Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan permasalahan kesehatan global sebagai

penyebab kematian, disabilitas, dan defisit mental. Menurut World Health

Organization (WHO) pada tahun 2015 kecelakaan lalu lintas merupakan

penyebab kematian urutan kesebelas di seluruh dunia dan menelan korban jiwa

sekitar 1,25juta manusia setiap tahun. (Depkes RI, 2017).

Trauma dapat diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma yang

paling banyak terjadi pada saat kecelakaan lalu lintas adalah trauma kepala.

Trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama

disabilitas dan mortalitas di negara berkembang. Keadaan ini umumnya terjadi

pada pengemudi motor tanpa helm atau memakai helm yang tidaktepat dan

yang tidak memenuhi standar. (Depkes RI, 2015). Kecelakaan lalu lintas dapat

menyebabkan seseorang mengalami kecacatan bahkan kematian. Selain itu

kecelakaan dapat menyebabkan seseorang mengalami trauma atau cedera

kepala.

Angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia dalam rentang 2010-2014

mengalami kenaikan rata-rata 9,59% per tahun dengan diikuti kenaikan

persentase korban meninggal dengan ratarata 9,24% per tahun (Badan Pusat

Statistik/BPS, 2016). Proporsi pasien trauma yang dirawat di rumah sakit


2

mayoritas akibat kecelakaan darat (59,6%) dengan sebagian besar (47,5%)

mengalami cedera kepala (Riyadina et al., 2011).

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia

kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus

dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan

lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera

kepala tersebut (Depkes, 2012).

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara

langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di

kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan

jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir,

2012).

         

1.2   Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan

cedera kepala Ringan.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang

berhubungan dengan cedera kepala Ringan.

b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan

cedera kepala Ringan.


3

c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien

dengan cedera kepala Ringan.

d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan

cedera kepala Ringan.

e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan

cedera kepala Ringan.

f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada

klien dengan cedera kepala Ringan.


4

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa

perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011). Cedera kepala merupakan sebuah

proses dimana terjadi cedera langsung atau deselerasi terhadap kepala yang

dapat mengakibatkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014).

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam subtansi otak tanpa diikuti

terputusnya kontiunitas otak (Hudak, dkk.2013). Cidera kepala (terbuka dan

tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak cranial serebri, contusio (memar) dan

perdarahan serebral (subarakhanial), subdural, epidural, intraserebral(batang

otak). Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung

(akselerasi atau deselarasi otak) (Hudak,dkk. 2013).

2. Klasifikasi

Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :

1) Berdasarkan Mekanisme

a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan

kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat

bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).


5

b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan

maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.

2) Berdasarkan Beratnya Cidera

The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow

Coma Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :

a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS

14-15, pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau

amnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat

terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, tidak

terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria

cedera sedang sampai berat.

b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13

(konfusi, letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan,

mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah sederhana, hilang

kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam, konkusi, amnesia

paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda

battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan

serebrospinal).

c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8

(koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif, kehilangan

kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis fokal, cedera

kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.


6

3. Etiologi

          Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian,

jatuh, cedera olah raga, kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering

disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin, 2000).

4. Pathofisiologi

          Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya

kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan,

edema dan gangguan biokimia otak seperti  penurunan adenosis tripospat,

perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi

atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera

kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara

langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan

otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,

misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

          Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural

hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,

subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter

dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah

didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi

karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi


7

menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan

otak (Tarwoto, 2007).

5. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya

cedera kepala, yaitu:

a) Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive

yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).

b) Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena

regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh

tekanan dan pembengkakan diskus optikus;  muntah seringkali proyektil.

6. Komplikasi

1) Perdarahan intra cranial

2) Kejang

3) Parese saraf cranial

4) Meningitis atau abses otak

5) Infeksi

6) Edema cerebri

7) Kebocoran cairan serobospinal

7. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas

darah.
8

2) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,

perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.

3) MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras

radioaktif.

4) Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti

perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

5) X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun

thorak.

6) CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

7) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

8) Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi  keseimbangan elektrolit sebagai

akibat peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

8. Penatalaksanaan

                 Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah

terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor

sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan

otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan

pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).


9

Penatalaksanaan umum adalah:

      1.     Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi

      2.     Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma

      3.     Berikan oksigenasi

      4.     Awasi tekanan darah

      5.     Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik

      6.     Atasi shock

      7.     Awasi kemungkinan munculnya kejang.

2.2 Konsep Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

1) Chin lift / jaw trust

2) Suction / hisap

3) Guedel airway

4) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.


10

b. Breathing

Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya

pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara nafas terdengar

ronchi/aspirasi, whezzing, sonor, stidor/ngorok, ekspansi dinding dada.

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

d. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap

nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur

GCS. Adapun cara yang cukup jelasa dan cepat adalah:

Awake :A

Respon bicara :V

Respon nyeri :P

Tidak ada respon :U

e. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera

yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,

maka imobilisasi in line harus dikerjakan.


11

2. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis

dapat meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal,

dan Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan

fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan

pemeriksaan diagnostik. Pengkajian sekunder dilakukan dengan

menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut :

S : Sign and Symptom.

Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas

pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi,

Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien

menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk

dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah

A : Allergies

Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi

obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.

M : Medications

(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications

especially). Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang

sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi.

Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.

P :Previous medical/surgical history.


12

Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.

L :Last meal (Time)

Waktu klien terakhir makan atau minum.

E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what

happened

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien

yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.

a. Aktivitas / istirahat

Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

b. Sirkulasi

Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung

gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan

mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan

jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).

c. Psikososial

Ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat

karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan,

tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.


13

f. Pernapasan

Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan

otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi

napas menurun/ hilang (auskultasi à mengindikasikan bahwa paru tidak

mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada :

hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada

tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental:

ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat

bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru

(empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

B. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan

atau vena terputus,

2) Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik,

3) Defisit self care b.d de-ngan kelelahan, nyeri


14

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi NOC: Monitor Tekanan Intra

jaringan (spesifik  Status sirkulasi Kranial

serebral) b.d aliran arteri  Perfusi jaringan 1) Catat perubahan respon

dan atau vena terputus. serebral klien terhadap stimulus /

rangsangan

Setelah dilakukan tindakan 2) Monitor TIK klien dan

keperawatan selama ….x respon neurologis

24 jam, klien mampu men- terhadap aktivitas

capai : 3) Monitor intake dan

1) Status sirkulasi dengan output

indikator: 4) Pasang restrain, jika

o Tekanan darah sis- perlu

tolik dan diastolik 5) Monitor suhu dan angka

dalam rentang yang leukosit

diharapkan 6) Kaji adanya kaku kuduk

o Tidak ada ortostatik 7) Kelola pemberian

hipotensi antibiotik

o Tidak ada tanda tan- 8) Berikan posisi dengan

da PTIK kepala elevasi 30-40O

dengan leher dalam

posisi netral
2) Perfusi jaringan
9) Minimalkan stimulus dari
serebral, dengan
lingkungan
indicator
15

 Klien mampu berko- 10) Beri jarak antar tindakan

munikasi dengan je- keperawatan untuk

las dan sesuai ke- meminimalkan

mampuan peningkatan TIK

 Klien menunjukkan 11) Kelola obat obat untuk

perhatian, konsen- mempertahankan TIK

trasi, dan orientasi dalam batas spesifik

 Klien mampu mem-

proses informasi Monitoring Neurologis

 Klien mampu mem- (2620)

buat keputusan de- 1) Monitor ukuran,

ngan benar kesimetrisan, reaksi dan

 Tingkat kesadaran bentuk pupil

klien membaik 2) Monitor tingkat

kesadaran klien

3) Monitor tanda-tanda vital

4) Monitor keluhan nyeri

kepala, mual, dan muntah

5) Monitor respon klien

terhadap pengobatan

6) Hindari aktivitas jika

TIK meningkat

7) Observasi kondisi fisik

klien
16

Terapi Oksigen (3320)

1) Bersihkan jalan nafas

dari secret

2) Pertahankan jalan nafas

tetap efektif

3) Berikan oksigen sesuai

instruksi

4) Monitor aliran oksigen,

kanul oksigen, dan

humidifier

5) Beri penjelasan kepada

klien tentang pentingnya

pemberian oksigen

6) Observasi tanda-tanda

hipoventilasi

7) Monitor respon klien

terhadap pemberian

oksigen

8) Anjurkan klien untuk

tetap memakai oksigen

selama aktivitas dan tidur

Nyeri akut b.d dengan NOC: Manajemen nyeri (1400)

agen injuri fisik.  Nyeri terkontrol 1) Kaji keluhan nyeri,

 Tingkat Nyeri lokasi, karakteristik,

 Tingkat kenyamanan onset/durasi, frekuensi,

kualitas, dan beratnya


17

nyeri.

Setelah dilakukan asuhan 2) Observasi respon

keperawatan selama …. x ketidaknyamanan secara

24 jam, klien dapat : verbal dan non verbal.

1. Mengontrol nyeri, 3) Pastikan klien menerima

dengan indikator: perawatan analgetik dg

 Mengenal faktor- tepat.

faktor penyebab 4) Gunakan strategi

 Mengenal onset komunikasi yang efektif

nyeri untuk mengetahui respon

 Tindakan pertolong- penerimaan klien

an non farmakologi terhadap nyeri.

 Menggunakan anal- 5) Evaluasi keefektifan

getik penggunaan kontrol nyeri

 Melaporkan gejala- 6) Monitoring perubahan

gejala nyeri kepada nyeri baik aktual maupun

tim kesehatan. potensial.

 Nyeri terkontrol 7) Sediakan lingkungan

2. Menunjukkan tingkat yang nyaman.

nyeri, dengan indikator 8) Kurangi faktor-faktor

 Melaporkan nyeri yang dapat menambah

 Frekuensi nyeri ungkapan nyeri.

 Lamanya episode 9) Ajarkan penggunaan

nyeri tehnik relaksasi sebelum

 Ekspresi nyeri; wa- atau sesudah nyeri

jah
18

 Perubahan respirasi berlangsung.

rate 10) Kolaborasi dengan tim

 Perubahan tekanan kesehatan lain untuk

darah memilih tindakan selain

 Kehilangan nafsu obat untuk meringankan

makan nyeri.

11) Tingkatkan istirahat yang

adekuat untuk

meringankan nyeri.

Manajemen pengobatan

1) Tentukan obat yang

dibutuhkan klien dan cara

mengelola sesuai dengan

anjuran/ dosis.

2) Monitor efek teraupetik

dari pengobatan.

3) Monitor tanda, gejala dan

efek samping obat.

4) Monitor interaksi obat.

5) Ajarkan pada klien /

keluarga cara mengatasi

efek samping pengobatan.

6) Jelaskan manfaat

pengobatan yg dapat

mempengaruhi gaya hidup


19

klien.

Pengelolaan analgetik

1) Periksa perintah medis

tentang obat, dosis &

frekuensi obat analgetik.

2) Periksa riwayat alergi

klien.

3) Pilih obat berdasarkan

tipe dan beratnya nyeri.

4) Pilih cara pemberian IV

atau IM untuk

pengobatan, jika

mungkin.

5) Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian analgetik.

6) Kelola jadwal pemberian

analgetik yang sesuai.

7) Evaluasi efektifitas dosis

analgetik, observasi

tanda dan gejala efek

samping, misal depresi

pernafasan, mual dan

muntah, mulut kering, &


20

konstipasi.

8) Kolaborasi dgn dokter

untuk obat, dosis & cara

pemberian yg

diindikasikan.

9) Tentukan lokasi nyeri,

karakteristik, kualitas,

dan keparahan sebelum

pengobatan.

10) Berikan obat dengan

prinsip 5 benar

11) Dokumentasikan respon

dari analgetik dan efek

yang tidak diinginkan

Defisit self care b.d de- NOC: NIC:

ngan kelelahan, nyeri.  Perawatan diri : Membantu perawatan diri

 (mandi, Makan klien Mandi dan toiletting

Toiletting, 1) Tempatkan alat-alat

berpakaian) mandi di tempat yang

Setelah diberi motivasi mudah dikenali dan

perawatan selama ….x24 mudah dijangkau klien

jam, ps mengerti cara 2) Libatkan klien dan

memenuhi ADL secara dampingi

bertahap sesuai kemam- 3) Berikan bantuan selama

puan, dengan kriteria : klien masih mampu

 Mengerti secara seder-


21

hana cara mandi, mengerjakan sendiri

makan, toileting, dan ADL Berpakaian

berpakaian serta mau 1) Informasikan pada klien

mencoba se-cara aman dalam memilih pakaian

tanpa cemas selama perawatan

 Klien mau 2) Sediakan pakaian di

berpartisipasi dengan tempat yang mudah

senang hati tanpa dijangkau

keluhan dalam 3) Bantu berpakaian yang

memenuhi ADL sesuai

4) Jaga privcy klien

5) Berikan pakaian pribadi

yg digemari dan sesuai

NIC: ADL Makan

1) Anjurkan duduk dan

berdo’a bersama teman

2) Dampingi saat makan

3) Bantu jika klien belum

mampu dan beri contoh

4) Beri rasa nyaman saat

makan
22

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

1.      Identitas klien

Nama                                               : Tn. AB

Umur                                                : 34 tahun

Alamat                                             : Sinambek

Status perkawinan                           : Kawin

Agama                                             : Islam

Pendidikan                                       : S1

Pekerjaan                                         : PNS

Diagnosa medis                               : Cedera kepala Ringan

Tanggal masuk RS                           : 24 Juli 2021

Tanggal pengkajian                          : 24 Juli 2021

No RM                                             : 11.40.38

A. Primarry Assessment
1. Airway :
Tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada obstruksi jalan nafas, tidak ada
penumpukan secret, tidak ada cidera servikal, pengembangan dada simetris,
suara nafas normal.
2. Breathing :
Inspeksi : Tidak ada jejas, ekspansi dada simetris.
23

Palpasi : Tidak ada masa, tidak ada benjolan, tidak ada kelainan
dinding dada, RR= 20x/menit.
Perkusi : Sonor dibagian dada, timpani dibagian perut
Auskultasi : Vesikuler
3. Circulation :
Tidak ada perdarahan, nadi teratur dan kuat (N=100x/menit), akral hangat
(S=36,4OC), TD= 130/90 x/menit
B. Fokus Assessment
KU : Sedang
Tingkat kesadaran : 14 (E(4) M(6) V(4))
- Keluhan utama : Pasien datang ke IGD RSUD Teluk Kuantan dengan
keadaan lemas dan memegangi kepala sambil meringis menahan sakit setelah
terjadi kecelakaan motor. Pasien datang pada pukul 10.30 WIB bersama
dengan kedua temannya. Pasien ditabrak oleh motor lain dan jatuh dengan
posisi punggung terlebih dahulu mengenai aspal. Pasien sudah periksa di
Klinik namun karena merasa kurang puas pasien periksa ke IGD RSUD Teluk
Kuantan. Pasien mengeluh nyeri dengan intensitas sedang dibagian kepala (P :
nyeri kepala, Q : nyeri cekot-cekot dan berputar, R : seluruh kepala, S: skala
nyeri 4, T: terus menerus). Pasien datang dengan kondisi bingung dan linglung
saat dikaji. Pasien mengatakan pengelihatannya agak buram. Pasien sempat
muntah darah sebanyak 3x.

C. Sekunder Assesment
Riwayat penyakit dahulu : Pasien Belum Pernah mengalami sakit yang
serius sebelumnya
24

D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan maksila ofacial :
Tidak ada jejas, wajah simetris, tidak ada perdarahan dari hidung dan
telinga,
2. Vertebra servikalis dan leher :
Tidak ada jejas dileher, tidak ada trauma servikalis
3. Thoraks
a. Inspeksi : pengembangan dada simetris, tidak ada jejas
b. Auskultasi : cuara nafas vesiikuler
c. Perkusi : sonor
d. Palpasi : tidak ada massa, tidak ada benjolan
4. Abdomen
a. Inspeksi : tidak ada jejas, abdomen tampak simetris
b. Auskultasi : terdengar suara bising usus normal (12x/menit)
c. Perkusi : timpani
d. Palpasi : tidak ada massa, tidak ada benjolan
5. Muskuloskeletal :
Terdapat kelemahan pada ekstremitas. Pasien mampu melakukan gerakan
sesuai perintah perawat, namun lemah. Pasien kehilangan keseimbangan
untuk berjalan, tidak ada fraktur.

E. Terapi
- Paracetamol 500 mg
- Ranitidin 50 mg IV
- Ketorolac 30 mg IV
- Kaltrofen 5 ampul 2 ml IV
- Terapi O2 3liter/menit
- Infus NaCL 20 tpm
25

F. Data Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan lab.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rotgen thorax : Tidak tampak adanya perdarahan, tidak tampak
adanya trauma, tidak tampak ada cairan, tak tampak
kelainan pada paru-paru dan jantung.
ANALISA DATA

DATA MASALAH ETIOLOGI

DO :
- Pasien tampak bingung saat
ditanya
- Pasien tampak lemas
- GCS 14 (E(4) M(6) V(4))
- TD: 130/90 mmHg
- Nadi: 100x/menit
- RR: 20x/menit
Resiko perfusi serebral
- Suhu: 36,4oC
tidak efektif Cedera kepala
DS :
- Pasien mengatakan lemas
- Pasien mengatakan pusing
- Pasien mengatakan sedikit
buram untuk melihat
- Teman pasien mengatakan
pasien sempat muntah darah
sebanyak 3x dengan intensitas
sedang
26

DO :
- Pasien tampak memegangi
kepala
- Pasien tampak lemas
- Pasien sesekali meringis
menahan sakit
DS :
- P : nyeri kepala
Q : nyeri cekot-cekot dan Nyeri akut
Cidera fisiologis
berputar
R : seluruh kepala,
S: skala nyeri 4
T: terus menerus.
- Teman pasien mengatakan
pasien sempat jatuh dari motor
dengan posisi punggung
terlebih dahulu menyentuh
aspal

3.3  Diagnosa keperawatan

1. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala.

2. Nyeri akut b.d cidera fisiologis


27

3.4   Intervensi

No Diagnosa NIC NIC

1. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 jam  Monitor TTV pasien

tidak efektif b.d cedera klien menunjukan status sirkulasi dan tissue  Monitor tingkat kesadaran pasien
 Berikan terapi oksigen 3
kepala perfusion cerebral membaik dengan KH:
liter/menit dengan kanul nassal
 TD dalam rentang normal (120/80  Posisikan pasien semifowler

mmHg)  Kolaborasi pemberian obat:


Paracetamol 500 mg
 Tidak ada tanda peningkatan TIK

 Klien mampu bicara dengan jelas,

menunjukkan konsentrasi, perhatian dan

orientasi baik

 Fungsi sensori motorik cranial utuh :

kesadaran membaik (GCS 15, tidak ada

gerakan involunter)

2. Nyeri akut b.d cidera Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 jam  Monitor skala nyeri (PQRST)
28

fisiologis klien menunjukan pola nafas yang efektif


 Hilangkan/jauhkan faktor-faktor
dengan KH:
yang dapat menambah skala
 Mampu mengontrol nyeri
nyeri
 Melaporkan nyeri berkurang  Berikan posisi senyaman
mungkin
 Ajarkan teknik manajemen nyeri
non farmakologis: teknik nafas
dalam
 Kolaborasi pemberian analgetik
(Ketorolac 30 mg IV dan
kaltofren 5 ampul 2 ml IV)
29

CATATAN PERKEMBANGAN

HARI/TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


24 Juli 2021 Resiko perfusi 1. Monitor TTV pasien 24 Juli 2021
serebral tidak efektif 2. Monitor tingkat kesadaran S =
b.d Cedera kepala pasien - pasien mengatakan sudah terasa
3. Berikan terapi oksigen 3 tidak begitu pusing
liter/menit dengan kanul nassal - pasien mengatakan pengelihatannya
4. Posisikan pasien semifowler lebih jelas
5. Kolaborasi pemberian obat: - pasien mengatakan rasa mual
Paracetamol 500 mg berkurang
O=
- pasien tampak tidak begitu lemas
- GCS pasien membaik menjadi 15
- Respon verbal pasien sudah
membaik, mampu menjawab
pertanyaan dengan benar dan tidak
bingung/linglung
- Pasien menunjukkan perhatian,
konsentrasi, dan orientasi
30

- Tidak ada peningkatan TIK


- Pasien tidak muntah, rasa mual
berkurang
- TD : 110/80 mmHg
- N : 86x/menit
- RR : 21x/menit
A = Resiko perfusi serebral tidak efektif
teratasi sebagian
P = Hentikan intervensi
- Pasien boleh pulang
24 Juli 2021 Nyeri akut b.d cidera 1. Monitor skala nyeri (PQRST) 24 Juli 2021
fisiologis 2. Hilangkan/jauhkan faktor-faktor S =
yang dapat menambah skala - Pasien mengatakan nyeri di
nyeri kepalanya berkurang
3. Berikan posisi senyaman - P= nyeri kepala
mungkin - Q= cekot-cekot
4. Ajarkan teknik manajemen nyeri - R= kepala
non farmakologis: teknik nafas - S= 2
dalam - T= terus menerus
31

5. Kolaborasi pemberian analgetik O =


(Ketorolac 30 mg IV dan - Tidak tampak ekspresi menahan
kaltofren 5 ampul 2 ml IV) nyeri oleh pasien
- Pasien mampu mempraktikan teknik
nafas dalam guna meredakan nyeri
- Obat-obat pereda nyeri sudah
diberikan melalui IV (ketorolac 30
mg dan kaltofren 5 ampul 2 ml)
A = Nyeri akut teratasi sebagian
P = Hentikan intervensi
- Pasien boleh pulang
32

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan membahas kesinambungan antara teori dengan

laporan kasus asuhan keperawatan pada Pasien dengan

Cedera Kepala Ringan yang dilakukan pada tanggal 24 Juli 2021. Kegiatan yang

dilakukan meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai

sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien

(Nursalam, 2011).

Penulis melakukan pengkajian penerapan asuhan keperawatan pada

pasien dengan Cedera Kepala Ringan di Ruangan IGD RSUD Teluk Kuantan yang

dilakukan terhadap pasien pada tanggal 24 Juli 2021 dengan metode wawancara,

pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi dimulai dari biodata, riwayat kesehatan,

pengkajian pola kesehatan, pemeriksaan fisik dan didukung dengan hasil pemeriksaan

penunjang. Hasil pengkajian yang didapat antara lain pasien mengalami penurunan

kesadaran sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, sebelumnya pasien mengalami

kecelakaan lalu lintas sepeda motor, pasien mengalami muntah darah.


33

Penulis melakukan penelitian tentang cedera kepala dikarenakan

banyaknya kasus cedera kepala yang terjadi terutama dinegara-negara

berkembang, yang biasanya pasien dengan cedera kepala banyak

disebabkan oleh kasus kecelakaan lalu lintas. Menurut World Health

Organization/WHO (201), menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas

menjadi penyebab kematian ke sepuluh di dunia dengan jumlah 1,21 juta

(2,1%), sedangkan di negara berkembang menjadi penyebab kematian

ketujuh di dunia dengan jumlah kematian 940.000 (2,4%). Di Amerika

Serikat dipekirakan setiap tahunnya sebanyak 1,7 juta orang mengalami

cedera kepala. Lebih dari 52.000 orang meninggal dunia, 275.000 orang

dirawat di rumah sakit, dan hampir 80% dirawat dan dirujuk ke instalansi

gawat darurat. Jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak mengalami

cedera kepala dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.

Pada pasien dengan Cedera Kepala biasanya didapatkan keluhan utama

yang berbeda-beda, seperti penurunan kesadaran, perdarahan di otak,

hilangnya memori sesaat, sakit kepala, mual dan muntah, gangguan

pendengaran, oedema pulmonal, kejang, infeksi, tanda herniasi otak,

hemiparise, gegar otak, fraktur tengkorak (Andra Saferi Wijaya & Yessie

Mariza Putri, 2013).

Jadi hasil analisa peneliti dalam pengkajian pada pasien didapatkan beberapa

hasil yang sama dengan yang disebutkan dalam teori menurut Andra Saferi Wijaya &

Yessie Mariza Putri (2013). Adapun hasil yang sama antara lain terjadinya penurunan
34

kesadaran, sakit kepala, mual dan muntah, pedarahan otak dan lain sebagainya

sehingga mengakibatkan otak tidak dapat bekerja secara efektif.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Didalam penelitian ini peneliti menemukan 2

masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral,

dan nyeri akut. Menurut NANDA Internasional 2015-2017, ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana

terjadinya penurunan sirkulasi jarigan serebral yang dapat

mengganggu kesehatan dengan batasan karakteristik tumor otak,

trauma kepala, hipertensi,neuplasma otak, aneurisme serebri, efek

samping tekait terapi (bypass kadiopulmunal, obat).

4.3 Rencana Keperawatan

Intervensi atau perencanaan keperawatan diartikan sebagai suatu

dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan

intervensi keperawatan dan merupakan metode komunikasi tentang

asuhan keperawatan pada pasien (Nursalam, 2011).

Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus pasien didasarkan pada tujuan

intervensi masalah keperawatan tiga diantaranya

yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

trauma kepala, dan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologi.
35

4.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap melakukan rencana keperawatan

yang telah dibuat. Adapun kegiatan yang ada dalam tahap implementasi

meliputi pengkajian ulang, memperbaharui data dasar, meninjau, dan

merevisi rencana asuhan keperawatan yang direncanakan. Peneliti melakukan semua

implementasi berdasarkan semua tindakan yang telah direncanakan pada intervensi.

Teori ini sesuai dengan hasil implementasi yang peneliti dapatkan. Peneliti

melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun

sebelumnya. Hasil implementasi yang dilakukan dari tanggal 24 Juli 2021 pada

pasien dan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi pasien tanpa meninggalkan

prinsip dan konsep keperawatan.

4.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini

yang dilakukan adalah mengkaji respon setelah dilakukan intervensi

keperawatan, membandingkan respon pasien dengan kriteria hasil,

memodifikasi asuhan keperawatan sesuai dengan hasil evaluasi dan

mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien.


36

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 jam pada pasien dengan

diagnosa medis Cedera Kepala Ringan (CKR) di Ruang IGD RSUD Teluk

Kuantan, didapatkan 2 diagnosa, yaitu resiko perfusi serebral tidak efektif

berhubungan dengan cedera kepala dan nyeri akut berhubungan dengan cidera

fisiologis (trauma).

Kedua diagnosa tersebut dapat terselesaikan sesuai dengan tujuan dan kriteria

hasil yang telah ditetapkan pada perencanaan keperawatan. Terdapat perubahan

yang terjadi pada pasien setelah menerapkan beberapa tindakan keperawatan

sesuai dengan teori yang sudah dipaparkan pada BAB II, Pasien tampak membaik

dan diperbolehkan untuk pulang.

5.2 Saran

1. Kepada Masyarakat

Cedera kepala dapat terkena pada siapa saja. Banyak yang terkena pada usia

produktif. Sebelum cedera kepala mengenai gunakan alat pelindung kepala

yang sesuai standar. Khususnya bagi pengendara kendaraan bermotor, pekerja

konstruksi hendkanya memakai pelindung kepala yang standar.


37

2. Kepada Tenaga Kesehatan

Pasien-pasien dengan cedera kepala dapat memburuk jika tidak ditangani

secara optimal. Berikanlah perawatan yang optimal, cepat, tanggap, dan

komprehensif dengan hati yang tulus tanpa ada yang dibedakan.

3. Kepada STIKes

Semoga akan lebih banyak perawat-perawat yang mengabdikan dirinya dalam

hal riset, karena dunia keperawatan membutuhkan pengembangan ilmu-ilmu

demi kemajuan profesi keperawatan.


38

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II.


Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah


Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.


Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. Mosby.

NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia:


North American Nursing Diagnosis Association.

Anda mungkin juga menyukai