Anda di halaman 1dari 40

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

UPT Konservasi Penyu Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang

sangat diminati oleh masyarakat karena memiliki nilai lebih mengenai edukasi

penyu, sehingga pengunjung yang akan datang mendapatkan dua hal sekaligus

yaitu berwisata dan menambah pengetahuan (Maharani et al., 2016). Selain itu,

kawasan ini mampu membantu perekenomian masyarakat sekitar dengan cara

pengembangan objek wisata UPT Konservasi Penyu.

Teknik konservasi penyu merupakan suatu upaya pelestarian atau

perlindungan penyu dengan tujuan untuk melestarikan keberagaman genetik penyu.

Di Indonesia memiliki enam keanekaragaman jenis penyu diantaranya adalah

penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressa), penyu

tempayan (Caretta-caretta), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau

(Cheloniidae mydas) dan penyu lekang (Lepidochelys coriacea). Penyu termasuk

hewan yang dilindungi sebagaimana mestinya yang dimana peraturan dari

Appendix I CITES (Convention on Internasional Trade of Endangered Species of

Wild Faunaand Flora) yang mengemukakan bahwa jenis penyu yang berada

diambang kepunahan tidak boleh di perdagangkan termasuk kepada telur-telurnya

(Panawar, 2021).

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan kelestarian penyu

diantaranya faktor alamiah ataupun faktor antropogenik. Faktor alamiah contohnya

terjadi karena abrasi pada pantai, perubahan iklm ataupun ancaman daripredator.

Faktor antropogenik contohnya terjadi karena degradasi habitat peneluran,


2

pencemaran laut, pemanfaatan bahan-bahan asal penyu (telur, daging dan

kerapasnya) dan lainnya. Perdagangan hewan yang dilindungi termasuk kepada

penyu akan dikenai hukuman sesuai dengan Undang – Undang No. 5 Tahun1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hukuman

tersebut dapat berupa penjara selama 5 tahun dan denda Rp. 100.000.000 (seratus

juta rupiah).

Penyu termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan Peraturan

Pemerintahan (PP) No. 7 Tahun 1999 mengenai Pengawetan Jenis Tumbuhan dan

Satwa. Secara alamiah penyu hidup hanya 1% dari seluruh telur yang di hasilkan.

WWF (World Wide Fund for Nature) menyatakan menurunnya populasi penyu di

Indonesia mencapai 60% (Partomo, 2004).

Salah satu kawasan konservasi penyu yang ada di Indonesia terletak pada

Pariaman Utara, Sumatera Barat. Ada enam jenis penyu di Indonesia, kawasan ini

memiliki tiga jenis penyu di antaranya penyu sisik (E. imbricate), penyu hijau (C.

mydas) dan penyu lekang (L. olivacea). Selain menjadi tempat konservasi penyu,

kawasan tersebut juga dijadikan destinasi wisata bagi masyarakat dan mengedukasi

tentang penyu.

Di antara ketiga jenis penyu yang ada pada kawasan konservasi penyu

Provinsi Sumatera Barat, penyu lekang disebut sebagai “Arribada” yang diambil

dari bahasa spanyol yang berarti “Kedatangan melalui Laut”. Biasanya di

Indonesia penyu lekang disebut sebagai penyu abu-abu, penyu kembang, penyu

bibis dan penyu slengkoroh. Untuk memperbaiki dan mempertahankan kerusakan

pada populasi penyu lekang maka diperlukan konservasi. Namun upaya konservasi

pada peneluran saja masih kurang dikarenakan penyu termasuk ke golongan hewan
3

yang bermigrasi. Setiap satwa yang melakukan migrasi seperti penyu, secara

internasional telah dilindungi oleh Bonn Convention 1979 The Convention on the

Conservation of Migratory Species of Wild Animals. Dalam perlindungan tersebut

membahas mengenai apa saja yang dapat dilakukan oleh setiap negara yang

disinggahi satwa saat melakukan migrasi seperti memberikan perlindungan,

mencegah, mengurangi dan mengontrol faktor-faktor yang dapat membahayakan

satwa migrasi seperti penyu.

Penyu lekang hampir mirip dengan penyu hijau, hanya saja yang

membedakan adalah kepalanya lebih besar, karapasnya lebih kecil dan bersudut.

Penyu lekang memiliki 5 atau lebih sisik lateral di samping tubuhnya dan penyu

lekang ini juga merupakan jenis penyu terkecil yang ada. Penyu ini termasuk ke

dalam golongan omnivora karena memakan kepiting, kerang udang, alga serta

lamun.

Berdasarkan hal tersebut diatas, praktik magang dilakukan tentang teknik

konservasi penyu lekang (L. olivacea) di UPTD Konservasi Penyu Provinsi

Sumatera Barat.

1.2 Tujuan Praktik Magang

Tujuan praktik magang yaitu mengetahui teknik konservasi penyu lekang

(Lepidochelys olivacea) di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera Barat.

1.3 Manfaat Praktik Magang

Manfaat kegiatan praktik magang yaitu bagi mahasiswa sebagai sumber

informasi untuk peneliti selanjutnya. Bagi masyarakat berperan dalam konservasi,

dan bagi perguruan tinggi dapat memberikan informasi mengenai konservasi penyu

lekang (L. olivacea) di Provinsi Sumatera Barat..


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konservasi Penyu

Secara umum konservasi merupakan upaya pelestarian lingkungan yang

memperhatikan manfaat yang diperoleh dan mempertahankan keberadaan setiap

lingkungan untuk pemanfaatan dimasa yang akan datang. Secara harfiah konservasi

berasal dari bahasa inggris yakni “conservation” yang artinya pelestarian atau

perlindungan. Adapun tujuan dari konservasi yaitu mewujudkan kelestarian sumber

daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga mendukung upaya

pengembangan kesejahteraan dan kualitas pada kehidupan manusia, serta

melestarikan kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya secara seimbang (Purmadi et al., 2020).

Penyu biasanya disebut dengan kura-kura laut yang dapat diijumpai semua

samudera didunia. Menurut para ilmuwan, penyu merupakan biota laut yang sudah

ada di zaman jura yang sekitar 145 – 208 juta tahun yang lalu sehingga dapat disebut

seusia dengan dinousaurus (Fatimah, 2020).

Konservasi penyu merupakan salah satu aktivitas yang diharapkan dapat

mencegah punahnya habitat penyu serta mencegah adanya pemanfaatan penyu

dalam bidang komersial seperti perdagangan telur, daging maupun cangkang

penyu. Sehingga pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai konservasi

penyu supaya menjaga habitat penyu di Indonesia tidak punah (Ario et al., 2016).

