Anda di halaman 1dari 8

Strategi Branding dalam Meningkatkan Loyalitas Pengunjung Rumah Sakit

Branding Strategies to Increase Hospital Visitors Loyalty

Teddy Prawiro

Magister Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Jalan Veteran Kota Malang, Kode Pos 65145, Telp: 0341- 568989

Email : teddyprawiro@student.ub.ac.id

ABSTRAK

Rumah Sakit merupakan suatu organisasi pelayanan jasa yang memiliki keunikan tersendiri
dikarenakan disamping memberikan pelayanan untuk misi sosial yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat namun juga mulai berorientasi untuk mendapatkan keuntungan yang disebabkan karena
pergeseran era ke arah globalisasi persaingan pasar bebas. Strategi branding pada jasa kesehatan,
khususnya pada rumah sakit di Kota Surabaya. Metode studi dengan literature review. Hasil
menunjukkan bahwa strategi branding yang dapat dilakukan rumah sakit terdiri dari lima unsur, yakni
pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR), pelaksanaan loyalty program, pelaksanaan
marketing mix, peran dan keikutsertaan pada event dinas kesehatan sekaligus pengelolaan sumber
daya manusia. Berdasarkan strategi tersebut akan didapatkan brand image positif dan sesuai dengan
branding yang dibentuk rumah sakit yang memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan
konsumen secara keseluruhan, selanjutnya menciptakan kepercayaan, dan kepuasan pasien yang
akan membentuk loyalitas pasien terhadap rumah sakit tersebut.

Kata kunci: branding, loyalitas, pengunjung, rumah sakit, pemasaran

PENDAHULUAN

Rumah Sakit merupakan suatu organisasi pelayanan jasa yang memiliki keunikan tersendiri
dikarenakan disamping memberikan pelayanan untuk misi sosial yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat namun juga mulai berorientasi untuk mendapatkan keuntungan yang disebabkan karena
pergeseran era ke arah globalisasi persaingan pasar bebas (Rizckya Badruddin et al., 2022).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang
dimaksud rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat (UU RI, 2009). Brand image adalah serangkaian kesan, keyakinan, dan gagasan terhadap
suatu brand yang dimiliki oleh seseorang sebagai konsumen. Brand diartikan sebagai identitas diri
yang membedakan antar sesama baik manusia, produk, maupun tempat. Sedangkan branding adalah
sebuah kegiatan komunikasi, mempekuat, mempertahankan sebuah brand dalam rangka memberikan
perspektif kepada orang lain yang melihatnya. Branding merupakan nama, istilah, tanda, simbol,
rancangan atau kombinasi dari semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
atau kelompok penjual dengan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing (Kotler, 2009).
Sedangkan menurut Landa (2006), pengertiannya bukanlah sekedar merek atau nama dagang dari
sebuah produk, jasa, atau perusahaan. Namun semuanya yang berkaitan dengan hal-hal yang kasa
mata dari sebuah merek mulai dari nama dagang, logo, ciri visual, citra, kredibilitas, karakter, kesan,
persepsi, dan anggapan yang ada di benak konsumen perusahaan tersebut. Definisi branding semakin
berkembang hingga kini didefinisikan sebagai kumpulan kegiatan komunikasi yang dilakukan dalam
rangka proses membangun dan membesarkan brand.

Pemasaran adalah proses sosial dimana individu-individu dan kelompok- kelompok dalam masyarakat
berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan mendapatkan apa yang diinginkannya melalui penciptaan,
5
penawaran, dan tukar- menukar barang dan jasa secara bebas. Sedangkan pendapat lain mengenai
pemasaran adalah upaya untuk menyinergikan sejumlah kegiatan, yaitu perancangan pelayanan,
penetapan tarif/harga, komunikasi atau promosi, dan peyediaantempatuntukpenyelenggaraan
pelayanan, dalam suatu perangkat yang disebut bauran pemasaran (Lestari, 2018).

