
Tank/Tangki
Vessels/Bejana
Manholes/lubang lalu orang
Sewer
Silo
Hood/Hoppers
Vaults/bunker
Pipes/pipa
Trenches/selokan
Tunnels/terowongan
Ducts/saluran pipa
Pits/lubang dengan kedalaman min
1,5 m
Klasifikasi Ruang Terbatas

I. Ruang Terbatas Dengan Ijin


Masuk
II. Ruang Terbatas Tanpa Ijin
Masuk
I.I Ruang Terbatas dengan Ijin
Masuk
1. Terdapat potensi gas atmosfir
Ijin Masuk berbahaya;
Ruang 2. Terdapat bahan (cairan atau
Terbatas padatan) yang potensial
dibutuhkan memerangkap pekerja atau akses
apabila keluar masuk;
terdapat 1 3. Mempunyai bentuk atau struktur
dari 4 yang dapat memerangkap pekerja;
potensi 4. Terdapat bahaya lain yang dapat
menyebabkan cidera serius dan
bahaya
kematian
I.2 Ruang Terbatas Tanpa Ijin
Masuk
Ruang terbatas yang tidak berpotensi
mengandung gas atmosfer
berbahaya, substansi cair ataupun
padat berpotensi yang dapat
memerangkap pekerja serta
mengandung bahaya lain yang dapat
menyebabkan kematian ataupun
ciderayang serius lainnya
Physical Hazards
Biological Hazards
Health dan Psychological
Hazards
 Communication

Equipment &
Emergency Retrieval
 Lockout/Tagout
 Ventilators/Blowers
Kecelakaan kerja di CS
 Kecelakaan kerja di ITC Cempaka Mas -
Jakarta
 Kecelakaan kerja di Galangan Kapal -
Banjarmasin, Kalimantan Selatan
 Peledakan PT. Sindopek Perotama –
Sidoardjo, Jatim
 Keracunan di Blambangan – Probolinggo,
Jatim
Ketentuan yang diatur dalam
Kep Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep. 113/DJPPK/2006 Tentang
Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas K3 di Ruang Terbatas (Confined Spaces)

Petugas K3 ruang terbatas terdiri :


◦ Petugas Madya
◦ Petugas Utama
◦ Petugas Rescuer
◦ Petugas Deteksi Gas
Potensi Bahaya di Ruang Terbatas

1. Kekurangan dan 4. Perangkap /


Kelebihan Oksigen Engulfment
Substansi cair atau
2. Bahan Mudah padat yang tersimpan
Terbakar dan 5. Struktur
Meledak Ruang/Konfigurasi
Uap atau debu dalam Dinding atau lantai,
konsentrasi yang cukup undakan dll
3. Bahan Beracun 6. Sumber Energi
Gas, Uap, dan fumes Energi mekanis, elektrik
dari peralatan kerja
atau sumber panas
lainnya
Ahli K3 sebagai Safety representatives
adalah orang yang bertugas mengevaluasi
bahaya-bahaya, menetapkan tanda atau
peringatan dan membuat/memberikan ijin
masuk ruang terbatas

Tugas Ahli K3
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
LINGKUNGAN KERJA
(PERMENAKER NO. 5 TAHUN 2018)

SUBDIT PENGAWASAN NORMA ERGONOMI, LINGKUNGAN KERJA DAN BB


DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA K3
DITJEN BINWASNAKER DAN K3
DIREKTORAT JENDERAL BINWASNAKER DAN K3
KEMENTRIAN KETENAGAKERJAAN
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
REPUBLIK INDONESIA
Agenda

I. Latar Belakang
II. Dasar Hukum
III. Pengertian
IV. Ruang Lingkup dan Tujuan
V. Pengukuran dan Pengendalian Lingkungan Kerja
VI. Penerapan Higiene dan Sanitasi
VII. Personil K3
VIII. Pemeriksaan dan Pengujian
IX. Peninjauan Berkala
X. Pengawasan
XI. Sanksi
XII. Ketentuan Peralihan
XIII. Ketentuan Penutup
I. Latar belakang
◻ Internal
❑ Amanat Pasal 5 dan Pasal 6 Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional
Nomor 120 yang telah di ratifikasi melalui UU No 3 tahun 1969 tentang
Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No 120 Mengenai
Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor;
❑ Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (1) huruf huruf i, j, k, l dan m Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
❑ Pengaturan dalam PMP No 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan dan Penerangan dalam Tempat Kerja yang sudah berusia lebih dari
54 tahun sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan
dunia kerja saat ini;
❑ Pasal 17 Permenaker No 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, mengamanatkan perlu nya peninjauan
kembali sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali sejak diterbitkan, namun
sampai dengan saat ini belum pernah dilakukan perubahan terhadap
peraturan ini, walaupun banyak perubahan terhadap Nilai Ambang Batas;
❑ Penegakan hukum terhadap PMP No 7 Tahun 1964 sulit dilakukan karena
tidak mengacu pada sanksi hukum baik dalam UU No 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja ataupun UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
◻ Eksternal

❑ Program nasional untuk simplifikasi peraturan perundang-


undangan, perlu dilakukan revisi sekaligus penggabungan
terhadap peraturan yang serumpun yaitu PMP No 7 Tahun
1964 dan Permenaker No 13 Tahun 2011 dalam peraturan
terbaru mengenai K3 Lingkungan Kerja;
II. Dasar Hukum
◻ Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang
Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia Untuk Seluruh
Indonesia;
◻ Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional Nomor 120 Mengenai Hygiene Dalam Perniagaan Dan Kantor–Kantor;
◻ Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
◻ Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang;
◻ Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
◻ Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
◻ Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan;
◻ Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Pembentukan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden Serta Pembentukan Rancangan Peraturan
Menteri di Kementerian Ketenagakerjaan;
◻ Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan
Ketenagakerjaan
III. Pengertian (Pasal 1)
◻ Higiene adalah usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatannya
kepada usaha kesehatan individu maupun usaha pribadi hidup manusia.
◻ Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatan
kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
◻ Lingkungan Kerja adalah aspek Higiene di Tempat Kerja yang di dalamnya
mencakup faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi yang
keberadaannya di Tempat Kerja dapat mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan Tenaga Kerja.
◻ K3 Lingkungan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja melalui pengendalian Lingkungan
Kerja dan penerapan Higiene Sanitasi di Tempat Kerja.
◻ Nilai Ambang Batas / NAB adalah standar faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai
kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima
Tenaga Kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
◻ Pajanan Singkat Diperkenankan / PSD adalah kadar bahan kimia di udara Tempat Kerja yang
tidak boleh dilampaui agar Tenaga Kerja yang terpajan pada periode singkat yaitu tidak lebih
dari 15 menit masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan
tubuh maupun terbius yang tidak boleh dilakukan lebih dari 4 kali dalam satu hari kerja.
◻ Kadar Tertinggi Diperkenankan / KTD adalah kadar bahan kimia di udara Tempat Kerja yang
tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama Tenaga Kerja melakukan
pekerjaan.
◻ Indeks Pajanan Biologi adalah kadar konsentrasi bahan kimia yang didapatkan dalam
spesimen tubuh Tenaga Kerja dan digunakan untuk menentukan tingkat pajanan terhadap
Tenaga Kerja sehat yang terpajan bahan kimia.
◻ Faktor Fisika adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja yang
bersifat fisika, disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan dan kondisi
lingkungan di sekitar Tempat Kerja yang dapat menyebabkan gangguan dan
penyakit akibat kerja pada Tenaga Kerja, meliputi Iklim Kerja, Kebisingan, Getaran,
radiasi gelombang mikro, Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet), radiasi Medan Magnet
Statis, tekanan udara dan Pencahayaan.
◻ Faktor Kimia adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja yang
bersifat kimiawi, disebabkan oleh penggunaan bahan kimia dan turunannya di
Tempat Kerja yang dapat menyebabkan penyakit pada Tenaga Kerja, meliputi
kontaminan kimia di udara berupa gas, uap dan partikulat.
◻ Faktor Biologi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja yang
bersifat biologi, disebabkan oleh makhluk hidup meliputi hewan, tumbuhan dan
produknya serta mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
◻ Faktor Ergonomi adalah faktor yang dapat
mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja, disebabkan oleh
ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang meliputi cara
kerja, posisi kerja, alat kerja, dan beban angkat
terhadap Tenaga Kerja.
◻ Faktor Psikologi adalah faktor yang mempengaruhi
aktivitas Tenaga Kerja, disebabkan oleh hubungan antar
personal di Tempat Kerja, peran dan tanggung jawab
terhadap pekerjaan.
◻ Bangunan Tempat Kerja adalah bagian dari Tempat Kerja berupa
gedung atau bangunan lain, gedung tambahan, halaman beserta
jalan, jembatan atau bangunan lainnya yang menjadi bagian dari
Tempat Kerja tersebut dan terletak dalam batas halaman
perusahaan.
◻ Toilet adalah fasilitas sanitasi tempat buang air besar, kecil, tempat
cuci tangan dan/atau muka.
◻ Kualitas Udara Dalam Ruangan /KUDR adalah kualitas udara di
ruangan Tempat Kerja, yang dalam kondisi yang buruk yang
disebabkan oleh pencemaran atau kontaminasi udara Tempat Kerja,
yang dapat menimbulkan gangguan kenyamanan kerja sampai pada
gangguan kesehatan Tenaga Kerja.
IV. Ruang Lingkup

Pengusaha/Pengurus WAJIB Tujuan


Tempat Kerja (Ps 2) (Ps. 4)
Apakah Terdapat Sumber Bahaya Syarat K3 Lingkungan Kerja (Ps.3) mewujudkan Lingkungan Kerja
Lingkungan Kerja Berupa, FAKTOR: 1.Pengendalian Faktor Fisika dan
1.FISIKA; Faktor Kimia agar berada di bawah yang aman, sehat, dan nyaman
2.KIMIA; NAB; dalam rangka mencegah
3.BIOLOGI; 2.Pengendalian Faktor Biologi, Faktor
4.ERGONOMI; Ergonomi, dan Faktor Psikologi Kerja kecelakaan kerja dan penyakit
5.PSIKOLOGI agar memenuhi standar; akibat kerja.
3.Penyediaan fasilitas Kebersihan dan
sarana Higiene di Tempat Kerja yang
bersih dan sehat; dan
4.Penyediaan personil K3 yang
memiliki kompetensi dan
kewenangan K3 di bidang Lingkungan
Kerja
Pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja dilakukan melalui kegiatan:
1. pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja yang meliputi
◉ fisika;

◉ kimia;

◉ biologi;

◉ ergonomi; dan

◉ psikologi

2. penerapan Higiene dan Sanitasi meliputi:


◉ Bangunan Tempat Kerja;

◉ fasilitas Kebersihan;

◉ kebutuhan udara; dan

◉ tata laksana kerumahtanggaan.


