Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi telah mendorong persaingan pertumbuhan industri pada
semua bidang di seluruh dunia, termasuk industri pemberi layanan jasa dibidang
kesehatan, seperti rumah sakit. Ancaman kehilangan konsumen dapat dialami
rumah sakit jika rumah sakit tidak mampu bersaing baik secara kualitas maupun
biaya, namun demikian, rumah sakit juga berpeluang memperoleh lebih banyak
konsumen jika rumah sakit memiliki kapabilitas menarik animo klien dengan
kualitas pelayanan kesehatan yang tinggi atau melebihi harapan klien.
Persaingan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu akan
menjadi sorotan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan. Hal ini
dikarenakan para konsumen pelayanan kesehatan sangat memperhatikan
pelayanan kesehatan yang mengutamakan mutu pelayanan yang diberikan oleh
suatu rumah sakit. Sesuai dengan pasal 32(d) UU No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, pasien mempunyai hak untuk memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur.
Sehingga, rumah sakit dituntut senantiasa meningkatkan mutu pelayanan yang
dapat menjadi ciri khas rumah sakit dan pendongkrak daya saingnya.
Kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu tentunya hanya dapat
dihasilkan oleh sumber daya yang berkualitas, sarana dan prasarana yang
mendukung, serta sistem manajerial dan kepemimpinan yang efektif. Wuryanano
mengatakan bahwa manusia adalah kunci keberhasilan suatu organisasi. Begitu
pula rumah sakit, sumber daya manusianya, baik tenaga kesehatan maupun non
kesehatan adalah penggerak utama institusi pemberi jasa pelayanan kesehatan ini.
Sumber daya manusia yang paling berperan di rumah sakit adalah perawat.
Perawat merupakan profesi pemberi layanan kesehatan dengan jumlah
terbanyak yang berperan penting dalam menentukan kualitas pelayanan kesehatan
di rumah sakit dan berinteraksi secara terus menerus dengan pasien dan
keluarganya. Pasien menginginkan pelayanan terbaik dari perawat, antara lain
melayani pasien secara professional dengan menunjukkan sikap ramah, sopan,
mampu berkomunikasi, tidak tergesa-gesa dan segera membantu pasien yang

1
membutuhkan pertolongan dengan memberikan tindakan keperawatan
(Simamora, 2013). Perawat sebagai individu yang berinteraksi selama 24 jam
bersama pasien, memulai interaksi dalam memberikan asuhan keperawatan
mandiri maupun kolaborasi mengharuskan perawat untuk melayani pasien dengan
baik, menghargai dan bersikap caring pada pasien (Safrina, 2014; Simamora,
2019)
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan atau asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien
memenuhi kebutuhannya. Perilaku caring perawat sangat diperlukan dalam
memberi perawatan dan berinteraksi dengan pasien, perawat berupaya untuk
membantu memenuhi kebutuhan pasien, antara lain dengan membantu pemenuhan
kebutuhan pasien tersebut. Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan
sepenuh hati sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang
dihadapi oleh klien (Triyana, 2013).
Pasien sebagai orang yang mengalami sakit tentu saja memiliki kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi diantaranya pengobatan, kenyamanan, emosional,
kasih sayang perawat yang dapat meberikan kenyamanan dan kedamaian, dan lain
sebagainya dalam proses penyembuhan pasien. Kebutuhan-kebutuhan pasien
dalam proses penyembuhannya tersebut dapat terpenuhi dengan perilaku caring
perawat (Triyana, 2013)
Caring adalah sikap moral yang ideal yang harus dimiliki perawat dalam
membina hubungan interpersonal dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan.
Caring sebagai esensi umum dari panduan perawat dalam bertindak dan
didefenisikan sebagai karakteristik perawat (Enns & sawatzky, 2016). Perawat
yang bersikap tidak peduli dan tidak caring terhadap pasien dapat meningkatkan
keluhan pasien karena tidak sesuai dengan harapan (Youssef, Mansour, Ayasreh
& Mawajdeh, 2013).
Perilaku caring dalam keperawatan sangat diperlukan, tetapi belum semua
perawat melayani klien dengan caring. Hal ini kebanyakan terjadi karena perawat
bekerja lebih berfokus kepada pelayanan kebutuhan biologis, dan kurang
memperhatikan afektifklien. Dalam beberapa kasus, banyak klien yang merasa