Pemanfaatan rawat inap di rumah sakit dapat digambarkan oleh data BOR rumah sakit. BOR (Bed
Occupancy Rate ) merupakan salah satu indikator kinerja rumah sakit yang menyatakan prosentase
pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit. Nilai BOR yang ideal adalah 60-85%. BOR
yang masih rendah mengindikasikan bahwa keputusan pasien untuk memanfaatkan rawat inap di
rumah sakit masih rendah. Data BOR yang rendah merupakan salah satu dasar manajemen untuk
melakukan upaya perbaikan efisiensi tempat tidur di rumah sakit (Retnaningtyas, 2016). Tingginya
jumlah rumah sakit di Indonesia terutama di kota-kota besar menyebabkan adanya persaingan yang
kuat diantara rumah sakit. Hal ini berdampak pada proses pemilihan rumah sakit bagi calon konsumen
seiring dengan adanya globalisasi dan peningkatan standar perekonomian masyarakat, maka akan
berdampak pada peningkatan kesadaran hidup sehat bagi masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
adanya peningkatan pada jumlah belanja pada unsur-unsur kesehatan yang akan naik hingga 53%
pada 2020 (Algha, 2018). Namun seiring dengan meningkatnya investasi dan belanja pada unsur
kesehatan marak terjadi pembangunan lembaga jasa kesehatan, khususnya pada rumah sakit, di
berbagai kota di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya
sepanjang 2012 hingga 2017 tercatat telah dibangun dua rumah sakit baru yang merupakan rumah
sakit Tipe B, serta empat rumah sakit Tipe C dan Tipe C Khusus. Sehingga, menurut data yang dihimpun
dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya hingga tahun 2018 telah ada 45 rumah sakit swasta dan 16 rumah
sakit umum milik daerah yang ada di Kota Surabaya (Algha, 2018). Hal ini sesuai dengan data
pertumbuhan rumah sakit swasta yakni sebesar 34,12% per-tahunnya. Sedangkan, pertumbuhan
rumah sakit umum milik daerah tercatat sebesar 4,18% per-tahunnya (Algha, 2018). Sebuah rumah
sakit memerlukan branding bukan hanya sekedar untuk dikenal tetapi juga sebagai image rumah sakit
secara keseluruhan (Algha, 2018).

Pelaku industri rumah sakit juga harus berupaya untuk menjaga konsumen loyal yang dimiliki sehingga
akan merekomendasikan layanan kesehatan kepada orang lain serta tidak mudah tertarik dengan
rumah sakit lainnya. Strategi branding pada jasa kesehatan khususnya rumah sakit untuk
meningkatkan loyalitas pengunjung rumah sakit. Perananan pemasaran dalam dalam industri
perumasakitan pada saat ini cukup penting karena kebutuhan masyarakat untuk layanan kesehatan
dapat terpenuhi diimbangi dengan suksesnya kinerja keuangan (Rizckya Badruddin et al., 2022).
Pemasaran rumah sakit memiliki tantangan yang cukup tinggi dimana banyak negara menerapkan
kebijakan periklanan rumah sakit tidak dapat dilakukan secara bebas karena rumah sakit dituntut
untuk melakukan pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Rizckya Badruddin et al., 2022). Program dan strategi pemasaran yang baik memerlukan
perencanaan, pengontrolan dan implementasi yang disusun rumah sakit untuk menciptakan
pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi, efektif dan efisien namun juga dapat memberikan profit
bagi organisasi. Salah satu pilihan dalam pemsaran rumah sakit yaitu strategi branding untuk
mendapatkan nilai dan pandangan yang lebih dari konsumen dan mendapatkan loyalitas dari mereka
(Rizckya Badruddin et al., 2022).

ISI

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan mendasar (primary needs) bagi manusia. Rumah sakit
adalah salah satu bagian pelayanan dari kesehatan (Petri, 2016). Rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan
salah satu dari sarana kesehatan yang juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan
yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (UU RI, 2009). Selain mengemban misi
kemanusian, rumah sakit juga menjalankan misi bisnis untuk mendapatkan profit dan memastikan
keberlanjutan usahanya. Sebagai sebuah entitas bisnis, rumah sakit juga perlu dikelola secara
professional dengan memenuhi kaidah manajemen bisnis, namun tetap tunduk pada etika dan aturan
profesi. Oleh karena itu, pengelolaan manajemen bisnis rumah sakit harus mampu memadukan dua
kepentingan tersebut (Bisnis et al., 2020).