V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA (Ps.6)

1. Pengukuran Lingkungan Kerja dilakukan untuk mengetahui tingkat


pajanan:
◉ Faktor Fisika,
◉ Faktor Kimia,

◉ Faktor Biologi,

◉ Faktor Ergonomi, dan

◉ Faktor Psikologi

terhadap Tenaga Kerja.


2. Pengukuran Lingkungan Kerja dilakukan sesuai dengan metoda uji
yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia.
3. Metoda uji lainnya sesuai dengan standar yang telah divalidasi
oleh lembaga yang berwenang.
V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA (Ps.7)

4. Pengendalian Lingkungan Kerja dilakukan


sesuai hirarki pengendalian meliputi upaya:
◉ eliminasi;
◉ substitusi;
◉ rekayasa teknis;
◉ administratif; dan/atau
◉ penggunaan alat pelindung diri.
II. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA (Ps.8-19)

Pengukuran dan pengendalian Faktor Fisika meliputi:


◻Iklim Kerja (tekanan panas dan standar tekanan dingin);

◻Kebisingan;

◻Getaran;

◻Gelombang radio (frekwensi s.d 300 MHz) atau


NAB
gelombang mikro (frekwensi s.d 300 GHz) ;
◻Sinar Ultra Ungu (Ultra Violet)

panjang gelombang 80-400 nanometer;


◻Medan Magnet Statis;

◻tekanan udara; dan

◻Pencahayaan. Standar
IKLIM KERJA (Ps.9)

Iklim Kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, NAB Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Dan
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas
radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari Bola (ISBB) Yang Diperkenankan
tubuh Tenaga Kerja sebagai akibat pekerjaannya
meliputi tekanan panas dan dingin.

Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe


Temperature Index) /ISBB adalah parameter
untuk menilai tingkat Iklim Kerja panas yang
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara
kering, Suhu Basah Alami, dan Suhu Bola.
Potensi Bahaya Iklim Kerja (Panas)
Contoh Tempat Kerja Dgn Iklim Kerja
Yang Panas

◻ Proses produksi yg menggunakan panas,


seperti : peleburan, pengeringan,
pemanasan.
◻ Tempat kerja yang terkena langsung sinar
matahari, seperti : pekerjaan jalan raya,
bongkar muat barang, dll.
◻ Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang
memadai.
IKLIM KERJA (Ps.9)

Tekanan Dingin adalah pengeluaran panas akibat pajanan terus menerus terhadap dingin
yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas sehingga
mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh di bawah 36 derajat Celsius).
Standar Iklim Kerja Dingin (Cold Stress)
Pengendalian terhadap Iklim Kerja:
a.menghilangkan sumber panas atau sumber dingin dari Tempat Kerja;
b.mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber panas atau
sumber dingin;
c.mengisolasi atau membatasi pajanan sumber panas atau sumber dingin;
d.menyediakan sistem ventilasi;
e.menyediakan air minum;
f.mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber panas atau sumber
dingin;
g.penggunaan baju kerja yang sesuai;
•penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
a.melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
KEBISINGAN (Ps.10)

Kebisingan Nilai Ambang Batas Kebisingan

adalah semua suara yang tidak


dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan/atau
alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran.
Potensi Bahaya Kebisingan
Sumber Kebisingan di LK

1. Fan Noise
2. Jet Noise
3. Pipe Noise
4. Pump Noise
5. Furnace dan Burner Noise
6. Electrical Equipment Noise
7. Blower
8. Mesin dan Peralatan Kerja
Jenis-Jenis Kebisingan

1. Kebisingan kontinu (steady)


- Contoh : kipas angin, dapur pijar
- Fluktuasi SPL < 3 dB

2. Kebisingan terputus-putus (intermitten,


fluktuatif)
- Contoh : lalu lintas, suara pesawat
terbang di bandara
- Fluktuasi SPL 3 s/d 10 dB
Lanjutan

3. Kebisingan Impulsive
- pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam
- Fluktuasi SPL > 10 dB
Efek Pemaparan Kebisingan

◻ Gangguan Komunikasi
◻ Gangguan Kenyamanan
◻ Pergeseran Ambang Dengar Sementara atau
Temporary Thershold Shif (TTS), di tandai
oleh bunyi ringing pada akhir paparan.
◻ Noise Injured Hearing Loss (NIHL), terjadi
pada frekuensi 4000 Hz, lemudian dapat
menyebar pd frekuensi 1500 – 3500 Hz
◻ Gangguan paling serius ketulian
Pengendalian bahaya kebisingam dilakukan dengan melaksanakan program
pencegahan penurunan pendengaran antara lain:
a.menghilangkan sumber Kebisingan dari Tempat Kerja;
b.mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber
Kebisingan;
c.memasang pembatas, peredam suara, penutupan sebagian atau seluruh
alat;
d.mengatur atau membatasi pajanan Kebisingan atau pengaturan waktu
kerja;
e.menggunakan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
f.melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
GETARAN (Ps.11)

Getaran adalah gerakan Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Lengan
dan Tangan
yang teratur dari benda atau
media dengan arah bolak-
balik dari kedudukan
keseimbangannya

Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Seluruh


Tubuh
Potensi Bahaya Getaran (Vibrasi)
SUMBER PEMAPARAN GETARAN

◻ Peralatan mesin kendaraan


◻ Mesin gergaji
◻ Mesin bor
◻ Gerinda
◻ Mesin tempa
◻ Traktor
◻ Forklift
◻ dll
JENIS-JENIS GETARAN

a. Vibrasi Seluruh Tubuh (Whole Body Vibration)


- Terjadi bila seluruh tubuh di rambati
oleh getaran (biasanya menjalar
dalam posisi duduk di kursi atau
berdiri pada alas yg bergetar)
- Mempunyai frekuensi 1 Hz – 80 Hz
- Mis : getaran tubuh dalam kendaraan
atau dekat mesin.
WHOLE BODY VIBRATION
Efek Pemaparan Getaran Seluruh Tubuh
(Whole Body Vibration)

Efek jangka pendek :


- Motion sickness / mabuk perjalanan
(tidak nyaman, mual, lelah).

- Pandangan kabur.
Efek jangka panjang :
- Kerusakan permanen pd tulang
persendian (osteoarthritis), kerusakan
tulang belakang permanen (disc prolaps),
bergesernya sendi yg menyebabkan rasa sakit
pd punggung bawah, dll.
- Efek pd sistim syaraf yg dapat menimbulkan
keluhan sakit kepala, gangguan tidur, lemah,
lelah, lesu.
- Gangguan fungsi reproduksi wanita
b. Vibrasi Setempat / Segmental (Hand Arm
Vibration)
- Umumnya terjadi pada tangan dan
lengan, biasanya merambat pada
tangan dan lengan dari peralatan.
- Frekuensi : 8 Hz – 1 KHz
- Mis : getaran pada pekerjaan yg
menggunakan mesin gergaji, bor atau
martil pneumatik.
HAND-ARM VIBRATION
Efek Pemaparan Getaran Tangan-Lengan
(Hand Arm Vibration)

Efek jangka pendek :


- Kelelahan
- Produktivitas berkurang.
Efek jangka panjang :
- White finger atau Raynaud’s syndrome
Pengendalian bahaya getaran dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Getaran dari Tempat Kerja;
b. mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber
Getaran;
c. mengurangi pajanan Getaran dengan menambah/menyisipkan
damping/bantalan/ peredam di antara alat dan bagian tubuh yang
kontak dengan alat kerja;
d. membatasi pajanan Getaran melalui pengaturan waktu kerja;
e. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
f. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
GELOMBANG RADIO / GELOMBANG MIKRO (Ps.12)

Nilai Ambang Batas Radiasi Gelombang


Radiasi Gelombang Radio atau Radio / Gelombang Mikro

Gelombang Mikro adalah


Radiasi Elektromagnetik dengan
Frekuensi 30 (tiga puluh) kilo
hertz sampai 300 (tiga ratus) giga
hertz.
Potensi Bahaya Radiasi
Efek Paparan Radiasi Ir-192
(185 GBq selama 2 jam)
Hari ke-11

Hari ke-21

Hari ke-5
ALAT PENGUKURAN RADIASI
MENGION
1. Alat Survey Meter
2. Personal Dosimeter
Pengendalian bahaya radiasi gelombang radio atau gelom bang mikro
dilakukan dengan:
a.menghilangkan sumber Radiasi Gelombang Radio atau Gelombang
Mikro dari Tempat Kerja;
b.mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Radiasi Gelombang
Radio atau Gelombang Mikro;
c.merancang Tempat Kerja dengan menggunakan peralatan proteksi
radiasi;
d.membatasi waktu pajanan terhadap sumber Radiasi Gelombang
Radio atau Gelombang Mikro;
e.penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
f.melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
RADIASI ULTRA UNGU (Ps. 13)

Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet) Nilai Ambang Batas Radiasi Ultra Ungu

adalah Radiasi Elektromagnetik


dengan panjang gelombang 180
(seratus delapan puluh) nano
meter sampai 400 (empat ratus)
nano meter.
Pengendalian bahaya radiasi Ultra Ungu dilakukan dengan:
a.menghilangkan sumber Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet) dari Tempat Kerja;
b.mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Radiasi Ultra Ungu (Ultra
Violet);
c.merancang Tempat Kerja dengan menggunakan peralatan proteksi radiasi;
d.memberikan jarak aman sesuai dengan standar antara sumber pajanan dan
pekerja;
e.membatasi pajanan sumber Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet) melalui
pengaturan waktu kerja;
f.penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
g.melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
MEDAN MAGNET STATIS (Ps. 14)
Nilai Ambang Batas Medan Magnet Statis
Medan Magnet Statis
adalah suatu medan atau
area yang ditimbulkan oleh
pergerakan arus listrik
Pengendalian bahaya medan megnet statis dilakukan dengan:
a.menghilangkan sumber Medan Magnet Statis dari Tempat Kerja;
b.mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber
Medan Magnet Statis;
c.mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Medan Magnet Statis;
d.mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber Medan
Magnet Statis;
e.mengatur jarak aman sesuai dengan Standar Nasional Indonesia antara
sumber pajanan dan pekerja;
f.menggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
g.melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
TEKANAN UDARA (Ps. 15)

Tekanan Udara Ekstrim adalah tekanan udara yang lebih tinggi


atau tekanan udara yang lebih rendah dari tekanan udara normal
(1 atmosphere)

Pengendalian terhadap bahaya tekanan udara ekstrim dilakukan dengan:


a.menghindari pekerjaan pada Tempat Kerja yang memiliki sumber bahaya Tekanan
Udara Ekstrim;
b.mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya Tekanan Udara
Ekstrim;
c.menggunakan baju kerja yang sesuai;
d.menggunakan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
e.melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
PENCAHAYAAN (Ps. 16-19)
Standar Intensitas Pencahayaan
Pencahayaan adalah sesuatu yang
memberikan terang (sinar) atau yang
menerangi, meliputi Pencahayaan alami dan
Pencahayaan Buatan.
Pencahayaan Buatan adalah Pencahayaan
yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain
cahaya alami.
Intensitas Cahaya adalah jumlah rata-rata
cahaya yang diterima pekerja setiap waktu
pengamatan pada setiap titik dan
dinyatakan dalam satuan Lux.
Lux adalah satuan metrik ukuran cahaya
pada suatu permukaan.
JENIS-JENIS PENCAHAYAAN

1. Cahaya Alami (penerangan alami),


sumber : sinar matahari

2. Cahaya Buatan (penerangan buatan)


sumber : sinar lampu
Efek Pencahayaan (Penerangan)

Kelelahan pada mata


Kelelahan mental
Pegal di daerah mata
Kerusakan indera mata
Menyebabkan terjadinya kecelakaan
Memperpanjang waktu kerja
V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA (Ps.20-21)

Faktor Kimia (Ps.20)


◻Pengukuran dan pengendalian Faktor Kimia dilakukan pada Tempat Kerja yang
memiliki potensi bahaya bahan kimia.
◻Dilakukan terhadap pajanannya dan terhadap pekerja yang terpajan.
◻Pengukuran terhadap pajanan yang hasilnya untuk dibandingkan dengan NAB
harus dilakukan paling singkat selama 6 (enam) jam.
◻Pengukuran yang hasilnya untuk dibandingkan dengan PSD, harus dilakukan paling
singkat selama 15 (lima belas) menit sebanyak 4 (empat) kali dalam durasi 8
(delapan) jam kerja.
◻Pengukuran yang hasilnya untuk dibandingkan dengan KTD harus dilakukan
menggunakan alat pembacaan langsung untuk memastikan tidak terlampaui.
◻Pengukuran Faktor Kimia terhadap pekerja yang mengalami pajanan dilakukan
melalui Pemeriksaan kesehatan khusus pada spesimen tubuh Tenaga Kerja dan
dibandingkan dengan IPB.
NAB Faktor Kimia IPB
Pengendalian terhadap bahaya faktor kimia dilakukan dengan:
a.menghilangkan sumber potensi bahaya kimia dari Tempat Kerja;
b.mengganti bahan kimia dengan bahan kimia lain yang tidak mempunyai potensi
bahaya atau potensi bahaya yang lebih rendah;
c.memodifikasi proses kerja yang menimbulkan sumber potensi bahaya kimia;
d.mengisolasi atau membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia;
e.menyediakan sistem ventilasi;
f.membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia melalui pengaturan waktu
kerja;
g.merotasi Tenaga Kerja ke dalam proses pekerjaan yang tidak terdapat potensi
bahaya bahan kimia;
•penyediaan lembar data keselamatan bahan dan label bahan kimia;
a.penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
b.pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

Faktor Biologi (Ps. 22)


Potensi bahaya Faktor Biologi meliputi:
◻mikro organisma dan/atau toksinnya; Pengukuran
◻arthopoda dan/atau toksinnya;

◻hewan invertebrata dan/atau toksinnya;

◻alergen dan toksin dari tumbuhan;

◻binatang berbisa;
Pemantauan

◻binatang buas; dan

◻produk binatang dan tumbuhan yang

berbahaya lainnya.
Pengendalian bahaya faktor biologi dengan:
a.menghilangkan sumber bahaya Faktor Biologi dari Tempat Kerja;
b.mengganti bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber bahaya Faktor Biologi;
c.mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya Faktor Biologi;
d.menyediakan sistem ventilasi;
e.mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya Faktor Biologi;
f.menggunakan baju kerja yang sesuai;
g.menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
•memasang rambu-rambu yang sesuai;
a.memberikan vaksinasi apabila memungkinkan;
b.meningkatkan Higiene perorangan;
c.memberikan desinfektan;
d.penyediaan fasilitas Sanitasi berupa air mengalir dan antiseptik; dan/atau
e.pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

Faktor Ergonomi (Ps.23)


Potensi bahaya Faktor Ergonomi meliputi:
◻cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak

sesuai saat melakukan pekerjaan;


◻desain alat kerja dan Tempat Kerja yang tidak sesuai

dengan antropometri Tenaga Kerja; dan


◻pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja.

Jika hasil pengukuran ergonomi terdapat potensi bahaya


harus dilakukan pengendalian sehingga memenuhi
standar.
V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

Pengendalian Ergonomi dilakukan dengan:


◻menghindari posisi kerja yang janggal;

◻memperbaiki cara kerja dan posisi kerja;

◻mendesain kembali atau mengganti Tempat Kerja, objek kerja,


bahan, desain Tempat Kerja, dan peralatan kerja;
◻memodifikasi Tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain Tempat Kerja,
dan peralatan kerja;
◻mengatur WKWI;

◻melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau


baik; dan/atau
◻menggunakan alat bantu
V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

Faktor Psikologi (Ps.24)


Potensi bahaya Faktor Psikologi meliputi:
◻ketidakjelasan/ketaksaan peran;

◻konflik peran;

◻beban kerja berlebih secara kualitatif;

◻beban kerja berlebih secara kuantitatif;

◻pengembangan karir; dan/atau

◻tanggung jawab terhadap orang lain.


V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

Jika hasil pengukuran psikologi terdapat potensi bahaya harus dilakukan


pengendalian sehingga memenuhi standar.
Pengendalian faktor psikologi melalui manajemen stress dengan:
◻melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan pelatihan bagi Tenaga Kerja;
◻mengadakan program kebugaran bagi Tenaga Kerja;
◻mengadakan program konseling;
◻mengadakan komunikasi organisasional secara memadai;
◻memberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja untuk memberikan masukan dalam
proses pengambilan keputusan;
◻mengubah struktur organisasi, fungsi dan/atau dengan merancang kembali
pekerjaan yang ada;
◻menggunakan sistem pemberian imbalan tertentu; dan/atau
◻pengendalian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
V. PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

Dalam hal terjadi kasus penyakit akibat kerja


yang disebabkan oleh faktor Lingkungan Kerja
dilakukan program pengendalian dan
penanganan sesuai dengan standar dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
VI. PENERAPAN HIGIENE DAN SANITASI (Ps. 26 – Ps. 44)

Meliputi:
1. Bangunan Tempat Kerja
- halaman;
bersih, tertata rapi, rata, dan tidak becek; dan cukup luas untuk lalu lintas
orang dan barang
saluran air pembuangan pada halaman, maka saluran air harus tertutup dan
terbuat dari bahan yang cukup kuat serta air buangan harus mengalir dan
tidak boleh tergenang.
- gedung, meliputi dinding dan langit-langit, atap; dan lantai.
◻gedung dalam kondisi:
◻terpelihara dan bersih;
◻kuat dan kokoh strukturnya; dan
◻cukup luas sehingga memberikan ruang gerak paling sedikit 2 (dua) meter persegi
per orang.
Dinding dan langit-langit harus:
◉ kering atau tidak lembab;
◉ dicat dan/atau mudah dibersihkan;
◉ dilakukan pengecatan ulang paling sedikit 5 (lima) tahun
sekali; dan
◉ dibersihkan paling sedikit 1 (satu) kali setahun.

Lantai harus:
◻terbuat dari bahan yang keras, tahan air, dan tahan dari
bahan kimia yang merusak;
◻datar, tidak licin, dan mudah dibersihkan; dan

◻dibersihkan secara teratur.


Atap harus:
- mampu memberikan perlindungan dari panas matahari dan hujan;
dan
- tidak bocor, tidak berlubang, dan tidak berjamur
Bangunan Bawah Tanah harus
◻mempunyai struktur yang kuat;
◻mempunyai sistem ventilasi udara;
◻mempunyai sumber Pencahayaan;
◻mempunyai saluran pembuangan air yang mengalir dengan baik; dan
◻bersih dan terawat dengan baik.
◻Dalam hal bangunan bawah tanah merupakan ruang terbatas, penerapan Higiene
dan Sanitasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Fasilitas Kebersihan meliputi: Toilet harus:
◻Toilet dan kelengkapannya; ◻ bersih dan tidak menimbulkan bau;
◻loker dan ruang ganti pakaian; ◻ tidak ada lalat, nyamuk, atau serangga yang lainnya;
◻tempat sampah; dan ◻tersedia saluran pembuangan air yang mengalir
dengan baik;
◻peralatan Kebersihan.
◻ tersedia air bersih;
◻ dilengkapi dengan pintu;
◻ memiliki penerangan yang cukup;
◻ memiliki sirkulasi udara yang baik;
◻ dibersihkan setiap hari secara periodik; dan
◻ dapat digunakan selama jam kerja.
Ratio kebutuhan jamban dengan jumlah Tenaga Kerja
dalam satu waktu kerja
❑ untuk 1-15 orang = 1 (satu) jamban;
◻untuk 16-30 orang = 2 (dua) jamban;

◻untuk 31-45 orang = 3 (tiga) jamban;

◻Untuk 46 -60 orang = 4 (empat) jamban;

◻untuk 61 - 80 orang = 5 (lima) jamban;

◻untuk 81 -100 orang = 6 (enam) jamban; dan

◻setiap penambahan 40 orang ditambahkan 1 (satu) jamban.