2
kecewa dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat. Perilaku caring
merupakan bentuk kinerja perawat yang dapat dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, pendikan, dan masa kerja. Terbentuknya perilaku caring juga sangat
dipengaruhi oleh sistem nilai bersama yang dianut oleh para perawat yang
tercermin dalam visi, misi, dan tujuan rumah sakit (Prihandhani, Nopiyani, &
Duarsa, 2019).
Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan disebut
dengan faktor individu. Faktor yang dapat memicu tingkat caring perawat dapat
berasal pula dari faktor organisasi yang meliputi sumber daya, kepemimpinan,
desain pekerjaan, imbalan, teman sejawat (Supriatin, 2015).
Sepuluh faktor carative yang dikemukakan Watson dapat menjadi acuan di
dalam aplikasi perilaku caring pada pasien. Perawat yang berperilaku caring akan
berdampak positif terhadap pasien maupun perawat itu sendiri (Porter, Cortese,
Verzina & Fitzpatrick, 2014). Perilaku caring dapat mendorong perawat untuk
merawat pasien dengan penuh kepedulian, menghargai dan menghormati sehingga
pasien merasa diterima, didukung, dan terlindungi selama perawatan di rumah
sakit (Nugent, Patricia, & Barbara, 2014). Perilaku caring yang diharapkan oleh
pasien adalah empati, ramah, memiliki dedikasi terhadap tugas dan berespon cepat
terhadap kebutuhan pasien.
Aplikasi dari bentuk 10 faktor karatif Watson (2007 dalam Simatupang,
2013) dilakukan dengan cara : tumbuhkan sikap sensitive, tulus, jujur, tenang,
menghormati pasien, sabar, ikhlas dalam pemberian tindakan, motivasi klien,
libatkan pasien dalam tindakan yang dilakukan, penyelesaian masalah pasien
dengan metode sistematis, beri informasi tentang penyakit pasien, sediakan
lingkungan kondusif, yakinkan pasien terhadap kesediaan perawat dalam
memberikan bantuan dan informasi. Perilaku caring perawat yang sering
dikeluhkan salah satunya yaitu pemberian informasi atau masalah komunikasi
perawat.
Hasil penelitian di rumah sakit di Indonesia perilaku caring perawat
menjadi salah satu masalah yang sering dikeluhkan oleh klien. Studi di rumh sakit
PGI Cikini Jakarta, perawat yang berperilaku caring menurut persepsi klien hanya
sebesar 53% (Suryani, Sahar & Gayatri, 2011). Sedangkan penelitian Tanjung dan

3
Salbiah (2012) di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam menunjukkan bahwa
sebanyak 78,6% pasien merasa puas terhadap perilaku caring perawat walaupun
mereka masih memberikan kritikan terhadap layanan keperawatan, seperti
perawat kurang ramah ketika berinteraksi dengan pasien, tidak memperkenalkan
dirinya ketika berjumpa dengan pasien dan pasien jarang mendapatkan informasi
tentang kesehatannya ketika ditanyakan oleh perawat. Penelitian Sukesi (2013) di
RS Permata Medika Semarang menyatakan bahwa 55,8% pasien tidak puas
dengan perilkau caring perawat. Studi di RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso
penerapan caring oleh perawat lebih dari 50% (Prabowo, Ardiana & Wijaya,
2014).
Perilaku caring dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologi, adat istiadat,
lawan bicara, motivasi, kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, dan
kecerdasan emosional (Jayus, 2011). Beberapa penelitian tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku caring perawat diantara dilakukan oleh Desima
(2013) yang menunjukkan adanya hubungan antara stress kerja dengan perilaku
caring perawat. Penelitian yang dilakukan Qomariah (2012) juga menemukan
adanya hubungan kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat. Penelitian
tentang hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat
dilakukan oleh Sarifuddin (2015), hasil penelitian menyimpulkan adanya
hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku caring perawat pada praktek
keperawatan.
Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan seseorang dalam
mengenali kondisi perasaannya secara pribadi dan perasaan orang lain serta
menggunakan perasaan itu dalam berpikir dan bertindak. Sedangkan Goleman
(2017) menyatakan bahwa kecerdasan emosional atau emotional intelligence
merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan
emosional penting dalam pekerjaan. Kecerdasan emosional menempati posisi
pertama dalam menentukan peralihan prestasi puncak dalam pekerjaan. Faktor-
faktor yang menentukan suatu keberhasilan yakni kecerdasan emosional 80% dan
kecerdasan intelektual sebesar 20% (Goleman, 2017). Dengan kecerdasan