Analisis SWOT adalah metode dalam riset pemasaran yang digunakan dalam menganalisis faktor
lingkungan yang kompetitif. Analisis SWOT mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi rumah sakit. Penentuan strategi yang tepat bagi rumah sakit dimulai dengan
memahami strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan) pada aspek internal serta mengenali
opportunities (peluang) dan threats (ancaman) yang terkandung dalam lingkungan eksternal sehingga
mampu bersaing dan mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Khalida Zia et al., 2018). Pada
pemasaran layanan kesehatan, strategi branding saat ini cukup populer karena dapat menciptakan
nilai konsumen, mengamankan pangsa pasar, dan meningkatkan profitabilitas dengan menciptakan
konsistensi dan personalisasi layanan) (Rizckya Badruddin et al., 2022). Branding menunjukan
bagaimana suatu organisasi itu dikenal dari kualitas dan cara melayani pelanggannya, dan dengan
demikian kepercayaan dan loyalitas dari konsumen dapat terjalin. Hal ini kemudian membantu
memberikan nilai bagi organisasi dan terbentuk ekuitas merek (Rizckya Badruddin et al., 2022).
Berdasarkan Webster’s New College Dictionary, Merek (brand) merupakan identitas dari produk/jasa
suatu organisasi (Rizckya Badruddin et al., 2022). Ekuitas merek dianggap sebagai kekuatan merek
yang dibangun di benak konsumen atas dasar apa yang telah mereka pelajari, lihat, rasakan, dan
dengar tentang merek tersebut (Rizckya Badruddin et al., 2022). Strategi branding yang diperlukan
dalam rumah sakit meliputi branding seluruh aspek baik dari kompetensi dan profesionalitas dari
profesi tenaga kesehatan itu sendiri, kemampuan dari rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan
pasien secara keseluruhan, dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
memuaskan (Rizckya Badruddin et al., 2022). Pasien sebagai konsumen di rumah sakit tidak
berperilaku sebagai konsumen biasa yang hanya “berbelanja” untuk jasa yang mereka dapatkan di
rumah sakit, namun mereka juga berpartisipasi dalam keputusan medis yang diberikan oleh dokter
sehingga dapat terjalin hubungan medis yang erat antar pasien dan dokter (Rizckya Badruddin et al.,
2022). Kepuasan pasien terhadap layanan medis yang mereka dapatkan baik dari pelayanan dokter
atau tenaga kesehatan lain dan sarana yang diberikan oleh rumah sakit dapat menciptakan “bonding”
antara pasien dengan dokter ataupun rumah sakit itu sendiri (Rizckya Badruddin et al., 2022).

Pembentukan brand yang dilakukan oleh rumah sakit memiliki landasan berupa positioning dan
diferensiasi yang dimiliki. Unsur positioning, diferensiasi, dan branding menjadi salah satu alat analisis
dalam strategi branding. Menurt Hermawan Kartajaya (2005) analisis positioning dilakukan dengan
atribut yakni clarity, consistency, credibility, dan competitiveness. Sedangkan, analisis diferensiasi
dilakukan dengan atribut yakni what to offer, how to offer, dan enabler. Positioning yang dimiliki oleh
rumah sakit ialah standard rumah sakit dengan segmentasi konsumen dari kelompok ekonomi
masyarakat. Aspek diferensiasi rumah sakit yang memperkuat identitas sebagai rumah sakit ialah
konsep bangunan green building, kemampuan pelayan dan informasi umum yang terdiri dari Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris, konsep partnership yang bisa dilakukan dengan penyedia produk
makanan dan minuman dari merek asing, seperti Starbucks. Fasilitas tersebut semakin menunjukkan
bahwa konsumen potensial yang dimiliki rumah sakit berasal dari kelompok masyarakat menengah
keatas. Strategi branding yang dapat dilakukan oleh rumah sakit yaitu lima komponen strategi yang
dibagi menjadi dua kategori, yakni pemanfaatan sumber daya ekonomi serta pemanfaatan sumber
daya manusia. Tiga diantaranya, yakni pelaksanaan program CSR, pelaksanaan loyalty program dan
marketing mix (Riaz and Tanveer, n.d.). Selain itu, rumah sakit di Kota Surabaya juga melakukan
strategi branding dengan mengikuti kegiatan Surabaya Health Season yang diselenggarakan oleh
Dinas Kesehatan Kota Surabaya serta melakukan pengelolaan sumber daya manusia yang menjadi
pelayan jasa kesehatan(Algha, 2018).