◻Jika Toilet laki-laki menyediakan fasilitas peturasan, jumlah jamban

tidak boleh kurang dari 2/3 (dua pertiga) jumlah jamban yang
dipersyaratkan
Ratio kebutuhan jamban dengan jumlah Tenaga Kerja area
konstruksi atau Tempat Kerja sementara
◻untuk 1-19 orang = 1 (satu) jamban;
◻untuk 20 -199 orang = 1 (satu) jamban dan 1 (satu) peturasan untuk setiap 40
(empat puluh) orang;
◻untuk 200 orang atau lebih = 1 (satu) jamban dan 1 (satu) peturasan untuk setiap
50 (lima puluh) orang.

Ukuran Toilet
Ruang Toilet paling sedikit berukuran:
panjang 80 cm, lebar 155 cm, tinggi 220 cm lebar pintu 70 cm.
Ruang Toilet untuk penyandang disabilitas harus
memenuhi persyaratan:

◻Panjang 152,5 cm;


◻lebar 227,5 cm;
◻tinggi 240 cm;
◻mempunyai akses masuk dan keluar yang mudah dilalui;
◻mempunyai luas ruang bebas yang cukup untuk pengguna kursi roda bermanuver
180 derajat;
◻lebar pintu masuk berukuran paling sedikit 90 cm yang mudah dibuka dan ditutup.
◻pintu Toilet dilengkapi dengan plat tendang di bagian bawah pintu untuk pengguna
kursi roda dan penyandang disabilitas netra;
◻kemiringan lantai tidak lebih dari 7 (tujuh) persen; dan
◻mempunyai pegangan rambat untuk memudahkan pengguna kursi roda berpindah
dari kursi roda ke jamban ataupun sebaliknya.
Pakaian Kerja dan Ruang Ganti Pakaian
◻Tenaga Kerja dalam perusahaan tertentu dapat diwajibkan
memakai pakaian kerja sesuai syarat-syarat K3 yang
ditetapkan.
◻Pakaian kerja harus disediakan oleh Pengurus .
◻Dalam hal Tenaga Kerja menggunakan pakaian kerja hanya
selama bekerja, Pengurus harus menyediakan ruang ganti
pakaian yang bersih, terpisah antara laki-laki dan
perempuan serta pemakaiannya harus diatur agar tidak
berdesakan.
◻Ruang ganti pakaian harus tersedia tempat menyimpan
pakaian/loker untuk setiap Pekerja yang terjamin
keamanannya.
Tempat sampah dan peralatan Kebersihan harus
disediakan pada setiap Tempat Kerja.
◻Tempat sampah harus:

◉ terpisahdan diberikan label untuk sampah organik,


non organik, dan bahan berbahaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
◉ dilengkapi dengan penutup dan terbuat dari bahan
kedap air; dan
◉ tidak
menjadi sarang lalat atau binatang
serangga yang lain.
◻ Tempat pembuangan pembalut harus disediakan
pada ruang Toilet perempuan.
◻ Tempat pembuangan pembalut harus:
◉ terbuat dari bahan yang kedap cairan;
◉ dilengkapi dengan penutup; dan
◉ diberikan label yang jelas.

◻ Tempat pembuangan pembalut harus dibersihkan


setiap hari.
◻ Kebutuhan atas udara yang bersih dan sehat harus
dipenuhi pada setiap Tempat Kerja.
◻ Pemenuhan kebutuhan udara di Tempat Kerja dilakukan
melalui:
◉ KUDR;
◉ ventilasi; dan
◉ ruang udara.

◻ Tempat Kerja untuk melakukan jenis pekerjaan administratif,


pelayanan umum dan fungsi manajerial harus memenuhi KUDR yang
sehat dan bersih.
◻ KUDR ditentukan oleh suhu, kelembaban, kadar oksigen dan kadar
kontaminan udara
◻ Suhu ruangan yang nyaman harus dipertahankan
dengan ketentuan:
◉ Suhu Kering 230C– 260C dengan
◉ kelembaban 40% – 60%.
◉ perbedaan suhu antar ruangan tidak melebihi 5oC
❑ Kadar oksigen sebesar 19,5% - 23,5% dari volume udara.
❑ Kadar kontaminan atau polutan tercantum dalam
Lampiran dari Peraturan Menteri.
◻ Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menyediakan
sistem ventilasi udara untuk menjamin kebutuhan udara
Pekerja dan/atau mengurangi kadar kontaminan di
Tempat Kerja.
◻ Sistem ventilasi dapat bersifat alami atau buatan atau
kombinasi keduanya.
◻ Dalam hal menggunakan ventilasi buatan maka ventilasi
tersebut harus dibersihkan secara berkala paling sedikit
3 (tiga) bulan sekali atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
◻ Setiap orang yang bekerja dalam ruangan harus
mendapat ruang udara (cubic space) paling
sedikit 10 meter kubik.
◻ Ruangan harus memenuhi ketentuan:
◉ tinggi Tempat Kerja diukur dari lantai sampai
daerah langit-langit paling sedikit 3 meter;
dan
◉ tinggi ruangan yang lebih dari 4 meter tidak
dapat dipakai untuk memperhitungkan
ruang udara
Tata Laksana Kerumahtanggaan
Ketatarumahtanggaan yang baik meliputi upaya:
◻memisahkan
◻menata
◻membersihkan
◻menetapkan dan melaksanakan prosedur Kebersihan
◻mengembangkan prosedur Kebersihan
Alat kerja, perkakas, dan bahan harus ditata dan
disimpan secara rapi dan tertib untuk menjamin
kelancaran pekerjaan dan tidak menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Bahan yang disimpan di gudang dan
diberi label yang jelas
VII. PERSONIL K3 (Ps. 45 – 57)

Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja harus


dilakukan oleh personil K3 bidang Lingkungan Kerja,
meliputi:
◻ Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja;

◻ Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja; dan

◻ Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja.

Personil K3 harus memiliki kompetensi sesuai Standar


Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang ditetapkan
oleh Menteri dan kewenangan K3 bidang lingkungan kerja.
Persyaratan personil yang berwenang

Ahli K3 Muda Ahli K3 Madya Ahli K3 Utama


Lingkungan Kerja Lingkungan Kerja Lingkungan Kerja
- Pendidikan D3 - Pendidikan D3 - Pendidikan D3
- berpengalaman - berpengalaman - berpengalaman
paling sedikit 1 (satu) paling sedikit 3 (tiga) paling sedikit 5 (lima)
tahun tahun sebagai Ahli tahun sebagai Ahli
K3 Muda Lingkungan K3 Madya
- memiliki sertifikat Kerja Lingkungan Kerja;
kompetensi sesuai - memiliki sertifikat - memiliki sertifikat
bidangnya kompetensi sesuai kompetensi sesuai
- berbadan sehat bidangnya bidangnya
- berbadan sehat - berbadan sehat
Tata Cara Memperoleh Lisensi K3
melampirkan:
◉ fotokopi ijazah terakhir;
◉ surat keterangan pengalaman kerja yang diterbitkan
oleh perusahaan;
◉ surat keterangan sehat dari dokter;
◉ fotokopi kartu tanda penduduk;
◉ fotokopi sertifikat kompetensi:
Ahli Muda Higiene Ahli Madya Higiene Ahli Utama Higiene
Industri (HIMU) - Ahli Industri (HIMA) - Ahli Industri (HIU) - Ahli
K3 Muda Lingkungan K3 Madya Lingkungan Utama K3 Lingkungan
Kerja Kerja Kerja
◉ 2 (dua) lembar pas foto berwarna ukuran 2 x 3 dan 4 x 6
◻ Lisensi K3 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang
◻ perpanjangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum masa berlaku lisensi K3 berakhir
◻ Lisensi K3 hanya berlaku selama Ahli K3 Lingkungan
Kerja yang bersangkutan bekerja di perusahaan yang
mengajukan permohonan
◻ Dalam hal sertifikat kompetensi belum ada, dapat
menggunakan surat keterangan telah mengikuti
pembinaan K3 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
Tugas dan Kewenangan Ahli K3 Lingkungan Kerja

Kewajiban Personil K3
◉ mematuhi peraturan perundang-undangan dan standar yang telah
ditetapkan;
◉ melaporkan pada atasan langsung mengenai kondisi pelaksanaan
pengukuran, pengendalian lingkungan kerja, dan penerapan Higiene
Sanitasi;
◉ bertanggungjawab atas hasil pelaksanaan pengukuran, pengendalian
lingkungan kerja, dan penerapan Higiene Sanitasi di Tempat Kerja;
◉ membantu Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja
dalam melaksanakan pemeriksaaan dan Pengujian K3 Lingkungan Kerja;
dan
◉ melaksanakan kode etik profesi.
VIII. PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN (Ps.58-68)

◻ Setiap Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Lingkungan


Kerja wajib dilakukan Pemeriksaan dan/atau Pengujian.
◻ Pemeriksaan merupakan kegiatan mengamati, menganalisis,
membandingkan, dan mengevaluasi kondisi Lingkungan Kerja
untuk memastikan terpenuhinya persyaratan
◻ Pengujian merupakan kegiatan pengetesan dan pengukuran
kondisi Lingkungan Kerja yang bersumber dari alat, bahan, dan
proses kerja untuk mengetahui tingkat konsentrasi dan pajanan
terhadap Tenaga Kerja untuk memastikan terpenuhinya
persyaratan
Dilakukan secara:
◻internal untuk mengukur besaran pajanan sesuai dengan risiko Lingkungan Kerja
dan tidak menggugurkan kewajiban Tempat Kerja untuk melakukan pengukuran
dengan pihak eksternal
dilakukan oleh personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
◻eksternal :
1. Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Ketenagakerjaan (Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja)
2. Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta Unit Pelaksana
Teknis Bidang K3 (Penguji K3)
3. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang membidangi pelayanan
Pengujian K3(Penguji K3)
4. lembaga lain yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri (Ahli K3
Lingkungan Kerja)
Jenis Pemeriksaan dan/atau Pengujian :
1. Pertama untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja di Tempat Kerja
meliputi:
◉ area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor Biologi, Faktor
Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
◉ KUDR; dan

◉ Sarana dan fasilitas Sanitasi.

