Anda di halaman 1dari 10

Nama :

Nim :

1. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik:


 Kejelasan tujuan;
 Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
 Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
 Dapat dilaksanakan;
 Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
 Kejelasan rumusan; dan
 Keterbukaan
2. Jenis dan Hierarki Perundang-undangan :
 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
UUD 1945 adalah hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945
merupakan peraturan tertinggi dalam tata urutan Peraturan Perundang-undangan
nasional.
 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Ketetapan MPR adalah
putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR meliputi Ketetapan MPR Sementara
dan Ketetapan MPR yang masih berlaku. Sebagaimana dalam Pasal 2 dan Pasal 4
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan MPR 1960 sampai 2002 pada 7
Agustus 2003. Berdasarkan sifatnya, putusan MPR terdiri dari dua macam yaitu
Ketetapan dan Keputusan. Ketetapan MPR adalah putusan MPR yang mengikat baik
ke dalam atau keluar majelis. Keputusan adalah putusan MPR yang mengikat ke dalam
majelis saja.
 UU atau Perppu
UU adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Perppu adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa. Mekanisme UU atau Perppu adalah sebagai berikut: Perppu diajukan ke
DPR dalam persidangan berikut. DPR dapat menerima atau menolak Perppu tanpa
melakukan perubahan. Bila disetujui oleh DPR, Perppu ditetapkan menjadi UU. Bila
ditolak oleh DPR, Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Baca juga: Plt
Menkumham: Perlu Revisi 23 Undang-Undang untuk Pindah Ibu Kota

 Peraturan Pemerintah (PP)


PP adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan UU sebagaimana mestinya. PP berfungsi untuk menjalankan perintah
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.
 Peraturan Presiden (Perpres)
Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
 Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
Perda Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Termasuk dalam Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Provinsi
Aceh dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) serta Peraturan Daerah Provinsi
(Perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Baca juga: Revisi
UU KPK Segera Disahkan Jadi Undang-Undang dalam Rapat Paripuna
 Perda Kabupaten atau Kota
Perda Kabupaten atau Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
DPRD Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
Termasuk dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota adalah Qanun yang berlaku di
Kabupaten atau Kota di Provinsi Aceh.
3. Pembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang
terdiri dari kegiatan penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi,
pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I, pernyataan persetujuan atau
penolakan dari tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat
paripurna, dan penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang
ditugasi.
4. Pembentukan peraturan daerah (perda) merupakan wujud kewenangan yang diberikan
kepada pemerintahan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah menjadi salah satu
alat dalam melakukan transformasi sosial dan demokrasi sebagai perwujudan masyarakat
daerah yang mampu menjawab perubahan yang cepat dan tantangan pada era otonomi
dan globalisasi saat ini serta terciptanya good local governance sebagai bagian dari
pembangunan yang berkesinambungan di daerah. Program Pembentukan Peraturan
Daerah/Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara
terencana, terpadu, dan sistematis. Hal tersebut secara jelas menegaskan bahwa
mekanisme pembentukan peraturan daerah dimulai dari tahap perencanaan, yang
dilakukan secara koordinatif dan didukung oleh cara atau metode yang pasti, baku dan
standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan.
5. Demikian juga dengan penyusunan pembentukan peraturan daerah di lingkungan DPRD
diatur dalam Pasal 13 yang menyebutkan:
 Balegda menyusun Prolegda di lingkungan DPRD.
 Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas
pembentukan Rancangan Perda.
 Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan
Rancangan Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.
Dalam Pasal 14 disebutkan prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD
dikoordinasikan oleh DPRD melalui Balegda, dan hasil penyusunan tersebut disepakati
menjadi prolegda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD untuk ditetapkan dengan
keputusan DPRD. Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah menurut Pasal 239
ayat (7) dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di luar program pembentukan
peraturan daerah karena alasan:
 mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
 menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
 mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu
Rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang
khusus menangani bidang pembentukan peraturan daerah dan unit yang
menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah
 akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh Gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat untuk Perda Kabupaten/Kota, dan
 perintah dari ketentuan peraturan perundan-undangan yang lebih tinggi setelah
program pembentukan Perda ditetapkan.
6. Proses akhir dari pembuatan peraturan perundang-undangan adalah pengundangan dan
penyebarluasan yang memerlukan penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif
dan efesien serta akuntabel. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-
undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia. Maksudnya agar supaya setiap orang dapat mengetahui peraturan
perundang-undangan, pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan
yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara
Republik Indonesia. Dengan penyebarluasan diharapkan masyarakat mengerti, dan
memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan,
sehingga dapat melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud.
7. Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
 Penyebarluasan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan melalui media
cetak, media elektronik, dan cara lainnya.
 Penyebarluasan peraturan perundang-undangan melalui media cetak berupa
lembaran lepas maupun himpunan.
 Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran
lepas yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan
kepada kementrian/Lembaga yang memprakarsai atau menetapkan peraturan
perundang-undangan tersebut, dan masyarakat yang membutuhkan.
 Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan
yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada
Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan pihak terkait.
 Penyebarluasan melalui media elektronik dilakukan melalui situs web
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dapat diakses melalui
website: www.djpp.depkumham.go.id, atau lainnya.
 Penyebarluasan dengan cara sosialisasi dapat dilakukan dengan tatap muka atau
dialog langsung, berupa ceramah workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konfrensi
pers, dan cara lainnya
8. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan pelaksanaan peran serta
masyarakat dalam pembentukan perda antara lain: dilakukannya Rapat Dengar Pendapat
Umum atau rapat-rapat lainnya yang bertujuan menyerap aspirasi masyarakat,
dilakukannya kunjungan oleh anggota DPRD untuk mendapat masukan dari masyarakat,
ataupun diadakannya seminar-seminar atau kegiatan yang sejenis dalam rangka
melakukan pengkajian atau menindak lanjuti berbagai penelitian untuk menyiapkan suatu
Rancangan Peraturan Daerah.
9. PENJELASAN SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
 Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan NA
sebagai acuan pembentukan RUU atau RAPERDA tertentu.
 Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan RUU atau RAPERDA
memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau
pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan RUU atau RAPERDA yang
akan dibentuk.
 Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis,
sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan RUU
atau RAPERDA.
B. Identifikasi Masalah Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu NA mencakup
4 (empat) pokok masalah, yaitu sebagai berikut:
 Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi.
 Mengapa perlu RUU atau PAPERDA sebagai dasar pemecahan masalah
tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian
masalah tersebut.
 Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan RUU atau RAPERDA .
 Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,
dan arah pengaturan.
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan NA. Sesuai dengan ruang lingkup
identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah
Akademik dirumuskan sebagai berikut:
 Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan
tersebut.
 Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan RUU atau RAPERDA sebagai dasar hukum penyelesaian atau
solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
 Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan RUU atau RAPERDA.
 Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dalam RUU atau RAPERDA . Kegunaan
penyusunan NA adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan
pembahasan RUU atau RAPERDA.
D. Metode
 Penyusunan NA pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga
digunakan metode penyusunan NA yang berbasiskan metode penelitian
hukum atau penelitian lain.
 Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan
metode yuridis empiris.
 Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal.
 Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah
(terutama) data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan,
putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta
hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya.
 Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus
group discussion), dan rapat dengar pendapat.
 Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan
penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan
(normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang
terkait dan yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang
diteliti.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas,
praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi,
keuangan negara dari pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah
Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