1. Pelaksanaan CSR

Pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh rumah sakit dilakukan dengan adanya program pengobatan
gratis bagi kelompok masyarakat menengah kebawah. Selain itu CSR juga dilakukan melalui
kerjasama yang dilakukan dengan salah satu program radio maupun televisi (Algha, 2018).

2. Pelaksanaan Loyalty Program

Pelaksanaan loyalty program dilakukan dengan membagikan voucher potongan harga atau cek
kesehatan gratis yang dapat digunakan oleh pengunjung rumah sakit hingga jangka waktu
tertentu. Pemberian diskon atau layanan gratis pada konsumen diharapkan akan menarik
konsumen untuk menggunakan jasa yang ditawarkan rumah sakit (Algha, 2018).

3. Marketing Mix

Strategi marketing mix dianalisis melalui unsur product, price, place, dan promotion. Unsur
product yang dimiliki oleh rumah sakit ialah adanya konsep bangunan green building, serta adanya
teknologi kesehatan paling mutakhir yakni MRI. Strategi price dengan menetapkan harga yang
lebih mahal dibandingkan rumah sakit Tipe B lain yang ada di Kota Surabaya. Strategi placement
dilakukan dengan bangunan rumah sakit yang berada di tengah Kota Surabaya. Strategi promosi
dengan menyelenggarakan beberapa kegiatan dalam jangka waktu tertentu serta adanya program
kerjasama antara rumah sakit dengan perusahaan lain dan jasa asuransi (Algha, 2018). Hal ini
diharapkan akan memudahkan calon konsumen potensial untuk mendapatkan klaim asuransi
kesehatan ketika mengonsumsi jasa pelayanan kesehatan. Aspek promosi juga dilakukan dengan
mengandalkan kekuatan word of mouth dari konsumen yang telah loyal menggunakan jasa
kesehatan di rumah sakit (Riaz and Tanveer, n.d.).

4. Peran serta dalam kegiatan dinas kesehatan “Surabaya Health Season”

Rumah sakit di Kota Surabaya memanfaatkan adanya kegiatan dinas kesehatan, yaitu Surabaya
Health Season yang diselenggarakan oleh pemerintah Kota Surabaya yakni dengan mengadakan
sejumlah acara secara mandiri mengatasnamakan kegiatan Surabaya Health Season. Strategi ini
dilakukan karena kegiatan Surabaya Health Season akan lebih banyak mendapat porsi
pemberitaan dari media massa yang ada. Keikutsertaan rumah sakit dalam kegiatan Surabaya
Health Season dianggap menjadi strategi branding karena pada prinsipnya kegiatan Surabaya
Health Season memang memiliki tujuan untuk memberikan alternatif layanan kesehatan yang
sama baiknya dengan pelayanan rumah sakit di luar negeri. Sehingga, akan menekan jumlah
masyarakat yang berobat keluar negeri (Algha, 2018).

5. Pengelolaan sumber daya manusia

Pengelolaan sumber daya manusia atau pelayanan kesehatan yang dimiliki rumah sakit dapat
digunakan sebagai strategi branding. Staff customer service hingga satpam yang ada diberikan
pelatihan dan pengetahuan sehingga dapat memberikan layanan secara prima, ramah, dan dapat
berkomunikasi dengan bahasa asing. Strategi ini membuktikan bahwa konsumen potensial rumah
sakit bukan hanya berasal dari Indonesia namun juga dari luar negeri (Algha, 2018).

Hambatan internal rumah sakit dalam membangun branding ialah adanya permintaan dan standar
yang tinggi dari pemilik rumah sakit serta sulitnya melakukan koordinasi dengan setiap bagian atau
petugas jasa kesehatan yang akan berkomunikasi langsung dengan calon pasien. Sedangkan hambatan
eksternal yang dialami ialah lambatnya koordinasi dan pengumuman dari Dinas Kesehatan Kota
Surabaya ketika penyelenggaraan kegiatan Surabaya Health Season. Sehingga rumah sakit cenderung
mendadak dalam mempersiapkan agenda kegiatan untuk kepentingan strategi branding jika
mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh dinas kesehatan (Algha, 2018).