2. Berkala dilakukan secara eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau
sesuai dengan penilaian risiko atau ketentuan peraturan perundang-
undangan, meliputi sda.
3. Ulang dilakukan apabila hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebelumnya
baik secara internal maupun eksternal terdapat keraguan.
4. Khusus dilakukan setelah kecelakaan kerja atau laporan dugaan tingkat
pajanan di atas NAB
Mekanisme

Laporan Riksa Uji SURKET Riksa Uji


memenuhi Berkala
Syarat K3:
YA
Pelaksana Riksa Uji:
Pengawas
Ketenagakerjaan Sp
≤ NAB
K3 LK pada UPT
UPT atau L1, u/ Perusahaan;
Wasnaker;
Wasnaker memenuhi L2, u/ UPT Wasnaker;
standar L3, u/ Ditjen PPK dan K3
Penguji K3 pada
Direktorat Bina K3
beserta UPT K3 dan
UPTD Bidang K3; SURKET Riksa Uji
TIDAK
TIDAK Ulang
AK3 Lingkungan Kerja Memenuhi dan/atau
pada PJK3 Riksa Uji Syarat K3: STIKER
LK
Perusahaan
yang meminta
Formulir Riksa Uji
Surat Keterangan
Stiker
IX. Peninjauan Berkala (Ps. 69)

NAB dan/atau standar dapat ditinjau


secara berkala paling sedikit
3 (tiga) tahun sekali
sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
X. Pengawasan (Ps. 70)

Pengawasan pelaksanaan
K3 Lingkungan Kerja dilaksanakan oleh
Pengawas Ketenagakerjaan
Spesialis K3 Lingkungan Kerja
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
XI. Sanksi (Ps. 71)

Pengusaha dan/atau Pengurus


yang tidak memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini
dikenakan sanksi sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
dan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
XII. Ketentuan Peralihan (Ps. 72)

Lisensi Petugas Pemantauan Lingkungan Kerja yang


telah diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini
diundangkan, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
lisensi tersebut dan selanjutnya disebut lisensi Ahli K3
Muda Lingkungan Kerja
XIII. Ketentuan Penutup (Ps. 73-74)
1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja;
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 684);
c. Surat Edaran Menakertrans No. SE 01/Men/1978 tentang Nilai Ambang
Batas Untuk Iklim Kerja dan Kebisingan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2. Berlaku sejak tanggal 27 April 2018


LAMPIRAN
1. NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA
2. STANDAR PENCAHAYAAN
3. NILAI AMBANG BATAS FAKTOR KIMIA
4. INDEKS PAJANAN BIOLOGI
5. STANDAR FAKTOR BIOLOGI
6. STANDAR FAKTOR ERGONOMI
7. STANDAR FAKTOR PSIKOLOGI
8. PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN AHLI K3 LINGKUNGAN KERJA
9. FORMULIR PEMERIKSAAN DAN/ATAU PENGUJIAN
10. STIKER TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K3 LINGKUNGAN KERJA
PENGENDALIAN BAHAN KIMIA
BERBAHAYA
DI TEMPAT KERJA

(Kep.Men. Tenaga Kerja No.


KEP.187/MEN/1999)

LOGO

Direktorat Pengawasan Norma K3


Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan – Kemnakertrans RI
PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA
DI TEMPAT KERJA
Kepmenaker No. KEP.187/MEN/1999

Latar belakang
Kegiatan industri yang mengolah, menyimpan,
mengedarkan, mengangkut dan mempergunakan
bahan-bahan kimia berbahaya akan terus meningkat
sejalan dengan perkembangan pembangunan sehingga
berpotensi untuk menimbulkan bahaya besar bagi
industri, tenaga kerja, lingkungan maupun sumberdaya
lainnya.
LOGO
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya

 Konvensi ILO No. 174/1993 tentang Pengendalian Bahaya


Besar (Major Accident Prevention)
 Kepmennaker No. Kep. 187/Men/1999 tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya
 SE. Mennakertrans No. SE. 140/Men/PPK-KK/II/2004
tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat-syarat Keselamatan
dan Kesehatan kerja di Industri Kimia Dengan Potensi Bahaya
Besar (Major Hazard Instalation)
• Permenaker No. Per. 03/Men/1985 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja pemakaian Asbes
• Permenaker No. Per.03/Men/1986 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja yang mengelola pestisida
• Kepdirjen PP No. 84/PPK/X/2012 tentang Tata Cara
Penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar
dan Menengah
• Kepdirpnk3 nomor kep. 001/PPK-PNK3/V/2014 tentang
Petunjuk Teknis Penetapan Potensi Instalasi/Fasilitasi di
Perusahaan
Pengurus yang :
• Menggunakan Lengkapi dengan:
• Menyimpan •LDKB
• Memakai •Label
Ps. 3 Point a
• Memproduksi
Lengkapi dengan:
• Mengangkut bahan kimia •Petugas K3 Kimia
berbahaya, wajib melakukan dan atau
pengendalian (Pasal 2) •Ahli K3 Kimia
Ps. 3 Poin b
Penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB)
Lembar Data Keselamatan Bahan
(LDKB) berisikan keterangan :
 Identitas Bahan dan  Sifat Fisika dan Kimia
Perusahaan  Stabilitas dan Reaktifitas Bahan
 Komposisi Bahan  Informasi Toksikologi
 Informasi Ekologi
 Identifikasi Bahaya
 Pembuangan Limbah
 Tindakan P3K  Pengangkutan Bahan
 Tindakan Penanggulangan  Informasi Perat.Peruu yang
Kebakaran berlaku
 Informasi Lain yang Diperlukan.
 Tindakan Mengatasi
Kebocoran & Tumpahan
 Penyimpanan & Penanganan
Bahan
 Pengendalian Pemajanan &
APD
LABEL
berisikan tentang :

 Nama produk  Instruksi Kebakaran


 Identifikasi Bahaya  Instruksi Tumpahan atau
 Tanda Bahaya dan Bocoran
Artinya  Instruksi Pengisian dan
 Uraian Risiko dan Penyimpanan
Penanggulangannya  Referensi
 Tindakan Pencegahan  Nama, Alamat dan No. Telp.
 Instruksi apabila Pabrik Pembuat atau
Terkena atau Terpapar Distributor
Contoh Label pada
wadah/botol…

Simbol Bahaya
Identitas
Bahan Kimia

Informasi Lain :
- Risiko & Keselamatan
- APD
- Penyimpanan
- Transportasi
10
Penyediaan Label dan Simbol Bahaya serta rambu lainnya
Nilai Ambang Kuantitas/NAK :

Standar kuantitas bahan kimia berbahaya


untuk menetapkan potensi bahaya bahan
kimia di tempat kerja
KRITERIA
BAHAN KIMIA BERBAHAYA

1. Bahan beracun
2. Bahan sangat beracun
3. Cairan mudah terbakar
4. Cairan sangat mudah terbakar
5. Gas mudah terbakar
6. Bahan mudah meledak
7. Bahan oksidator
8. Bahan reaktif
FASILITASI PENETAPAN BKB

PENUNJUKAN PENERIMAAN JADWAL


PERUSAHAN OLEH LAPORAN KUNJUNGAN KE
DINAS LAMPIRAN II PERUSAHAAN

- BAP PENETAPAN VERIFIKASI LAPANGAN :


- HASIL ANALISA - PUSAT, PROPINSI, DINAS
VERIFIKASI

- DINAS MENGELUARKAN SK
PENETAPAN
Lampiran II Kepmenaker 187/Men/1999
Pengisian Daftar Nama, Sifat danDiisi sesuai
informasi rating
Kuantitas Bahan Kimia Berbahaya
Diisi sesuai nama bahaya thd
perusahaan Diisi sesuai
yang alamat
tertera Diisi kesehatan
Diisisesuai
sesuai (H),
informasi
informasi
Diisi sesuai
dalam no telp/faks
perusahaan
akte yang tertera
notaris kuantitas kebakaran
maksimal
penggunaan (F)
bahan
bahan
perusahaan yang dapat kimiaDiisi
kimia Diisi
sesuai
dan
yang sesuai
stabilitas
berada
sebagai (S)
dalam
bahan
Diisidalam
sesuai akte notaris
informasi
Diisi sesuai% informasi
Nama Perusahaan : PT Jenggot Abadi
dihubungi informasiinformasi
penyimpanan,
baku, sifat
yang sifat
tertera
pendukung,proses
Alamat Diisi sesuai
: Jl volume
Jend Gatotbatas
informasi
Koco rendah
titik
Kav. LD50
51 dan
dan
Surabaya LC50
Diisi
Jawa yang
sesuai
Timur NAB
Diisi sesuai: 45856120
nama mudah meledak
No Diisi
Telp/Fax batasbahan
nyala/flash atas
point dapat
yang terbakar
tertera dalam
oksidator
LDKB
yang
maupun
bag.
tertera
dalam
bahan yang LDKB
jaringan
jadi atau
dalam
sesuaikimia dan nomor CAS tertera yang
dalam tertera
NFPA
perpipaan
penyimpanan rating
ataupun
tertera yang
dalam tertera
LDKB dalam
bag. 9 LDKB 11
dalam LDKB bag.
yang tertera dalam
no urut LDKB Sifat Bahan Kimia dalam
LDKB bag. proses LDKB
3, 10 bag.
Klas
bag. 5 , 9 atau 10 8 Eksplosif
1,2,3… bag 2 atau 3
Batas Mudah Toksisitas Oksidtor 3, 10
NFPA

Titik Terbakar Kuantit


No Nama Bahan Nyala Batas Batas LD50 mulut LD50 kulit LC50 Ya Tdk Ya Tdk H F S as Ket
NAB
(0C) Terendah Tertinggi (mg/KgBB) (mg/KgBB) napas (ppm) Bahan
/LFL (%) /UFL (%) (ppm/m
g/l)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 LPG -60 1,8 8,5 - - 658 1000 V V 2 TON Pros


(68476-85-7) es
2 Sodium Hidroksida, - - - - - - V V 3 0 1 5 TON Tang
40% (1310-73-2) ki
3 Ammonia, 25% - - - 350 - 400 V V 25 Pros
(7664-41-7) TON es
4 Asam Sulfat 95- 2140 - - 1 V V 50,100 Tang
98% (7664-93-9) mg/m3 Kg ki
5 Benzena -1 1,2 8 636 12124 - V V 2 3 0 12500 Gud
(71-43-2) L ang
Berita Acara
A. PENETAPAN POTENSI BAHAYA INSTALASI

IDENTIFIKASI DAN LAPORAN


• Nama Bahan
• Sifat Bahan
• Kuantitas Bahan
Formulir Laporan Seperti Lamp. II
Kepmenaker No.187/1999

Pemeriksaan oleh Dinas Tenaga Kerja


Kabupaten/ Kota/Propinsi
Administratif Berita acara
Lapangan verifikasi

Penetapan Potensi Bahaya Instalasi

Potensi Bahaya Besar Potensi Bahaya Menengah


Kewajiban : Kewajiban :
a. Petugas K3 Kimia : a. Petugas K3 Kimia :
- Non shift : 2 org - Non shift : 1 org
- Shift : 5 org - Shift : 3 org
b. Ahli K3 Kimia b. Menyusun DPPB Menengah
c. Menyusun DPPB Besar c. Lapor perubahan
d. Lapor perubahan d. Riksa Uji faktor kimia ≤ 1 tahun 1 x
e. Riksa Uji faktor kimia ≤ 6 bln 1 x e. Riksa Uji instalasi setiap ≤ 3 th 1 x
f. Riksa Uji instalasi setiap≤ 2 th 1 x f. Pemeriksaan Kesehatan TK 1 th 1 x
g. Pemeriksaan Kesehatan TK 1 th 1 x
B. PERSETUJUAN DOKUMEN PENGENDALIAN
POTENSI BAHAYA

Dokumen Pengendalian
Potensi Bahaya Besar / Menengah

Penelitian kebenaran

Tahap I : Verifikasi Dokumen dan Lapangan

Berita acara
verifikasi

Tahap II : Pemaparan Komprehensif

Risalah rapat

Pembubuhan persetujuan oleh


instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah Provinsi/Kabuapaten/Kota
DOKUMEN PENGENDALIAN POTENSI
BAHAYA BESAR Berisikan :

 BAB I : Pendahuluan
 BAB II : Gambaran Umum Proses Produksi
 BAB III : Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Risiko
 BAB IV : Kegiatan Tehnis, Rancang
Bangun, Konstruksi, Pemilihan Bahan Kimia,
Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi
 BAB V : Kegiatan Pembinaan Tenaga Kerja
 BAB VI : Rencana dan Prosedur Keadaan
Darurat
 BAB VII : Prosedur Kerja Aman
 BAB VIII : Penutup
Dokumen Pengendalian Potensi
Bahaya
www.thmemgallery.com
SE No. 140 / DPKK/III/2004
PEMENUHAN KEWAJIBAN SYARAT-SYARAT KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DI INDUSTRI KIMIA DENGAN POTENSI BAHAYA BESAR
(MAJOR HAZARD INSTALLATION)

 bencana industri (major accident) telah


menimbulkan kerugian yang tidak sedikit baik
tenaga kerja, moril dan material.
 Guna mengantisipasi terulangnya kembali
bencana industri tersebut dipandang perlu
mengambil langkah-langkah segera dan
sistimatis untuk mengendalikan potensi bahaya
industri kimia baik potensi bahaya berskala
kecil, sedang maupun potensi bahaya besar
(major hazard installation).
SE No. 140 / DPKK/III/2004

1. Melaksanakan secara utuh ketentuan dalam


Kepmenaker No. Kep. 186/Men/1999 tentang
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat
Kerja meliputi :
 Pengendalian setiap bentuk energi;
 Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran
dan sarana evakuasi;
 Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
 Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat
kerja;
 Menyelenggarakan latihan dan gladi penanggulangan
kebakaran secara berkala.;
 Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat
kebakaran;
 Memiliki Ahli K3 Kebakaran, koordinator unit
penanggulangan kebakaran dan petugas peran
kebakaran;
SE No. 140 / DPKK/III/2004

2. Melaksanakan secara utuh ketentuan dalam


Kepmenaker No. Kep. 187/Men/1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di
Tempat Kerja, meliputi :
 Penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan dan label;
 Memiliki Ahli K3 Kimia dan Petugas K3 Kimia;
 Menyampaikan daftar nama dan sifat kimia serta kuantitas
bahan kimia berbahaya (Formulir Lampiran II Kep.
187/Men/1999)
 Membuat Dokumen Pengendalian Instalasi Potensi Bahaya
Besar / Menengah.
 Melakukan riksa uji faktor kimia sekurang-kurangnya /6 bln.
 Melakukan riksa uji instalasi sekurang-kurangnya 2 tahun
sekali;
 Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
SE No. 140 / DPKK/III/2004

3. Review sistem tanggap darurat


(emergency response) bagi perusahaan
yang sudah memiliki sistem tersebut.

4. Bagi perusahaan yang belum memiliki


sistim tanggap darurat (emergency
response) untuk segera membuat
sistem tersebut.
K3 PESTISIDA
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
No. 03/Men/1986)
Pendahuluan
 Komisi Pestisida beranggotakan wakil dari berbagai instansi
terkait serta perguruan tinggi, yaitu wakil dari Departemen
Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, Departemen Kehutanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Departemen Tenaga Kerja, Menteri
Negara Lingkungan Hidup, Badan POM, Institut Pertanian Bogor
dan Universitas Gadjah Mada.
 Pengawasan :
 Pengawas Ketenagakerjaan : Setiap orang atau pengusaha yang
mengedarkan, menyimpan atau menggunakan pestisida wajib
memberikan kesempatan kepada pengawas K3 yang ditunjuk
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sesuai dengan UU No. 1
Tahun 1970
 Pengawas Pestisida : Berasal dari anggota Komisi Pestisida
diberi wewenang oleh Menteri Pertanian berdasarkan PP No. 7
tahun 1973.
DASAR-DASAR K3 PESTISIDA
Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan
virus yang digunakan untuk :

 Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang


merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
 Memberantas rerumputan
 Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
 Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-
bagian tanaman tidak termasuk pupuk
 Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak
 Memberantas atau mencegah hama-hama air,
 Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan
 Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
Sasaran
 Berdasarkan
Insektisida Serangga
sasaran
penggunaan Akarisida Tungau

Nematisida Nematoda

Moluscisida Siput

Herbisida Tanaman pengganggu

Fungisida Cendawan

Bakterisida Bakteri

Rodentisida Binatang pengerat

Antibiotika Kuman-kuman, dsb


Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Berdasarkan jalan masuk
 Kulit
 Mulut, dan
 Paru-paru
 Bentuknya
 Cairan yang dapat diemulsikan (EC)
 Cairan yang larut dalam air (WSC)
 Larutan
 Debu
 Bubuk yang dapat disuspensikan
 Bubuk yang dapat larut dalam air
 Pellet
 Tablet
 Butiran
 Kristal
 Aerosol
 Gas cair
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Struktur kimia
 Organo chlor
 Organo phospat
 Paraquat
 Dan lain-lain

 Daya racun (toksisitas) atau Tingkat


toksisitas berdasarkan LD 50 dan LC 50
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Berdasarkan tingkat bahaya
 Berdasarkan sifat fisik dan kimia pestisida dan tingkat bahaya
pestisida, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu:
1. Pestisida yang dapat didaftarkan; dan
2. Pestisida yang dilarang
 Kriteria pestisida yang dilarang sesuai ketentuan internasional
adalah pestisida yang termasuk ke dalam ketegori:
 Formulasi pestisida termasuk kelas la, artinya sangat
berbahaya sekali dan Ib artinya berbahaya sekali menurut
klasifikasi WHO;
 Mempunyai LC50 inhalasi formulasi lebih kecil dari 0,05 mg/l
selama 4 jam periode pemaparan;
 Mempunyai indikasi karsinogenik, onkogenik, teratogenik, dan
mutagenik.
Jenis dan Klasifikasi Pestisida
 Berdasarkan cara penggunaan
Berdasarkan cara penggunaannya, pestisida dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Pestisida untuk penggunaan umum; dan
2. Pestisida untuk penggunaan terbatas
Jenis perijinan Pestisida
A. Izin Percobaan
 Izin Percobaan diberikan dengan maksud agar pemohon dapat membuktikan kebenaran atas klaim produk yang akan
didaftarkannya, yaitu klaim yang berkaitan dengan mutu, efikasi dan toksisitas pestisida.
 Izin Percobaan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing untuk jangka
waktu satu tahun.

B. Izin Sementara
 Izin Sementara pestisida diberikan dengan maksud agar pemohon pendaftaran dapat melengkapi data dan informasi sesuai
dengan persyaratan teknis dan administrasi yang telah ditetapkan.
 Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara dapat diproduksi/diedarkan atau digunakan dalam jumlah yang terbatas dan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.
 Izin Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 3 (tiga) kali, masing-masing untuk jangka waktu satu
tahun.

C. Izin Tetap
 Izin Tetap pestisida diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi seluruh persyaratan baik teknis maupun administrasi.
 Pestisida yang telah memperoleh Izin Tetap dapat digunakan/diedarkan secara komersial dengan jumlah yang tidak terbatas
dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.
 Izin Tetap berlaku salama 5 (lima) tahun.
 Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara maupun Izin Tetap namun apabila diketahui menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup, maka Menteri Pertanian dapat mencabut status izin pestisida tersebut.

 Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973,


maka sebelum ijin dari Menteri Pertanian dikeluarkan, harus terlebih
dahulu mendapatkan rekomendasi keselamatan dan kesehatan kerja
dari Menteri Tenaga Kerja.
DIAGRAM TATACARA PENDAFTARAN PESTISIDA

Pengajuan permohonan izin dengan dilampiri persyaratan


administrasi kepada Dokumen permohonan
PEMOHON pendaftaran
Menteri Pertanian melalui Kepala Pusat Perlindungan
Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Evaluasi administrasi oleh Kepala Pusat selambat-
lambatnya 3 hari

DITERIMA selanjutnya disampaikan DITOLAK


kepada Dirjen dengan form model I Pemberitahuan tertulis
Dengan form model II
EVALUASI teknis oleh Dirjen
Izin percobaan disampaikan ke pemohon
Diterima dan dikeluarkan izin percobaan oleh Dirjen melalui Kepala Pusat
a.n Menteri Pertanian
Pemohon menyerahkan sempel ke Dirjen
melalui Kepala Pusat untuk UJI MUTU oleh
Lembaga Uji yang ditunjuk

Hasi Uji Mutu dari Kepala Pusat diserahkan ke


Dirjen untuk dievaluasi selambat-lambatnya 3
hari

SESUAI, sampel DISEGEL oleh Dirjen TIDAK SESUAI, diminta uji ulang dengan
pemberitahuan tertulis oleh Dirjen
melalui Kepala Pusat dengan form
Pengujian
model III
LEMBAGA PENGUJIAN EFIKASI DAN Hasil Uji EVALUASI oleh Tim Teknis, selanjutnya dibahas oleh
TOKSISITAS KOMPES

DITERIMAKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN (IZIN DITUNDA


DITOLAK
SEMENTARA/TETAP) selambat-lambatnya 90 hari kerja. Pemberitahuan tertulis oleh Dirjen melalui Kepala
Pemberitahuan tertulis oleh
Apabila > 90 hari kerja belum ada Keputusan ditetapkan Pusat dengan form model IV, diminta melengkapi
Dirjen melalui Kepala Pusat
oleh Dirjen a.n Menteri Pertanian data selambat-lambatnya 7 Hari Kerja
dengan form model IV

Keputusan Menteri Pertanian tentang PENDAFTARAN dan IZIN PESTISIDA di


sampaikan kepada pemohon melalui Kepala Pusat
KETERANGAN YANG WAJIB DICANTUMKAN
PADA LABEL KEMASAN PESTISIDA

1. Nama dagang formula;


2. Jenis pestisida;
3. Nama dan kadar bahan aktif;
4. Isi atau berat bersih dalam kemasan;
5. Peringatan keamanan;
6. Klasifikasi dan simbol bahaya;
7. Petunjuk keamanan;
8. Gejala keracunan;
9. Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
10. Perawatan medis;
11. Petunjuk penyimpanan;
12. Petunjuk penggunaan;
13. Piktogram;
14. Nomor pendaftaran;
15. Nama dan alamat serta nomor telepon pemegang nomor pendaftaran;
16. Nomor produksi, bulan dan tahun produksi (batch number) serta bulan dan
tahun daluwarsa;
17. Petunjuk pemusnahan.
CONTOH LABEL PESTISIDA
KLASIFIKASI DAN SIMBOL
BAHAYA PESTISIDA
Kelas bahaya
Pernyataan bahaya Warna Simbol bahaya Simbol Kata
Ia
Sangat berbahaya
sekali Sangat beracun Cokelat tua

sangat beracun
Ib
Berbahaya sekali
Beracun Merah tua

beracun
II
Berbahaya
Berbahaya Kuning tua

berbahaya
III
Cukup berbahaya
Perhatian Biru muda

Perhatian
IV
Tidak berbahaya Hijau
pada penggunaan
normal
Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan di Tempat
Kerja yang mengelola Pestisida
( Permenakertrans No. Per.03/Men/1986 )
Tenaga Kerja ( Pasal 2)

 Berumur lebih dari 18 tahun.


 Telah menjalani pemeriksaan kesehatan
 Telah mendapat penjelasan tentang cara pengelolaan pestisida serta
latihan P3K .
 Tidak boleh mengalami paparan lebih dari 5 jam sehari dan 30 jam
seminggu
 Memakai alat pelindung diri yang sesuai.
 Menjaga kebersihan badan, pakaian, alat pelindung diri, perlengkapan
kerja, tempat kerja .
 Dalam penyemprotan tidak boleh menggunakan pestisida dalam
bentuk debu.
 Tidak dalam keadaan mabuk atau kekurangan lain, fisik maupun mental .
 Tenaga kerja yang luka atau mempunyai penyakit kulit dilarang bekerja ,
kecuali bila dilakukan tindakan perlindungan.
 Dilarang bekerja bagi wanita hamil atau menyusui
……………..lanjutan………….

- Tanda - tanda peringatan (Pasal 3)


- Sanitasi dan kebersihan (Pasal 4)
- Nilai Ambang Batas (NAB) dan Pengendalian Bahaya (Pasal 5)
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kerja (Pasal 6)
- Pemeriksaan Kesehatan Kerja (Pasal 7)
- Syarat - syarat penyimpanan (Pasal 8)
- Syarat - syarat pengangkutan (Pasal 9)
- Wadah (Pasal 10)
- Peralatan dan Alat Pelindung Diri (Pasal 11)
- Pencampuran dan penggunaan dalam ruang tertutup (Pasal 12)
- Limbah dan Pemusnahan (Pasal 13,14)
- Kewajiban pengurus (Pasal 15)
Tanda-tanda peringatan ( Pasal 3 )

 Pada tempat kerja harus di pasang tanda


peringatan, seperti AWAS BAHAN MUDAH
MELEDAK “; “AWAS BAHAN BERACUN “ dsb.

 Pada tempat kerja harus di pasang gambar alat


pelindung diri yang wajib dipakai.
Sanitasi dan kebersihan ( Pasal 4 )

 Tempat kerja harus di


jaga kebersihannya dan
bebas dari ceceran
bahan pestisida atau
bahan kimia lain.
Nilai Ambang Batas (NAB)
dan Pengendalian Bahaya ( Pasal 5)

a. Kadar pestisida di tempat kerja tidak boleh melebihi


nilai ambang batas yang di tentukan. NAB faktor
kimia dapat di lihat di Permenakertrans No. 05
tahun 2018 tentang lingkungn kerja.
b. Tempat yang mengelola pestisida harus di pasang
alat pengendali bahaya dan alat deteksi, ventilasi
dan instalasi pemadam kebakaran.
c. Setiap bahan harus di beri kode secara jelas
sehingga mudah di bedakan dengan bahan-bahan
yang lain.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kerja
( Pasal 6 )

a. Tempat dimana dikelola pestisida harus menyediakan


fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja merupakan
upaya dalam rangka perlindungan tenaga kerja terhadap
gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau
lingkungan kerja, meningkatkan kesehatan badan, kondisi
mental (rohani) dan kemampuan fisik.
c. Pelayanan kesehatan kerja yang baik akan meningkatkan
derajat kesehatan tenaga kerja yang merupakan salah
satu faktor meningkatkan produktivitas kerja melalui
upaya-upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 03/Men/1982
tentang Pelayanan Kesehatan Kerja yang menyatakan
bahwa perusahaan wajib melaksanakan pelayanan
kesehatan kerja dan melaporkan hasil-hasilnya.
Pemeriksaan Kesehatan Kerja ( Pasal 7 )

a. Tenaga kerja harus mendapatkan pemeriksaan


kesehatan berkala 1 kali dalam setahun dan
pemeriksaan khusus sekurang-kurangnya satu kali
dalam enam bulan. Jenis pemeriksaan mengacu
pada Permenakertrans No. 02/Men/1980 berupa
pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani,
rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan
laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang
dianggap perlu.

b. Pemeriksaan khusus dilakukan sesuai dengan


jenis pestisida yang di gunakan. Pemeriksaan
khusus ini antara lain dengan metode-metode
biological monitoring, antara lain pemeriksaan
darah, urine dll.
Syarat –syarat penyimpanan ( Pasal 8 )

a. Lokasi gudang harus terpisah dari aktivitas umum dan tidak


terkena banjir dan lantai gudang harus miring.
b. Dinding dan lantai gudang harus kuat dan mudah di bersihkan.
c. Pintu ditutup rapat dan di beri tanda peringatan atau dengan tulisan
atau gambar.
d. Selalu di kunci apabila tidak ada kegiatan.
e. Tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain.
f. Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu
memenuhi ketentuan yang berlaku.
g. Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran. APAR ( Alat
pemadam api ringan ) harus tersedia pada jarak 15 meter.
h. Perhatikan dan patuhi ketentuan yang tertulis dalam Lembar
Keselamatan Bahan ( SDS ).
Syarat-syarat pengangkutan ( Pasal 9 )

 cegah agar tidak terjadi tumpahan atau


percikan dan di awasi seorang petugas sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku. Dalam Kepmenaker No. 187/Men/1999
menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai potensi
bahaya kimia wajib mempekerjakan petugas K3 Kimia dan
Ahli K3 Kimia.
Wadah ( Pasal 10 )
a. Wadah pestisida harus kuat tidak mudah pecah,
bocor, robek atau bereaksi dengan isinya dan
selalu dalam keadaan tertutup rapat. Tidak ada
ketentuan jenis wadahnya, namun harus
disesuaikan dengan jenis bahan dan bahaya
pestisida.
b. Harus di beri label yang sesuai.
c. Wadah yang kosong harus segera di musnahkan
atau dibersihkan dengan cara yang aman sesuai
dengan bentuk dan sifat pestisida.
ClickTransport pictograms
to edit Master title style
• Click to edit M aster text styles
4

– Second level
• Third level
– Fourth level
» Fifth 4level 5.1
4

‹date/time› ‹footer› ‹#›


UNITED NATIONS
Peralatan dan Alat Pelindung Diri ( Pasal 11 )

a. Semua peralatan harus sesuai dengan syarat-syarat K3.


b. Semua peralatan yang akan di perbaiki harus dibersihkan
pada tempat khusus.
c. Tenaga kerja harus menggunakan alat pelindung diri.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang
digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi
seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya
potensi bahaya/kecelakaan kerja.
Secara teknis APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi
tubuh tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan
kecelakaan yang terjadi. Dengan kata lain, meskipun telah
menggunakan alat pelindung diri, upaya pencegahan
kecelakaan kerja secara teknis adalah yang paling utama.
Pencampuran dan penggunaan
dalam ruang tertutup ( Pasal 12).

a. Peralatan untuk mengolah pestisida tidak boleh di


gunakan untuk keperluan lain dan di beri tanda
yang jelas.
b. Persiapan dan pencampuran harus dilakukan
sedemikian sehingga mencegah terjadinya
kontaminasi dengan tenaga kerja.
c. Petugas atau pengawas tidak boleh meninggalkan
tempat selama kegiatan persiapan dan
pencampuran.
d. Jika pestisida digunakan di ruang tertutup , maka
setelah selesai penyemprotan, ruang harus diberi
tanda “ dilarang masuk tanpa alat pelindung diri”
untuk jangka waktu tertentu.
Limbah dan Pemusnahan ( Pasal 13,14 )

a.Air limbah yang akan di buang harus


memenuhi nilai baku mutu lingkungan

b.Dilakukan pengawasan terus menerus


untuk mengetahui mutu air buangan.

c.Pemusnahan pestisida atau wadah


harus dengan cara yang tidak
membahayakan tenaga kerja dan
lingkungan.
Kewajiban pengurus ( Pasal 15 )

a. Menyediakan fasilitas perawatan dan pencucian


dan penyimpanan : pakaian dan alat pelindung diri.
b. Menyediakan air, sabun, handuk dan tempat mandi
c. Menyediakan fasilitas makan dan minum
d. Membuat prosedur dan unit penanggulangan
keadaan darurat.
Sangsi ( Pasal 17 )
 Sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970, kurungan 3
bulan atau denda seratus ribu rupiah.
K3 PEMAKAIAN BAHAN YANG
MENGANDUNG
ASBES DI TEMPAT KERJA
LATAR BELAKANG
• INDUSTRI ASBES SEMAKIN MENINGKAT DAN
PEMAKAIAN ASBES SEMAKIN MELUAS. SEPERTI
UNTUK :
▫ Atap. Langit-langit. Flat sheet board. Corn
blok. Insulasi panas. Brake sistem. Lining dan
pad. Dan lain-lain.
▫ Membutuhkan kira-kira 60 metrik ton per
tahun bahan asbestos.
• Meningkatnya kasus – kasus akibat dampak
penggunaan asbestos di berbagai negara seperti :
▫ JEPANG : 541 KASUS (2001);
▫ AUSTRALIA : 21 – 30 /1 JUTA PENDUDUK;
▫ DI ITALIA : 4 -12 /100 RIBU PENDUDUK
MATI AKIBAT MESHOTELIOMA

• Oleh karenanya perlu upaya melidungi tenaga


kerja terhadap dampak kesehatan yang
ditimbulkan sehubungan dengan pemakaian asbes
di Indonesia.
Berdasarkan rumus kimianya, asbes dibagi dalam 2
golongan dan 6 jenis
A. Fibrous serpentine
1. chrysotile (white asbestos): Mg3(Si2O6)(OH)

B. Fibrous amphiboles
2. amosite (brown asbestos): (Fe,Mg)(Si8O22)(OH)2
3. tremolite : Ca2Mg5(Si8O22)(OH)2
4. crocidolite (blue asbestos): Na2Fe(2+)3Fe(3+)2(Si8O22)(OH)2
5. actinolite: Ca(Mg,Fe)8(Si8O22)(OH)2
6. anthophyllite (Mg,Fe)(Si8O22)(OH)2

• Semua jenis asbestos ini adalah hydrated silikat,


• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa chrysotile asbestos, yang
termasuk golongan fibrous serpentine mempunyai biopersistence yang
lebih rendah, karena itu juga mempunyai toksisitas yang lebih rendah
dari asbestos jenis lainnya (Dunnigan J, 2003, Bernstein. DM, Rogers R
and Smith P, 2004)
• Industri di Indonesia umumnya menggunakan chrysotile asbestos
Dasar hukum
1. PP No. 74 tahun 2001, mengenai
Pengelolaan B3.
2. Kepres No. 22 tahun 1993 tentang
Penyakit yang Timbul Karena Hubungan
Kerja.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03
tahun 1985, tentang Syarat-syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Penggunaan Asbestos.
4. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.
01 tahun 1997, tentang Nilai Ambang
Batas Faktor-faktor Kimia di
Lingkungan Kerja.
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3) SEBAGAI PERLINDUNGAN DASAR
1. Undang – undang no.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja.
 Memenuhi syarat – syarat keselamatan kerja
 Melakukan pemeriksaan kesehatan
 Menunjukkan kondisi dan bahaya yang timbul di
tempat kerja, semua pengaman dan alat-alat
perlindungan, alat pelindung diri dan cara dan sikap
kerja aman
 Melapor kecelakaan
 Memasang gambar keselamatan dan menyediakan
secara cuma-cuma alat pelindung diri.
KEWAJIBAN TENAGA KERJA
• Menggunakan apd yang diperlukan selama
bekerja
• Memakai respirator atau apd khusus utk tempat²
dimana kadar asbes melampaui nab
• Melepas dan menyimpan apd pada tempat yang
telah di tentukan
• Melapor pada pengurus bila :
▫ Kerusakan alat kerja
▫ Kerusakan apd
▫ Kerusakan alat ventilasi atau alat pengaman lain di
ruang kerja
Bentuk Pengendalian K3 Asbes

• Ventilasi
Air extraction unit

Source: HSE Guidance Note HSG 247 – reproduced


under the terms of the click-use licence
 Pengendalian Debu Asbes
 PEMERIKSAAN
KESEHATAN TENAGA KERJA

• Tk yang terlibat proses/pekerjaan memakai asbes


wajib diperiksa kesehatannya
• Pemeriksaan kesehatan harus rutin dilaksanakan 1
x dalam setahun
• Meliputi :
▫ Rontgen thorax
▫ Riwayat pekerjaan
▫ Riwayat merokok
▫ Pengujian kimia
▫ Tes fungsi paru
• DAMPAK DEBU SERAT ASBES DI UDARA
MEMBAHAYAKAN MANUSIA/TENAGA KERJA
YANG SECARA LANGSUNG TERLIBAT DALAM
PROSES PRODUKSI YANG MENGGUNAKAN
ASBES.

• Tiga Konsekuensi Terpapar Debu Asbes di


udara Lingkungan Kerja :
 Asbestosis : fibrosis jaringan lunak paru-paru;
 Kanker paru-paru : kanker pada saluran
pernapasan bagian atas;
 Mesothelioma : kanker dinding perut.
 ALAT PELINDUNG DIRI
• Apd dan pakaian kerja yang telah dipakai pekerja
tdk boleh dipakai lagi oleh tk lain kecuali sudah
dibersihkan
• Pembersihan apd dilakukan didalam pabrik
• Pakaian kerja dibersihkan di :
▫ Tempat kerja
▫ Binatu diluar tempat kerja dan diberi label “pakaian
mengandung asbes”
▫ Disimpan ditempat yang ditentukan
Pelaporan

• Pengurus wajib membuat laporan dan


menyampaikan kepada Menteri melalui kantor
dinas tenaga kerja setempat.
• Lampiran II Kep. 187/1999
Chrysotile Cement Manufacturer
Process Flow
Material Preparation Process Product forming

CHRYSOTILE MATERIAL PRODUCT SHEET


INPUT MIXING FORMING FORMING

Drying Process
Waste Handling
SCHREIDER Dry Waste Wet Waste
DRYING
Recycling Recycling

Drying &
Quality Qontrol

DELIVERY STORAGE

DRYING & DESTACKING


QUALITY TESTING PROCESS
MATERIAL SETORAGE
• Content : CHRYSOTILE FIBRE
Raw Material Storage & PULP

• Transportation : Forklift
RAW MATERIAL STORAGE

CEMENT CILLO • Content : Cement


(HOLCIM PORTLAND TYPE-1A)

• Filling System : COMPRESSING BY


CEMENT TRUCK

• Safety Balance ;
- Air Pressure : BLOWER
- Debris : DUST COLLECTOR
SILO Machine 1
• Buffer Stock : MAX. 5 days product/machine
MATERIAL PREPARATION
CHRYSOTILE INPUT – BAG OPENER

BAG OPENER • Function : Open asbestos


fiber bag
• Work Process : Auto proses
• Material transport : Belt Conveyor
• Safety Balance : Dust Collector

• Equipment : Electric Cutter


: Hooking
: Lumb Breaker
EDGE MILL PROCESS

EDGE MILL • Function : To separate asbestos fiber

• Work System : Auto process

• Safety Balance : Closed process


MATERIAL PREPARATION
MIXING PROCESS

MIXER • Funtion : To steer mixed material


(cement, fiber, pulp and
water)

• Work System : Auto process

• Safety Balance : Load Cell & Dust


Collector
MAIN MACHINE
DRY WASTE GRINDING MACHINE
SHEET FORMING- 1 (STACKING)
SHEET FORMING- 2 (CURRING)
SHEET FORMING- 3 (DESTACKING)
PRODUCTS CURTRING & DRYING
FINISHED PRODUCT
DELIVERY
LOADING UNLOADING

Anda mungkin juga menyukai