A. Kajian teoretis.

B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.


Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek
bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan
dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.

C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta


permasalahan yang dihadapi masyarakat.

D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur


dalam UU atau PERDA terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya
terhadap aspek beban keuangan negara.
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT

Bab ini memuat hasil kajian terhadap:

 Peraturan Perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang


ada,
 Keterkaitan Undang-Undang dan Peraturan Daerah baru dengan Peraturan
Perundang-undangan lain,
 harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta
 status dari Peraturan Perundang-undangan yang ada, termasuk Peraturan
Perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta
Peraturan Perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak
bertentangan dengan Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang baru.
Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan ini dimaksudkan untuk
mengetahui
 kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai substansi atau materi yang akan diatur.
 posisi dari dari UU atau PERDA yang baru
 tingkat sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang
ada serta posisi dari UU atau PERDA untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih pengaturan. Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi
bahan bagi penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan
dari UU atau PERDA yang akan dibentuk.

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
B. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis
sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan
masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
C. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau
yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa
persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan,
peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan
yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga dayaberlakunya
lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau
peraturannya memang sama sekali belum ada.

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG


LINGKUP MATERI MUATAN UU ATAU PERDA

Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup


materi muatan RUU atau RAPERDA yang akan dibentuk. Dalam Bab ini,
sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang
akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan
yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang
lingkup materi pada dasarnya mencakup:

A. ketentuan umum (memuat rumusan akademik mengenai pengertian


istilah, dan frasa);
B. materi yang akan diatur;

C. ketentuan sanksi; dan

D. ketentuan peralihan.

BAB VI PENUTUP

Bab penutup terdiri atas sub-bab simpulan dan saran.

 Simpulan Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang


berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori,
dan asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
 Saran Saran memuat antara lain:

1. Perlunya pemilahan substansi NA dalam suatu Peraturan


Perundangundangan atau Peraturan Perundang-undangan di
bawahnya.

2. Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan RUU atau RAPERDA


dalam Program Legislasi Nasional atau /Program Legislasi Daerah.

3. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan


penyusunan NA lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundang-undangan, dan jurnal


yang menjadi sumber bahan penyusunan Naskah Akademik.

LAMPIRAN RUU ATAU RAPERDA

Anda mungkin juga menyukai