Adapun upaya yang dilakukan dalam konservasi penyu sebagai berikut:

a. Tidak mengkonsumsi penyu

b. Tidak melakukan pemburuan pada penyu


5

c. Tidak membuang sampah terutama plastik di laut

d. Melakukan penangkaran

e. Tidak mengganggu penyu yang sedang bertelur

Apabila habitat penyu rusak maka akan mengakibatkan bahaya pada

kelestarian spesies pemangsa ubur-ubur. Dibalik kepunahan penyu memiliki

sebab yakni siklus hidup yang sangat lama sekitar 15-50 tahun untuk bisa

bereproduksi dan kerentanan hidup relatatif sangat sedikit (Widodianto, 2014).

2.2 Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)

Penyu merupakan salah satu fauna yang dilindungi dikarenakan fauna ini

termasuk golongan habitat yang terancam punah. Di Indonesia memiliki enam

spesies penyu dari tujuh spesies yang ada didunia.

Penyu lekang merupakan penyu yang paling kecil diantara spesies penyu

lainnya yang ada (Dewi et al., 2018). Dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penyu Lekang (L. olivacea)


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pada umumnya penyu lekang (L. olivacea) memakan lamun, akan tetapi

penyu lekang terkadang memakan kepiting, udang, cumi-cumi, ubur-ubur dan

lainnya. Maka dari itu penyu lekang disebut dengan omnivora. Penyu ini dapat

hidup di perairan tropis dan sub tropis.


6

2.3 Klasifikasi dan Morfologi Penyu Lekang

Penyu lekang hampir mirip dengan penyu hijau karena memiliki ciri-ciri

yang serupa kepala yang lebih besar, kerapas lebih ramping dan bersudut. pada

bagian tubuh penyu lekang memiliki lima atau lebih sisik lateral, berwarna hijau

pudar dan golongan penyu terkecil dari spesies penyulainnya. Namun pada tukik

penyu lekang warna kerapasnya adalah abu-abu terang yang cenderung ke warna

hitam. Berikut klasifikasi penyu lekang (Sadili et al., 2015):

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Saupropsida
Ordo : Testudinata
Family : Cheoloniidae
Genus : Lepidochelys
Species : Lepidochelys olivacea
Nama Lokal : Penyu Lekang

Penyu lekang memiliki kerapas yang berbentuk kubang tinggi dan bagian

kerapasnya yang lembut. Penyu lekang memiliki lateral scutenya sebanyak 6-10

buah. Jenis penyu ini kerapas relatif lebar serta berwarna kuning keabu-abuan

dengan ruas-ruas memanjang neural. Bentuk tubuhnya dish-shaped, sedangkan

kerapasnya meluas sesuai dengan panjangnya. Scutes inframarginal penyu lekang

terdapat lubang-lubang atau pores dan memiliki 4 pasang (Sepawan, 2018).

2.4 Siklus Hidup Penyu Lekang

Spesies-spesies penyu yang ada memiliki siklus hidup yang sama yaitu

memiliki pertumbuhan yang lambat dan reproduksi yang lama juga. Penyu

termasuk kedalam hewan yang bermigrasi dengan tujuan untuk kawin hingga
7

menempuh jarak yang jauh sekitar 3000 km dari ruaya pakan ke pantai

penelurannya. Penyu akan bermigrasi ke daerah kelahirannya. Saat masa kawin alat

kelamin penyu jantan akan memanjang ke belakang dan mengikuti arah berenang

penyu betina. Lalu penyu jantan akan menaiki penyu betina (Sadili et al., 2015).

Untuk membedakan alat kelamin penyu dapat di lakukan dengan “sexual

dimorphism” yaitu dengan cara melakukan pengukuran ekor yang khusunya pada

penyu dewasa. Jika ekornya pendek maka penyu betina atau ekor yang melebihi

kerapasnya maka penyu jantan. Pada penyu betina akan menyimpan sperma penyu

jantan di dalam tubuhnya sampai membuahi 3-7 sarang yang akan di telurkan di

waktunya. Lalu penyu jantan akan kembali ke ruaya pakannya setelah penyu betina

bertelur. Penyu lekang biasanya bertelur saat menjelang malam sekitar pukul

20:00-24:00 Wib. Telur yang dihasilkan akan memperoleh 1-3% yang berhasil

mencapai dewasa. Saat ingin bertelur penyu betina memiliki tahapan ataupun proses

yang dilakukannya diantaranya (Sadili et al., 2015):

a. Penyu akan merayap menuju pantai yang muncul dari hempasan ombak

b. Setelah itu, penyu akan diam sebentar dan mencari pasir yang cocok

untuknya membuat sarang

c. Jika sudah cocok maka penyu akan menggali lubang di pasir tersebut

untuk tumpuan tubuhnya, kemudian dilanjutkannya menggali untuk sarang

telurnya

d. Lalu penyu akan mengeluarkan telurnya dan ekornya akan melengkung di

saatbertelur

e. Pada umumnya penyu membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk

menggali sarang dan 10-20 menit untuk meletakkan telur-telurnya


8

f. Setelah selesai bertelur, penyu akan kembali menuju laut dan kembali ke

ruaya pakannya. Pergerakkan penyu kembali ke laut ada yang bergerak lurus dan

ada yang berkelok-kelok.

Terkait dari uraian diatas, dapat disimpulkan siklus hidup penyu

berdasarkan Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Siklus Hidup Penyu


Sumber: Sadili et al., (2015)

Adapun pengaruh yang akan menghambatnya migrasi penyu diantaranya

kelangkaan pakan di alam, perubahan iklim, predator, terutama manusia dan

gangguan bencana alam seperti tsunami.


9

2.5 Habitat Penyu

Habitat merupakan suatu daerah yang ditempati oleh spesies tertentu

sebagai tempat tinggal dan berkembang biaknya. Apabila habitat laut memiliki

kualitas yang baik maka ditandai dengan biota laut yang mampu hidup di kondisi

lingkungan tersebut dengan optimal sesuai dengan toleransi batas hidup biotanya

(Hamuna, 2018).

Pada uumnya penyu dapat hidup di daerah pantai yang kemiringannya

sekitar 10o-30o dan pasang tertinggi sekitar 30-50 meter, selain itu pasir yang

cocok adalah memiliki tekstur berupa pasir tidak kurang dari 90% dan sisanya

adalah debu maupun tanah liat dengan diameter butiran halus dan sedang

(Nunuhitu, 2017).

Pada pemeliharaan tukik yang harus diperhatikan adalah sirkulasi air.

Dikarenakan sirkulasi air yang teratur dapat menyebabkan sisa makanan dan

sekresi tukik tereduksi secara berulang. Saat tukik sudah di laut yang dimana

bertemu oleh arus-arus laut, tukik akan menggunakan rumput laut yang mengapung

untuk dapat hidup. Selain itu tukik biasanya akan bersembunyi di sekitaran

terumbu karang dan lamun (Dinas Kelautan Perikanan, 2009).

Karakteristik pantai untuk tempat peneluran penyu lekang adalah berpasir

halus dengan hamparan yang luas dan substrat pasir yang berwarna gelap. Penyu

inihidup di daerah yang dekat dengan muara sungai, kemiringan pantai yang landai

serta sepi dari gangguan manusia. Cahaya matahari dan perubahan suhu sangat

berpengaruh pada perlindungan sarangpenyu serta menghindari dari para predator

penyu (Irwandi et al., 2018).


10

III. METODE PRAKTIK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktik magang ini telah dilaksanakan dari tanggal 10 Januari-10 Februari

2022 di Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Konservasi dan Pengawasan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan, Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Peta lokasi

praktik magang dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam aktivitas di hatchery adalah refraktometer, soil

tester, kertas pH, thermometer, handphone, alat tulis, senter, wiper air, ember, sikat

dan bak. Adapun bahan yang telah digunakan diantaranya air payau dan pakan (ikan

sarden dan ebi).

3.3 Metode Praktek

Metode praktik lapangan yang telah dilakukan pada relokasi telur

penyulekang (L. olivacea) adalah melakukan pengamatan di sepanjang garis

pantai wilayahUPTD KPSDKP dan di Pulau Kasiak saat malam hari.

Metode praktik lapangan pada inkubasi dan penetasan telur penyu lekang

adalah melakukan penggolongan pada objek inkubasi dan penetasan telur.

Selanjutnya metode praktek pada pembesaran penyu lekang sebagai berikut:

a. Melakukan sanitasi pada wadah penyu yang akan menjadi tempat

tinggalnya

b. Memberikan makan yang rutin

c. Melakukan pengukuran kualitas air

Adapun metode pelepasan tukik lekang yang dilakukan adalah memilih


11

tukik yang sehat dan aktif dalam pergerakan serta memilih tukik yang berumur tidak

lebih dari 6 bulan. Pemilihan umur tersebut memiliki tujuan supaya tukik yang

hendakdilepaskan tidak lupa dengan habitat yang aslinya.

3.4 Prosedur Praktik

Prosedur yang digunakan untuk merelokasi telur penyu lekang di

UPTD KPSDKP sebagai berikut:

a. Sarang telur penyu dibongkar dengan sangat hati – hati menggunakan

metodedigali hingga mencapai telurnya

b. Meletakkan telur penyu ke wadah untuk dipindahkan nantinya ke sarang

semialami. Namun wadah tersebut diisi terlebih dahulu dengan pasir pantai

c. Saat dipindahkan telur tersebut, tidak diperlukan pembersihan pasir

ataupun sisa lendir yang menempel pada talur

d. Pada sarang semi alami, dibuat lubang dengan kedalaman 30 cm dan

berdiameter ±20 cm.

e. Dalam satu sarang semi alami terdapat

3.5 Analisa Data

Analisis data yang digunakan adalah dengan cara anlisis deskriptif dan

kuantitatif, yaitu dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan hasil data

yang telah diperoleh saat praktek lapangan dan disusun dalam bentuk ilmiah secara

sistematis.
12

IV. DESKRIPSI LOKASI MAGANG

4.1 Sejarah Singkat

UPTD Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Provinsi Sumatera Barat terletak di Jl. H. Bagindo Dahlan Abdullah. Desa Apar

Kecamatan Pariaman Utara Kota Pariaman. Tepatnya terletak di bibir pantai dan

sebelah barat berbatasan dengan samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan

dengan hutan mangrove Desa Apar, sebelah utara berbatasan dengan Desa Ampalu

dan sebelah selatannya berbatasan dengan Muaro Mangguang.

Berdasarkan Undang – Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 yaitu

tentang suaka perikanan (Pasal 7 ayat 1), Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah dan sejalan dengan semangat otonomi daerah,

Perikanan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.

Maka dikembangkan pusat penangkaran penyu pada tahun 2009 dengan nama

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) namun berubah menjadi Kawasan

Konservasi Perairan (KKP) dan pada tahun 2013 berdirilah KKP yang berbentuk

Unit Pelayanan Teknis Konservasi Penyu (UPTKP) yang pada saat itu berada

dalam naungan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pariaman.

Setelah itu, pada tahun 2016 hingga 2017 UPTD Konservasi penyu

berubah menjadi Kawasan Konservasi Pariaman Daerah (KKPD) yang berada

dalam naungan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat. Lalu pada

Februari 2018, KKPD berubah menjadi Unit Pelaksanaan Teknis Daerah

Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya Keluatan dan Perikanan (UPTD

KPSDKP) Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat.


13

4.2 Visi dan Misi

UPTD KPSDKP Provinsi Sumetera Barat, memiliki visi yakni

“Terwujudnya Ekosistem Perairan Daerah Yang Berkelanjutan dan Ekonomis”.

Berkelanjutan disini yang dimaksud adalah tidak terlepasnya dari fungsi

konservasi. Pengelolaan secara efektif kawasan konservasi perairan, pesisir dan

pulau-pulau kecil sejalan dengan prinsip ekonomi yang mampu memberikan

jaminan dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam sebagai sumber yang efektif

menyokong pemanfaatan lain secara ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Demi terlaksananya visi tersebut maka dilakukan misi yang ada sebagai

berikut:

a. Meningkatkan efektifitas pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Derah

(KKPD) dalam upaya perlindungan, pengamanan dan pengendalian SDKP

di KKPD dan Perairan umum daerah

b. Meningkatkan pengembangan konservasi jenis ikan langka dan endemic

perairan umum daerah

c. Melindungi ekosistem di KKPD dan perairan umum dengan penerapan

MCS dan law enforcement

d. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam

upaya pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan penegakkan hukum

e. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap konservasi di

KKPD dan perairan umum daerah.

Secara langsung dapat memberikan pembelajaran kepada masyrakat untuk

bersama-sama menjaga kelestarian penyu dan lingkunganya dari kerusakan yang

disebabkan oleh manusia maupun peristiwa alam.


14

4.3 Tugas dan Fungsi

Sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 109 Tahun

2017 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Daerah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat dengan Pasal 24

yang berbunyi sebagai berikut:

(1) UPTD Konservasi dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau

kegiatan teknis penunjang Dinas di bidang konservasi dan pengawasan

sumberdaya kelautan dan perikanan.

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UPTD

Konservasi dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan perikanan

memiliki fungsi yaitu:

a. Pelaksanaan penyusunan rencana teknis operasional Kawasan Konservasi

Perairan Daerah (KKPD) dan pengembangan konservasi jenis pada

Kawasan Konservasi Daerah;

b. Pelaksanaan kebijakan teknis dan administrasi operasional Kawasan

Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dan pengembangan konservasi

jenispadaKawasan Konservasi Daerah.

4.4 Organisasi

Struktur organisasi dan tenaga kerja di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera

Barat, dapat di lihat pada Gambar 3.


15

Gambar 3. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja UPTD KPSDKP

Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa UPTD KPSDKP

menjalankan tugasnya terdiri dari Kepala UPTD KPSDKP, Sub Bagian Tata

Usaha, Seksi Konservasi dan Seksi Pengawasan. Adapun disini UPTD KPSDKP

memiliki tujuh instalasi yang diantaranya adalah KKPD Padang, KKPD Padang

Pariaman, KKPD Pesisir Selatan, KKPD Pasaman Barat, Perairan Umum Sungai

Sicincin, dan Perairan Umum Danau Singkarak.

4.5 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasaran kerja sebagai salah satu penunjang pelaksanaan

tugasdanfungsi di UPTD KPSDKP diantaranya:


16

Tabel 2. Sarana dan Prasarana Yang Ada Di UPTD KPSDKP ProvinsiSumatera


Barat.
No Saran dan Prasarana Jumlah
1 Kantor 1
2 Aula 1
3 Musholla 1
4 Hatchery 2 1
5 Ruang Karantina 1
6 Ruang Gallery 1
7 Ruang Pakan 1
8 Hatchery 1 1
9 Ruang Inkubasi Telur 1
10 Rumah Jaga 1

Berdasarkan penjelasan Tabel 2, adapun prasarana pendukung lainnya yang

ada di UPTD KPSDKP ini seperti sarana transportasi untuk menunjang kelancaran

aktivitas di UPTD KPSDKP diantaraya roda empat.


17

V. HASIL

5.1 Pelaksanaan Kegiatan Praktek Magang

Pelaksanaan magang yang telah dilakukan memiliki aktivitas yang rutin

maupun aktivitas tambahan yang telah disusun. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat

dilihat dari Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3. Logbook Aktivitas Magang di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera Barat.


Jadwal Aktivitas

10 Januari 2022 Pengenalan pada pegawai-pegawai UPTD


KPSDKP dan pengenalan lingkungan UPTD
KPSDKP

Mengikuti edukasi membersihkan sampah plastik


11 Januari 2022
sepanjang pantai kawasan UPTD KPSDKP

12 Januari 2022 Pengenalan Mengenai teknik konservasi penyu


bersama pembimbing magang dan relokasi telur
penyu 219 butir asal Ketaping

Membersihkan bak dan membersihkan penyu serta


13 Januari 2022
memberikannya makan menggunakan ikan sarden.
Lalu mengukur salinitas dan suhu air kolam penyu
lekang
14 Januari 2022 Membersihkan pekarangan UPTD KPSDKP,
mengukur salinitas dan suhu air kolam penyu lekang
dan pelepasan tukik bersama Ibu TNI AL.

Pemberian pakan ebi pada tukik dan edukasi


15-16 Januari 2022
mengenai penyu bersama SD IT Nur Hidayah Lubuk
Alung dan TK Mutiara Kasih serta pelepasan tukik
17-18 Januari 2022 Membersihkan hatchery 2, membersihkan kerapas
penyu, mengukur salinitas dan suhu pada kolam
penyu lekang

19-20 Januari 2022 Membersihkan pekarangan UPTDK KPSDKP,


edukasi penyu bersama SD dan TK Paud Habibi Kota
Pariaman serta pelepasan tukik. Pada malam hari
pukul 10:00 wib dilakukan monitoring penyu
sepanjang pinggiran pantai kawasan UPTD KPSDKP
18

21 Januari 2022 Membersihkan hatchery 1, membersihkan kerapas


penyu dan tukik, memberikan pakan ebipada tukik,
memberikan ikan sarden pada penyu, mengukur
salinitas dan suhu pada kolam air penyu lekang, dan
mengukur suhu, kelembaban dan pH pada sarang semi
alami telur penyu lekang
22-23 Januari 2022 Membersihkan hatchery 2, membersihkan kerapas
penyu, mengukur salinitas dan suhu padakolam air
penyu, mengukur suhu, kelembabandan pH pada
sarang semi alami telur penyu lekang, dan edukasi
bersama R.A Islam Bakti Bayur Kabung

24-25 Januari 2022 Membersihkan kerapas penyu, mengukursalinitas dan


suhu kolam air penyu lekang, mengukur suhu,
kelembaban dan pH pada sarangsemi alami telur
penyu lekang, pemberian pakan pada penyu dan
gotong royong bersama pegawai UPTD KPSDKP

26-27 Januari 2022 Membersihkan pekarangan UPTD KPSDKP,


mengukur salinitas dan suhu kolam air penyu lekang
dan mengukur suhu, kelembaban, dan pH pada sarang
semi alami telur penyu lekang

28–29 Januari 2022 Membersihkan hatchery 1, relokasi telur penyu


lekang 80 butir dari Ketaping, dan memperbaiki
sarang yang telah rusak

30-31 Januari 2022 Membersihkan hatchery 2, membersihkan kerapas


penyu, mengukur salinitas, suhu pH kolam air penyu
lekang, mengukur kelembaban, suhu dan pH saranng
semi alami telur penyu Lekang

Membersihkan pekarangan UPTD KPSDKP,


01-02 Februari 2022 mengukur salinitas, suhu dan pH kolam air penyu
lekang, mengukur kelembaban, suhu dan pH saranng
semi alami telur penyu lekang

03 Februari 2022 Mengukur salinitas, suhu dan pH kolam air penyu


lekang, mengukur kelembaban, suhu dan pH saranng
semi alami telur penyu lekang

04-05 Februari 2022 Mempersiapkan keperluan monitoring ke Pulau


Kasiak dan saat malam hari monitoring ke Pulau
Kasiak
06 Februari 2022 Membersihkan sampah disekitar pantai Pulau Kasiak

07-08 Februari 2022 Penyusunan laporan praktik magang

Pembuatan ppt dan presentasi hasil praktik magang


09-10 Februari 2022
19

Berdasarkan Tabel 3 praktik magang dilakukan selama satu bulan lamanya

dengan berbagai aktivitas. Aktivitas rutin adalah membersihkan hatchery 1 dan 2,

membersihkan kerapas penyu, membersihkan pekarangan UPTD KPSDKP,

pengukuran kualitas air pada bak penyu lekang, dan pengamatan pada sarang semi

alami. Aktivitas tambahan adalah mengikuti edukasi mengenai habita dan ancaman

yang dihadapi oleh penyu bersama sekolah SD IT Nur Hidayah Lubuk Alung, TK

Mutiara Kasih, dan R.A Islam Bakti Bayur Kabung.

5.2 Teknik Konservasi Penyu Lekang

Dalam melaksanakan teknik konservasi ada beberapa yang perlu dilakukan

sebagai berikut:

5.2.1. Monitoring

Monitoring dilakukan sebanyak dua kali dengan tempat yang berbeda.

Monitoring pertama dilakukan di sepanjang pantai kawasan UPTD KPSDKP

Provinsi Sumatera Barat Pukul 22:00 Wib dan Monitoring kedua dilakukan di

sepanjang pantai Pulau Kasiak Pukul 22:00 Wib. Monitoring dilakukan dengan cara

mengelilingi garis pantai di malam hari dan dini hari dengan mengamati kondisi

pasir pantai ada atau tidaknya jejak penyu lekang (L. olivacea). Kegiatan

monitoring sangat berpengaruh pada pasang naik permukaan yang digunakan penyu

lekang (L. olivacea) untuk memudahkan naik ke pantai untuk bertelur. Namun

kegiatan monitoring yang telah dilakukan tidak dapat menemukan tanda-tanda

penyu lekang (L. olivacea) naik ke pantai bertelur akan tetapi hasil dari wawancara

kepada pembimbing ada beberapa tahap yang harus dilakukan apabila menemukan

jejak penyu lekang (L. olivacea) yaitu:

a. Mengamati jejak yang ditemukan


20

b. Memeriksa sarang dengan menggunakanan tongkat kecil dengan cara

menancapkan sarang yang ditemukan yang bertujuan untuk mengetahui

apakah ada telur atau tidak.

Adapun yang perlu diketahui saat monitoring, yaitu penyu akan

mendatangi tepi pantai yang jauh dari terganggu pemukiman dan pantai yang

bersih dan sesuaidengan kelembaban pasir untuk penyu bertelur.

5.2.2. Relokasi

Hasil dari praktik magang yang telah didapatkan relokasi atau penanaman

telur penyu lekang (L. olivacea) dilakukan menggunakan metode sarang semi

alami. Kegiatan monitoring tidak menemukan tanda – tanda jejak penyu lekang (L.

olivacea) naik. Namun, pihak UPTD KPSDKP menerima telur – telur penyu dari

masyarakat yang akan direlokasi dan pihak UPTD KPSDKP akan membayar

masyrakat yang membawa telur penyu ke UPTD KPSDKP dengan senilai Rp. 3000,

00. Adapun tahap-tahap yang digunakan dalam kegiatan relokasi yaitu:

a. Menyediakan wadah atau ember yang berisikan sedikit pasir pantai


21

b. Telur penyu yang akan dipindahkan dimasukkan ke dalam wadah secara

hati-hati

c. Telur penyu tidak boleh dicuci dengan menggunakan air. Diusahakan lendir

pada telur tidak hilang

d. Memasukkan telur penyu kedalam sarang semi alami yang telah dibuat

sebelumnya

e. Sarang yang telah berisikan telur penyu ditutup kembali menggunakan pasir

f. Lalu membuat informasi mengenai tanggal relokasi, jenis penyu, perkiraan

tanggal menetas dan asal daerah telur.

5.2.3. Inkubasi

Hasil praktik magang yang telah dilakukan bahwa masa inkubasi telur

ditanam pada sarang semi alami sampai munculnya tukik yang pertama keluar dari

permukaan sarangnya. Masa inkubasi berkisar 50-60 hari dengan kedalaman

sarang sekitar 30 cm dan berdiamater 20 cm. Pada praktik magang ini tidak dapat

diketahui berapa hasil inkubasi nya dan presentasi keberhasilannya, dikarenakan

waktu yang tidak mencukupi. Namun presentase keberhasilan penetasan dapat di

hitung menggunakan persamaan:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠


Keberhasilan Penetasan (%) = × 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑘𝑢𝑏𝑎𝑠i

Pengamatan yang dilakukan pada saat inkubasi dilakukan sebanyak sepuluh

kali. Pengamatan tersebut dengan cara mengukur suhu, pH dan kelembapan pada

sarang semi alami. Hasil dari pengukuran tersebut dapat dilihat dari Tabel 4.
22

Tabel 4. Data Sarang Semi Alami di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera Barat
Waktu Suhu pH Kelembapan

Pagi 28 oC 6,8 10%

Siang 31 oC 6,8 10%

Malam 29 oC 7 10%

Berdasarkan Tabel 4, pengukuran diambil sebanyak tiga kali sehari yaitu

pagi, siang dan malam. Jumlah telur penyu dalam satu lubang dapat diisi sebanyak

80 butir telur. Data adopsi telur di UPTD KPSDKP dari November 2021 hingga

Februari 2022 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Adopsi Telur Penyu Lekang (L. olivacea)


Waktu Butir Gagal Sebab

November-Desember
180 43 Semut
2021

Januari-Februari 2022 538 30 Anjing

Berdasarkan Tabel 5 kerusakan di tahun 2021 akibat kegagalan telur

menetas oleh semut sebanyak 43 butir telur dan di Januari-Februari 2022

disebabkan oleh anjing yang menggali sarang dan memakan telur-telur penyu

lekang (L. olivacea) sebanyak 30 butir telur.

5.2.4. Perawatan

Perawatan yang diberikan kepada penyu lekang (L. olivacea) yakni

pemberian pakan, kebersihan tempat tinggal, dan kebersihan pada kerapasnya. Pada

pemberian pakan penyu lekang (L. olivacea) diberikan sebanyak dua kali sehari saat
23

pagi dan sore dengan pakan ikan sarden, sedangkan pada tukik diberikan pakan ebi

sebanyak dua kali sehari saat pagi dan sore.

Untuk tempat tinggal penyu lekang (L. olivacea) dapat dibersihkan setiap

pagi dengan cara menguras air bak dan menyikati dinding-dinding bak serta

membilasnya. Setelah itu mengisi dengan air yang baru. Perlakuan tersebut supaya

bak tidak berlumut dan tidak menimbulkan penyakit pada penyu lekang (L.

olivacea) dan tukik. Selain membersihkan bak, harus mengamati suhu, salinitas dan

pH yang mampu penyu hidup dan berkembang dengan baik. Berikut hasil

pengukuran suhu, salinitas dan pH yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data Kualitas Air Pada Bak Air Penyu Lekang (L. olivacea)

Waktu Suhu Salintas pH

Pagi 28 oC 8 6

31 oC
Sore 12 7

Berdasarkan Tabel 6 pengukuran tersebut dilakukan sebanyak sepuluh kali

perlakuan dalam kurun waktu sebulan. Kebersihan pada kerapas penyu lekang(L.

olivacea) dan tukik dilakukan dengan cara menyikati kerapas-kerapasnya dengan

sikat secara pelan-pelan supaya tidak ada lumut yang menempel di kerapas.

5.2.5. Pelepasan

Tukik yang siap dilepaskan ke laut tidak boleh lebih dari umur 6 bulan hasil

konservasi, dikarenakan tukik akan lupa dengan habitat yang aslinya. Pada

pelepasan tukik tidak disarankan saat siang haridikarenakan selain cuaca yang

panas, tukik akan dimangsa oleh predator yang biasanya predator akan lebih

sering mencari mangsa disiang hari. Saat pelepasan tukik juga tidak disarankan
24

diletakkan langsung ke air laut dikarenakan tukik akan mengikuti ingatan yang

akan membuat dia kembali bertelur ke pantai tersebut. Apabila tukik diletakkan

langsung ke laut akan tidak mengingat jalan untuk kembali pulang. Adapun data

pelepasan tukik yang diperoleh selama Januari-Februari 2022 pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Pelepasan Tukik 2022 di UPTD KPSDKP


Data Pelepasan Tukik 2022

10 – 31 Januari 89

01 – 06 Februari 71

Jumlah 160

Berdasarkan Tabel 7 bahwa selama praktek magang dilakukan ada 160 tukik

yang telah di lepaskan dengan berbagai spesies tukik. Proses pelepasan tukik ini

bertujuan untuk bentuk restocking penyu.


25

VI. PEMBAHASAN

Konservasi merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk

dapat melestarikan flora dan fauna, konservasi juga dapat diartikan sebagai

pelestarian atau perlindungan. Salah satu fauna yang dilindungi dapat diletarikan

adalah penyu lekang (L. olivacea). Penyu lekang merupakan penyu yang paling

kecil dari jenis penyu lainnya. Di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera Barat

memiliki penyu lekang (L. olivacea) sebanyak 12 ekor dan tukinya sejumlah 1 ekor.

Teknik konservasi dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu monitoring,

relokasi, inkubasi, perawatan dan pelepasam tukik.

Monitoring penyu merupakan kegiatan yang dilakukan saat malam hari

hingga pagi hari dengan kondisi pasang air laut. Monitoring yang dilakukan tidak

menunjukkan tanda – tanda bahwa penyu lekang (L. olivacea) naik ke permukaan

pantai. Adapun penyebab penyu lekang (L. olivacea) tidak naik ke pantai kawasan

UPTD KPSDKP adalah terganggunya dengan pemukiman masyarakat sekitar yang

mulai banyak penerangan lampu-lampu.

Relokasi telur penyu lekang (L. olivacea) harus dilakukan dengan hati-hati

dikarenakan adanya kesalahan sedikit mampu terjadinya kegagalan dalam

penetasan telur penyu lekang (L. olivacea). Pemindahan telur dapat dilakukan

setelah induk penyu lekang (L. olivacea) pergi dari sarang yang aslinya.

Inkubasi dapat dilakukan setelah penanaman telur atau yang biasanya

disebut dengan relokasi. Adapun predator yang mengganggu saat inkubasi tersebut

adalah anjing dan semut. Saat inkubasi sangat diperlukan pengamatan yang rutin

dengan mengukur suhu, pH dan kelembapannya. Sarang semi alami di UPTD


26

KPSDKP memiliki pH 6,8-7. Sarang semi alami memiliki pH dibawah 4,5 yang

digolongkan sangat asam sedangkan sarang semi alami memiliki pH berkisar 6,5-

7,5 yang digolongkan netral (Samosir et al., 2018). Sementara telur penyu

menunjukkan pH yang netral lebih cocok untuk penetasan telur penyu

dibandingkan pH asam, dengan persentase keberhasilan 80% (Umama et al., 2020).

Suhu pada sarang semi alami di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera Barat

adalah 28-31 oC. Limpus(2009) mengemukakan mengenai suhu sarang yang cocok

untuk penetasan telur penyu yaitu 25-33 ⁰C, sementara (Laloe et al., 2017)

berpendapat suhu terendah dan tertinggi yang memberikan persentase penetasan

yang baik adalah 28, 5 ⁰C dan 32, 2 ⁰C.

Pada kelembapan sarang semi alami di UPTD KPSDKP adalah 10%. Telur

penyu sensitif terhadap lingkungan yang kering, namun pada kelembaban yang

tinggi rawan terjadi pertumbuhan jamur pada cangkang telur (Laloe et al., 2017).

Kelembaban yang tinggi dapat disebabkan oleh tingginya kadar air dalam sarang.

Kelembapan sarang yang baik untuk penetasan telur penyu adalah 4-6% RH

(Satriadi et al., 2004).

Perawatan dilakukan pada penyu yakni dimulai dari membersihkan bak

penyu dan membersihkan kerapasnya. Membersihkan bak penyu dilakukan setiap

pagi dan untuk membersihkan kerapasnya dilaksanakan dua kali sehari. Tujuan dari

membersihkan tersebut supaya terhindarnya penyu dari penyakit. Salah satu penyu

sakit dapat dipengaruhi dari kualitas air yang ada pada bak penyu. Kualitas air yang

dapat di ukur di UPTD KPSDKP adalah pH, salinitas dan suhu.

Pada bak penyu memiliki pH 6-7 dan salinitas 8-12 ppt. pH dan salinitas

yang baik bagi pemeliharaan penyu adalah pH 6-7 dan salinitas 34, 2-34, 75 ppt
27

(Ginting et al., 2020). Dalam hal ini pH air bak penyu lekang di UPTD KPSDKP

sudah tergolong baik akan tetapi pada salinitasnya sangat rendah sekali dikarenakan

perawatan pada penyu lekang menggunakan air payau. Sehingga untuk

pertumbuhan penyu lekang sangat jauh dikatakan baik. Diantaranya

mengakibatkan tukik jenis lainnya bermatian dalam kurun waktu yang singkat.

Dalam dua minggu tukik mati dengan jumlah berkisar 40 ekor.

Pelepasan tukik harus dilaksanakan sesegera mungkin. Tukik yang

dilepaskan tidak boleh lebih dari umur 6 bulan dikarenakan tukik akan lupa dengan

habitat aslinya. Tukik yang dilepaskan tidak boleh langsung diletakkan ke air laut

dikarenakan tukik memiliki naluri alami yang kemungkinan tukik-tukik tersebut

akan kembali dimana tukik tersebut dirilis atau dilepaskan. Tukik akan mengingat

setiap jejak kemana ia pergi sehingga hal tersebut salah satu ciri khas yang ada pada

tukik. Setelah dilepaskan ke laut, tukik akan bermigrasi dengan menghadapi

predator-predator yang berada di laut sehingga tidak heran lagi populasi penyu

yang semakin hari akan sedikit. Dalam migrasi penyu dibedakan menjadi 3

kelompok diantaranya tukik yang bermigrasi dari daratan ke lautan, penyu dewasa

bermigrasi untuk perkawinan dan penyu bermigrasi ke daerah peneluran.


28

VII. PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktik magang mengenai “Teknik Konservasi Penyu

Lekang (L olivacea) di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera Barat”, kegiatan

konservasi dilakukan dengan beberapa tahap yaitu monitoring, relokasi, inkubasi,

perawatan dan pelepasan tukik. Pelaksanaan monitoring dilaksanakan sebanyak

dua kali dalam sebulan di saat malam hari. Namun monitoring dilaksanakan tidak

menemui penyu naik ke permukaan pantai untuk bertelur. Relokasi telur dapat

dilaksanakan dikarenakan adanya masyarakat daerah Ketaping yang menemukan

telur penyu lekang dan memberikan kepada pihak UPTD KPSDKP Provinsi

Sumatera Barat untuk menginkubasi telur penyu lekang tersebut. Saat

menginkubasi terjadinya kerusakan sarang yang disebabkan oleh predator anjing

dan semut. Dalam proses perawatan dapat menjaga kebersihan pada bak dan

kerapas penyu lekang. Pada pelepasan tukik dilakukan saat tukik berumur di bawah

6 bulan dan tidak disarankan melepaskan tukik di siang hari supaya terhindar dari

predator-predator.

7.2 Saran

Sarannya adalah saat melakukan teknik konservasi penyu sebaiknya

menggunakan air laut yang sesuai dengan salinitas pada habitatnya. Hal ini tidak

menimbulkan penyakit pada penyu lekang.


29

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Mochamad Rizaldi., O. M. Luthfi dan M. Barmawi. 2020. Kesesuaian


Lahan Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Eschscholtz 1829
(Reptilia: Cheloniidae) di Pantai Mapak Indah,Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Of Marine Research, Vol 9(2): 137-142.

Ario, R., E. Wibowo, I. Praktikto dan S. Fajar. 2016. Pelestarian Habitat Penyu
Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center
(TCEC), Bali. Jurnal Kelautan Tropis, Vol 19(1): 60-66.

Bangun, A. P., I. Mutiara, M. Guntur, W. Simbolon, dan P. C. Tambunan. 2016.


Aktivitas Konservasi Penyu Di UPT Konservasi Penyu Kecamatan
Pariaman Utara Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat.10-13.

Darmarani, Chiquita., M. Muqoffa dan U. Mustaqimah. 2020. Identifikasi Aspek


Pengembangan Kawasan Konservasi Penyu Pantai Trisik sebagai Wadah
Wisata Edukasi Penyu di Kulonprogo. Jurnal Ilmiah Arsitektur dan
Lingkungan Binaan, Vol 18(1): 43-52.

Dewi, Trisna., LP. A. Arsih, S. Warpala dan S. Mulyadiharja. 2019. Variasi


Pemberian Jenis Pakan Mengakibatkan Perbedaan Terhadap Berat Tubuh
Tukik penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) Di Tempat Konservasi Penyu
Pantai Penimbangan Singaraja. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, Vol
5(2).

Dima A. O. M., K. Zangri, M. Ermelinda. K. D. Fransiskus, A. Vinsensius, dan M.


Andriani. 2020. Karakteristik Fisik Pantai dan Distribusi Sarang Alami
Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) Di Pantai Sosadale Rote-Ndao Nusa
Tenggara Timur. Biofaal Journal, Vol 1(2): 55-65.

Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut. 2009. Pedoman Teknis Pengolaan
Konservasi Penyu. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut.
Jakarta Pusat.

Ginting, F. A., A. Djunaedi dan R. Ario. 2020. Pengaruh Komposisi Pakan


Terhadap Laju Pertumbuhan Tukik Penyu Lekang di Serangan, Bali.
Journal of Marine Research, Vol 9(4): 362-368.

Hamuna, Baigo., Rosye H.R. Tanjung, Suwito, H.K. Maury dan Alianto. 2018.
Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter
Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu
Lingkungan, Vol 16 (1): 35-43.

Harahap, I. M., A. Fahrudin dan Y. Wardiatno. 2015. Pengelolaan Kolaboratif


Kawasan Konservasi Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi. Jurnal
30

Ilmu Pertanian Indonesia, Vol 20(1): 39-46.

Irwandi, A. W dan M. Zaini. 2018. Jenis Pennyu Laut di Pulau Denawan


Kecamatam Pulan Sembilan Kabupaten Kotabaru.. Prosiding Seminar
Nasional Lingkungan Lahan Basah, Vol 3(1): 181-185.

Maharani, V., H. Hamid dan L. Bathara. 2016. Multiplier Effect of Sea Turtle
Conservation Working Toward Apar Villagers North Pariaman Regency
Pariaman City West Sumatera Province. Jurnal Online Mahasiswa
FakultasPerikanan dan Kelautan Universitas riau, Vol 3(2): 1-8.

Manurung, M. E. S., A. Hartoko dan Subiyanto. 2013. Hubungan Jalur Migrasi


Penyu Lekang (Lepidochelys oivacea) Terhadap Tinggi muka Laut, Suhu
Permukaan Laut. Klorofil-a DiPerairan Indonesia. Jurnal Management of
Aquatic Resources, Vol 2(3): 150- 160.

Purmadi, R. M., D. M. J Santika dan A. S. Wulandari. 2020. Pentingnya Pendidikan


Konservasi Untuk Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Kasus di Desa
Cidahu, Kabupaten Kuningan). Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat, Vol 2(4):
602-606.

Roffaida, M., Sambah, E. A. B., MT, S. P., Rahman, M. A., dan Pi, S. 2021.
Pengaruh Letak Sarang dan Jumlah Telur di setiap Sarang terhadap
Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di
Bajulmati Sea Turtle Conservation Kabupaten Malang. Doctoral
Dissertation, UniversitasBrawijaya.

Sadili. D ., I. B. D, Adnyana.Windia., Suprapti., Sarmintohadi., Harfiandri., H.


Rasdiana., R. P, Sari., Y. Miasto., S. Annisa., M. Terry dan M.P,Monintja.
2015. RAN Konservasi Penyu. Direktorat konservasi dan keanekaragaman
hayati laut.

Samosir, S. H., T. Hernawaati, A. Yudhana dan W. Haditanojo. 2018.Perbedaan


Sarang Alami Dengan Semi Alami Mempenagaruhi Masa Inkubasi dan
Keberhasilan Menetas Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) Pantai
Boom Banyuwangi. Jurnal Medic Veteriner, Vol 1(2): 33-37.

Sari, E., Isnaini, G. Diansyah dan Hartoni. 2018. Karakteristik dan Identifikasi
Bakteri Patogen Pada Luka Tukik Penyu Lekang (Lepidochelys oivacea) Di
Penangkaran Penyu Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Maspari
Journal Marine Science Research, Vol 10(1): 63-73.

Sepawan, Mat. 2018. Pengaruh Struktur dan Komposisi Vegetasi Pantai Terhadap
Pemdaratan Penyu (Chelonioidea) Di Pekon Muara Tembuluh Kecamatan
Ngambur Kabupaten Pesisir Barat. Skripsi. Lampung: UIN Raden Intan
Lampung.
31

Sosa-Cornejo, I., Martín-del-Campo, R., Contreras-Aguilar, H. R., Enciso-Saracho,


F., González-Camacho, Z. B., Guardado-González, and Peinado Guevara.
2021. Nesting trends of olive ridley sea turtles Lepidochelys olivacea
(Testudinata: Cheloniidae) on two beaches in Northwestern Mexico after
30 and 40 years of conservation. Revista de Biología Tropical, Vol 69(3):
1124-1137.

Sulaiman, P.S dan N. N, Wiadnyana. 2009. The Increasing Of Oliveridley


Population And It’s Correlation With Conservation Activity In Alas Purwo
National Park Banyuwangi, East Java. Indonesian Fisheries Research
Journal, Vol 15: 59-63

Umama, A. R., T. I. Restiadi, R. A. Prasetya, E. Safitri, A. L. Saputro, A. Yudhana


dan W.Haditanojo. 2020. Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu
Lekang (Lepidochelys olivacea) pada Sarang Semi Alami di Pantai Boom
Banyuwangi Periode Tahun 2018. Jurnal Medik Veteriner, Vol 3(1): 17-24.

Vyolita Varissa, A. 2021. Karakteristik Biofisik Habitat Penyu Lekang


(Lepidochelys Olivacea) Berdasarkan Tingkat Aktivitas Manusia Di Pantai
Kili-Kili Dan Pantai Konang Kecamatan Panggul Kabupaten Trenggalek.
Universitas Muhammadiyah Malang.

Yorianta, D. Elfidasari dan M. Q. T. Sabil. 2017. Struktur Vegetasi dan


Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Kawasan
Konservasi Penyu Pengumbahan Sukabumi. Jurnal Al - Azhar Indonesia
Seri Sains dan Tekhnologi, Vol 4(1).
32

LAMPIRAN
33

Lampiran 1. Peta Lokasi Magang


34

Lampiran 2. Teknik Konservasi Penyu Lekang (L. olivacea)

a. Monitoring

Monitoring di Kawasan UPTD Monitoring di Pulau Kasiak


KPSDKP
b. Provinsi Sumatera Barat
Relokasi

Penanaman telur penyu lekang Pemindahan telur dari sarang


alami ke semi alami

c. Inkubasi

Mengukur suhu sarang semi Mengukur kelembaban dan pH


alami penyu lekang pada sarang semi alami
35

Lampiran 2. Lanjutan

Kegagalan telur menetas Kegagalan telur menetas


disebabkan oleh anjing disebabkan oleh semut

d. Perawatan

Mengukur suhu air di bak penyu Mengukur pH air di bak penyu


lekang lekang

Mengukur salinitas air di bak Memberikan pakan penyu


penyu lekang lekang
36

Lampiran 2. Lanjutan

Membersihkan kerapas penyu Menyikat bak penyu

Menguras air bak penyu Tukik mati di Hatchery 1

e. Pelepasan Tukik

Pelepasan tukik Pelepasan tukik bersama SD IT


Nur Hidayah Lubuk Alung
37

Lampiran 3. Sarana dan Prasarana

Kantor Aula

Mess Musholla

Hatchery 1 Hatchery 2

Ruang karantina Ruang galerry


38

Lampiran 3. Lanjutan

Ruang pakan Ruang inkubasi

Refraktometer Thermometer

Soil tester Kertas pH

Sikat Wiper air


39

Lampiran 3. Lanjutan

Ember Pakan
40

Lampiran 4. Hasil Pengamatan

Data Sarang Semi Alami di UPTD KPSDKP Provinsi Sumatera Barat


Waktu Suhu pH Kelembapan

Pagi 28 oC 6,8 10%

Siang 31 oC 6,8 10%

Malam 29 oC 7 10%

Data Adopsi Telur Penyu Lekang (L. olivacea)


Waktu Butir Gagal Sebab

November-Desember 180 43 Semut


2021

Januari-Februari 538 30 Anjing


2022

Data Kualitas Air Pada Bak Air Penyu Lekang (L. olivacea)
Waktu Suhu Salintas pH

Pagi 28 oC 8 6

Sore 31 oC 12 7

Anda mungkin juga menyukai