4
emosional seseorang bisa mengadakan hubungan yang baik dengan atasan, rekan
sekerja maupun bawahan. Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh perawat.
Berdasarkan hasil penelitian Hidayati, Rifai, & Ni’mah (2017)
menunjukkan bahwa banyak perawat mempunyai kecerdasan emosional yang
tinggi tetapi masih ada perawat yang tidak baik dalam pengontrolan emosi. Skor
tertinggi pada aspek kesadaran diri sedangkan skor terendah pada aspek empati.
Kecerdasan emosional perawat di Shebin El Kom University Hospital di
Mesir rata-rata berada pada level rendah (Bakr & Safaan, 2012). Di negara
berkembang seperti Indonesia, sebagian besar sumber daya manusia masih
memiliki kecerdasan emosional yang kurang baik (Mangkunegara, 2011). Sebagai
organisasi perawatan kesehatan, rumah sakit mengharuskan perawat untuk lebih
berkomitmen dan memiliki hubungan kerja yang lebih erat dan mengakui
pentingnya kecerdasan emosional dan spiritual dari individu (King, Mara &
Decicco, 2012).
Perilaku caring yang didasari dengan kecerdasan emosional yang baik
akan mendukung terciptanya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan
pasien. Kecerdasan emosional yang baik yang ditunjukkan pemberi pelayanan
kesehatan mampu meningkatkan kepuasan pasien dalam berhubungan dengan
petugas kesehatan, maka dari pada itu perawat perlu menginternalisasikan
kecerdasan emosional yang baik dalam setiap pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien. Hal ini menunjukkan bahwa perawat perlu memiliki kemampuan
kecerdasan emosional untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien dan untuk
melakukan negosiasi kooperatif dengan tim kesehatan lain.
Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan 10 orang pasien
diruang rawat inap Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Tegal, diperoleh
data bahwa 5 dari 10 orang. masih ada perawat yang belum berperilaku caring
terutama perawat di ruangan rawat inap dikarenakan beban kerja yang tinggi,
ditunjukkan dengan masih kurangnya komunikasi yang dilakukan perawat pada
pasien sehingga menyebabkan pasien kurang mendapatkan informasi dari
perawat, seperti informasi mengenai kondisi dan tindakan yang dilakukan pada
pasien. Perawat lebih banyak melakukan tindakan yang bersifat administratif,
sehingga masih kurang dalam berempati, kurang respon dengan cepat dalam

5
menerima komplain dan juga kurang kemampuan mendengarkan perasaan klien.
Hal tersebut terjadi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan emosional dalam
berinteraksi dengan orang lain yang merupakan situasi yang mempengaruhi sikap
kerja perawat (Idoro & Ajibare, 2017).
Fenomena di atas menguraikan tentang pentingnya kecerdasan emosional
perawat terhadap perilaku caring perawat, sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat Dengan
Perilaku Caring Perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah
Tegal”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang muncul adalah sebagai
berikut: “Apakah ada hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring
perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Tegal?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan tersebut, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring
perawat diruangan rawat inap Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Tegal.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan kecerdasan emosional perawat.
b. Mendiskripsikan perilaku caring perawat.
c. Menganalisis hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku
caring perawat.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan manajemen
keperawatan terutama mengenai perilaku perawat yang dapat meningkatkan
kepuasan pasien serta untuk pengembangan konsep caring yang didasari oleh
kecerdasan emosional perawat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pihak Manajemen Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi

6
bagi manajemen rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan perencanaan,
pengembangan, dan pembinaan terhadap sumber daya keperawatan guna
menghasilkan tenaga keperawatan yang mampu menerapkan perilaku caring
dalam setiap pemberian pelayanan keperawatan.
b. Bagi Kepala Ruang
Sebagai masukan untuk mengupayakan peningkatan kecerdasan emosional
perawat sehingga dapat meningkatkan perilaku caring perawat pelaksana.
c. Bagi Perawat Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perawat untuk
menggali dimensi-dimensi kecerdasan emosional diri perawat sehingga
diharapkan dapat mendasari perawat dalam melakukan hubungan
interpersonal maupun intrapersonal.
d. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi
peneliti yang akan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku caring perawat.

Anda mungkin juga menyukai