Disusun oleh:
Nim : 1911102415107
Kelas :C
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi yang paling
dominan yang memiliki beban finansial yang penting di tengah masyarakat. Di
AS, ISK bertanggung jawab atas lebih dari 7 juta kunjungan dokter setiap
tahunnya. Kurang lebih 15% dari semua antibiotik yang diresepkan untuk
masyarakat di AS diberikan pada ISK dan data dari beberapa negara Eropa
menunjukkan level yang setara. Di AS, ISK terhitung mencapai lebih dari
100,000 kunjungan rumah sakit setiap tahunnya.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua kategori umum berdasarkan
lokasi anatomi, yaitu :
1. Infeksi saluran kemih bawah
2. Infeksi saluran kemih atas, infeksi saluran kemih atas terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Pielonefritis akut adalah suatu reaksi inflamasi yang terjadi karena
infeksi pada pielum dan parenkim ginjal. Biasanya kuman berasal dari
saluran kemih bagian bawah naik ke ginjal melalui ureter. Kuman -
kuman itu antara lain adalah E Colli, Proteus, Klebsiella, Strep faecalis
dan enterokokus. Kuman Stafilokokus aureus dapat menyebabkan
pielonefritis melalui penularan secara hematogen, meskipun sekarang
jarang dijumpai.
b. Pielonefritis kronis adalah cedera ginjal yang disebabkan oleh infeksi
ginjal berulang atau persisten. Hal ini terjadi hampir secara eksklusif
pada pasien dengan anomali anatomi utama, termasuk obstruksi saluran
kemih, bate struvite, displasia ginjal, atau, paling sering, refluks
vesicoureteral (Vur) pada anak-anak. Kadang-kadang, diagnosis ini
didirikan berdasarkan bukti radiologis diperoleh selama evaluasi untuk
infeksi saluran kemih berulang (ISK) pada anak-anak. Vur adalah cacat
bawaan yang mengakibatkan inkompetensi katup ureterovesical karena
segmen intrauniversitas pendek. Kondisi ini hadir dalam 30-40% anak
muda dengan gejala UTI dan di hampir semua anak dengan bekas luka
ginjal. Vur juga dapat diperoleh oleh pasien dengan kandung kemih
lembek karena cedera saraf tulang belakang. Vur diklasifikasikan
menjadi 5 kelas (IV), menurut tingkat peningkatan refluks.
C. Etiologi
Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan infeksi saluran kemih sejauh
ini adalah Escherichia coli yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap 80%
kasus infeksi, 20% sisanya disebabkan oleh bakteri Gram negatif lain seperti
Klebsiella dan spesies proteus, dan bakteri Gram positif seperti Cocci,
Enterococci, dan Staphylococcus saprophyticus. Organisme
terakhir dapat ditemui pada kasus-kasus infeksi saluran kemih wanita muda yang
aktif kegiatan seksualnya. Infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan
abnormalitas struktur saluran kemih sering disebabkan oleh bakteri yang lebih
resisten seperti Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter dan spesies Serratia.
Bakteri-bakteri ini juga sering ditemui pada kasus infeksi saluran kemih,
terutama pada pasien yang mendapatkan diagnosa infeksi saluran kemih. (B,
2003)
Selain karena bakteri, faktor lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
infeksi saluran kemih antara lain kehamilan, menopause, batu ginjal, memiliki
banyak pasangan dalam aktivitas seksual, penggunaan diafragma sebagai alat
kontrasepsi, inflamasi atau pembesaran pada prostat, kelainan pada uretra,
immobilitas, kurang masukan cairan, dan kateterisasi urin. (B, 2003)
D. Patofisiologi
Dua jalur utama terjadinya infeksi saluran kemih adalah hematogen dan asending,
tetapi dari kedua cara ini jalur asending yang paling sering terjadi. (E, 2006)
1. Infeksi hematogen
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah, karena menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien yang
sementara mendapat pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa
juga timbul akibat adanya fokus infeksi di salah satu tempat. Misalnya
infeksi Staphylococus aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau di tempat lain.
Salmonela, Pseudomonas, candida, dan proteus termasuk jenis bakteri yang
dapat menyebar secara hematogen. Ginjal yang normal biasanya mempunyai
daya tahan terhadap infeksi bakteri Escherichia coli karena itu jarang ada
infeksi hematogen Escherichia coli. Walaupun jarang terjadi, penyebaran
hematogen ini dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat misalnya
infeksi stafilokokus dapat menimbulkan abses pada ginjal.
2. Infeksi ascending
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kemih yang normal umumnya tidak mengandung
mikroorganisme kecuali pada bagian distal uretra yang biasanya juga
dihuni oleh bakteri normal kulit seperti basil difteroid, streptokokus. Di
samping bakteri normal flora kulit, pada wanita, daerah 1/3 bagian distal
uretra ini disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis juga
banyak dihuni bakteri yang berasal dari usus karena letak anus tidak
jauh dari tempat tersebut. Pada wanita, kuman penghuni terbanyak pada
daerah tersebut adalah Escherichia coli di samping golongan
enterobakter dan S. fecalis.
1. Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik per oral yang efektif terhadap bakteri coliform aerobik
gram negatif, seperti E coli, adalah pilihan terapi pada pasien dengan infeksi
saluran kemih bagian bawah. Pemilihan terapi antibiotik perlu
mempertimbangkan adanya resistensi obat, riwayat terapi sebelumnya, dan
hasis kultur dan resistensi.
Sistitis Uncomplicated
Pada sistitis uncomplicated, dapat diberikan nitrofurantoin selama 5 hari.
Pilihan antibiotik lain adalah kotrimoksazol dengan durasi terapi 7 hari.
Nitrofurantoin monohidrat diberikan 100 mg, 2 kali sehari selama setidaknya
5 hari. Sementara itu, kotrimoksazol dapat diberikan 160/800 mg, 2 kali
sehari selama 7 hari. Kotrimoksazol hanya dipilih jika tingkat resistensi lokal
di bawah 20%. Pilihan antibiotik lain adalah fosfomycin trometamol dosis
tunggal 3 gram; atau pivmecillinam 400 mg, 3 kali sehari selama setidaknya
3 hari.
Sistitis Complicated
Pasien dengan sistitis complicated mengalami peningkatan risiko kegagalan
terapi. Sistitis complicated dapat timbul pada pasien dengan diabetes, gejala
selama 7 hari atau lebih sebelum mencari perawatan, gagal ginjal, kelainan
fungsional atau anatomi saluran kemih, transplantasi ginjal, terpasang kateter,
atau imunosupresi.
Pilihan terapi pada pasien dengan sistitis complicated adalah:
a. Ciprofloxacin 500 mg, 2 kali sehari, per oral, selama 7-14 hari
b. Levofloxacin 750 mg, sekali sehari, per oral, selama 5 hari
Terapi yang diutamakan adalah terapi oral. Terapi intravena dapat dipilih
jika pasien tidak dapat mentoleransi terapi oral. Durasi terapi adalah
sesingkat mungkin sesuai dengan respon klinis pasien. Jika dirasa perlu,
maka dapat digunakan terapi dengan durasi lebih panjang (10-14 hari). Pada
pasien yang mendapat terapi intravena, dapat dilakukan konversi ke terapi
oral segera setelah gejala klinis membaik.
Pyelonephritis Uncomplicated
Pada pasien pyelonephritis uncomplicated, masih dapat dilakukan terapi
rawat jalan. Untuk pemberian antibiotik empiris awal pada pasien dengan
pyelonephritis akut yang tidak memerlukan rawat inap, dapat diberikan 1-2 g
ceftriaxone intravena, diikuti dengan fluoroquinolone oral sampai diperoleh
hasil dari tes kultur. Pilihan terapi oral antara lain:
a. Ciprofloxacin 500 mg, 2 kali sehari, selama 7 hari
b. Levofloxacin 750 mg, sekali sehari, selama 5 hari
c. Ceftibuten 400 mg, sekali sehari, selama 10 hari
d. Cefpodoxime proxetil 200 mg, 2 kali sehari, selama 10 hari
e. Kotrimoksazol 16/800 mg, 2 kali sehari, selama 14 hari
Pyelonephritis Complicated
Meskipun tidak semua kasus pyelonephritis complicated memerlukan rawat
inap, perawatan perlu dipertimbangkan pada pasien yang tampak sakit berat
atau menunjukkan gejala sepsis. Pasien juga mungkin perlu dirawat inap jika
mengalami demam dan nyeri persisten, tidak mampu mempertahankan
hidrasi, atau tidak mampu mengonsumsi obat per oral.
Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 10 g/dL
Hct : 40 %
GDS : 267 mg/dl
Leukosit : 13,5 ribu/mm3
Eritrosit : 3,8 juta/mm3
G. SOAP
No Problem Subjektif Objektif Assessment Plan
Medik
1. Infeksi Hasil pemeriksaan Pasien Obat Karena pasien
Saluran fisik : mengeluh nyeri Kurang memiliki riwayat
Kemih TD : 140/100 pada perut Tepat alergi dengan
mmHg bagian bawah. golongan obat
Suhu: 39,8oC Jika buang air
penisilin, dan Co
RR : 20 kecil sakit.
Frekuensi
Amoxiclav adalah
kali/menit Nadi golongan penisilin
: 60 berkemih
sering namun maka sebaiknya
kali/menit penggunaan obat
hanya sedikit.
Memiliki tersebut dihentikan,
Pemeriksaan
riwayat alergi dan dapat diganti
laboratorium :
obat golongan dengan eritromisin,
Hb : 10 g/dL penisilin. Selain dengan dosis 1–2 g
Hct : 40 % itu pasien juga per hari yang dibagi
GDS: 267 mg/dl mengeluhkan dalam 2-4 kali
Leukosit : 13,5gatal pada area pemberian. Dosis
ribu/mm3 perut, bintik
dapat ditingkatkan
Eritrosit : 3,8 berair dan
terasa panas.
menjadi 4 g per hari
juta/mm3 untuk infeksi parah .
Hasil
Diberi terapi : pemeriksaan
Obat tidak Dosis untuk
Co Amoxiclav 3 x dokter pasien diberikan neurodex adalah
didiagnosa
500 mg, Herpes satu tablet sehari
acyclovir 200 mg
7 x sehari dan
Indikasi Hasil pemeriksaan
Neurodex.
tanpa obat fisik : pasien
demam, GDS
meningkat dan
hipertensi namun
belum ada terapi
H. Pembahasan
Pasien berusia 24 tahun dan sekarang sedang hamil 5 bulan datang ke Rumah
Sakit. Sudah 4 hari ini mengeluh nyeri pada bagian bawah. Jika buang air kecil
sakit. Frekuensi berkemih sering namun hanya sedikit. Satu tahun yang lalu
menderita kelainan yang sama tetapi tidak ingat diberi obat apa. Memiliki riwayat
alergi obat golongan penisilin. Selain itu pasien juga mengeluhkan gatal pada
area perut, bintik berair dan terasa panas. Kemudian setelah menjalani beberapa
tes medis pasien di diagnosa mengalami Herpes. Dokter meresepkan beberapa
terapi yaitu Co Amoxiclav 3 x 500 mg, acyclovir 200 mg 7 x sehari dan
Neurodex.
Namun dengan terapi yang diberikan, ada beberapa obat yang tidak sesuai
indikasi. Seperti pemilihan obat kurang tepat pada terapi Co Amoxiclav 3 x 500
mg. Pasien mengaku memiliki riwayat alergi pada obat golongan penisilin dan
Co Amoxiclav adalah golongan penisilin maka sebaiknya penggunaan obat
tersebut dihentikan, dan dapat diganti dengan eritromisin. Eritromisin aman utuk
ibu hamil trimester pertama karena FDA memasukan obat ini dalam kategori B,
yaitu studi reproduksi pada hewan menunjukkan efek buruk pada fetus, dan
belum ada cukup bukti ilmiah pada fetus manusia. Sedangkan TGA memasukan
ke dalam kategori A, yaitu obat ini telah dikonsumsi oleh banyak wanita hamil,
juga wanita usia reproduktif, dan tidak menunjukkan peningkatan frekuensi
malformasi atau dampak buruk baik langsung maupun tidak langsung pada fetus.
Dosis dapat diberikan 1–2 g per hari yang dibagi dalam 2-4 kali pemberian. Dosis
dapat ditingkatkan menjadi 4 g per hari untuk infeksi parah.
Ada juga beberapa indikasi penyakit yang belum diberi terapi. Pasien
mengalami demam, GDS meningkat dan hipertensi namun belum ada terapi.
Untuk demam dapat diberikan paracetamol dengan dosis rendah. Pasien dapat
mengonsumsi metformin untuk menurunkan gds, dan untuk hipertensi dapat
mengonsumsi Metildopa.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia D, L. A. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6, Jilid I. Jakarta: Internal
Publishing.
B, B. 2003. Penyakit Infeksi Saluran Kencing; Sistitis dan Pielonefritis in Dasar
Biologis Klinis Penyeakit Infeksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2017.. Cek produk. Erythromycin.
Bono MJ, Reygaert WC. 2022. Urinary Tract Infection. In: StatPearls. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470195/
Bremer, et al. 2017. Paracetamol Medication During Pregnancy: Insights on Intake
Brown, C. and Garovic, V. 2014. Drug Treatment of Hypertension in Pregnancy.
Drugs, 74(3), pp.283-296.
E, S. 2006. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi IV . Jakarta: Pusat Penerbit IPD FK UI.
Klein RD, Hultgren SJ. 2020. Urinary tract infections: microbial pathogenesis, host
pathogen interactions and new treatment strategies. Nat Rev Microbiol.
2020;18(4):211-226. doi:10.1038/s41579-020-0324-0
Kardeh, et al. 2019. Efficacy of Azithromycin in Treatment of Acne Vulgaris: A Mini
Review. World J Plast Surg, 8(2), pp. 127–134.
Mališová, et al. 2019. Surveillance of Antibiotic Resistance of Streptococcus
Pneumoniae in the Czech Republic. Respiratory Study Results. 2010-2017.
Epidemiol Mikrobiol Imunol. 68(2), pp. 75-81.
Pardede, Sudung., Tambunan,T., 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak.
Jakarta.
Tim penyusun. 2010. Informasi Spesialite Obat, volume 45. Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia. Jakarta.
TGA. 2017. Prescribing medicines in pregnancy database | Therapeutic Goods
Administration (TGA). 25 October 2017; Available from:
https://www.tga.gov.au/prescribing-medicines-pregnancy-
database#searchname