Pemasaran digital di rumah sakit selama pandemi ini merupakan strategi pemasaran yang memiliki
banyak manfaat yaitu dapat menarik pasien baru, memperluas bisnis, meningkatkan kepercayaan
pelanggan/pasien, memperkuat loyalitas pelanggan/pasien, meningkatkan brand awareness,
mendorong pasien untuk menggunakan layanan rumah sakit dan mempromosikannya kepada kerabat
dan keluarganya. Pemilihan metode atau saluran untuk pemasaran digital tergantung dari tujuan atau
target yang ingin dicapai oleh rumah sakit. Setelah menentukan tujuan peemasaran digital, rumah
sakit menentukan pilihan metode atau saluran media digital apa saja yang akan digunakan, kemudian
menentukan tujuan, target dan sasaran yang akan dicapai dari masing-media yang dipilih, melakukan
analisis situasi dan audiens/pangsa pasar, menentukan anggaran serta frekuensi pemasarannya.
Selanjutkan untuk implementasinya perlu ditentukan siapa yang akan melakukan strategi pemasaran
yang sudah dipilih, dan harus dilakukan monitoring dan evaluasi dari setiap strategi pemasaran digital
yang telah diimplementasikan agar rumah sakit dapat mencapai tujuan atau targetnya secara efektif
dan efisien (Sembiluh, 2022).

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Strategi branding untuk meningkatkan loyalitas pengunjung rumah sakit dapat menggunakan lima
komponen strategi, yaitu pelaksanaan CSR, pelaksanaan loyalty program, adanya unsur marketing
mix, peran serta dalam kegiatan dinas kesehatan, serta pengelolaan sumber daya manusia yang
dimiliki rumah sakit. Kelima strategi branding tersebut berhasil membentuk citra rumah sakit yang
menjadi pilihan untuk pelayanan jasa kesehatan. Keberhasilan pemasaran rumah sakit dapat
membentuk ekuitas merek dari organisasi sehingga memberikan nilai tambah di mata konsumen.
Secara garis besar strategi ini dapat menciptakan image bahwa rumah sakit memiliki kemampuan
untuk memenuhi permintaan konsumen secara keseluruhan, selanjutnya menciptakan kepercayaan,
dan kepuasan pasien yang akan membentuk loyalitas pasien terhadap rumah sakit tersebut. Namun
demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan strategi branding dalam marketing
perumasakitan perlu ditelaah lebih lanjut untuk menilai seberapa besar tingkat keberhasilan
pembentukan ekuitas merek dan loyalitas pasien yang terbentuk dari strategi tersebut. Pemasaran
digital di rumah sakit bisa menjadi pilihan strategi branding rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Algha, 2018. STRATEGI BRANDING PADA RUMAH SAKIT NATIONAL HOSPITAL SURABAYA .
Bisnis, J.M., Tinggi, S. and Ppm, M., 2020. Menelisik Strategi Pemasaran Rumah Sakit Menggunakan
Market Based-Management Noveri Maulana. , 17(3). Available at:
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/.
Khalida Zia, H., Semiarty, R. and Prima Lita, R., 2018. Analisis SWOT sebagai Penentu Strategi
Pemasaran pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut Baiturrahmah Padang,
Lestari, P.R., 2018. Hubungan Pemasaran Rumah Sakit (Marketing Mix 7P) terhadap Tingkat Kunjungan
Pasien. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Petri, S.L., 2016. HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DAN PROMOSI DENGAN KEPUTUSAN
MEMILIH JASA LAYANAN KESEHATAN (STUDI PADA RUMAH SAKIT ISLAM LUMAJANG).
Retnaningtyas, S.E.W.U.M.H., 2016. Persepsi Pasien terhadap Bauran Pemasaran Rumah Sakit dan
Pilihan Rumah Sakit Patient perception of Hospital Marketing Mix and Choice of Hospital,
Riaz, W. and Tanveer, A., Marketing Mix, Not Branding.
Rizckya Badruddin, H., Ilyas, J. and Sulistiadi, W., 2022. STRATEGI BRANDING DALAM PEMASARAN DI
RUMAH SAKIT: LITERATURE REVIEW. , 10(2). Available at:
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm.
Sembiluh, D.S., 2022. Analisis Implementasi Pemasaran Digital di Rumah Sakit pada Pandemi COVID-
19: Literatur Review. Available at: https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3.
UU RI, 2009. UU Nomor 44 Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai