Anda di halaman 1dari 118

KAJIAN MANFAAT PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI PERAIRAN BAGI PERIKANAN


BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur)

BAKTI ANJANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Manfaat
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi
Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Bakti Anjani
C252110151
RINGKASAN

BAKTI ANJANI. Kajian Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan


Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan
Timur). Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan MENNOFATRIA BOER.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007, Kawasan Konservasi


Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem
zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya
secara berkelanjutan. Konsep KKP yaitu melindungi suatu kawasan perairan yang
memiliki karakteristik tertentu dengan menggunakan sistem zonasi. Idealnya
pembagian zonasi dalam sebuah kawasan konservasi perairan terbagi menjadi 4
zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona
lainnya. Dalam zonasi-zonasi yang ada di KKP terdapat tiga ekosistem penting
yaitu ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang.
Terumbu karang (coral reef) sebagai salah satu ekosistem yang termasuk
dalam zonasi kawasan konservasi perairan (KKP) memiliki manfaat diantaranya
habitat berbagai biota laut seperti ikan karang, moluska, dan krustasea. Terumbu
karang dan ekosistem pesisir lainnya juga menyediakan makanan dan merupakan
tempat memijah bagi berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi sehingga ekosistem terumbu karang tersebut penting untuk dikelola dengan
sangat baik, guna menunjang kegiatan perikanan berkelanjutan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji kondisi ekosistem terumbu karang
dan perikanan karang tangkap di KKP Berau dengan melihat tren penangkapan
ikan kerapu, menganalisis aktivitas penangkapan ikan dan perilaku nelayan
setempat, mengkaji manfaat pengelolaan KKP Berau terhadap kondisi perikanan
dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mendukung kegiatan perikanan
berkelanjutan serta memberikan rekomendasi terkait strategi pengelolaan
perikanan berkelanjutan di KKP Berau.
Analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis regresi untuk
melihat hubungan antara kawasan konservasi terhadap perikanan kerapu serta
analisis prospektif untuk menduga strategi pengelolaan yang sesuai untuk
diterapkan di KKP Kabupaten Berau. Persen tutupan karang selama kurun waktu
8 tahun (2003-2011) mengalami penurunan sebesar 35%, setara dengan 4,5 % per
tahun dan hasil wawancara menunjukkan menurunnya hasil tangkapan ikan
kerapu setiap harinya (rata-rata 2 ekor).
Aktivitas penangkapan ikan kerapu oleh nelayan di Kabupaten Berau sudah
terspesifikasi dengan baik yaitu menggunakan alat tangkap bubu (perangkap)
yang diperuntukkkan bagi daerah karang, namun masih terdapat nelayan yang
tidak bertanggung jawab yang melakukan kegiatan penangkapan dengan bom dan
potassium. Analisis menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang sangat
memberikan pengaruh terhadap kelimpahan ikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh
banyaknya jumlah ikan yang terdapat di karang yang memiliki persen tutupan
karang hidup yang besar. Selain itu, dari analisis yang sama dapat disimpulkan
bahwa jika KKP Berau dikelola dengan baik dan persentase tutupan karang hidup
dapat ditingkatkan, maka jumlah individu ikan yang akan naik sebesar 5 individu
per persen tutupan karang hidup.
Penurunan kelimpahan ikan di alam mengakibatkan turunnya kemampuan
alat tangkap dalam menghasilkan tangkapan ikan kerapu, sehingga nilai
pendapatan yang diperoleh nelayan dari kerapu juga menurun menjadi Rp.
241.472,8014 per kg dengan dugaan surplus konsumen sebesar Rp. 4.150.000.
Hasil analisis prospektif menunjukkan faktor yang menjadi kunci keberhasilan
pengelolaan KKP yaitu kualitas SDM, produksi perikanan, lokasi konservasi,
pengawasan dan penerapan sanksi, serta harga komoditas perikanan.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu manfaat KKP Berau (Peraturan Bupati
no. 31 tahun 2005) bagi perikanan berkelanjutan belum dapat dirasakan secara
nyata karena belum adanya kegiatan pengelolaan terhadap kawasan konservasi
perairan ini, seperti : belum ada pembagian zonasi sesuai Undang-Undang
No.45/2009 dan PP No.60/2008, lemahnya kualitas SDM, tingginya praktek
penangkapan tidak ramah lingkungan, lemahnya pengawasan dan penerapan
sanksi, serta lemahnya kekuatan hukum mengenai penetapan perairan Laut Berau
menjadi kawasan konservasi perairan sebagai akibat dari belum ditetapkannya
perairan laut Berau menjadi Kawasan Konservasi Perairan oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Rekomendasi bagi pengelolaan KKP Berau yaitu
meningkatkan kualitas dari lima faktor kunci keberhasilan pengelolaan KKP.
Berdasarkan analisis prospektif, maka skenario yang paling memungkinkan untuk
pengelolaan KKP Berau saat ini yaitu skenario moderat.

Kata kunci : manfaat, kawasan konservasi perairan, perikanan.


SUMMARY
BAKTI ANJANI. Study of Water Conservation Benefits Management For
Sustainable Fisheries (Case Study Sea Waters of Berau, East Kalimantan).
Supervised by Luky ADRIANTO and MENNOFATRIA BOER.

According to Government Regulation No . 60/2007 , a Marine Protected


Areas (MPA) refers to a marine water area, which is protected and managed
through a zoning system, to achieve sustainable management of fish resources and
ecosystems. Marine Protected Area concept of protecting an area of water that has
certain characteristics by using a zoning system. Ideally division of zoning in a
marine reserve is divided into 4 zones: the core zone, the zone of sustainable
fisheries, utilization zones, and other zones. In the zones of MPA, there are three
important ecosystems namely mangrove, seagrass and coral reef ecosystems.
Coral reefs as one of the ecosystems that are included in the zoning of
marine protected areas (MPA) has a variety of benefits including habitat for
marine life such as reef fish, mollusks, and crustaceans. Coral reefs and other
coastal ecosystems also provide food and a place to spawn for the various types of
marine life that have high economic value so that coral reef ecosystems is
important to be managed very well, in order to support sustainable fisheries
activities and improving social welfare.
The purpose of this study is assessing the condition of coral reef ecosystems
and reef fisheries catch in Berau MPA with see trends grouper fishing, analyze the
fishing activity and behavior of the local fishermen, examines the benefits of
Berau MPA management of the condition and welfare of fishing communities in
order to support sustainable fisheries activities and provide recommendations
related to sustainable fisheries management strategies in Berau MPA.
The regression analysis used in this study to examine the relationship
between the conservation area and the grouper fishery, prospective analysis to
infer the appropriate management strategies to be implemented in the Berau MPA.
Percent coral cover during the period of 8 years (2003-2011) was decreased by
35%, equivalent to 4.5% per year and the results of interviews showed declining
catches of grouper fish each day (on average 2 tails).
Grouper fishing activity by fishermen in Berau already well-specified using
gear, that is traps (trap) that use for the reef area, but there are still irresponsible
fishermen who conduct fishing activities with bombs and potassium. Analysis
showed that coral reef ecosystems are very giving effect to the abundance of fish.
This is shown by the large number of fish found in coral with large percent of live
coral cover. Moreover, the same analysis can be concluded, if the Berau MPA
well managed and the percentage of live coral cover can be increased, then the
number of individual fish will rise by 5 individuals per percent live coral cover.
The decline in fish abundance in nature resulting a decline in ability to
produce of fishing gear catches of grouper, so the value of the income derived
from grouper fishermen also declined to Rp. 241472.8014 per kg with allegations
of consumer surplus of Rp. 4.150.000. Results of a prospective analysis showed
that the key success factor for management of MPA is the quality of human
resources management, fisheries production, conservation location, supervision
and sanctions, as well as commodity prices fishery.
The conclusion of this study is benefits of Berau MPA (the decree no. 31 of
2005) for sustainable fisheries can not be perceived as real as the absence of
management activities on water conservation, such as: there is no zoning division
according to the Law 45 / 2009 and PP 60/2008, the lack of human resources
quality, high unsustainable fishing practices, lack of oversight and the imposition
of sanctions, and the weak force of law regarding the establishment of Berau sea
waters into marine protected areas as a result of the enactment yet Berau marine
waters into the Conservation Area waters by the Ministry of Maritime Affairs and
Fisheries. Recommendations for the management in Berau MPA is to improve the
quality of management from five key success factors of the MPA. Based on the
prospective analysis, the most likely scenario for the current management of the
Berau MPA is moderate scenario.

Key words : benefits, fisheries, marine protected area.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyaksebagian atau seluruh karya tulis ini


dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN MANFAAT PENGELOLAAN KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN BAGI PERIKANAN
BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur)

BAKTI ANJANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi : Dr Ir Fredinan Yulianda MSc
Judul Tesis : Kajian Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut
Berau, Kalimantan Timur)
Nama : Bakti Anjani
NIM : C252110151

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Luky Adrianto, MSc Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Lautan

Dr Ir Luky Adrianto, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 17 Juli 2014 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Mei 2013 ini
ialah manfaat konservasi, dengan judul Kajian Manfaat Program Konservasi
Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau,
Kalimantan Timur).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Luky Adrianto, MSc dan
Bapak Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku komisi pembimbing, Bapak Dr Ir
Fredinan Yulianda, MSc selaku penguji luar komisi, serta Bapak Dr Ir Handoko
Adi Susanto, MSc yang telah banyak memberi saran.
Penulis menyadari, bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Juli 2014

Bakti Anjani
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... x

1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................... 4
1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................. 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6


2.1 Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem
(Ecosystem Approach To Fisheries Management/EAFM) ...... 6
2.2 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) ...................................... 8
2.2.1 Pengertian Kawasan Konservasi Perairan ..................... 8
2.2.2 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan .......................... 9
2.2.3 Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan... 10
2.3 Pembagian Zonasi Kawasan Konservasi Perairan .................... 11
2.4 Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang ................................ 12
2.4.1 Ekosistem Terumbu Karang ........................................... 12
2.4.2 Komunitas Ikan Kerapu ................................................. 14
2.4.3 Hubungan Terumbu Karang, Ikan Karang dan
Ikan Kerapu ..................................................................... 15
2.4.4 Pemanfaatan Ekosistem Terumbu Karang ..................... 17
2.4.5 Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang .................. 17
2.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
bagi Perikanan Berkelanjutan ................................................. 20

3. METODE PENELITIAN ............................................................. 21


3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................... 21
3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 21
3.2.1 Data primer ..................................................................... 21
3.3.2 Data Sekunder ................................................................ 22
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................. 22
3.4 Metode Pengambilan Contoh .................................................. 24
3.5 Analisis Data ............................................................................ 24
3.5.1 Analisis Sebaran Tangkapan ........................................... 24
3.5.2 Analisis Regresi ............................................................. 25
3.5.3 Tren Sumber Daya Perikanan ........................................ 27
3.5.4 Pendugaan Ekonomi dari Tangkapan per Upaya ........... 28
3.5.5 Analisis Valuasi Ekonomi .............................................. 29
3.5.6 Analisis Prospektif .......................................................... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 32


4.1 Status Konservasi Perairan Laut Berau ................................... 32
4.2 Sistem Sosial Ekologi Pesisir dan Laut Kabupaten Berau ...... 34
4.2.1 Sumber Daya Terumbu Karang ..................................... 34
4.2.2 Kondisi Perikanan dan Masyarakat Nelayan ................. 36
4.2.3 Recana Zonasi Pencadangan Kawasan Konservasi
Perairan Berau ................................................................ 38
4.3 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan bagi Perikanan ........... 39
4.3.1 Korelasi Ekosistem Terumbu Karang dan
Komunitas Ikan .............................................................. 39
4.3.2 Kegiatan Perikanan terhadap Perekonomian
Masyarakat ..................................................................... 40
4.4 Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan ................ 44
4.4.1 Kegiatan Perikanan dan Pengelolaan Kawasan ............. 44
4.3.2 Strategi Keberhasilan Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan ........................................................ 45
4.4 Pembahasan .............................................................................. 48

5. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 51


5.1 Simpulan .................................................................................. 51
5.2 Saran ......................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 53


DAFTAR TABEL

Halaman
1. Nilai Ekonomi Jasa dan Barang dari Sumberdaya Terumbu Karang ... 13
2. Matrik Prosedur Penelitian ................................................................... 20
3. Matrik dan Faktor Kebergantungan dalam Analisis Prospektif ............ 30
4. Keadaan yang Mungkin Terjadi di Masa Depan pada Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Berau ................................. 31
5. Luas Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Tahun 2013 ................ 32
6. Evaluasi Efektivitas Kawasan Konservasi Perairan Daerah Berau ...... 33
7. Koefisien Regresi Manfaat Sumber Daya Ikan Kerapu di
Kabupaten Berau ................................................................................. 42
8. Pendugaan Nilai Manfaat dan Surplus Konsumen Ekosistem Karang
terhadap Nelayan Kerapu ..................................................................... 43
9. Analisis Nilai Manfaat Ikan Kerapu .................................................... 43
10. Indikator dari Faktor Penting dalam Pengelolaan .............................. 45
11. Skenario Lima Faktor Terpilih dalam Kegiatan Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Berau ............................... 47
12. Prospektif Skenario Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan ....... 47
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian .......................................................... 5
2. Pendekatan Bioekonomi dengan
Ecosystem Approach to Fisheries ...................................................... 7
3. Siklus Evaluasi Efektifitas ................................................................... 10
4. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 21
5. Penurunan Luasan Tutupan Karang Kabupaten Berau ...................... 35
6. Persentase Tutupan Karang Hidup Tiap Lokasi ................................. 35
7. Tren Produksi Tahunan Ikan Kerapu................................................... 36
8. Tren Penurunan CPUE Tahun 2007 – 2011 ....................................... 37
9. Daerah Sebaran Tangkapan Nelayan Kerapu 2012 ............................ 37
10. Perubahan Daerah Penangkapan Nelayan ......................................... 38
11. Peta Pola Ruang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Berau ............................... 38
12. Hubungan Persentase Tutupan Karang Hidup dengan Kelimpahan
Ikan Karang ........................................................................................ 39
13. Tren Produksi Harian Ikan Kerapu .................................................... 40
14. Tren Penurunan CPUE Harian ........................................................... 40
15. Tren Penurunan RPUE Harian .......................................................... 41
16. Hubungan CPUE Harian dan RPUE Harian ..................................... 41
17. Dinamika Nilai CPUE dan RPUE Harian ......................................... 42
18. Kurva Permintaan Konsumen Terhadap Ikan Kerapu ....................... 43
19. Tumpang Tindih Kegiatan Perikanan dan Pengelolaan KKP ........... 44
20. Tingkat Kepentingan Berbagai Faktor dalam Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan .................................. 46
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Kuesioner Tipe A (Nelayan) .............................................................. 59
2. Kesioner Tipe B (instansi pemerintahan dan non pemerintahan) ...... 63
3. Lokasi Penelitian dan Persentase Luas Tutupan Karang Hidup ........ 66
4. Penurunan Luas Tutupan Karang ........................................................ 68
5. Fluktuasi Upaya Tangkap (Total Trip Tahunan) ............................... 68
6. Produksi Ikan Kerapu Tahunan .......................................................... 68
7. Total Produksi Tahunan ..................................................................... 68
8. CPUE Relative ................................................................................... 68
9. Nilai FPI Jaring Insang ...................................................................... 69
10. Effort Standar ..................................................................................... 69
11. Effort Standar dan CPUE Standar ...................................................... 69
12. Korelasi Effort Standar dan CPUE Standar ....................................... 69
13. Tutupan Karang Hidup dan Total Kelimpahan Ikan .......................... 70
14. Korelasi Tutupan Karang Hidup dan Total Kelimpahan Ikan ........... 70
15. Tren Tangkapan Kerapu, CPUE, dan RPUE Harian .......................... 71
16. Korelasi Jumlah Bubu dan Hasil Tangkapan Kerapu per Bubu ........ 72
17. Korelasi Jumlah Bubu dan Nilai Kerapu per Bubu (RPUE) .............. 73
18. Data Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan ....................................... 74
19. Korelasi Hasil Tangkapan dengan Faktor Sosial-Ekonomi Nelayan... 82
20. Analisis Permintaan Konsumen Terhadap Sumber Daya Ikan .......... 83
21. Perspektif Masyarakat Mengenai KKP Berau ................................... 85
22. Pengaruh Langsung Antar Faktor Kunci ............................................ 86
23. Pengaruh Tidak Langsung Antar Faktor ............................................ 88
24. Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 90
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Desember 1988 sebagai anak sulung dari
pasangan Undang Suntana dan Lilis. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi
Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada
tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Lautan pada Program Pascasarjana IPB.
Penulis bekerja sebagai Guru di Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di Bogor sejak
tahun 2012. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah manfaat
pengelolaan kawasan konservasi perairan bagi perikanan berkelanjutan.
Dalam melakukan penelitiannya, penulis didanai oleh dana hibah (Grand) dari Marine
Protected Area Governance yang bekerja sama dengan USAID pada tahun 2012. Sebagian
dari penelitian ini juga sedang diajukan untuk menjadi publikasi ilmiah (jurnal) skala
nasional.
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan


pelestarian dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Kawasan konservasi di
wilayah pesisir dan lautan adalah kawasan pesisir dan laut dengan ciri khas
tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil secara berkelanjutan (Soedharma 2011). Menurut Peraturan
Pemerintah No. 60 Tahun 2007, Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah
kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan. Kawasan Konservasi Perairan terdiri atas Taman Nasional
Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam Perairan, dan Suaka Perikanan.
Kawasan konservasi perairan (KKP) atau Marine Protected Area (MPA)
memiliki manfaat langsung secara ekologi dan ekonomi. Menurut Claudet et al.
(2006), kawasan konservasi dapat memberikan pengaruh positif terhadap keadaan
ekosistem yang ditunjukkan dengan besarnya kelimpahan ikan dan
keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, mulai dari jenis ikan kecil sampai ikan
besar di dalam kawasan MPA Northwestern Mediteranean jika dibandingkan
sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai MPA. Bohnsack (1996) juga
menjelaskan bahwa MPA memberikan manfaat langsung dengan kontribusinya
dalam restorasi stok yang telah mengalami overfishing, selain itu MPA juga
menjadi alat yang efektif untuk pengelolaan perikanan. Manfaat KKP secara
ekonomi dapat dirasakan secara langsung dengan tingginya kegiatan ekowisata
sport fishing yang dilakukan di KKP (Gao dan Hailu 2011), selain itu Cesar dan
Chong in Lestaluhu (2008) juga menunjukkan besarnya nilai ekonomi ekosistem
terumbu karang dalam manfaatnya bagi perikanan, wisata, dan kegiatan lainnya.
Kawasan konservasi perairan Berau (Kalimantan Timur) yang dalam hal ini
merujuk pada Peraturan Bupati nomor 31 tahun 2005 merupakan salah satu daerah
yang memiliki potensi sumberdaya perikanan dan pesisir dengan keanekaragaman
hayati cukup tinggi di Indonesia. Keanekaragaman hayati laut Kabupaten Berau
merupakan terbesar kedua setelah Raja Ampat. Perairan Berau dikenal sebagai
wilayah yang memiliki habitat penyu hijau terbesar di Indonesia. Selain potensi
perikanan, keindahan bawah lautnya menjadi daya tarik sendiri bagi kegiatan
wisata bahari (DKP Berau 2011). Kabupaten Berau mempunyai luas wilayah
34.127 km2, dengan letak geografis pada koordinat 1º - 2º 33’ LU dan 116º - 119º
BT. Secara administratif Kabupaten Berau memiliki batas-batas wilayah yaitu :
Utara : berbatasan dengan Kabupaten Bulungan
Timur : berbatasan dengan Laut Sulawesi
Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur
Barat : berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Kutai Barat dan Kartanegara
2

Wilayah Kabupaten Berau terdiri dari 13 Kecamatan dan 8 Kecamatan


diantaranya merupakan kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dan laut yaitu
Kec. Sambaliung, Kec. Pulau Derawan, Kec. Pulau Maratua, Kec. Tabalar, Kec.
Biatan-Lempake, Kec. Talisayan, Kec. Batu Putih dan Kec. Biduk-biduk. Secara
geografis Rencana Kawasan Konservasi Laut Berau berada pada koordinat 2º 49’
42.6” - 1º 2’ 0.06” LU dan 117º 59’ 17.16” - 119º 2’ 50.30” BT. Luas wilayah
KKL tersebut meliputi seluruh wilayah pesisir dan laut termasuk kawasan
mangrove, yaitu 1.222.988 ha, yang tersebar di 7 Kecamatan pesisir kecuali Kec.
Sambaliung.
Menurut Susanto (2011), kawasan konservasi perairan terbagi kedalam
empat zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan
zona lainnya. Zona tersebut terdiri dari beberapa ekosistem yang menunjang
seperti ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang
yang masih dalam kondisi baik. Ketiga ekosistem tersebut memiliki fungsi
masing-masing. Fungsi dari ketiga ekosistem tersebut secara umum yaitu sebagai
daerah penyangga dari laut lepas dan daerah pantai sampai ke darat serta sebagai
daerah asuhan dan daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan.
Terumbu karang (coral reef) adalah salah satu ekosistem yang paling
produktif disamping ekosistem lainnya seperti lamun, mangrove dan estuarine.
Ekosistem ini kaya akan sumber daya alam dan kondisinya yang baik akan
menjadi objek yang indah bagi kegiatan wisata, selain itu terumbu karang ini
merupakan daerah yang menjadi target penangkapan oleh nelayan (Sumadhiharga
2006). Sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu dan
dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip, terumbu karang
menyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak langsung. Ekosistem
terumbu karang banyak meyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan karang,
moluska, dan krustasea bagi masyarakat yang hidup dikawasan pesisir. Terumbu
karang dan ekosistem pesisir lainnya menyediakan makanan dan merupakan
tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi, karena itu intensitas penangkapan di daerah terumbu karang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah mangrove dan lamun.
Keanekaeagaman hayati yang tinggi di daerah terumbu karang
menyebabkan tingginya tingkat penangkapan yang terjadi di daerah tersebut jika
dibandingkan ekosistem lainnya yang termasuk ke dalam kawasan konservasi ini.
Dengan demikian, apabila kegiatan perikanan di ekosistem terumbu karang
tersebut tidak dikelola dengan baik, maka memungkinkan terjadinya overfishing
baik secara rekrutmen ataupun growth overfishing, sehingga ikan-ikan karang
tersebut akan berpotensi untuk punah. Atas dasar tersebut penting untuk
dilakukannya sebuah kajian mengenai Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan untuk dijadikan sebagai alat dan acuan
oleh nelayan dan pemangku kepentingan lainnya dalam melakukan kegiatan
pemanfaatan di sebuah perairan.
3

1.2 Perumusan Masalah

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) bertujuan untuk mewujudkan


pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Tujuan
KKP tersebut dapat dicapai apabila KKP dikelola dengan baik serta memberikan
manfaat terutama bagi perikanan. Konsep KKP yaitu melindungi suatu kawasan
perairan yang memiliki karakteristik tertentu dengan menggunakan sistem zonasi.
Idealnya pembagian zonasi dalam sebuah kawasan konservasi perairan terbagi
menjadi 4 zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan,
dan zona lainnya. Dalam zonasi-zonasi yang ada di KKP terdapat tiga ekosistem
penting yaitu ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu
karang.
Terumbu karang (coral reef) sebagai salah satu ekosistem yang termasuk
dalam zonasi kawasan konservasi perairan (KKP) di KKP Berau memiliki
manfaat diantaranya habitat berbagai biota laut seperti ikan karang, moluska, dan
krustasea. Terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya juga menyediakan
makanan dan merupakan tempat memijah bagi berbagai jenis biota laut yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga ekosistem terumbu karang tersebut
penting untuk dikelola dengan sangat baik, guna menunjang kegiatan perikanan
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kawasan konservasi perairan Berau (Peraturan Bupati nomor 31 tahun
2005) memiliki permasalah dalam kegiatan implementasi pengelolaan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini guna melihat manfaat KKP bagi perikanan diantaranya yaitu :
1. Bagaimana kondisi perikanan karang di KKP Berau?
2. Bagaimana aktivitas perikanan karang tangkap dan perilaku nelayan di
KKP Berau?
3. Bagaimana pengaruh dan manfaat dari penetapan KKP Berau terhadap
kondisi perikanan dan kesejahteraan masyarakat sekitar?
4. Bagaimana strategi pengelolaan KKP dalam mendukung perikanan
berkelanjutan?

1.3 Tujuan Penelitian

Kompleksitas yang ada dalam kegiatan perikanan menjadikan para


pengelola perikanan terus merumuskan berbagai metode untuk mendapatkan cara
terbaik dalam melakukan kegiatan pengelolaan ini terutama di wilayah perairan
laut. Pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan mendeklarasikan target
pengembangan KKP seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan menjadi dua kali
lipat pada tahun 2020 (Susanto 2011). Penyelenggaraan program pembentukan
kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020 ini tentunya harus
dilandasi dengan adanya manfaat dari KKP tersebut. Berdasarkan permasalahan
yang ada di KKP terutama KKP Berau, maka penelitian ini bertujuan untuk :
4

1. Mengkaji kondisi ekosistem terumbu karang dan perikanan karang


tangkap di KKP Berau dengan melihat tren penangkapan ikan selama
terbentuknya KKP tersebut.
2. Menganalisis aktivitas penangkapan ikan dan perilaku nelayan setempat
dalam mendukung perikanan berkelanjutan.
3. Mengkaji manfaat penetapan KKP Berau terhadap kondisi perikanan dan
kesejahteraan masyarakat di KKP Berau dalam rangka mendukung
kegiatan perikanan berkelanjutan.
4. Memberikan rekomendasi terkait strategi pengelolaan perikanan
berkelanjutan di KKP Berau.

1.4 Manfaat

Tulisan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dan
pertimbangan bagi pihak terkait dalam menentukan alternatif kebijakan
pengelolaan perikanan di Kawasan Konservasi Perairan Berau, Kalimantan
Timur, serta sebagai bahan masukan untuk mengoptimalkan kegiatan perikanan di
Kawasan tersebut. Selain itu, tulisan ini juga dapat dijadikan dasar untuk
mengambil keputusan terkait manfaat yang diberikan oleh sebuah Kawasan
Konservasi Perairan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kawasan konservasi perairan (KKP) sebagai salah satu alat dalam


pengelolaan perikanan terbagi kedalam empat zona yaitu zona inti, zona perikanan
berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya. Zona inti merupakan daerah
yang sangat dilindungi (no-take zone / perlindungan mutlak) karena merupakan
daerah pemijahan, pengasuhan serta alur ruaya ikan dalam siklus hidupnya
sehingga pemanfaatannya dibatasi hanya untuk penelitian (pendidikan). Zona
perikanan berkelanjutan memiliki nilai konservasi namun memiliki toleransi
terhadap beberapa jenis pemanfaatan seperti penangkapan ramah lingkungan dan
budidaya. Zona pemanfaatan diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata, penelitian
dan pengembangan sedangkan zona lainnya dimanfaatkan sebagai zona
rehabilitasi dan zona khusus untuk menunjang aktivitas lainnya.
Dengan pembagian zonasi di sebuah kawasan konservasi perairan tersebut
diharapkan kegiatan perikanan ataupun pemanfaatan lainnya terhadap sumber
daya pesisir dan laut dapat berjalan optimal dan berkelanjutan sehingga dapat
mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
Terumbu karang sebagai ekosistem dalam sebuah KKP menjadi penting untuk
diperhatikan karena merupakan ekosistem dengan keanekaragaman yang sangat
tinggi baik untuk jenis ikan, moluska, krustasea ataupun hewan karang itu sendiri.
5

Keanekaragaman ini yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi yaitu sebagai


daerah tangkapan ikan maupun objek wisata.
Ikan-ikan yang terdapat di ekosistem terumbu karang sangat beragam.
Nelayan sebagai pihak yang melakukan kegiatan eksploitasi terhadap sumber daya
ikan karang ini memiliki ikan target yang bernilai ekonomis tinggi sebagi sumber
penghasilannya, namun penangkapan ikan target ini sering diikuti hasil tangkapan
sampingannya (by catch). Hal tersebut juga penting untuk diperhatikan agar
proses-proses alamiah yang terjadi di ekosistem tersebut tetap terjaga
keseimbangannya. Pengembangan KKP ini harus sejalan antara kelangsungan
ekosistem (perikanan berkelanjutan) dengan kesejahteraan masyarakat (tidak
menimbulkan konflik sosial), apabila KKP tidak memberikan manfaat maka
pelaksanaannya akan sulit, selain itu kegiatan ini menjadi tidak efisien karena
membutuhkan biaya yang sangat besar namun tidak memberikan manfaat secara
nyata. Sehingga atas dasar tersebut, secara skematis kerangka pemikiran dari
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Ekologi : Kondisi Terumbu Ekonomi : Wisata


Karang dan Perikanan dan Pendapatan

Ya Analisis Manfaat Pengelolaan KKP

Tidak
Konsep KKP Revisi
Masalah
Pengelolaan KKP Implementasi
Pengelolaan Peningkatan
KKP

Bagaimana Manfaat Pengelolaan Strategi Keberhasilan


KKP bagi Perikanan ? Pengelolaan KKP

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian


2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem


(Ecosystem Approach To Fisheries Management / EAFM)

Menurut Gracia dan Cochrane (2005), seperti pendekatan pengelolaan


konvensional, implementasi EAFM memerlukan perencanaan kebijakan (policy
planning), perencanaan strategi (strategic planning), dan perencanaan operasional
manajemen (operational management planning). Perencanaan kebijakan
diperlukan dalam konteks makro menitikberatkan pada pernyataan komitmen dari
pengambil keputusan di tingkat nasional maupun daerah terkait dengan
implementasi EAFM. Dalam perencanaan kebijakan perlu dimuat pernyataan
tujuan dasar dan tujuan akhir dari implementasi EAFM melalui penggabungan
tujuan sosial ekonomi dan pertimbangan lingkungan dan sumber daya ikan.
Selain itu, dalam perencanaan kebijakan juga ditetapkan mekanisme koordinasi
pusat dan daerah, koordinasi antar sektor, dan hubungan antara regulasi nasional
dan internasional terkait dengan implementasi EAFM secara komprehensif.
FAO (2003) mendefinisikan Ecosystem Approach to Fisheries (EAF)
sebagai : “an ecosystem approach to fisheries strives to balance diverse societal
objectives, by taking account of the knowledge and uncertainties about biotic,
abiotic and human components of ecosystems and their interactions and applying
an integrated approach to fisheries within ecologically meaningful boundaries”.
Mengacu pada definisi tersebut, secara sederhana EAF dapat dipahami sebagai
sebuah konsep bagaimana menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam
pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumber daya
ikan, dll) dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan
ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam
ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu,
komprehensif dan berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
implementasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAF) antara
lain adalah : (1) perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak
yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) interaksi ekologis antar sumber daya
ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3) perangkat pengelolaan sebaiknya sesuai
untuk semua distribusi sumber daya ikan; (4) prinsip kehati-hatian dalam proses
pengambilan keputusan pengelolaan perikanan; (5) tata kelola perikanan
mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia (FAO 2003).
Berdasarkan definisi dan prinsip EAFM tersebut di atas, maka implementasi
EAFM di Indonesia memerlukan adaptasi struktural maupun fungsional di seluruh
tingkat pengelolaan perikanan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini
paling tidak menyangkut perubahan kerangka berpikir (mindset) misalnya bahwa
otoritas perikanan tidak lagi hanya menjalankan fungsi administratif perikanan
(fisheries administrative functions), namun lebih dari itu menjalankan fungsi
pengelolaan perikanan atau fisheries management functions (Adrianto et al. 2008).
7

Pendekatan ekosistem bagi perikanan (Ecosystem Approaches to Fisheries -


EAF) menurut Anderson dan Seijo (2010) merupakan model yang baik dengan
memperhatikan struktur spasial dan proses dinamis lingkungan untuk menghitung
dugaan dalam perubahan habitat dan fungsi ekosistem dalam konteks fluktuasi
dinamis. Seperti yang dijelaskan oleh Hill et al. (2007) in Anderson dan Seijo
(2010) bahwa ekosistem laut kompleks (rumit) secara struktural, dengan variabel
spasial (lokasi) dan temporal (waktu), tingkat kesulitan dan biaya yang tinggi
untuk diamati dan seluruh variabel tersebut diliputi ketidakpastian dalam prediksi
modelnya. Dengan demikian, Anderson dan Seijo (2010) mengGambarkan
pendekatan bioekonomi terhadap EAF seperti pada Gambar 2.

Pengelolaan - Pengelolaan multispesies dan multi alat.


spesies tunggal - Pengelolaan spasial dalam perikanan.

Peningkatan ketidakpastian Indikator ekosistem


dan sumber (poin)

Model bioekonomi : Model bioekonomi dari :


- Spesies tunggal - Saling ketergantungan ekologi - teknologi.
- Alat (komponen) Tunggal - Heterogenitas (keragaman) spasial.
- Fluktuasi stok di lingkungan.

Gambar 2. Pendekatan Bioekonomi dengan Ecosystem Approach to Fisheries


Sumber : diadaptasi dari Anderson dan Seijo (2010)

Berdasarkan Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan dari


model bioekonomi spesies tunggal dengan alat tangkap tunggal menjadi analisis
bioekonomi dengan pendekatan ekosistem (EAF). Dalam perubahannya, untuk
pengumpulan data dasar spesies ikan ekonomis penting, pendugaan pada konsep
ini perlu memperhatikan : (i) perubahan kelimpahan dari ikan mangsa dan
pemangsa berdasarkan hasil survey, (ii) perubahan faktor lingkungan yang
penting dalam siklus hidupnya, (iii) perubahan dinamis perilaku dari pelaku
perikanan (nelayan) dan alat tangkap ketika menangkap target pemangsa, mangsa
dan spesies kompetitor. Hal tersebut menjadi penting untuk diperhatikan karena
setiap spesies akan memiliki nilai yang berbeda (Anderson dan Seijo 2010).
8

2.1 Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

2.2.1 Pengertian Kawasan Konservasi Perairan

Menurut IUCN (1994) in Kelleher (1999) pengertian kawasan konservasi


perairan yaitu perairan pasang surut dan wilayah perairan di sekitarnya termasuk
flora, fauna, serta penampakkan sejarah dan budaya yang dilindungi oleh hukum
atau cara lain yang efektif untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan
yang ada di sekitarnya. Menurut FAO (2011), terdapat beberapa perbedaan KKP
di beberapa negara. Filipina menjelaskan bahwa kawasan konservasi merupakan
daerah laut yang spesifik yang dilindungi hukum dan cara efektif lainnya serta
pelaksanannya dipandu dengan aturan spesifik atau panduan untuk mengelola
aktivitas dan melindungi sebagian dari seluruh wilayah pesisir dan lingkungan
laut. Brazil mengategorikan KKP kedalam dua daerah yaitu daerah tanpa
penangkapan (inti/ no-take zone) dan daerah untuk pemanfaatan berkelanjutan,
sedangkan di Senegal, KKP merupakan kawasan perlindungan dengan dasar
keilmuan untuk generasi sekarang dan akan datang, dari sumber daya alami dan
budaya serta ekosistem yang menunjukkan lingkungan laut.
Dalam pengelolaannya, Salm et.al. (2000) menjelaskan enam kategori
manajemen kawasan konservasi yang dapat dikembangkan yaitu :
1. Kategori I adalah Kawasan Suaka Alam untuk pengelolaan kehidupan liar
(kategori 1 b), sedangkan Cagar Alam untuk kepentingan ilmu
pengetahuan (kategori 1 a).
2. Kategori II : Taman Nasional yaitu kawasan lindung yang diperuntukkan
bagi perlindungan ekosistem dan rekreasi.
3. Kategori III : Monumen Alam untuk melindungi daerah yang memiliki
keadaan alam khusus.
4. Kategori IV : Pengelolaan Daerah Habitat Suatu Jenis tertentu dikelola
untuk perlindungan ekosistem atau rekreasi.
5. Kategori V : Perlindungan Landsekap Darat dan Perairan dengan
pengelolaan daerah perlindungan terutama untuk kegiatan konservasi
maupun wisata.
6. Kategori VI : Pengelolaan Daerah Sumber daya yang dilindungi untuk
pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Dari enam kategori manajemen kawasan konservasi tersebut, Peraturan


Pemerintah No. 60 Tahun 2007 menjelaskan bahwa kawasan konservasi perairan
(KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi,
untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan. KKP terdiri atas Taman Nasional Perairan, Taman Wisata
Perairan, Suaka Alam Perairan, dan Suaka Perikanan.
Berdasarkan Permen KKP No 2 /2009 in Soedharma (2011) dalam
ketentuan umum menyatakan bahwa:
1. Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi,
dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya
ikan dan lingkungan secara berkelanjutan.
9

2. Taman Nasional Perairan adalah kawasan konservasi perairan yang


mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ilmu
pengetahuan, pendidikan kegiatan yang menunjang perikanan yang
berkelanjutan, wisata perairan dan rekreasi.
3. Suaka alam Perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas
tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan
ekosistemnya.
4. Taman Wisata Perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan tujuan
untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi.
5. Suaka perikanan adalah kawasan perairan tertentu baik air tawar, payau,
maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung
berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu sebagai daerah perlindungan.

2.2.2 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan

Salah satu alat pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang dinilai efektif
adalah dengan mengembangkan kawasan konservasi perairan yaitu
mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut sebagai tempat perlindungan
bagi ikan-ikan ekonomis penting untuk memijah dan berkembang biak dengan
baik. Dengan mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi, ekosistem terumbu karang yang sehat, dan
menyediakan tempat perlindungan bagi sumber daya ikan, maka pada akhirnya
akan mendukung kegiatan perikanan dan pariwisata berkelanjutan.
Claudet et al. (2006) mengGambarkan manfaat KKP dengan sangat jelas,
yaitu perbedaan kelimpahan ikan karang dan jenisnya pada suatu kawasan
sebelum ditetapkannya daerah tersebut sebagai KKP dan setelah ditetapkan
sebagai KKP. Pembentukan KKP memberikan dampak positif setelah tiga tahun
berjalan yaitu kelimpahan ikan meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelum
penetapan KKP, jenis (biodiversity) ikan-ikan karang meningkat dan ukuran ikan
juga menjadi beragam.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Syms dan Jones (2001) yang
menjelaskan bahwa terumbu karang sebagai habitat dari berbagai ikan karang
memiliki korelasi positif terhadap kelimpahan ikan karang. Jika terjadi gangguan
terhadap habitat (ekosistem terumbu karang) maka populasi ikan akan bergerak
untuk berpindah ke lokasi yang lebih nyaman. Selain manfaat terhadap
ekosistem, KKP juga bermanfaat terhadap kegiatan ekowisata. Kegiatan
ekowisata yang biasa dilakukan di kawasan terumbu karang yaitu menyelam. Gao
dan Hailu (2011) mengemukakan bahwa kondisi ekosistem karang yang baik akan
meningkatkan kekayaan ikan yang selanjutnya akan meningkatkan kegiatan
wisata sport fishing. Manfaat kawasan konservasi terhadap perikanan ini
selanjutnya akan memberikan dampak terhadap ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
10

2.2.3 Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Penilaian Evaluasi Efektifitas Pengelolaan (PEEP) dilakukan untuk


mengetahui kemajuan dan perubahan yang terjadi dengan adanya pengelolaan di
kawasan konservasi perairan. Kegiatan evaluasi terhadap efektifitas pengelolaan
dapat ditinjau dari aspek biofisik, sosial-ekonomi dan kelembagaannya. Pelletier
et al. (2005) menjelaskan bahwa kinerja keberhasilan suatu kawasan konservasi
laut dapat diukur dari 3 aspek penting yaitu ekologi, ekonomi dan sosial.
Beberapa variabel ekologi yang dapat diukur diantaranya : (a) kekayaan spesies
dan indeks keanekaragaman, (b) kelimpahan invertebrata, (c) penutupan karang,
(d) distribusi spasial spesies, (e) komposisi spesies dan kepadatan relatif. Variabel
ekonomi yang dapat diukur antara lain : (a) biaya pengelolaan, (b) jumlah
kunjungan dan pengeluaran kasar secara langsung terkait dengan kawasan
konservasi, (c) perubahan dalam upaya penangkapan ikan. Kemudian, untuk
variabel sosial yang dapat diukur diantaranya : (a) persepsi masyarakat, (b)
frekuensi pertemuan antara masyarakat dan pengelola kawasan konservasi laut.
Menurut Hockings et. al. (2000) dan Hockings et. al. (2006), dalam
melakukan evaluasi efektifitas pengelolaan KKP diperlukan evaluasi terhadap
enam elemen yang merupakan refleksi dari setiap tahapan dalam proses
pengelolaan yang baik. Keenam elemen tersebut adalah:
• Identifikasi status dari kondisi kawasan konservasi pada saat ini (context/
latar belakang);
• Identifikasi terhadap tujuan dan perencanaan kawasan (planning/
perencanaan);
• Identifikasi terhadap kebutuhan sumber daya dalam pengelolaan (input/
kebutuhan);
• Identifikasi terhadap pelaksanaan program pengelolaan (proses/pelaksanaan);
• Identifikasi terhadap hasil pelaksanaan program pengelolaan, produk dan
layanan (output/keluaran); dan
• Identifikasi terhadap pencapaian pengelolaan (outcome/hasil).
Alur (siklus) evaluasi efektifitas dalam sebuah kawasan konservasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Siklus Evaluasi Efektifitas


Sumber : Hockings et al. (2000) dan Hockings et al. (2006)
11

2.3 Pembagian Zonasi di Kawasan Konservasi Perairan

Rencana zonasi KKP mengacu pada Undang-Undang No. 45/2009 tentang


perikanan dan Peraturan Pemerintah No. 60/2008 tentang konservasi sumber daya
ikan. Dalam peraturan perundangan tersebut, zonasi KKP terdiri dari zona inti,
zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Susanto
(2011) juga menjelaskan untuk kasus-kasus yang spesifik, maka akan ada
pembagian sub-sub zona sebagai bagian dari keempat zona utama yang
penentuannya disesuaikan dengan potensi, karakteristik, dan pertimbangan sosial
ekonomi masyarakat sekitar. Pembagian zonasi KKP di Indonesia yaitu :
- Zona inti diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan,
penelitian dan pendidikan dengan tetap mempertahankan perlindungan
keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. Kriteria penentuan
zona inti meliputi : daerah yang merupakan tempat pemijahan, pengasuhan
atau alur migrasi ikan; daerah yang merupakan habitat biota perairan tertentu;
mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya;
mempunyai ciri khas ekosistem alami dan mewakili biota tertentu yang masih
asli; mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau belum
terganggu manusia; mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin
kelangsungan hidup jenis-jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan
perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya bio-ekologis secara
alami; serta mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi KKP.
- Zona perikanan berkelanjutan diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan
populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan,
budidaya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan
pengembangan serta pendidikan. Penentuan zona perikanan berkelanjutan
yaitu daerah yang memiliki nilai konservasi namun masih memiliki toleransi
terhadap pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan dengan
alat dan cara yang ramah lingkungan. Selain itu, mempunyai karakteristik
ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah lingkungan
dan mendukung perikanan berkelanjutan, memiliki keanekaragaman jenis biota
perairan beserta ekosistemnya, mempunyai kondisi perairan yang relatif masih
baik untuk mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem
aslinya, dan mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan
budidaya ramah lingkungan, perikanan berkelanjutan, dan kegiatan sosial
ekonomi dan budaya masyarakat, serta mempunyai karakteristik potensi dan
keterwakilan biota perairan bernilai ekonomi.
- Zona pemanfaatan yaitu bagian KKP yang diperuntukkan bagi perlindungan
habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan
pengembangan, serta pendidikan. Kriteria penentuan zona pemanfaatan ini
diantaranya mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan
beserta ekosistem perairan yang indah dan unik, mempunyai luasan yang
cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan
bagi pariwisata dan rekreasi, dan mempunyai karakter objek penelitian dan
pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi, serta mempunyai kondisi
perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dengan
tidak merusak ekosistem aslinya.
12

- Zona lainnya adalah zona diluar zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan
zona pemanfaatan yang diperuntukkan bagi zona rehabilitasi dalam rangka
mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati
kondisi ekosistem alamiahnya. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas,
sarana penunjang kehidupan kelompok masyarakat atau masyarakat adat yang
tinggal di wilayah tersebut, dan kepentingan umum antara lain berupa sarana
telekomunikasi, fasilitas transportasi, dan jaringan listrik. Kriteria penentuan
zona lainnya tergantung dari karakteristik kawasan seperti adanya perubahan
fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem
yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia, adanya invasif spesies
yang mengganggu jenis atau biota asli kawasan, dan adanya pemanfaatan lain
yang sesuai kebutuhan zona dengan tetap memperhatikan daya dukung dari
kawasan tersebut.

2.4 Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

2.4.1 Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dan berfungsi


sebagai habitat bagi beragam biota laut sebagai berikut : (1) Beraneka ragam
hewan avertebrata (terutama karang batu / stony coral) juga berbagai krustasea,
siput dan kerang-kerangan, serta ekinodermata (bulu babi, anemon laut, teripang,
bintang laut, dan leli laut) ; (2) Beraneka ragam ikan, 50% - 70% ikan karnivora
oportunik, 15% ikan herbivora, dan sisanya omnivora ; (3) Reptil, umumnya ular
laut dan penyu laut ; dan (4) Ganggang dan rumput laut, yaitu algae hijau
berkapur, algae karolin dan lamun (Bengen 2001).
Sorokin (1993) menjelaskan terumbu karang (coral reef) merupakan
organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur
(CaCO3) yang kuat menahan gelombang laut. Organisme yang dominan hidup
adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur dan algae yang
banyak juga mengandung kapur. Terumbu karang ini dibedakan antara binatang
karang sebagai individu dan terumbu karang sebagai ekosistem. Sebagai
ekosistem dasar laut, terumbu karang dengan penghuni utama karang batu
memiliki arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil
yang disebut polip. Dalam bentuk sederhana, karang terdiri dari satu polip yang
mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut pada bagian atas dan
dikelilingi tentakel, namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang
akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin 1993).
Menurut Burke et al. (2002) sebagian besar spesies karang melakukan
simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae yang hidup dalam
jaringannya. Dalam simbiosisnya, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan
senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang,
sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan
karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Karang batu merupakan
karang penyusun yang paling penting dalam proses pembentukannya yaitu sebagai
13

hewan karang pembangun terumbu. Karang batu ini termasuk kedalam kelas
Anthozoa, filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip.
Bell dan Galzin (1984) menjelaskan bahwa keadaan terumbu karang
(substrat) sebagai habitat yang dilihat dari luasan tutupan karangnya memiliki
pengaruh terhadap kekayaan spesies dan jumlah dari ikan yang terdapat
(berasosiasi) di dalamnya. Hal tersebut diperjelas dengan membandingkan
kekayaan jenis ikan dan kelimpahan ikan yang terdapat pada substrat yang tidak
terdapat tutupan karang. Dengan demikian, penting diperhatikan kondisi terumbu
karang sebagai habitat untuk mengendalikan kondisi ikan-ikan karang yang ada.
Menurut Nybakken (1997), pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa
faktor, antara lain adalah :
1. Kedalam
Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0-25 m dari
permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang
pada perairan yang lebih dalam antara 50-70 m. Hal inilah yang
menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua-
benua atau pulau-pulau.
2. Suhu
Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran
suhu antara 23OC-25OC. Tidak ada terumbu karang yang dapat
berkembang pada suhu dibawah 18OC. Suhu ekstrim yang masih dapat
ditoleransi berkisar antara 36OC-40OC. Suhu sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan terumbu karang dimana upwelling disebabkan oleh pengaruh
suhu. Upwelling sendiri menyediakan persediaan makanan yang bergizi
bagi pertumbuhan terumbu karang.
3. Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya
sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses
fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosistesis akan berkurang
dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3)
serta membentuk terumbu akan semakin berkurang. Titik kompensasi
untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas berkurang hingga 15-20%
dari intensitas di permukaan.
4. Salinitas
Karang tidak dapat bertahan pada salinitas di luar 32-35‰. Namun pada
kasus khusus di Teluk Persia, terumbu karang dapat hidupp pada salinitas
42‰. Layaknya biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami
tekanan dalam penerimaan cairan yang masuk. Sehingga apabila salinitas
rendah dari kisaran diatas, terumbu karang akan kekurangan cairan
sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas
lebih tinggi akan menyebabkan cairang yang didalam tubuhnya akan
keluar,
5. Pengendapan
Faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertuambuhan terumbu
karang adalah pengendapan dimana pengendapan yang terjadi di dalam air
atau diatas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Endapan
mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae
dalam jaringan karang.
14

Pertumbuhan terumbu karang akan menjadi terhambat apabila daerah


terumbu karang tersebut mengalami kerusakan. Faktor-faktor yang sangat
dominan dalam kerusakan terumbu karang adalah faktor alam dan faktor manusia.
Kerusakan akibat faktor alam bagi terumbu karang terutama disebabkan oleh
perusakan tektonik akibat gempa di dasar laut yang menyebabkan tsunami dan
mekanik melalui badai tropis yang hebat sehingga koloni terumbu karang tersebut
terangkat dari terumbu. Badai bisa memporak-porandakan karang baik di daerah
reef flat, reef edge dan reef slope. Peristiwa ini biasanya sangat rawan terutama
pada terumbu karang yang letaknya di pantai pulau terpencil yang langsung
menuju atau berhadapan ke lautan bebas. Sedangkan kerusakan terbesar kedua
adalah adanya fenomena El Nino dimana terjadi peningkatan suhu yang ekstrim
sehingga terumbu karang tersebut mengalami proses bleaching.
Disamping faktor fisik-kimia, faktor biologis yaitu predator karang
diketahui juga tidak kalah pentingnya andil pada kerusakan karang. Bintang laut
berduri Acanthaster plancii cukup terkenal sebagai perusak karang di daerah
Indo-Pasifik. Selain Acanthaster plancii, beberapa jenis hewan lainnya seperti
gastropoda Drupella rugosa, bulu babi (Echinometra mathaei, Diadema setosum,
dan Tripneustes gratilla), dan beberapa jenis ikan karang seperti ikan kakak tua
(Scarrus sp.), Kepe-kepe (Chaetodon sp.) dapat mengakibatkan kerusakan pada
area terumbu karang (Supriharyono 2000).
Faktor kerusakan lainnya disebabkan oleh kegiatan manusia secara
langsung yang dapat menyebabkan bencana kematian pada terumbu melalui
kegiatan penambangan karang batu, penangkapan bencana kematian pada terumbu
melalui kegiatan penambangan karang batu, penangkapan ikan dengan bahan
peledak dan bahan kimia beracun, penggunaan jangkar dan eksploitasi berlebihan
pada sumberdaya tertentu. Pengeboran minyak lepas pantai, tumpahan minyak
baik kecelakaan kapal laut, kebocoran pipa penyalur atau tumpahan ketika
pengisian bahan bakar dapat mengganggu kesehatan karang. Disamping itu
kegiatan pertanian dan perkebunan di daerah dataran tinggi dapat menyebabkan
sedimentasi di daerah pesisir (Supriharyono 2000).

2.4.2 Komunitas Ikan Kerapu

Ikan kerapu hidup pada perairan tropis dan sub tropis, dan ada beberapa
ikan kerapu hidup di terumbu karang. Kerapu muda hidup di daerah padang
lamun, tetapi pada saat dewasa hidup di pantai berpasir atau di daerah pantai
berlumpur. Beberapa spesies kerapu hidup pada kedalaman 100-200 m
(adakalanya sampai kedalaman 500 m), tetapi pada umumnya kerapu hidup pada
kedalaman kurang dari 100 m (Philip & Randall 1993). Menurut Philip dan
Randall (1993), habitat ikan kerapu berada pada perairan dasar, terumbu karang
dan karang berbatu pada kedalaman kurang dari 60 m. Pada umumnya ikan
kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 m,
selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40
m, dimana perpindahan ini biasanya terjadi pada siang dan sore hari. Telur dan
larva kerapu besifat pelagis, sedangkan muda hingga dewasa bersifat demersal
(Tampubolon & Mulyadi 1989).
15

Ikan kerapu tersebar luas di Pasifik Barat, mulai Jepang bagian selatan
sampai Palau, Guam, Kaledonia Baru, Kepulauan Australisa bagian selatan serta
Laut India bagian timur dari Nicobar sampai Broome. Di Indonesia, ikan kerapu
banyak ditemukan di wilayah perairan Teluk Banten, Ujung Kulon, Kepulauan
Riau, Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Madur, Kalimantan dan Nusa
Tenggara (Heemstra & Randall 1993). Parameter lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan ikan kerapu yaitu pada temperatur 24-31OC, salinitas 30-33 ppt,
kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH 77,8-8. Perairan dengan kondisi
seperti ini pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang (Lembaga
Penelitian Undana 2006).
Kebanyakan jenis komersial penting, termasuk jenis ikan kerapu dan
napoleon melakukan aktivitas reproduksi dalam suatu pemijahan massal
(spawning aggregation) melibatkan puluhan hingga puluhan ribu individu
(Sadovy 1996). Pemijahan massal adalah kelompok spesies ikan yang sama
berkumpul untuk tujuan pemijahan, dimana densitas dan jumlah ikan secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan densitas dan jumlah ikan dilokasi
agregasi tersebut pada saat tidak dalam masa reproduksi (Domeier & Colin 1997).
Banyak ikan karang konsumsi berkumpul dalam jumlah besar pada lokasi, musim
dan fase bulan yang spesifik untuk memijah (Sadovy 1996). Pada umumnya
lokasi dan waktu agregasi selalu tetap pada jangka waktu yang lama sehingga
kumpulan ikan ini menjadi target mudah bagi aktivitas penangkapan musiman
(Sadovy 1997).
Jenis ikan kerapu umumnya merupakan hermaprodit protogyni (Shapiro
1987 in Levin & Grimes 1991). Juvenil kerapu biasanya memiliki jenis kelamin
betina dan individu jantan terbentuk pada saat betina dewasa berubah kelamin
(Levin & Grimes 1991). Selanjutnya Levin & Grimes (1991) menjelaskan bahwa
ekploitasi terhadap lokasi pemijahan massal akan berimplikasi secara nyata
terhadap ekologi reproduksi ikan kerapu. Jika individu yang lebih tua dan
berukuran besar lebiih rentan terhadap penangkapan, maka proporsi jantan dalam
populasi akan menurun. Hilangnya individu dewasa menyisakan individu muda
yang belum memiliki pengalaman untuk melakukan pemijahan di lokasi
pemijahan massal tradisional seperti yang dilakukan pendahulunya, sehingga
lokasi pemijahan massal tersebut dapat menghilang pada akhirnya. Kalaupun
lokasi pemijahan tersebut masih berfungsi, penurunan jumlah individu jantan
menyebabkan keterbatasan sperma yang dapat mengganggu keberhasilan
pemijahan (Shapiro et al. 1994 in Levin & Grimes 1991).

2.4.3 Hubungan Terumbu Karang, Ikan Karang dan Ikan Kerapu

Terumbu karang sebagai habitat dari berbagai ikan karang. Menurut Choat
dan Bellwood (1991) terdapat beberapa jenis interaksi antara ikan karang dengan
terumbu karang yang terbagi kedalam tiga bentuk, yaitu :
1. Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan
muda ;
2. Interaksi dalam mencari makan bagi ikan yang mengonsumsi biota pengisi
habitat dasar, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup
pada karang dan alga ;
16

3. Interaksi tidak langsung antara struktur terumbu karang dan kondisi


hidrologi serta sedimentasi dengan pola makan ikan pemakan plankton dan
karnivor.

English et al. (1997) membagi ikan-ikan karang kedalam tiga kelompok,


yaitu :
1. Ikan Target. Ikan yang menjadi target untuk penangkapan atau dikenal
dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi. Ikan-ikan yang
termasuk ikan target diantaranya : Serranidae, Lutjanidae, Kyphosidae,
Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (Chelinus,
Himigymnus, Choerodon) dan Haemulidae.
2. Ikan Indikator. Ikan indikator berfungsi sebagai ikan penentu terumbu
karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu
karang yaitu ikan dari famili Chaetodontidae (kepe-kepe).
3. Ikan Lain (Mayor famili). Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan
dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae,
Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae, dan lain-lain).

Menurut Lain (2011) ikan-ikan yang berasosiasi dengan karang yang ada di
Kawasan Konservasi Laut Daerah Liwutongkidi diantaranya : famili Serranidae
(ikan kerapu), Scaridae (ikan kaka tua), Lutjanidae (ikan kakap), Acanthuridae
(ikan pakol) yang biasanya dijadikan ikan target penangkapan. Selain itu, terdapat
pula ikan indikator dari famili Chaetodontidae (kepe-kepe), dan jenis ikan lain
dominan (mayor family) seperti Pomacentridae (ikan betok), Caesionidae,
Labridae, dan lain-lain. Berdasarkan hasil pengamatan Lain (2011) juga dapat
diketahui bahwa keadaan karang terbaik terdapat di daerah pengamatan
Liwutongkidi dengan jumlah individu ikan indikator Chaetodontidae terbanyak.
Keterkaitan ikan pada terumbu karang disebabkan karena bentuk dan
pertumbuhan karang menyediakan tempat yang baik bagi perlindungan. Karang
merupakan tempat kamuflase yang baik serta sumber pakan dengan adanya
keragaman jenis hewan atau tumbuhan yang ada. Beberapa jenis ikan yang hidup
ditepi karang, menjadikan karang sebagai tempat berlindung dan daerah luar
karang sebagai tempat mencari makan. Selain itu terumbu karang berfungsi
sebagai tempat memijah dan daerah pengasuhan bagi biota laut.
Menurut Kuiter (1992) ikan kerapu tergolong ikan karnivora, hidup soliter
dan banyak terdapat di daerah terumbu karang serta muara sungai. Kerapu
termasuk kedalam predator yang dominan pada habitat karang dengan makanan
utamanya adalah ikan, krustachea dan chepalopoda (Heemstra dan Randall 1993).
Menurut Utojo et al (1999), ikan kerapu hidup secara soliter pada daerah terumbu
karanng yang berasosiasi dengan jenis Porites sp., Acropora sp., Foliosa, Songe,
Pinctada dan Tridacna. Umumnya ikan kerapu hidup di daerah terumbu karang
pada kedalaman 5-20 m disemua tipe terumbu karang dengan kategori kondisi
yang baik. ikan kerapu dalam kehidupannya biasanya menetap atau tidak
berpindah-pindah (sedentary), kebanyakan ikan kerapu macan memanfaatkan
liang atau lobang yang ada di daerah terumbu karang sebagai tempat berlindung
(Yeeting et al 2001).
17

2.4.4 Pemanfaatan Ekosistem Terumbu Karang

Supriharyono (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa aktivitas


pemanfaatan terumbu karang yaitu :
1. Perikanan terumbu karang
Seiring meningkatnya jumlah penduduk maka aktivitas penangkapan juga
cenderung meningkat. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada
pengetahuan biologis spesies target, sehingga teknik penangkapan yang
tepat dapat ditentukan. Pengelolaan terumbu karang ini cenderung lebih
banyak ditekankan pada pengambilan karang atau aktivitas manusia
seperti pengeboman ikan karang, dan aktivitas lainnya yang secara tidak
langsung dapat merusak karang.
2. Penangkapan ikan karang
Sumber daya perikanan dapat berupa sumber daya ikan, sumber daya
lingkungan dan sumber daya buatan manusia yang digunakan untuk
memanfaatkan sumber daya ikan. Nelayan dalam upaya memenuhi
kebutuhan ekonomi dan permintaan pasar terhadap ikan hias laut (ikan
karang) akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam kondisi
tersebut, nelayan terkadang lupa memperhatikan kelestarian sumber daya
ikan.
Selain bermanfaat bagi kegiatan perikanan, ekosistem terumbu karang ini
juga bermanfaat bagi kegiatan wisata. Seperti yang diungkapkan Gao dan Hailu
(2011) bahwa kondisi karang yang sangat baik serta tutupan karang yang luas
dapat meningkatkan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan di ekosistem terumbu
karang tersebut. Hal ini karena kondisi dan tutupan karang yang baik dapat
berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis ikan karang dan kelimpahan ikan
karang sehingga para penyelam dan wisatawan tertarik untuk melakukan kegiatan
wisata di daerah tersebut dan dapat pula melakukan aktivitas olahraga menangkap
ikan (sport fishing).

2.4.5 Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

Constanza dan Folke (1997) in Adrianto (2006) menjelaskan tujuan valuasi


ekonomi adalah menjamin tercapainya tujuan maksimisasi kesejahteraan individu
yang berkaitan dengan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi, dan untuk
mencapai tujuan tersebut perlu adanya valuasi ekosistem berdasarkan tiga tujuan
utama yaitu efisiensi, keadilan dan keberlanjutan. Ekosistem terumbu karang
memiliki fungsi atau manfaat yang sangat jelas dalam menghasilkan beragam
jenis ikan, penghasil biota untuk bidang kesehatan, dan lain-lain. Seperti yang
dijelaskan dalam Dahuri et al. (2001) bahwa fungsi penting terumbu karang
diantaranya :
- Habitat sumber daya ikan, dikenal sebagai tempat memijah, bertelur,
mencari makan, berlindung dan daerah asuhan bagi boita laut.
- Penyedia (sumber) benih alami bagi pengembangan budidaya perikanan.
- Penyedia sumber makanan dan bahan baku substansi aktif yang berguna
bagi bidang farmasi dan kedokteran.
18

- Sebagai pelindung pantai dengan meredam ombak (arus dan gelombang)


laut, sehingga pantai dapat terhindar dari degradasi dan abrasi.
Sedangkan nilai ekosistem terumbu karang terbagi dalam :
- Nilai ekologis, sebagai penjaga keseimbangan kehidupan biota laut dan
hubungan timbal balik antara biota laut dengan abiotiknya.
- Nilai ekonomis, dapat dikembangkan menjadi komoditas bernilai ekonomi
yaitu sebagai hiasan akuarium, bahan baku kedokteran dan sebagainya.
- Nilai estetika, terumbu karang membentuk panorama indah sebagai
pemandangan alami dan bermanfaat bagi wisata.
- Nilai biologis, sebagai penghasil oksigen perairan dan pengatur
keseimbangan ekosistem perairan.
- Nilai edukasi, sebagai objek penelitian dan pendidikan.
Dengan adanya manfaat serta nilai yang terkandung didalamnya, sehingga
penting untuk mengetahui seberapa besar kerugian yang terjadi apabila kehilangan
ekosistem tersebut. Barton (1994) menjelaskan bahwa nilai ekonomi dari
ekosistem terumbu karang merupakan nilai dari seluruh instrumen yang ada
didalamnya termasuk sumber makanan dan jasa ekologis. Nilai dari seluruh
instrumen yang terdapat pada ekosistem terumbu karang dapat dikuantifikasi
melalui metode valuasi ekonomi total (total economic valuation).
Teori ekonomi neoklasik seperti consumer surplus dan willingness to pay
dapat digunakan bagi nilai ekosistem yang tidak memiliki nilai pasar (non market
value). Berdasarkan teori tersebut, terdapat beberapa studi pustaka yang telah
melakukan penelitian terhadap nilai ekonomi dari ekosistem terumbu karang, baik
sebagai komoditas (barang) ataupun penyedia jasa. Informasi nilai ekonomi
ekosistem terumbu karang disajikan pada Tabel 1.
19

Tabel 1. Nilai Ekonomi Jasa dan Barang dari Sumber Daya Terumbu Karang
Manfaat Ekonomi Lokasi Studi dan Pustaka Nilai Ekonomi
Manfaat Langsung :
- Perikanan Philippines (McAllister, 1988) US$ 80 juta/thn
Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,70/ha/thn (ikan dan krustase)
Indonesia Coral Reefs (Cesar, 1996) US$ 40.000 (peracunan ikan)
US$ 86.000 (pemboman ikan)
US$ 81.000 (sedimentasi)
US$ 109.000 (tangkap lebih)
Montego Bay Coral Reefs (Gustavson, 1998) US$ 1,31 juta (1996)
Great Barrier Reefs (Driml, 1999) US$ 143 juta (1996)
- Turisme/ Virgin Islands National Park, St. Johns US$ 8.295/ha (2.820 ha)
Rekreasi (Posner et.al., 1981)
Bacuit Bay, Philippines US$ 6.280 logging
(Hodgson dan Dixon, 1988) US$ 13.334 larangan logging
Galapagos National Park, Ecuador (Edwards, 1991) US$ 312/hari/orang
John Pennekamp/Key Largo (Leeworthy, 1991) US$ 285 - 426/hari/orang
Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 45/ha/thn
US$ 1300/ha/thn
Bonaire Marine Park (Pendleton, 1995) US$ 7,9 - 8,8 juta (1991)
NPV US$ 74,21 juta (r = 10%; 20
thn)
Indonesia Coral Reefs (Cesar, 1996) US$ 3.000 - 436.000 (peracunan ikan)
US$ 3.000 - 482.000 (pemboman ikan
dan penambangan karang
US$ 192.000 (sedimentasi)
Montego Bay Coral Reefs (Gustavson, 1998) US$ 315 juta (1996)
Great Barrier Reefs (Driml, 1999) AU$ 769 juta (1996)
Andaman Sea, Thailand (Seenprachawonng, 2003) US$ 205,42 juta (US$ 5.243/ha/thn)
Bolinao Coral Reefs, Philippines US$ 223/person
(Ahmed et.al., 2003) (US$ 1,3 juta) (2000)
Coral-surrounded Hon Mun Islands, Vietnam US$ 17,9 juta/thn
(Pham dan Tran, 2003)
Pulau Payar Marine Park, Kedah, US$ 390.000
Malaysia (Yeo, 2003)
- Perdagangan Phillipines (McAllister, 1988) US$ 10 juta/thn
akuarium
- Penjualan produk Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,40/ha/thn
Ornamen
- Material Bangunan Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 5,20/ha/thn
- Pendidikan Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 2,73/ha/thn
dan riset Panama Coral Reefs (Spurgeon, 1992) US$ 2,5 juta (1991)
Manfaat
Tidak Langsung :
- Perlindungan Philippines Coral Reefs (McAllister, 1991) US$ 22 milyar (22.000 km2)
US$ 9.000 - 193.000 (pemboman
Pantai Indonesia Coral Reefs (Cesar, 1996) ikan) ; US$ 12.000 - 260.000
(penambangan karang)

- Merawat
biodiversitas Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 4,9/ha/thn
- Perlindungan alami Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,55/ha/thn
Nilai Bukan Manfaat :
- Budaya/artistik Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,20/ha/thn
- Spritual Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,52/ha/thn
- Nilai pilihan Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 120/ha/thn

Sumber : Cesar dan Chong (2000) in Lestaluhu (2008)


20

2.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan bagi Perikanan


Berkelanjutan

Menurut Charles (1993) in Lain (2011) pembangunan perikanan


berkelanjutan harus mengadopsikan konsep pembangunan perikanan yang
mengandung beberapa aspek yaitu :
 Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pengelolaan
ekologi secara berkelanjutan biomassa atau stok harus diperhatikan
sehingga tidak melewati daya dukung serta meningkatkan kapasitas dan
kualitas dari ekosistem menjadi perhatian utama.
 Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosio-ekonomi) adalah
pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari
kesejahteraan penduduk dan pengurangan kemiskinan dengan
mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
 Community sustainability merupakan suatu kerangka keberlanjutan
kesejahteraan yang menyangkut komunitas masyarakat yang harus
diperhatikan dalam pembangunan perikanan berkelanjutan.
 Institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan) menyangkut
pemeliharaan aspek finansial dan administrasi yang sehat.
Dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan bagi perikanan
berkelanjutan ini perlu diperhatikan keterpaduan, seperti dalam pengelolaan
wilayah pesisir yaitu (1) keterpaduan antar sektor ; (2) keterpaduan ruang / spatial
; (3) keterpaduan pengelolaan berbasis ilmu pengetahuan ; (4) keterpaduan
kelembagaan ; dan (5) keterpaduan internasional (Cicin-Sain dan Knecht 1998).
Proses pengelolaan dilakukan dengan mengidentifikasi dan analisis
mengenai berbagai isu terkait pengelolaan atau pemanfaatan yang ada atau
diprediksi akan muncul dan kemudian menyusun serta melaksanakan program
aksi dan kebijakan untuk mengatasi isu tersebut. Menurut Cicin-Sain dan Knecht
(1998), proses pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan
memiliki empat tahapan utama yaitu penataan dan perencanaan, formulasi,
implementasi serta pengumpulan dan analisis data guna mengidentifikasi kendala
dan permasalahan potensi dan peluang pembangunan dan tantangan.
21

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 di Kawasan


Konservasi Perairan Berau, Kalimantan Timur. Kabupaten Berau terbagi dalam
13 kecamatan dan 8 kecamatan diantaranya memiliki wilayah pesisir dan laut
yaitu Kec. Sambaliung, Kec. Pulau Derawan, Kec. Pulau Maratua, Kec. Tabalar,
Kec. Biatan-Lempake, Kec. Talisayan, Kec. Batu Putih dan Kec. Biduk-biduk.
Berdasarkan metode purposive sampling, maka lokasi yang dipilih dalam
penelitian ini yaitu Kec. Sambaliung, Kec. Pulau Derawan, Kec. Talisayan, Kec.
Batu Putih dan Kec. Biduk-biduk. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian


Sumber : BPSPL Pontianak (2011)

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.1 Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi yaitu mengamati secara


langsung kondisi lapangan. Data primer diperoleh dengan melakukan
pengukuran, pengamatan, wawancara, serta pengisian kuesioner (Lampiran 1 dan
22

Lampiran 2). Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari : hasil
tangkapan kerapu harian, jumlah bubu harian yang digunakan untuk menangkap
kerapu, perspektif masyarakat mengenai program konservasi, data sosial ekonomi
nelayan setempat, serta profil umum mengenai kawasan konservasi perairan
Berau. Selain itu jenis data primer yang diambil adalah data sosial ekonomi
meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengalaman sebagai nelayan,
dan informasi penting lainnya sesuai tujuan penelitian.
Beberapa pihak yang menjadi narasumber dari penelitian ini diantaranya
nelayan, instansi pemerintahan, dan sektor swasta, baik pengusaha ataupun
lembaga pengelola kawasan konservasi perairan Berau. Wawancara dan
pengisian kuesioner dilakukan untuk memperoleh informasi jumlah tangkapan
perhari, wilayah penangkapan ikan, dan jenis alat tangkap yang digunakan serta
data primer lainnya yang dapat digunakan sebagai informasi pendukung bagi
penelitian ini. Kegiatan wawancara atau pengisian kuesioner dilakukan pada
nelayan penangkap ikan karang yang ada pada saat pengamatan, sedangkan bagi
instansi pemerintahan dan lembaga terkait lainnya dilakukan sesuai dengan
kesempatan pada saat pengambilan data.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka, buku-
buku dan laporan ilmiah hasil penelitian sebelumnya ataupun data penelitian yang
diperoleh dari instansi (lembaga) lain, serta buku yang terkait dengan penelitian
ini. Data sekunder yang dikumpulkan terbagi menjadi empat yaitu data yang
terkait ekologi terumbu karang, data terkait produksi dan nilai ekonomi dari
karang dan perikanan karang, profil umum mengenai kawasan, serta data sosial
ekonomi masyarakat berdasarkan kependudukan. Data ekologi karang meliputi
sebaran/distribusi terumbu karang, jenis karang, dan kondisi tutupan karang
sebelum dan sesudah terbentuk menjadi KKP. Sedangkan untuk data perikanan
karang meliputi produksi ikan karang, dan nilai (harga) ikan tangkapan dalam
tahunan dan harian, serta upaya atau alat yang digunakan untuk kegiatan
penangkapan ikan. Selain itu, informasi mengenai kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat sekitar selama kurun waktu tertentu juga diperlukan untuk melihat
komposisi dan perubahan dari kesejahteraan masyarakat tersebut. Informasi-
informasi tersebut diperoleh dari instansi terkait baik dari pemerintahan ataupun
sektor swasta.

3.3 Prosedur Penelitian

Alat yang digunakan adalah kamera digital untuk dokumentasi jenis ikan
yang terdapat dan tertangkap di KKP Berau, dan alat tulis (buku, pensil atau
bolpoin) untuk pencatatan data serta pengisian kuesioner, serta perangkat lunak
komputer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah responden di KKP Berau,
peta lokasi kawasan, formulir kuesioner, data sheet dan bahan pustaka yang
23

berkaitan dengan penelitian ini. Selanjutnya jenis ikan dalam penelitian ini
dibatasi yaitu ikan kerapu sebagai ikan target dalam produksi perikanan
Kabupaten Berau. Berdasarkan tujuan penelitian, maka matrik prosedur
penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Matrik Prosedur Penelitian


Tujuan Metode Instrumen Data Manfaat Data
Penelitian
1. Menduga Analisis tren - Alat tulis Data sekunder : - Melihat tren
kondisi produksi - Kuesioner - Produksi produksi
perikanan kerapu dengan - Perangkat tahunan ikan kerapu
CPUE (catch lunak kerapu tahunan.
per unit of komputer Data primer : - Mengetahui
effort) (Excel 2007) - Hasil CPUE harian
- Responden tangkapan selama
kerapu harian penelitian.
- Jumlah bubu
yang
dioperasikan
2. Menganalisis Analisis - Alat tulis Data primer : - Mengetahui
aktivitas kuesioner - Kuesioner - Waktu cara yang
perikanan dan - Perangkat kegiatan digunakan
perilaku lunak penangkapan dalam operasi
nelayan komputer - Alat tangkap penangkapan
(Excel 2007) yang kerapu.
- Responden digunakan
3. Mengkaji - Deskriptif - Alat tulis Data sekunder : - Melihat
manfaat visual - Kuesioner - Persentase manfaat
penetapan - Analisis - Peta lokasi tutupan terumbu
KKP terhadap regresi penelitian karang karang bagi
kondisi - Analisis - Perangkat - Kelimpahan perikanan
perikanan dan surplus lunak ikan karang - Mengetahui
ekonomi konsumen komputer Data primer : manfaat
masyarakat (Excel 2007) - Harga harian ekonomi ikan
- Responden kerapu kerapu
- Jumlah bubu
yang
digunakan
- CPUE harian
4. Menyusun Analisis - Alat tulis Data primer : - Mengetahui
strategi prospektif – - Kuesioner - Skor faktor faktor kunci
pengelolaan Focus Group - Perangkat pengelolaan keberhasilan
bagi Discussion lunak kawasan pengelolaan
keberlanjutan (skenario komputer (KKP) KKP.
KKP pengelolaan) (Excel 2007) - Memberikan
- Responden strategi
pengelolaan
bagi KKP.
24

3.4 Metode Pengambilan Contoh

Contoh-contoh yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya : nelayan


yang melaut di kawasan konservasi perairan Berau, dan sejumlah pihak yang
berkepentingan di KKP Berau sebagai narasumber bagi pengambilan data dengan
kuesioner dan wawancara. Penentuan contoh-contoh tersebut dilakukan dengan
teknik convenience, seperti yang dijelaskan oleh Juanda (2007) bahwa teknik
convenience merupakan prosedur memilih responden yang paling mudah tersedia,
sembarang, atau kebetulan ditemui. Perhitungan rata-rata dan ragam berdasarkan
penarikan contoh acak sederhana tersebut menurut Boer (2008) dijelaskan dengan
rumus :
1 n
Penduga rata-rata = ̂  x   xi
n i 1 ........................................................ (1)
s2  N  n  1 n
ˆ
Ragam penduga = V ( x )    dengan s 2   xi  x 2
n N  n  1 i 1 ... (2)
Keterangan
̂ : Penduga rata-rata
x : Penduga takbias parameter populasi µ
xi : Data ke i
i : Data ke (1,2,3, ... , n)
n : Jumlah nelayan
N : Jumlah total nelayan
Vˆ : Penduga ragam
s2 : Ragam

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis Sebaran Tangkapan

Analisis sebaran tangkapan dilakukan secara deskriptif visual yang


ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai kondisi lapang yang
bersifat tanggapan dan pandangan terhadap pelaksanaan program perkuatan serta
kondisi lingkungan sosial ekonomi dan daerah sampel. Hasil analisis kualitatif
berupa perbandingan kondisi riil di lapang yang diperoleh dari pendapat-pendapat
berbagai unsur yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan
ikan karang dengan kondisi ideal yang diperoleh dari studi pustaka. Model
deskriptif kualitatif yaitu hasil penelitian beserta analisa yang diuraikan dalam
suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi, kemudian diambil kesimpulan.
Teknik untuk menggambarkan dan memvisualisasikan hubungan dalam data
termasuk peta, transek, waktu, kalender musim, transek sejarah, diagram pohon
dan Venn, flow chart, dan peringkat. Teknik ini digunakan untuk menyatakan
informasi yang kompleks serta melibatkan interaksi antara tim penduga dengan
25

narasumber. Peta dapat mengilustrasi distribusi spasial dari suatu sumber daya,
kegiatan termasuk penggunaan dalam komunitas dan wilayah. Peta menyediakan
informasi dasar yang bermanfaat dan umumnya dikembangkan pada proses
pengumpulan data untuk menetapkan penempatan corak, aktivitas, dan sumber
daya tertentu (Bunce et.al. 2000).

3.5.2 Analisis Regresi

a. Analisis Regresi Linear Sederhana

Yusnandar (2001) menjelaskan bahwa analisis regresi digunakan untuk


mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis
regresi membutuhkan dua kelompok data hasil observasi sehingga menjadi
pasangan data bebas dan tak bebas. Analisis regresi linear sederhana dalam
penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara upaya tangkap (bubu) dengan
hasil tangkapan ikan kerapu dan hubungan luas tutupan karang dengan
kelimpahan ikan. Upaya untuk mengetahui hubungan antara bubu dan hasil
tangkapan ikan kerapu serta luas tutupan karang dengan kelimpahan ikan yang
terjadi di Kawasan Konservasi Perairan Berau dimulai dengan mencari bentuk
terdekat dari hubungan tersebut dengan jalan menyajikan data yang telah
diketahui dalam sebuah “kurva” atau grafik yang disebut diagram pencar (Scatter
diagram) (Munir 2008).
Selanjutnya Munir (2008) juga menjelaskan bahwa diagram pencar ini
menunjukkan titik-titik, dan tiap titik ditentukan oleh pasangan (Xi, Yi). Dengan
menggunakan diagram ini dapat diketahui apakah ada hubungan yang berarti
antara kedua variabel tersebut. Jika letak titik-titik itu berada di sekitar garis lurus
maka cukup alasan untuk menduga bahwa antara variabel-variabel tersebut ada
“hubungan linier”. Dalam hal lainya hubungan antara variabel-variabel tersebut
diduga “ non linear ”. Keeratan hubungan dari sebaran sampel dengan kurva
linear dapat digambarkan melalui hubungan matematis sebagai berikut (Walpole
1997):

................................................................................................... (3)

Keterangan :
Y = Hasil tangkapan ikan kerapu (gram/alat tangkap), Kelimpahan ikan (ind/m2)
X = Upaya tangkap (bubu), Luas tutupan karang (m2)
a = Intersep (titik potong kurva terhadap sumbu Y)
b = Slope kurva linear

Dugaan nilai b tersebut dapat diperoleh melalui pendugaan kuadrat terkecil


bagi parameter dalam garis regresi seperti yang dijelaskan oleh Walpole (1997)
berikut ini :

..................................................................... (4)
26

Keterangan :
n = Jumlah data contoh (i = 1, 2, 3, ..., n)
xi = Nilai variabel bebas data ke i
yi = Nilai variabel tak bebas data ke i

b. Analisis Regresi Linear Berganda

Seperti analisis regresi linear sederhana, analisis regresi linear berganda juga
bertujuan untuk melihat suatu hubungan dari beberapa variabel bebas terhadap
satu variabel tidak bebas. Penelitian ini menggunakan variabel-veriabel bebas
seperti harga ikan (X1), jumlah tanggungan (X2), pengalaman (X3), pengeluaran
per hari (X4), dan pendidikan (X5) untuk menduga hasil tangkapan ikan kerapu
harian yang diperoleh nelayan Kabupaten Berau (Y). Hasil tangkapan ikan ini
digunakan untuk menduga permintaan ikan kerapu sebagai produk akhir dari
sumber daya yang ada di ekosistem terumbu karang dalam kawasan konservasi
perairan yang diinginkan oleh nelayan sebagai sumber penghasilannya.
Hubungan antara beberapa variabel ini dapat digambarkan melalui
persamaan matematika sebagai berikut (Walpole 1997) :

......................................................... (5)

Keterangan :
= Hasil tangkapan ikan kerapu
b0 = Intersep (titik potong kurva terhadap sumbu Y)
b1, b2, ..., br = Slope kurva linear bagi x1, x2, ..., xr
x1 = Harga ikan
x2 = Jumlah tanggungan
x3 = Pengalaman
x4 = Pengeluaran per hari
x5 = Pendidikan

c. Koefisien Determinasi (r2)

Koefisien determinasi (r2) merupakan proporsi dari varian Y yang


diterangkan oleh pengaruh linier dari X. Dengan kata lain, koefisien determinasi
merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui (mengukur) persentase
pengaruh upaya tangkap bubu terhadap hasil tangkapan ikan kerapu (Munir 2008).
Jika Y (variabel tak bebas) adalah kelimpahan ikan karang dan X (variabel bebas)
adalah luas tutupan karang keras (hidup), maka besar kecilnya kelimpahan ikan
karang tidak hanya disebabkan oleh besar kecilnya luas tutupan karang (X) saja.
Tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kualitas air/lingkungan,
metode penangkapan, gangguan dari luar (antropogenik). Apabila nilai r2 sebesar
0,6453, ini berarti pengaruh variabel X (luas tutupan karang) terhadap perubahan
variabel Y (kelimpahan ikan karang) adalah 64,5%, sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh variabel X lainnya. Uji hipotesis koefisien regresi linear
sederhana bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh suatu
variabel X terhadap variabel Y. Prosedur pengujian ini terdiri dari beberapa
tahap, yaitu :
27

- Membuat pernyataan hipotesisnya yang terdiri dari hipotesis awal (H0) dan
hipotesis alternatifnya (H1).
- Ho : b = 0 (Variabel X tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
variabel Y).
- Ha : b ≠ 0 (Variabel X memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel
Y).
- Penentuan tingkat signifikansi (α), dalam penelitian ini ditentukan = 5%.
- Penentuan daerah kritis/daerah tolak Ho.
- Untuk menentukan ditolak atau diterimanya Ho maka harus
membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel. Rumus thitung : b/Sb.
- Keputusan, jika nilai thitung < ttabel maka terima Ho dan tolak Ha.
- Jika nilai thitung > ttabel maka tolak Ho dan terima Ha.
- Kesimpulan

3.5.3 Tren Sumber Daya Perikanan

Menduga parameter biologi dan status dari sumber daya perikanan karang
dapat dilakukan dengan menggunakan data produksi dan upaya (alat) tangkap
secara time series. Seperti yang dijelaskan Khoiriya (2010), pendugaan tren
sumber daya perikanan ini akan dilihat dari ikan-ikan yang dominan tertangkap
oleh nelayan. Tren tersebut diduga berdasarkan nilai CPUE (catch per unit of
effort). Selain itu, Melmambessy (2010) menjelaskan estimasi potensi sumber
daya perikanan tangkap yang didasarkan atas jumlah hasil tangkapan ikan yang
didaratkan pada suatu wilayah dan variasi alat tangkap per trip. Prosedur estimasi
dilakukan dengan cara dalam Sparre dan Venema (1999).
- Catch per unit of effort menjelaskan kemampuan atau tingkat suatu alat
tangkap ataupun upaya tangkapan lainnya dalam menghasilkan
tangkapannya dalam satuan waktu.
.................................................................. (6)
Keterangan :
CPUEti = tangkapan per upaya pada waktu t upaya i (kg/orang/trip)
Yti atau catchn = tangkapan pada waktu ke t untuk tipe i
Eti = upaya tangkap waktu ke t tipe i, n = 1, 2, 3, ..........k

Standarisasi alat tangkap dilakukan dalam melakukan pendugaan CPUE,


prosedur standarisasi alat tangkap kedalam satuan baku unit alat tangkap standar
dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Alat tangkap standar yang digunakan mempunyai CPUE terbesar dan
memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index, FPI) sama dengan
1. Nilai FPI dapat diperoleh melalui persamaan (Gulland, 1983 in
Melmambessy, 2010).
.............................................................................. (7)

.............................................................................. (8)

.................................................................................. (9)
28

Keterangan :
r = 1, 2, 3, ..., P (alat tangkap yang distandarisasi)
s = 1, 2, 3, ..., Q (alat tangkap standar)
i = 1, 2, 3, ..., K (jenis alat tangkap)
CPUEr = total hasil tangkapan per upaya tangkap dari alat tangkap r yang
akan distandarisasi (ton/trip).
CPUEs = total hasil tangkapan per upaya tangkap dari alat tangkap s yang
dijadikan standar(ton/trip).
FPIi = fishing power index dari alat tangkap i (yang distandarisasi dan
alat tangkap standar).

b. Nilai FPIi digunakan untuk menghitung total upaya standar, yaitu :


E= ........................................................................... (10)
Dimana :
E = total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang
distandarisasi dan alat tangkap standar.
Ei = effort dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar
(trip)

3.5.4 Pendugaan Ekonomi dari Tangkapan per Upaya

Manfaat dari pendugaan ini adalah melihat nilai pasar dari komoditas
produksi yang dihasilkan. Peramalan manfaat ekonomi ini dapat dihitung
langsung dari nilai tangkapan per upaya dengan harganya, seperti yang dijelaskan
oleh Bene dan Tewfik (2000) :

........................................................................... (11)
Keterangan : RPUEj = revenue per unit of effort pada hari ke-j
CPUEj = catch per unit of effort pada hari ke-j
P = harga komoditas

3.5.5 Analisis Valuasi Ekonomi

Fungsi ekologis ekosistem terumbu karang dapat dilihat dari asosiasi atau
hubungannya dengan ikan-ikan karang. Fungsi tersebut diantaranya sebagai
tempat pemijahan ikan karang yang bernilai ekonomis penting seperti famili
Pomacentridae dan Balistidae dengan model pemijahan demersal (Allen dan
Robertson, 1997 in Lestaluhu, 2008). Sebagai tempat pengasuhan terdapat ikan-
ikan golongan Carangidae (karena di sekitar terumbu karang berukuran kecil dan
diluar terumbu karang merupakan pelagis kecil) dan sebagai tempat mencari
makan seperti yang dijelaskan Bel dan Galzin (1984) yang menunjukkan korelasi
antara karang hidup dan komunitas ikan, terumbu karang menyediakan makanan
untuk ikan.
Analisis hubungan ini juga dilakukan oleh Robertson dan Gaines (1986) in
Lestaluhu (2008) di Barrier Reef Aldabra, disebutkan bahwa terumbu karang
menyediakan tiga kelompok pemberian makan utama bagi 13 jenis ikan karang
29

ekonomis famili Acanthuridae dalam aturan makannya yaitu : microalgivores


(Acanthurus lineatus, A. leucosternon, A. nigrofuscus, A. triostegus dan
Zebrasoma scopes) ; macroalgivores (Zebrasoma veliferum, Naso brevirostris, N.
lituratus, dan N. unicornis) ; dan detrivores (Acanthurus tennenti, A. nigricaudus,
Ctenochaetus striatus, dan C. Strigosus).
Asosiasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur nilai ekonomi ekosistem
terumbu karang sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan
sehingga selanjutnya dapat bermanfaat bagi perikanan berkelanjutan dengan
asumsi ekosistem terumbu karang ini menghasilkan produk akhir yaitu berupa
ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomi tersebut. Cara ini digunakan
karena ekosistem terumbu karang ini memiliki sifat intangible (tidak tampak) dan
tidak memiliki nilai uang secara langsung.
Adrianto (2006) mengembangkan langkah-langkah pengukuran nilai
ekonomi langsung yaitu :
a. Menentukan fungsi penggunaan produktivitas sumber daya ikan hasil
tangkapan yang menjadi produk akhir bagi masyarakat. Pendugaan fungsi
permintaan (direct use value) terhadap pemanfaatan langsung dari sumber
daya ekosistem terumbu karang :
...................................................................... (12)
Keterangan :
Q = Jumlah sumber daya ikan yang diminta
X1 = Harga
X2, X3, ... Xn = Karakteristik sosial ekonomi konsumen/rumah tangga.

b. Melakukan transformasi fungsi penggunaan menjadi fungsi linear agar dapat


diestimasi koefisien masing-masing parameter dengan menggunakan
metode regresi linear. Formula tersebut menjadi :

............................................................................. (13)

c. Mentransformasi kembali fungsi permintaan menjadi bentuk persamaan


awal. Untuk mendapatkan fungsi penggunaan sumber daya terumbu karang
hasil integrasi dengan koefisien dan variabel sosial ekonomi yang
ditunjukkan melalui persamaan berikut :
, jika exp (β) diartikan sebagai α dan β1 sebagai β, maka
persamaan tersebut akan menjadi :
.......................................................................................... (14)

d. Menduga atau mengestimasi total kesediaan membayar (Nilai Ekonomi


Sumber daya :
................................................................................ (15)
Dimana U = Nilai utilitas terhadap sumber daya atau total kesediaan
membayar dari pemanfaatan potensi sumber daya ikan pada
kawasan konservasi,
f(Q) = fungsi permintaan
α = batas jumlah sumber daya rata-rata yang dikonsumsi/diminta.
30

e. Menduga nilai konsumen surplus (CS) yang merupakan nilai langsung


pemanfaatan sumber daya perikanan karang per satuan individu sebagai
berikut :
....................................................................................... (16)
........................................................................................ (17)
Keterangan :
CS = konsumen surplus yang merupakan nilai langsung pemanfaatan
sumber daya perikanan karang
Pt = harga yang dibayarkan
= rata-rata jumlah sumber daya yang dikonsumsi/diminta
X1 = harga per unit sumber daya yang dikonsumsi/diminta

3.5.6 Analisis Prospektif

Analisis prospektif dilakukan untuk menghasilkan skenario pengelolaan


Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Berau dengan menentukan faktor kunci
yang berpengaruh terhadap kinerja sistem. Faktor-faktor kunci diambil
berdasarkan jawaban responden sebanyak 14 faktor kunci :
1. Dimensi Ekologi dengan faktor kunci : (a) lokasi konservasi, (b)
keanekaragaman karang, (c) data perikanan, dan (d) kelimpahan ikan.
2. Dimensi Ekonomi dengan faktor kunci : (a) penghasilan nelayan, (b) harga
komoditas perikanan, dan (c) produksi perikanan.
3. Dimensi Sosial-Budaya dengan faktor kunci : (a) kualitas SDM, (b) sosialisasi
kebijakan KKP, (c) kesadaran masyarakat.
4. Dimensi infrastruktur (sarana prasarana) : (a) minimnya sarana dan prasarana.
5. Dimensi hukum dan kelembagaan dengan faktor kunci : (a) pengawasan dan
penerapan sanksi, (b) kerjasama antar stakeholder, dan (c) peraturan
pemerintah.
Berdasarkan faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap sistem,
selanjutnya dilihat hubungan antar faktor tersebut dengan menggunakan bantuan
matrik seperti yang digambarkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Matrik dan Faktor Kebergantungan dalam Analisis Prospektif

From to A B C D E ... Z Pengaruh total


A
B
C
D
E
...
Z
Keterangan :
Skor 0 = Tidak ada pengaruh
Skor 1 = Pengaruh kecil
Skor 2 = Pengaruh sedang
Skor 3 = Pengaruh tinggi
31

Setelah melihat hubungan saling ketergantungan antar faktor, dibangun


keadaan yang mungkin terjadi dimasa depan dari faktor-faktor tersebut sebagai
alternatif panyusunan skenario pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Kabupaten Berau. Tabel 4 menyajikan keadaan yang mungkin terjadi dimasa
depan dan faktor-faktor yang dominan pada pengembangan wilayah pesisir.

Tabel 4. Keadaan yang Mungkin Terjadi di Masa Depan pada Pengelolaan


Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Berau

Faktor Keadaan
Faktor 1 1A 1B 1C
Faktor 2 2A 2B 2C
Faktor 3 3A 3B 3C
Faktor n nA nB nC
32

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Status Konservasi Perairan Laut Berau

Kabupaten Berau mempunyai luas wilayah 34.127 km2, dengan letak


geografis pada koordinat 1º - 2º 33’ LU dan 116º - 119º BT. Secara administratif
Kabupaten Berau memiliki batas-batas wilayah yaitu :
Utara : berbatasan dengan Kabupaten Bulungan
Timur : berbatasan dengan Laut Sulawesi
Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur
Barat : berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Kutai Barat dan Kartanegara.
Wilayah Kabupaten Berau terdiri dari 13 Kecamatan dan 8 Kecamatan
diantaranya merupakan kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dan laut yaitu
Kec. Sambaliung, Kec. Pulau Derawan, Kec. Pulau Maratua, Kec. Tabalar, Kec.
Biatan-Lempake, Kec. Talisayan, Kec. Batu Putih dan Kec. Biduk-biduk. Secara
geografis Rencana Kawasan Konservasi Laut Berau berada pada koordinat 2º 49’
42.6” - 1º 2’ 0.06” LU dan 117º 59’ 17.16” - 119º 2’ 50.30” BT. Luas wilayah
KKL tersebut meliputi seluruh wilayah pesisir dan laut termasuk kawasan
mangrove, yaitu 1.222.988 ha, yang tersebar di 7 Kecamatan pesisir kecuali Kec.
Sambaliung.
Namun dengan alasan beberapa perhitungan dan dinamika kebijakan serta
harmonisasi penataan ruang di daerah, di Kabupaten Berau yang semula
pencadangan luas kawasan konservasinya mencapai 1,273 juta hektar kini
diharmoniasasikan dengan pemanfaatan lainnya sehingga luas kawasan konservasi
menjadi 285 ribu hektar dan beberapa dinamika di daerah lainnya menyangkut
kawasan konservasi yang mengembang dan mengkerut. untuk yang demikian ini,
maka status luas kawasan konservasi di penghujung tahun 2013 berdasarkan data
yang dihimpun Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan sebagaimana
disajikan Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Luas Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Tahun 2013

(Sumber : http://kkji.kp3k.kkp.go.id)
33

Bertambah luasnya kawasan konservasi dan dinamikanya, mengakibatkan


tantangan pengelolaan kawasan konservasi menjadi semakin kompleks. Dalam
target pengelolaan efektif-KKP-3K, Renstra KKP yang dirancang tahun 2009
sampai 2011 menargetkan 24 lokasi fokus pengelolaan. Adapun upaya-upaya
pokok pengelolaan kawasan konservasi meliputi : koordinasi dan pembinaan,
peningkatan infrastruktur, penyusunan NSPK, review dan implementasi rencana
pengelolaan, sosialisasi, konsultasi publik, peningkatan kapasitas, operasionalisasi
lembaga pengelola, rehabilitasi kawasan, evaluasi pengelolaan, pengawasan
sumberdaya ikan dan sebagainya. Untuk menilai efektivitas pengelolaan Kawasan
Konservasi, telah disusun sebuah instrumen sebagai panduan praktis dalam
menakar efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-
pulau kecil. Alat Standar ini telah ditetapkan melalui Keputusan Dirjen KP3K
Nomor Kep.44/KP3K/2012 tanggal 9 Oktober 2012 tentang Pedoman Evaluasi
Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (E-KKP3K) (http://kkji.kp3k.kkp.go.id).
Level efektivitas pengelolaan berdasarkan E-KKP3K dimaksud adalah
sebagai berikut: Level 1 (merah) :Usulan inisiatif, identifikasi dan inventarisasi
kawasan, pencadangan kawasan; Level 2 (kuning) : Kriteria level 1 + Unit
organisasi pengelola dengan SDM + Rencana Pengelolaan dan zonasi + Sarpras
Pendukung pengelolaan + Dukungan Pembiayaan Pengelolaan; Level 3 (hijau) :
Kriteria level 2 + Pengesahan rencana pengelolaan dan zonasi + standard
operating procedure (SOP) pengelolaan + pelaksanaan rencana pengelolaan dan
zonasi + penetapan kawasan konservasi perairan; Level 4 (biru) : Kriteria level 3
+ penataan batas kawasan + pelembagaan + pengelolaan sumberdaya kawasan +
Pengelolaan Sosial, ekonomi dan budaya; dan Level 5 (emas) : Kriteria level 4 +
peningkatan kesejahteraan masyarakat + pendanaan berkelanjutan. pada level 1-3
(merah-hijau) seluruh perangkat pengelolaan diukur dan pada level 4 (biru) output
dan sebagian outcome dalam hal tata kelola, biofisik-ekologis, sosial-ekonomi-
budaya terukur dan berjalan dengan baik, sedangkan pada level 5 (emas), kawasan
konservasi telah mandiri dengan outcome pengelolaan kawasan konservasi yang
telah berjalan dengan baik tersebut berdampak terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat (http://kkji.kp3k.kkp.go.id).
Berdasarkan hal tersebut, dugaan waktu untuk pencapaian masing-masing
level pengelolaan efektif, yaitu: Level 1 (Merah) dapat dicapai pada 3 tahun
pertama pengelolaan; Level 2 (kuning) dapat dicapai pada 5 tahun berikutnya;
Level 3 (hijau) pada 7 tahun selanjutnya; Level 4 (biru) pada 10 tahun berikutnya;
dan level 5 (emas) merupakan output/outcome yang dicapai setelah lebih dari 10
tahun, atau sekurangnya satu periode jangka panjang rencana pengelolaan
kawasan konservasi (20 tahun). Dengan demikian, pengelolaan efektif sebuah
kawasan konservasi tidak bisa dipaksa naik level/warna/tingkatan secara dramatis
setiap tahunnya. Hasil evaluasi efektivitas berdasarkan E-KKP3K tahun 2013
terhadap KKPD Berau, Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 6:
Tabel 6. Evaluasi Efektivitas Kawasan Konservasi Perairan Daerah Berau
No Lokasi 2012
2013 Target 2014
(Lakip 2012)
1 KKPD/Berau, Kaltim Merah 100%
Merah 100%
Kuning 75%
Kuning 50%
Hijau 25%
(Sumber : http://kkji.kp3k.kkp.go.id)
34

4.2. Sistem Sosial Ekologi Pesisir dan Laut Kabupaten Berau

4.2.1 Sumber Daya Terumbu Karang

Kabupaten Berau merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi


sumberdaya perikanan dan pesisir dengan keanekaragaman hayati cukup tinggi di
Indonesia. Keanekaragaman hayati laut Kabupaten Berau merupakan terbesar
kedua setelah Raja Ampat. Perairan Berau dikenal sebagai wilayah yang
memiliki habitat penyu hijau terbesar di Indonesia. Selain potensi perikanan,
keindahan bawah lautnya menjadi daya tarik sendiri bagi kegiatan wisata bahari
(DKP Berau 2011).
Pulau-pulau kecil di Kabupaten Berau sebanyak 39, sedangkan di KKP
Berau terdapat 31 yang tersebar dibagian utara dan selatan KKP. Selain itu juga
terdapat beberapa gosong dan atol. Pulau-pulau tersebut tersebar pada 4
kecamatan pesisir, yaitu di Kecamatan Pulau Derawan dan Maratua di bagian
utara, dan di Kecamatan Batu Putih dan Biduk-biduk di bagian selatan. Dari 31
pulau tersebut yang berpenghuni hanya 4 pulau, yaitu Pulau Derawan, Maratua,
Kaniungan Besar dan Balikukup.
Terumbu karang di pesisir Berau tersebar luas pada seluruh pulau dan
gosong yang ada di bagian utara dan selatan. Gosong-gosong yang ada di bagian
utara pesisir Berau adalah Gosong Mangkalasa, Gosong Masimbung, Gosong
Buliulin, Gosong Pinaka, Gosong Tababinga, Gosong Lintang, Gosong Muaras
dan Gosong Malalungun. Sedangkan gosong yang ada di bagian selatan adalah
Gosong Besar/Sapitan, Gosong Dangalahan dan Gosong Paninsinan. Tipe
terumbu karang di pesisir Berau terdiri dari karang tepi, karang penghalang dan
atol. Beberapa atol ada yang telah terbentuk menjadi pulau dan ada yang
terbentuk menjadi danau air asin. Atol yang ada di pesisir Berau hanya ada
dibagian utara yaitu Pulau Kakaban, Pulau Maratua dan Gosong Muaras. Luas
atol Kakaban adalah 19 km2, Atol Maratua 690 km2, Atol Muaras 288 km2
(BPSPL, 2011).
Dari hasil survei diketahui bahwa rata-rata tutupan karang hidup di daerah
utara sebesar 22,78 %, sedangkan di daerah selatan sebesar 27,85 %. Sementara
untuk tutupan karang mati diketahui untuk daerah utara sebesar 45,65 %,
sedangkan di selatan sebesar 35,05 %. Survei ikan karang pada Oktober 2003
oleh menemukan 832 spesies yang terbagi dalam 272 genera dan 71 famili.
Sebagai tambahan terdapat 40 spesies, 16 genera dan 6 famili dari survei 1994 di
Sangalaki-Kakaban, sehingga total spesies 872 (Allen, 2003).

Kondisi Ekosistem Terumbu Karang

Penelitian yang pernah dilakukan oleh The Nature Conservancy pada tahun
2003 (TNC 2003) dan pada tahun 2011 (TNC 2011) menunjukkan bahwa kondisi
terumbu karang yang berada di Kabupaten Berau mengalami kerusakan yang
cukup berat, hal tersebut ditunjukkan oleh menurunnya luasan tutupan karang
selama periode 2003 sampai 2011 tersebut. Penurunan luasan tutupan karang
yang terjadi cukup signifikan yaitu sebesar 36 %, dimana sebelumnya rata-rata
35

tutupan karang sebesar 61 % yang dikategorikan cukup baik, turun menjadi 25 %


pada tahun 2011. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Penurunan Luasan Tutupan Karang Kabupaten Berau


Sumber : Jakub et al. (2012)

Hasil survey pada tahun 2011 di 23 lokasi yang ada di Kabupaten Berau
menunjukkan bahwa rata-rata persentase luasan tutupan karang hidup (karang
keras dan karang lunak) berada dibawah 40 % (Lampiran 3). Persentase tutupan
karang hidup terbesar terdapat di lokasi SGL_SW transek 1 yaitu Pulau Sangalaki
dengan besar tutupan karang mencapai 72 % dengan komposisi mayoritas karang
lunak sebesar 59 % dan karang keras 13 %, sedangkan persentase tutupan karang
terkecil terdapat di lokasi BKP_N transek 2 yaitu Pulau Balikukup dengan luasan
tutupan karang hanya 2 % yang terdiri dari 1 % karang keras dan 1 % karang
lunak. Kondisi ekosistem terumbu karang selama kurun waktu 8 tahun (2003-
2011) terakhir mengalami penurunan sebesar 36 % atau setara dengan 4,5 % per
tahun kondisi ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan (Lampiran 4).
Informasi persentase tutupan karang hidup tersebut dapat dilihat pada
Gambar 6.
80
Persentase Penutupan Karang Hidup

70
60
50
40
30
20
10
0
SGL_NE

DGL_N
PJG_E
STG_E

BKP_E
MSB_E
MRT_NE
MRS_NE
KKB_N

KBS_N

BKP_N
PYG_SW

SGL_SW

BKP_S
KKB_S

DRW_E

SMM_E
MRS_W
MRT_W

MRS_SW

KNB_SW

KBS_NW
MTH_NW

Lokasi Pengamatan
Gambar 6. Persentase Tutupan Karang Hidup Tiap Lokasi
Sumber : TNC (2011) (diolah 2013)
36

4.2.2 Kondisi Perikanan dan Masyarakat Nelayan

a. Tren Sumber Daya Perikanan

Selama lima tahun terakhir setelah dikeluarkannya peraturan Bupati Berau


pada tahun 2005 mengenai penetapan laut Berau menjadi Kawasan Konservasi
Laut Daerah Kabupaten Berau, terjadi penurunan yang cukup signifikan pada
tahun 2011 terhadap jumlah trip dari beberapa alat (upaya) penangkapan
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (Lampiran 5). Menurunnya jumlah
alat tangkap tersebut mengakibatkan hasil tangkapan juga menurun. Kegiatan
penangkapan di daerah ekosistem terumbu karang KKP Berau dilakukan
menggunakan alat tangkap bubu.
Keberagaman jenis ikan karang di perairan Kabupaten Berau menjadikan
komoditas ini memiliki potensi yang besar untuk dijadikan target utama
penangkapan bagi nelayan. Selain permintaan yang besar terhadap beberapa jenis
ikan karang, harga yang sangat tinggi pun menjadi alasan besarnya eksploitasi
terhadap ikan karang dibandingkan ikan lainnya. Ikan yang menjadi target utama
di Kabupaten Berau ini yaitu ikan karang dari jenis kerapu, kakap dan napoleon.
Namun adanya peraturan perlindungan bagi ikan napoleon menjadikan ikan
kerapu merupakan ikan target utama nelayan Kabupaten Berau.
Kondisi perikanan suatu daerah secara sederhana dapat diidentifikasi
melalui tren penangkapan (produksi) tahunan ikan di daerah tersebut. Tren
produksi perikanan dapat menggambarkan kondisi perikanan pada satuan waktu
tertentu dan dapat digunakan untuk menduga tangkapan lestarinya. Produksi ikan
kerapu di Kabupaten Berau selama lima tahun terakhir umumnya tetap, hal ini
dapat disebabkan oleh ikan kerapu yang merupakan komoditas ekspor dengan
permintaan yang cenderung tetap atau meningkat setiap tahunnya (Lampiran 6).
Produksi tahunan ikan kerapu tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
1400

1200
1151,6
1000
Produksi Kerapu

800
733,1 723,5 732,6 737,3
600

400

200

0
2007 2008 2009 2010 2011
Tahun

Gambar 7. Tren Produksi Tahunan Ikan Kerapu


Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau

Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa tren produksi ikan kerapu


cenderung tetap setiap tahun selama lima tahun terakhir. Sementara itu,
kemampuan alat atau upaya tangkap yang ada di Kabupaten Berau mengalami
penurunan selama lima tahun terakhir (Lampiran 12). Hal tersebut dapat dilihat
pada Gambar 8.
37

0,0300
0,0250 y = - 0,0000000366 x + 0,0451132446
CPUE standar
2
0,0200 R = 0,8781999520
0,0150
0,0100
0,0050
0,0000
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000

Effort standar
Gambar 8. Tren Penurunan CPUE Tahun 2007 – 2011
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau

b. Daerah Tangkapan Nelayan

Program konservasi yang pernah ditetapkan pada tahun 2005 menyebabkan


adanya aturan mengenai daerah penangkapan bagi nelayan. Hal ini
mengakibatkan pentingnya daerah tangkapan nelayan tersebut untuk ditetapkan
sesuai tujuan program konservasi, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan
dengan baik. Namun, berdasarkan hasil wawancara dan survey, di Kawasan
Konservasi Perairan Berau nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan
menurut pengalaman dengan daerah tangkapan yang tidak banyak berubah setiap
waktunya. Daerah sebaran tangkapan nelayan kerapu dan pendapat nelayan
mengenai perubahan daerah tangkapan akibat penetapan KKP Berau ini
berdasarkan hasil survey dan wawancara di Kawasan Konservasi Perairan Berau
disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Daerah Sebaran Tangkapan Nelayan Kerapu 2012


38

27%

berubah
tetap

73%

Gambar 10. Perubahan Daerah Penangkapan Nelayan

Berdasarkan perspektif nelayan kerapu, daerah tangkapan ikan kerapu tidak


mengalami banyak perubahan yaitu di daerah karang yang ada di Kawasan
Konservasi Perairan Berau.

4.2.3 Rencana Zonasi Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Berau

Berdasarkan peraturan Bupati nomor 31 pada tahun 2005 yang menetapkan


laut Kabupaten Berau sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), dimana
penetapan aturan tersebut dilakukan sebelum adanya Undang-Undang nomor 27
tahun 2007 mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil maka
setelah lahirnya Undang-Undang tersebut, KKLD menjadi suatu kawasan dengan
status dicadangkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan yang dikenal dengan
istilah KKP. Pencadangan KKP Berau tersebut dimasukkan kedalam rencana
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) Kabupaten Berau.
Zonasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Peta Pola Ruang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RZWP3K) Kabupaten Berau
Sumber : BPSPL Pontianak (2011)
39

4.3 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan bagi Perikanan

4.3.1 Korelasi Ekosistem Terumbu Karang terhadap Komunitas Ikan

Claudet et al. (2006) menunjukkan dengan jelas manfaat kawasan


konservasi perairan bagi perikanan melalui perbedaan jumlah kelimpahan ikan
karang dan jenis ikan karang suatu perairan yang dikelola dalam suatu kawasan
konservasi dengan perairan umum terbuka yang tidak dikelola sebagai kawasan
konservasi. Selain itu, keberagaman jenis dan ukuran menjadi suatu indikasi
bahwa kawasan tersebut menjadi daerah yang nyaman bagi perkembangan ikan
sehingga dapat menjadi stok bagi perikanan selanjutnya.
Hal yang sama ditunjukkan oleh Syms dan Jones (2001) serta Bell dan
Galzin (1984) yang membuktikan bahwa terumbu karang sebagai habitat bagi
beragam jenis ikan karang memberikan korelasi yang positif bagi kelimpahan ikan
dan jenis ikan. Penelitian yang dilakukan oleh Syms dan Jones (2001)
menjelaskan bahwa kondisi habitat terumbu karang yang terjaga akan mampu
mempertahankan keberadaan ikan karang, sementara habitat terumbu karang yang
terganggu akan menyebabkan migrasinya ikan-ikan karang dari lokasi tersebut.
Sementara itu, Bell dan Galzin (1984) menunjukkan hubungan tutupan
karang hidup sebagai habitat utama yang dapat membangun ekosistem terumbu
karang menjadi habitat bagi ikan-ikan karang, dimana hal tersebut ditunjukkan
oleh besarnya jumlah keseluruhan spesies, jumlah spesies, dan kelimpahan
individu per luasan persentase tutupan karang tertentu. Hubungan antara
persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan di Kawasan Konservasi
Perairan Berau disajikan pada Gambar 12.
y = 4,8369x - 27,401
450
R2 = 0,7322
Total Kelimpahan Ikan (Ind/%)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Tutupan Karang Hidup (% )

Gambar 12. Hubungan Persentase Tutupan Karang Hidup


dengan Kelimpahan Ikan Karang

Berdasarkan grafik di atas, maka dapat dilihat bahwa tutupan karang hidup
memberikan pengaruh positif terhadap kelimpahan ikan, hal tersebut ditunjukkan
oleh nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 73,22% (Lampiran 14).
Total kelimpahan ikan dalam penelitian ini merupakan jumlah seluruh individu
yang terdapat dalam persentase luas tutupan karang yang diamati, dimana
berdasarkan hal tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap 1 % tutupan
karang dapat memberikan masukan individu ikan sebesar 4,8369 x – 27,401 ekor.
40

4.3.2 Kegiatan Perikanan terhadap Perekonomian Masyarakat

Kegiatan perikanan atau penangkapan ikan merupakan mata pencaharian


yang umumnya dilakukan oleh masyarakat pesisir Kabupaten Berau. Salah satu
yang menjadi target utama penangkapan nelayan adalah ikan kerapu. Tingginya
permintaan masyarakat nelayan terhadap sumber daya ikan kerapu menunjukkan
bahwa ikan kerapu memiliki peranan penting yang dapat mempengaruhi ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Pengamatan terhadap hasil tangkapan harian ikan
kerapu dari 150 orang nelayan kerapu di lokasi penelitian selama lima belas hari
menunjukkan korelasi positif antara jumlah bubu terhadap hasil tangkapan kerapu
(Lampiran 15), hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
9000
Hasil tangkapan kerapu (gram)

8000
7000
6000
5000
4000
y = 385,91x + 1284,9
3000 R2 = 0,8368
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Jumlah bubu/trip nelayan hari

Gambar 13. Tren Produksi Harian Ikan Kerapu

Korelasi jumlah bubu/trip/nelayan/ hari dan hasil tangkapan kerapu bernilai


positif, seperti yang dilihat pada gambar diatas yang menunjukkan bahwa pada
selang kepercayaan 95% dapat dijelaskan bahwa satu jumlah bubu dapat
menambah tangkapan kerapu sekitar 1600 gram dengan nilai determinasi sebesar
83,68 %. Meskipun demikian, produksi harian kerapu selama penelitian
cenderung turun (Lampiran 16). Penurunan yang terjadi disebabkan oleh waktu
penelitian yang dilakukan pada akhir tahun yaitu bulan Desember, karena pada
bulan Desember merupakan musim barat dimana hasil tangkapan minimal terjadi.
Kemampuan alat tangkap (bubu) dalam menghasilkan ikan kerapu harian selama
penelitian juga menunjukkan penurunan, hal tersebut digambarkan pada Gambar
14.
700

650

600
CPUE (gr/bubu)

550

500
450 y = -2,7555x + 778,3
2
R = 0,7735
400

350

300
0 20 40 60 80 100 120
Jumlah Perangkap (Bubu)

Gambar 14. Tren Penurunan CPUE Harian


41

Berdasarkan gambar 15 tersebut, dapat disimpulkan bahwa selama waktu


penelitian terjadi penurunan terhadap kemampuan bubu dalam menghasilkan
tangkapan kerapu. Pada selang kepercayaan 95% dapat dijelaskan sebesar
77,35% bahwa peningkatan jumlah bubu harian yang digunakan untuk
menangkap ikan kerapu mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan harian per
bubu, hal tersebut terjadi karena ikan kerapu menyebar pada bubu yang tersedia.
Dengan mengetahui kemampuan alat tangkap bubu dalam menghasilkan ikan
kerapu dan harga ikan kerapu di Kabupaten Berau setiap hari selama penelitian,
maka dapat diduga nilai revenue per unit of effort (RPUE) yang berguna dalam
menduga pendapatan atau keuntungan yang dapat diperoleh. Manfaat ini dapat
dilihat dari nilai pasar terhadap sumber daya ikan atau jumlah produksi. Nilai
pendapatan per satuan upaya (revenue per unit of effort) per hari yang diperoleh
nelayan selama penelitian yang dilakukan di Kabupaten Berau dapat dilihat pada
Gambar 15.
y = -798,85x + 205972
210000
R2 = 0,6565
190000
RPUE (Rp/bubu/hr)

170000
150000
130000
110000
90000
70000
50000
30 40 50 60 70 80 90 100 110
Perangkap (Bubu)

Gambar 15. Tren Penurunan RPUE Harian

Analisis nilai per satuan upaya (RPUE) dapat digunakan untuk melihat
dinamika peramalan keuntungan bagi nelayan. Berdasarkan hasil analisis regresi
linear, dapat dijelaskan bahwa peningkatan jumlah bubu mengakibatkan nilai
pendapatan harian yang diperoleh nelayan kerapu menurun. Hal ini dibuktikan
oleh hubungan yang dihasilkan yaitu sebesar 65,66% (Lampiran 17). Penurunan
pendapatan yang diperoleh nelayan dapat terjadi akibat adanya tambahan biaya
produksi untuk pemasangan setiap bubu dalam menangkap kerapu. Untuk
melihat lebih jelas mengenai hubungan antara tangkapan kerapu per bubu dengan
pendapatan yang diperoleh per gram kerapu per bubu (Rp/gr /bubu) dapat dilihat
pada Gambar 16.
190.000,0000
180.000,0000
RPUE Harian (Rp/gr bubu)

170.000,0000
160.000,0000
150.000,0000
140.000,0000 y = 298,57x - 24670
130.000,0000 R2 = 0,9002
120.000,0000
110.000,0000
100.000,0000
450,0000 500,0000 550,0000 600,0000 650,0000 700,0000 750,0000
CPUE Harian (gr/bubu)

Gambar 16. Hubungan CPUE Harian dan RPUE Harian


42

Grafik tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara CPUE dengan RPUE


memiliki keeratan yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya koefisien
determinasi yang diperoleh yaitu 90 %, dengan demikian kita percaya bahwa
besarnya nilai CPUE dapat mempengaruhi nilai RPUE. Perbandingan antara hasil
tangkapan ikan kerapu per bubu per hari dengan nilai (harga) ikan kerapu per
bubu per hari yang terjadi di Kabupaten Berau mengalami dinamika seperti yang
disajikan pada Gambar 17.
700 210000
650 190000
CPUE (gr/orang/trip)

RPUE (Rp/gr/orang)
600 170000
550 150000
500 130000
450 110000
400 90000
350 70000
300 50000 CPUE Harian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 RPUE Harian

Hari ke-

Gambar 17. Dinamika Nilai CPUE dan RPUE Harian

Selain analisis RPUE, dilakukan juga analisis permintaan. Pendugaan fungsi


permintaan untuk menilai manfaat langsung dari ekosistem terumbu karang dalam
menghasilkan ikan kerapu dapat didekati dengan nilai surplus konsumen. Analisis
permintaan dilakukan untuk menduga nilai surplus konsumen yang diperoleh
nelayan dari kegiatan penangkapan ikan. Pendugaan surplus konsumen ini dilihat
dari hubungan hasil tangkapan ikan kerapu di Kabupaten Berau yang dipengaruhi
oleh 4 faktor yaitu, pengalaman nelayan, jumlah tanggungan, pendidikandan
pendapatan harian nelayan (Lampiran 18). Hasil analisis hubungan hasil
tangkapan dengan faktor-faktor tersebut yang dianalisis dengan metode regresi
berganda disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Koefisien Regresi Manfaat Sumber Daya Ikan Kerapu di Kabupaten


Berau

Koefisien Standard T Stat P-value Lower Upper


Error 95% 95%
Intersep 0,0001 0,3589 0,0003 0,9998 -0,7093 0,7096
Pengalaman 0,0904 0,0302 2,9900 0,0033 0,0306 0,1502
Jumlah Tanggungan 0,0248 0,0092 2,7083 0,0076 0,0067 0,0420
Pendapatan 0,9202 0,0250 36,8814 0,0000 0,8709 0,9696
Pendidikan 0,1232 0,0332 3,7094 0,0003 0,5758 0,1880

Nilai manfaat dan surplus konsumen untuk total pemanfaatan langsung ikan
kerapu dapat diidentifikasi berdasarkan hasil olahan data primer harian yang
diperoleh dari wawancara dan pengisian kuesioner oleh nelayan (Lampiran 19).
Surplus konsumen merupakan selisih antara harga yang dibayarkan untuk
mendapat barang atau jasa (willingness to pay) dari rata-rata jumlah sumber daya
ikan kerapu dikali dengan harga per unit sumber daya yang dikonsumsi. Hasil
43

penghitungan manfaat karang dalam menghasilkan ikan kerapu di Kabupaten


Berau dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pendugaan Nilai Manfaat dan Surplus Konsumen Ekosistem Karang


terhadap Nelayan Kerapu

Q (Permintaan Ikan – kg/hari) Utilitas (Rp) Surplus Konsumen (Rp)


Q = 4,0867 U = Float (¥) CS = Float (¥)

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai manfaat pemanfaatan ikan kerapu


oleh nelayan di Kabupaten Berau bersifat datar (float), nilai manfaat atau total
harga yang dibayarkan (WTP) dari pemanfaatan potensi ikan kerapu di Kawasan
Konservasi Perairan Kabupaten Berau bersifat datar karena ikan kerapu
merupakan komoditas ekspor yang memiliki kisaran harga yang tetap yaitu ± Rp.
300.000,00 per kg, sehingga nilai surplus konsumen terhadap pemanfaatan ikan
kerapu juga bersifat datar. Hasil analisis diperoleh harga rata-rata harian ikan
kerapu hasil penelitian sebesar Rp. 222.600,00 per kilogram dengan nilai total
yang dibayarkan Rp. 909.600,00 per rata-rata hasil tangkapan per hari. Hasil
analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Nilai Manfaat Ikan Kerapu

Rata-rata Harga Q (Permintaan Ikan-kg/hr) WTP


Rp. 222 600,00 4,0867 Rp. 909 600,00

Hasil analisis nilai manfaat yang diperoleh digunakan untuk menganalisis


permintaan konsumen terhadap sumber daya ikan kerapu sebagai produk dari
ekosistem terumbu karang. Kurva permintaan berdasarkan nilai manfaat (utilitas)
konsumen disajikan pada Gambar 18.

Q
Gambar 18. Kurva Permintaan Konsumen Terhadap Ikan Kerapu
44

Pendugaan nilai ekonomi sumber daya adalah suatu upaya untuk menilai
manfaat dan biaya dari ekosistem karang yang ada di KKP Berau. Valuasi
ekonomi sumber daya ikan kerapu bertujuan untuk melihat pemanfaatan ikan
kerapu yang dihasilkan oleh ekosistem terumbu karang. Gambar kurva
permintaan diatas menunjukkan nilai P yang menyatakan harga rata-rata harian
ikan kerapu, sedangkan Q menyatakan jumlah tangkapan rata-rata harian dari ikan
kerapu yang terdapat di Kabupaten Berau (Lampiran 20). Berdasarkan hasil
analisis dengan bantuan perangkat lunak, rata-rata harga ikan kerapu per kg Rp.
241.472,8014 dengan rata-rata harga yang dibayarkan sebesar Rp. 986.826,8975
per nelayan untuk hasil tangkapan rata-rata yang diperoleh dan dugaan nilai
surplus konsumen sebesar Rp. 4.150.000.

4.4 Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

4.3.1 Kegiatan Perikanan dan Pengelolaan Kawasan

Kegiatan perikanan di zonasi pencadangan kawasan konservasi perairan


Kabupaten Berau ini dilakukan secara tradisional berdasarkan pengalaman
nelayan, baik dari penggunaan alat tangkap ataupun penentuan lokasi atau daerah
tangkapan. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya terhadap wilayah sebaran
tangkapan nelayan, maka dapat dihubungkan seperti pada Gambar 19.

Gambar 19. Tumpang Tindih Kegiatan Perikanan dan Pengelolaan KKP

Gambar diatas menunjukkan adanya tumpang tindih pemanfaatan wilayah


yaitu sebagai daerah tangkapan nelayan dan zona pencadangan kawasan
konservasi. Atas dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa mekanisme pelaksanaan
45

pengelolaan terhadap kawasan konservasi ini belum dilaksanakan dengan baik.


hal ini dapat disebabkan oleh beragam macam faktor dalam pengelolaan.

4.3.2 Strategi Keberhasilan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Pengelolaan sumber daya pesisir dan laut harus dilakukkan secara


terintegrasi dan berkelanjutan dengan memperhatikan faktor ekologi dan ekonomi.
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Berau salah satunya
bertujuan untuk melindungi sumber daya yang ada di ekosistem terumbu karang.
Analisis prospektif digunakan dalam mengkaji kemungkinan yang terjadi di masa
depan. Analisis ini menghubungkan antara persiapan dan tindakan yang sesuai
untuk melihat perubahan yang lebih baik bagi masa mendatang. Analisis
prospektif dilakukan dengan menetapkan parameter atau faktor kunci dalam
pengelolaan kawasan konservasi perairan tersebut.
Dalam pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Berau terdapat
14 faktor penting yang dianalisis. Faktor tersebut terdiri dari faktor ekologi,
faktor sosial-budaya, faktor ekonomi, faktor infrastruktur dan faktor hukum dan
kelembagaan. Indikator setiap faktor penting tersebut dianalisis untuk mengetahui
faktor kunci keberhasilan dalam pengelolaan KKP. Indikator setiap faktor
tersebut bisa dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Indikator dari Faktor Penting dalam Pengelolaan

Faktor Penting Indikator


Ekologi (a) lokasi konservasi, (b) keanekaragaman karang, (c) data
perikanan, dan (d) kelimpahan ikan.
Sosial-budaya (a) kualitas SDM, (b) sosialisasi kebijakan KKP, (c) kesadaran
masyarakat.
Ekonomi (a) penghasilan nelayan, (b) harga komoditas perikanan, (c)
produksi perikanan.
Infrastruktur (a) minimnya sarana dan prasarana.
Hukum dan (a) pengawasan dan penerapan sanksi, (b) kerjasama antar
kelembagaan stakeholder, dan (c) peraturan pemerintah.

Hasil analisis prospektif terhadap 14 faktor tersebut terbagi dalam 4 kuadran


yang masing-masing memiliki tingkat kepentingan serta tingkat ketergantungan yang
berbeda. Faktor yang paling mempengaruhi atau menjadi kunci keberhasilan yaitu
faktor-faktor yang memiliki tingkat kepentingan dan tingkat ketergantungan yang
tinggi yang disajikan pada kuadran 2. Hasil analisis tersebut dapat dilihat dalam
Gambar 20.
46

2,50

2,00 Kualitas SDM

Pengawasan dan Penerapan Sanksi


Lokasi Konservasi

1,50 Produksi Perikanan


Pengaruh

Harga Komoditas Perikanan

Konflik kepentingan
1,00
sosialisasi

Minimnya sosialisasi kebijakan Minimnya sarana prasarana


Permodalan rendah
Sosialisasi Kebijakan KKP
0,50 Tidak ada sosialisasi peraturan
Pendaratan ikan masih tradisional
Kerjasama antar stakeholder

- -
- 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60
Ketergantungan

Gambar 20. Tingkat Kepentingan Berbagai Faktor dalam Pengelolaan


Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan

Kuadran pertama merupakan parameter atau faktor yang memiliki pengaruh


tinggi dengan ketergantungan yang rendah terhadap faktor lainnya. Kuadran
kedua merupakan parameter yang memiliki pengaruh serta ketergantungan yang
tinggi dalam hubungannya dengan faktor lainnya, kuadran ini terdiri dari kualitas
SDM, produksi perikanan, lokasi konservasi, pengawasan dan penerapan sanksi,
serta harga komoditas perikanan. Kuadran tiga merupakan faktor yang memiliki
pengaruh rendah namun ketergantungan tinggi dalam interaksinya dengan faktor
lainnya. Faktor yang berada di kuadran 3 diantaranya penghasilan nelayan,
kelimpahan ikan, minimnya sarana prasarana, kesadaran masyarakat dan
kerjasama antar stakeholder. Kuadran empat merupakan parameter yang
memiliki pengaruh serta ketergantungan yang rendah. Anggota dari kuadran 4
yaitu sosialisasi kebijakan KKP, data perikanan, peraturan pemerintah dan
keanekaragaman karang.
Berdasarkan pendugaan pengaruh langsung dari 14 faktor kunci, maka yang
memiliki dampak yang penting bagi pengelolaan kawasan konservasi perairan ini
terdapat di kuadran 2. Penjelasan mengenai pengaruh langsung antar faktor yang
terjadi yaitu :
a. Kualitas SDM dimana tingkat pendidikan dan kemampuan masyarakat
dalam memahami program konservasi menjadi modal awal yang penting
bagi keberhasilan pengelolaan.
b. Produksi perikanan penting dalam pengelolaan karena peningkatan
produksi perikanan daerah dapat berpengaruh terhadap penghasilan
nelayan sehingga menjadi motivasi bagi nelayan untuk melakukan
kegiatan penangkapan terutama ikan karang.
c. Lokasi konservasi menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan pengelolaan,
karena terkait dengan pengawasan dan wilayah penangkapan ikan.
47

d. Pengawasan dan penerapan sanksi merupakan faktor utama yang


memengaruhi keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi perairan
Kabupaten Berau karena luasnya wilayah pengelolaan dan keterbatasan
pengawasan di tiap wilayah.
e. Harga komoditas perikanan berpengaruh terhadap keberhasilan
pengelolaan karena tingginya harga ikan karang diataranya ikan kerapu
menyebabkan nelayan mengeksploitasi ikan karang secara besar-besaran,
namun untuk ikan kerapu permintaan pasar yang tinggi terjadi untuk ikan
dengan ukuran yang telah cukup besar > 600 gram dimana hal ini dalam
rangka mendukung program konservasi.
Dari hasil analisis dapat dirumuskan skenario pengelolaan dengan
mengembangkan lima faktor kunci tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Skenario Lima Faktor Terpilih dalam Kegiatan Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan Kabupaten Berau

Faktor Kondisi
1A 1B
Meningkat, Tetap, pendidikan
Kualitas SDM pendidikan tinggi kondisi saat ini
2A 2B 2C
Meningkat, hasil Tetap, hasil Menurun, hasil
Produksi Perikanan tangkapan naik tangkapan tetap tangkapan menurun
3A 3B 3C
Meningkat, luas Menurun, luas
Lokasi Konservasi bertambah Tetap, luas saat ini berkurang
4A 4B
Pengawasan dan Meningkat, Rendah atau tidak ada
Penerapan Sanksi pengawasan tinggi pengawasan
5A 5B 5C
Harga Komoditas Meningkat, harga Tetap, harga tetap Menurun, harga
Perikanan tinggi (saat ini) rendah

Hasil pendugaan oleh narasumber antar berbagai faktor dimasa depan


menghasilkan kombinasi yang dijadikan skenario bagi pengelolaan kawasan
konservasi perairan Kabupaten Berau. Skenario tersebut yaitu : (1) Skenario
sangat optimis, (2) Optimis, (3) Moderat, dan (4) Pesimis. Prospektif skenario
pengelolaan kawasan konservasi perairan dimasa datang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Prospektif Skenario Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

No Skenario Faktor Persentase (%)


1 Sangat Optimis 1A,2A,3A,4A,5A 25,3333
2 Optimis 1A,2A,3A,4A,5B 23,3333
3 Moderat 1B,2B,3B,4A,5A 31,3333
4 Pesimis 1B,2B,3C,4B,5B 20
100

1. Skenario pesimis terbangun dimana kondisi kawasan konservasi perairan


berdasarkan faktor kunci mengalami perubahan ke arah negatif yaitu : (a)
48

kualitas sumber daya manusia yang tetap seperti saat ini (pendidikan baik
formal maupun non formal) tidak ditingkatkan, (b) produksi perikanan
tetap artinya tidak ada upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan
terhadap sumberdaya ikan karang atau kerapu, (c) luas kawasan konservasi
menurun seiring penambahan luas wilayah bagi peruntukkan lain, (d)
pengawasan dan penerapan sanksi yang rendah sehingga menimbulkan
tingginya perusakan kawasan akibat penangkapan tidak ramah lingkungan
serta dominansi nelayan luar yang menangkap di kawasan konservasi
perairan Kabupaten Berau, dan (e) harga komoditas perikanan yang tetap
dari waktu ke waktu tidak seimbang dengan peningkatan modal atau upaya
dalam melakukan kegiatan penangkapan dan pengelolaan.
2. Moderat terbangun dimana kawasan konservasi perairan mengalami
perubahan faktor-faktor kunci yang lambat dan kecil sehingga berdampak
kecil terhadap pengelolaan, (a) kualitas sumber daya manusia yang tetap
atau tidak ditingkatkan dari segi pendidikan (formal atau non formal), (b)
tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produksi perikanan dalam
upaya pengelolaan kawasan konservasi, (c) luas konservasi tidak
ditingkatkan dengan asumsi kondisi saat ini sudah mencukupi bagi
pengelolaan kawasan yang baik, (d) pengawasan dan penerapan sanksi
ditingkatkan untuk mencegah turunnya fungsi dan kualitas berbagai faktor
kunci, (e) harga komoditas perikanan meningkat seiring permintaan
konsumen terhadap sumber daya ikan yang dihasilkan.
3. Kondisi optimis terbangun dimana semua faktor kunci ditingkatkan
walaupun dengan asumsi kondisi harga komoditas tetap. Harga dapat
dipengaruhi oleh produksi perikanan yang dihasilkan sehingga nelayan
diharapkan dapat terus meningkatkan hasil tangkapannya untuk
meningkatkan produksi perikanan.
4. Sangat optimis terbangun dimana kondisi faktor kunci yang penting dan
berpengaruh tinggi terhadap pengelolaan terus ditingkatkan untuk
memaksimalkan kegiatan pengelolaan kawasan konservasi perairan. Hal
ini diperlukan kerjasama dengan komitmen tinggi dan konsisten antar
pemangku kepentingan sehingga dapat terlaksana.

4.4 Pembahasan

Penelitian mengenai kajian manfaat pengelolaan kawasan konservasi


perairan (KKP) Kabupaten Berau bertujuan untuk melihat keberhasilan penetapan
suatu kawasan perairan menjadi kawasan konservasi serta manfaat yang dapat
diberikan oleh kawasan tersebut bagi kegiatan perikanan yang berkelanjutan.
Dasar penetapan yang digunakan adalah berdasarkan Peraturan Bupati pada tahun
2005 yang menetapkan kawasan perairan laut Berau menjadi Kawasan Konservasi
Laut Daerah. Sejak ditetapkannya laut Berau menjadi kawasan konservasi,
kegiatan perikanan yang terjadi di sekitar wilayah konservasi (yang dilindungi)
menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat nelayan. Kegiatan perikanan
49

yang berdampak langsung diantaranya yaitu kegiatan penangkapan ikan. Dalam


suatu kawasan konservasi diharapkan ekosistem yang dilindungi pada akhirnya
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Salah satu ekosistem yang
dilindungi di kawasan konservasi perairan Berau yaitu ekosistem terumbu karang
yang merupakan habitat dari berbagai jenis biota laut misalnya ikan karang.
Kawasan konservasi perairan di Kabupaten Berau sebagian besar
merupakan daerah ekosistem terumbu karang. Ikan karang yang menjadi target
utama penangkapan diantaranya ikan kerapu. Masyarakat nelayan di kawasan
konservasi perairan Berau melakukan kegiatan penangkapan ikan sesuai dengan
ikan target dan kondisi habitatnya seperti pada operasi penangkapan ikan kerapu.
Nelayan ikan kerapu menggunakan alat tangkap bubu dalam melakukan kegiatan
penangkapan. Namun, faktanya masih banyak nelayan yang melakukan
penangkapan dengan cara yang tidak ramah lingkungan yaitu menggunakan bom
dan potassium sehingga menyebabkan rusaknya lingkungan dan habitat
(ekosistem) terumbu karang. Berdasarkan peraturan Bupati tahun 2005,
pembagian zonasi kawasan konservasi perairan belum dijelaskan secara rinci
sehingga nelayan tidak melakukan penangkapan di wilayah yang sesuai
peruntukkannya.
Tingginya kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan sepanjang
tahun 2003-2011 menyebabkan kondisi karang mengalami kerusakan. Hal
tersebut ditunjukkan oleh besarnya tingkat penurunan persentase luas tutupan
karang dari sekitar 61 % menjadi 25%. Ketidakberhasilan pengelolaan kawasan
konservasi perairan Berau ini akibat belum adanya peraturan pemerintah yang
lebih tinggi dalam mengatur kegiatan pengelolaan ini. Masyarakat belum
memahami tujuan konservasi dan siapa yang bertanggung jawab dalam
keberhasilan program konservasi ini. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan
dan wawancara dengan nelayan, tingginya jumlah nelayan pendatang juga
menjadi indikasi ketidakberhasilan pengelolaan, karena rata-rata nelayan
pendatang tidak melaporkan hasil tangkapan ikannya di Berau melainkan di
daerah asal mereka.
Hasil analisis menunjukkan bahwa luas tutupan karang berkorelasi positif
terhadap kelimpahan ikan karang. Penetapan kawasan konservasi yang bertujuan
untuk melindungi ekosistem terumbu karang diharapkan akan memberikan
pengaruh positif yaitu menyediakan stok ikan yang cukup dalam menopang
kebutuhan masyarakat akan sumber daya ikan yang selanjutnya dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi masyarakat nelayan secara berkelanjutan. Manfaat yang
dirasakan oleh nelayan dan masyarakat di Kabupaten Berau belum maksimal
seperti jumlah ikan yang cenderung tetap dari tahun ke tahun. Hal tersebut karena
tidak ada batasan nelayan yang boleh melakukan penangkapan serta kurangnya
pengawasan terhadap kegiatan perikanan. Selain itu, belum adanya kegiatan
pengelolaan yang terpadu yang melibatkan seluruh sektor yang memberikan
pengaruh terhadap ekosistem perairan seperti kegiatan pertambangan dan
perkebunan kelapa sawit yang membuang limbah ke kawasan perairan laut Berau.
Analisis prospektif juga menunjukkan faktor yang menjadi kunci
keberhasilan pengelolaan yaitu kualitas SDM, produksi perikanan, lokasi
konservasi, pengawasan dan penerapan sanksi, serta harga komoditas perikanan.
Lima faktor tersebut menjadi penting karena pembagian zonasi yang masih belum
ditetapkan dengan jelas, produksi perikanan yang harus meningkat setiap tahun
50

sehingga nelayan mengeksploitasi maksimal, tidak adanya pengawasan dan


penerapan sanksi yang tegas sehingga banyak nelayan pendatang baik nelayan
domestik maupun asing yang menangkap secara tidak bertanggung jawab serta
harga komoditas ikan karang yang mayoritas ikan untuk ekspor sehingga ikan
karang banyak dijadikan target penangkapan.
Rekomendasi bagi pengelolaan kawasan konservasi perairan Berau yaitu
lima faktor yang menjadi kunci keberhasilan harus diperbaiki serta ditingkatkan,
sektor (stakeholder) lain harus mendukung dengan cara meminimalisir hal-hal
yang memberikan dampak negatif bagi ekosistem dan penetapan kawasan
konservasi perairan Berau disosialisasikan dengan lebih baik, serta pendampingan
dalam kegiatan pengelolaan oleh pemerintah.
51

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan analisis data serta


pembahasan yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kondisi ekosistem terumbu karang selama kurun waktu 8 tahun (2003-
2011) terakhir mengalami penurunan sebesar 36 % atau setara dengan 4,5 %
per tahun kondisi ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan.
2. Tren penangkapan ikan kerapu selama penelitian mengalami penurunan
setiap harinya karena lokasi penangkapan yang tidak berubah (rata-rata 2
ekor). Selain itu, pada umumnya nelayan menangkap di sekitar wilayah
yang dicadangkan sebagai wilayah konservasi.
3. Aktivitas penangkapan ikan kerapu oleh nelayan di Kabupaten Berau sudah
terspesifikasi dengan baik yaitu menggunakan alat tangkap bubu
(perangkap) yang diperuntukkkan bagi daerah karang, namun masih
terdapat nelayan yang tidak bertanggung jawab yang melakukan kegiatan
penangkapan dengan bom dan potassium.
4. Analisis menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang sangat memberikan
pengaruh terhadap kelimpahan ikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh
banyaknya jumlah ikan yang terdapat di karang dengan persen tutupan
karang hidup yang besar. Selain itu, dari analisis yang sama dapat
disimpulkan bahwa jika KKP Berau dikelola dengan baik dan persentase
tutupan karang hidup dapat ditingkatkan, maka jumlah individu ikan yang
akan naik sebesar 5 individu per persen tutupan karang hidup.
5. Penurunan kelimpahan ikan di alam mengakibatkan turunnya kemampuan
alat tangkap dalam menghasilkan tangkapan ikan kerapu, sehingga nilai
pendapatan yang diperoleh nelayan dari kerapu juga menurun menjadi Rp.
241.472,8014 per kg.
6. Manfaat KKP Berau bagi perikanan belum dapat dirasakan secara nyata
karena peraturan mengenai KKP Berau belum ditetapkan secara legal,
belum adanya sistem zonasi, dan belum dilaksanakannya kegiatan
pengelolaan terhadap KKP Berau, sehingga segala bentuk penyimpangan
yang terjadi terhadap pengelolaan KKP Berau pun belum bisa diselesaikan.
7. Kunci keberhasilan dalam kegiatan pengelolaan KKP Kabupaten Berau
yaitu dengan meningkatkan kualitas dari lima faktor yang menjadi kunci
keberhasilan yaitu kualitas SDM, produksi perikanan, harga komoditas
perikanan, lokasi konservasi, serta pengawasan dan penerapan sanksi.
Berdasarkan analisis prospektif, maka skenario yang paling memungkinkan
untuk pengelolaan KKP Berau saat ini yaitu skenario moderat.
52

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya memerlukan informasi mendalam mengenai kondisi


ekologis karang per satuan waktu (time series), kelimpahan ikan karang per luasan
tertentu, serta produksi tahunan ikan karang. Untuk mengetahui faktor lain yang
mempengaruhi kondisi karang tersebut juga diperlukan informasi mengenai
kegiatan perikanan lainnya yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Berau
ataupun di seitar ekosistem terumbu karang tersebut seperti kegiatan
pertambangan, budidaya, pelabuhan, industri, dan lainnya. Hal ini menjadi
penting karena tingginya usaha selain perikanan yang dapat memberikan dampak
negatif bagi sektor perikanan. Selain itu, disarankan juga kepada pihak
berwenang untuk segera menetapkan kawasan perairan Kabupaten Berau ini
menjadi suatu Kawasan Konservasi Perairan mengingat besarnya manfaat yang
dapat diberikan dari kawasan tersebut bagi kepentingan manusia dan
keberlanjutan lingkungan.
53

DAFTAR PUSTAKA

Acosta CA, dan Robertson DN. 2002. Diversity In Coral Reef Fish Communities :
The Effects Of Habitat Patchiness Revisited. Marine Ecology – Progress
Series 227 : 87-96.

Adrianto L. 2006. Sinopsis Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi


Sumberdaya Pesisir dan Laut. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Laut, PKSPL IPB.

Allen, G.R. 2003. Coral Reef Fishes of Berau, East Kalimantan. TNC
Consultancy Report. The Nature Conservancy, East Kalimantan.

Anderson K. 2002. A Study Of Coral Reef Fishes Along A Gradient Of


Disturbance In The Langkawi Archipelago, Malaysia. Undergraduate Thesis
In Biology, Department Of Animal Ecology, Uppsala University, Sweden.
http://www.coralcay.org/science/publications/philippines_m_2001_dunjung
an3_fish.pdf.

Anderson LG, dan Seijo JC. 2010. Bioeconomics Of Fisheries Management. State
Avenue, Ames, Iowa, USA. Wiley-Blackwell.

Barton DN. 1994. Economic Factors And Valuation Of Tropical Coastal


Resources. SMR Report 14/94. Centre For Studies Of Environment And
Resources. University Of Bergen, Norway.

Badan Pengelola Sumberdaya Pesisir Dan Lautan Pontianak Pemerintah


Kabupaten Berau. 2011. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Kabupaten Berau. Buku 2: rencana zonasi.

Bell JD, dan Galzin R. 1984. Influence Of Live Coral Cover On Coral-Reef Fish
Communities. Germany. Marine Ecology – Progress Series 15 : 265-274.

Bene C dan Tewfik A. 2000. Analysis Of Fishing Effort Allocation And


Fishermen Behaviour Through A System Approach. Centre For The
Economics And Management Of Aquatic Resources University Of
Portsmouth.

Bengen DG. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaan
Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Makalah Pelatihan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terpadu (29 Oktober-3 Nopember 2001).

Boer M. 2008. Metode Penarikan Contoh. Bogor. Laboratorium Biomatematika


dan Biostatistika, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen
54

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,


Institut Pertanian Bogor. 80p.

Bohnsack JA. 1996. Marine Reserves, Zoning, And The Future Of Fishery
Management. Fisheries 21 (9) : 14-16.

Bunce L, Townsley P, Pomeroy R, Pollnac R. 2000. Socioeconomic Manual for


Coral Reef Management. Australia : Australian Institute of Marine Science.

Burke L, Selig E, dan Spalding M. 2002. Reefs At Risk In Southeast Asia. World
Resource Institute. Amerika Serikat.

Brown ME. 1957. The Physiology of Fishes. Academic Press Inc. New York.

Chabanet P, Ralambondrainy H, Amanieu M, Faure G, dan Galzin R. 1997.


Relationships Between Coral Reef Substrata And Fish. Coral Reefs 16 : 93-
102.

Choat JH, dan Bellwood DR. 1991. Reef Fish : Their History And Evolution. In
The Ecology Of Fishes On Coral Reefs. San Diego, CA. Academic Press.
39-95 pp.

Cicin Sain dan Knecht RW. 1998. Integrated Coastal And Marine Management.
Island Press. Washington DC.

Claudet J, Pelletier D, Jouvenel JY, Bachet F, dan Galzin R. 2006. Assessing The
Effects Of Marine Protected Area (MPA) On a Reef Fish Assemblage In a
Northwestern Mediterranean Marine Reserve : Identifying Community-
Based Indicators. Perancis. Biological Conservation 130 : 349-369.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, dan Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Cetakan kedua.
Jakarta. PT Pradnya Paramita.

Domier ML, Colin PL. 1997. Tropical Reef Fish Spawning Aggregations :
Defined and Reviewed. Bull. Mar. Sci 60 : 698-726.

Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama.

English S, C Wilkinson, dan V Baker. 1997. Survey Manual For Tropical Marine
Resources. ASEAN-Australian Marine Science Project : Living Coastal
Resources. Australian Institute Of Marine Science. Townsville. 368p.

FAO. 2003. The Ecosystem Approach To Fisheries. FAO Technical Guidelines


For Responsible Fisheries. No 4, Suppl2. Rome. FAO.112pp.
55

FAO. 2011. Fisheries Management. 4. Marine Protected Areas and Fisheries.


FAO Technical Guidelines For Responsible Fisheries. No 4, Suppl 4. Rome.
FAO. 198p.

Gao L, dan Hailu A. 2011. Evaluating The Effects Of Area Closure For
Recreational Fishing In A Coral Reef Ecosystem : The Benefits Of An
Integrated Economic And Biophysical Modeling.

Heemstra PC and Randall JE. 1993. FAO Species Catalogue. Vol 16. Grouper of
the World (Family Serranidae, Sub Family Ephinephelus). An Annoted and
Illustrated Catalogue of the Grouper and Lyretail Species Known to Date.
Rome. FAO Fisheries Synopsis 125 (16) : 242 p.

Hockings M, Stolton S, dan Dudley N. 2000. Evaluating Effectiveness : A


Framework For Assessing The Management Of Protected Areas. Gland,
Switzerland. IUCN.

Hockings M, Stolton S, Courrau J, Dudley N, Leverington F, dan Courrau J. 2006.


Evaluating Effectiveness : A Framework For Assessing The Management
Of Protected Areas. Second Edition. Gland, Switzerland and Cambridge,
UK. IUCN.

http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/beritabaru/186-capaian-2013-pengelolaan-
efektif-kkp-3k-capai-3,647-juta-hektar,-luasan-kkp-3k-bertambah-689-ribu-
hektar [diunduh 20 Juli 2014]

Jacub R, Wilson J, Ardiwijaya R. 2012. Managing for Recovery : Translating


Monitoring Results inti Management Decisions in Indonesia. International
Coral Reef Symposium. Bali.

Juanda B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor. IPB Press.

Kelleher G. 1999. Guidelines For Marine Protected Areas. Best Practice Protected
Area Guidelines Series No. 3. Gland, Switzerland. International Union for
Conservation of Nature (IUCN) : and Cardiff, Wales, UK. Cardiff
University.

Khoiriya N. 2010. Ecology And Economic Analysis Of The Effect Coral


Bleaching On Fish Resources (Case Study Karimunjawa National Park,
Central Java Province) (Thesis). Post Graduate School, Bogor Agricultural
University.

Kuiter RH. 1992. Tropical Reef-fishes of the Western Pacific, Indonesia and
Adjacent waters. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Lain AH. 2011. Analisis Ekologi-Ekonomi Pengelolaan Perikanan Berbasis


Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus Perairan Pulau Liwutongkidi,
56

Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara) (Tesis). Sekolah


Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lembaga Penelitian Undana. 2006. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang


Usaha (Budidaya Ikan Kerapu). Kerjasama Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Kupang dengan Lembaga Penelitian Universitas
Nusa Cendana Kupang. Kupang.

Lestaluhu AR. 2008. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pombo
Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Levin PS, Grimes CB. 1991. Reef Fish Ecology and Grouper Conservation and
Management. 377-389 p. Dalam PF Sale, editor. Coral Reef Fishes :
Dynamics and Diversity in a Complex Ecosystem. London. Academic
Press.

Munday PL, Jones GP, Pratchett MS, Williams A. 2008. Climate Change And
The Future For Coral Reef Fishes. Fish and Fish 9 : 261 – 285.

Munir S. 2008. Statistik Deskriptif (I) : Regresi Linear Sedarhana. Jakarta. Pusat
Pengembangan Bahan Ajar – UMB. Universitas Mercu Buana.

Nybakken JW. 1997. Marine Biology : An Ecological Approach. Fourth Edition.


USA : Harper Collin College Publishers.

Pelletier D, Garcia-Charton JA, Ferraris J, David G, Thebaud O, Letourneur Y,


Claudet J, Amand M, Kulbicki M, dan Galzin R. 2005. Designing Indicators
For Assessing The Effects Of Marine Protected Areas On Coral Reef
Ecosystems : A Multidisciplinary Standpoint. Aquatic Living Resources 18 :
15 – 33.

Phillip CH and Randall JE. 1993. FAO Species Catalogue. Vol 16. Grouper of the
World. Food and Agriculture Organization of United Nations. Rome.

Pollnac RB, Pomeroy RS, Harkes I. 2001. Fishery Policy And Job Satisfaction in
Three Southeast Asian Fisheries. Ocean and Coastal Management 44 : 531 –
544.

Pratchett M, Hoey A, Coker D, Gardines N. 2012. Interdependence Between Reef


Fishes and Scleractinian Corrals. Cains Australia. Proceedings of the 12th
International Coral Reef Symposium. Ecological Effects of Habitat
Degradation.

Rodriguez IB. 2006. Relationships Between Reef Fish Communities, Water and
Habitat Quality on Coral Reefs. Thesis. Puerto Rico University. Fig 23 &
24.
57

Rudd MA. 2007. Evaluating The Economic Benefits Of Marine Protected Areas
(MPAs) In Canada.

Sadovy Y. 1996. Reproductions of Reef Fishery Species. 15-60 p. Dalam Polunin


NVC, Robert CM, editor. Reef Fisheries. Chapman & Hall. London.

Sadovy. 1997. The Case of the Disappearing Grouper : Ephinephelus striatus, the
Nassau Grouper, in the Caribbean and Western Atlantic. Proceedings of the
Gulf and Caribbean Fisheries Institute 45 : 5-22.

Salm VR, Clark JR, dan Siirila. 2000. Marine And Coastal Protected Area : A
Guide For Planners And Managers. IUCN. Washington DC.

Sinulingga A. 2009. Kekayaan Potensi Laut dan Kemiskinan Nelayan. Bandung:


Universitas Padjajaran. [31 Januari 2010].

Soedharma D. 2011. Pengelolaan Kawasan Konservasi Pesisir dan Lautan. Bali.


Makalah dalam Pelatihan “Pendidikan Konservasi Alam”. IWF Peduli
Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968.

Sorokin YI. 1993. Coral Reef Ecology. New York. Springer-Verlag.

Sparre P, dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Jakarta.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Jakarta.

Sumadhiharga OK, Djamali A, dan Badrudin M. 2006. Keanekaragaman Jenis


Ikan Karang di Perairan Belitung Barat, Kepulauan Bangka Belitung.
Jakarta. Ilmu Kelautan. 11 (4) : 201 – 209.

Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta.


Djambatan. 108 hlm.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah


Pesisir Tropis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Susanto HA. 2011. Progres Pengembangan Sistem Kawasan Konservasi Perairan


Indonesia : A Consultancy Report. Kerjasama Kementerian Kelautan dan
Perikanan dengan Coral Triangle Support Partnership (CTSP). Jakarta.

Syms C dan Jones GP. 2001. Soft Corals Exert No Direct Effects On Coral Reef
Fish Assemblages. Springer, Verlag. Oecologia 127 : 560 – 571.

Tampubolon GH, Mulyadi E. 1989. Sinopsis Ikan Kerapu di Perairan Indonesia.


Semarang. Balai Penelitian dan Pengembangan Ikan.

The Nature Conservancy (TNC) dan Pusat Pembelajaran dan Pengembangan


Pesisir dan Laut (P4L). 2003. Studi Valuasi Ekonomi dan Konservasi
58

Mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kerjasama The


Nature Conservancy (TNC) dan Pusat Pembelajaran dan Pengembangan
Pesisir dan Laut (P4L). Bogor.

Utojo, Tonnek, Suharyanto S dan Marsam A. 1999. Studi Bioekologi Ikan Kerapu
di Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. 5 (1) : 31-37.

Walpole RE. 1997. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Terjemahan : B. Sumantri.


Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Wilson SK, Graham NAJ, Pratchett MS, Jones GP, Polunin NVC. 2006. Multiple
Disturbances and the Global Degradation of Coral Reefs : Are Reef Fishes
at Risk or Resihent?. Global Change Biology 12 : 2220 – 2234.

Yeeting BM, Labrosse P, Adams TJH. 2001. The Live Reef Food Fish of Bua
Province for a Management Policy. Secretariat of the Pacific Community
Noumea. New Caledonia. 45 p.
59

Lampiran 1. Kuesioner tipe A (Nelayan)

No :
Waktu :
Hari/tanggal :

A. Data umum
Nama : ...........................................
Jenis Kelamin : laki-laki perempuan
Umur : ........ tahun
Asal : ...........................................
Pendidikan : SD SLTP SLTA D3
lainnya.........
Pekerjaan Sampingan :
Pengeluaran per bulan : < 500 ribu > 2 juta
500 ribu – 1 juta ..................
1 juta – 2 juta
Status dalam keluarga : suami istri anak
Jumlah tanggungan : ..... orang

B. Data Sosial dan Ekonomi


1. Sudah berapa lama menjadi nelayan ? …………… tahun
2. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan ?
(a) …………… (b) …………… (c) ……………
3. Berapa kali (hari) bapak melakukan penangkapan ikan ?
(a) setiap hari
(b) dua hari sekali
(c) setiap hari kecuali hari jumat
(d) ........... hari/bulan
4. Kapan kegiatan melaut/penangkapan ikan dilakukan ?
(a) pagi (b) siang (c) sore (d) malam
60

5. Jenis ikan, jumlah tangkapan dan harga ikan yang tertangkap/ikan target
setiap hari (5 jenis yang dominan)?
No Nama Ikan Jumlah Tangkapan Harga Catatan
1
2
3
4
5

6. Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut : Rp. ......................


7. Apakah Bapak sebagai pemilik kapal ?
(a) Ya, sebutkan ...................................... (jumlah kapal)
(b) Tidak, (1) meminjam (2) menyewa (3) sistem patron (bagi hasil)
8. Bagaimana sistem pembagian hasil antara Bapak dengan pemilik kapal ?
(jika bukan pemilik kapal)
...................................................................................................................
11. Pada bulan apa saja hasil tangkapan ikan maksimum ? ..............................
12. Pada bulan apa saja hasil tangkapan ikan minimum ? .................................
13. Bagaimana sistem penjualan hasil tangkapan ikan tersebut ?
(a) TPI (b) Tengkulak (c) Lainnya, sebutkan ........................
14. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi/rendahnya hasil tangkapan ?
(jawaban bisa lebih dari satu)
( ) Musim
( ) Alat tangkap
( ) Lokasi penangkapan
( ) Ukuran kapal /GT
( ) Lainnya, sebutkan ...................
15. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi/rendahnya harga ikan ?
( ) Hasil tangkapan ( ) Jumlah ikan ( ) Jenis Ikan ( ) Musim
( ) Lainnya, sebutkan ...........................
61

16. Bagaimana pendapat Bapak mengenai hasil tangkapan ikan di Berau


selama 5 tahun terakhir ?
(a) Meningkat
(b) Sama saja
(c) Menurun
(d) Tidak tahu
17. Adakah aturan-aturan lokal/tradisional dalam kegiatan penangkapan ?
(a) Tidak
(b) Ya, sebutkan ..................................................................................
18. Pada masa paceklik/tidak ada ikan, bagaimana bapak memenuhi kebutuhan
hidup ?
(a) usaha lain, sebutkan ..........................
(b) pinjam, dari ..............................
(c) lainnya, sebutkan ..............................

D. Perspektif Mengenai Kawasan Konservasi Perairan


1. Apakah Bapak mengetahui program konservasi dari pemerintah ?
(a) Tidak
(b) Ya
2. Kapan Berau ditetapkan sebagai kawasan konservasi ?
3. Menurut Bapak, apa tujuan utama diadakannya program kawasan konservasi ?
( ) Ilmu pengetahuan
( ) Wisata
( ) Perikanan
( ) Perlindungan sumberdaya ikan
( ) Lainnya, sebutkan ...............
4. Apakah Bapak sudah merasakan manfaat dari adanya konservasi ?
( ) Ya, sebutkan .............................................................................................
( ) Tidak
5. Berapa lama perjalanan sampai di lokasi penangkapan ? ......... jam
62

6. Bagaimana Bapak menentukan lokasi penangkapan ?


(a) Ikut teman
(b) Lokasi sebelumnya
(c) Tergantung musim
(d) Informasi dari pemerintah
(e) Lainnya, sebutkan .......................................................................................
8. Adakah perubahan lokasi penangkapan dari sebelum dan sesudah Berau
menjadi kawasan konservasi ? Ya / Tidak
9. Menurut Bapak, siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan
konservasi ?
(a) Pemerintah (b) Masyarakat (c) LSM (d) Perguruan Tinggi
(e) Pemerintah dan Masyarakat (f) Pengusaha (g) Semua lapisan (stakeholder)
10. Menurut Bapak, apakah pengelolaan kawasan konservasi perairan ini sudah
berhasil ?
(a) Ya, jelaskan .....................................................................................................
(b) Tidak, alasan ...................................................................................................
(c) Tidak tahu
11. Untuk pengelolaan kawasan konservasi yang lebih baik, apa saja yang perlu
dilakukan ?
(a) sosialisasi
(b) pelibatan masyarakat
(c) penyuluhan (pendampingan pengelolaan)
(d) patroli / pengawasan
(e) Lainnya, sebutkan ..........................
63

Lampiran 2. Kesioner Tipe B (instansi pemerintahan dan non pemerintahan)


No :
Waktu :
Hari/tanggal :
A. Data umum
Nama : ...........................................
Jenis Kelamin : laki-laki perempuan
Umur : ........ tahun
Asal : ...........................................
Lama tinggal di tempat tinggal saat ini ? .................. tahun
Pendidikan : SD SLTP SLTA D3
lainnya.........
Pekerjaan dan jabatan :
Lama bekerja : ................ tahun
Pengeluaran per bulan : < 500 ribu > 2 juta
500 ribu – 1 juta ................
1 juta – 2 juta
Status : menikah belum menikah
Jumlah tanggungan : ..... orang
Apakah Bapak/Ibu memiliki pekerjaan tambahan ?
(a) Tidak
(b) Ya, sebutkan ...................................

B. Perspektif Mengenai Kawasan Konservasi Perairan


1. Apakah Bapak / Ibu mengetahui program konservasi dari pemerintah ?
(a) Tidak
(b) Ya
2. Kapan Berau ditetapkan sebagai kawasan konservasi ?
3. Menurut Bapak / Ibu, apa tujuan utama diadakannya program kawasan
konservasi ?
( ) Ilmu pengetahuan ( ) Wisata ( ) Perikanan ( ) Usaha ( ) Ekonomi
( ) Lainnya, sebutkan ............... ( ) Tidak ada
64

4. Apakah Bapak / Ibu sudah merasakan manfaat dari adanya pengelolaan KKP ?
(a) Ya, ................................................
(b) Tidak
6. Bagaimana kecenderungan produksi perikanan ?
(a) Perikanan tangkap (Meningkat/sama/menurun): ..............................
(b) Budidaya (meningkat/sama/menurun): ...............................
7. Bagaimana pendapat Bapak / Ibu tentang program konservasi perairan/laut ?
(a) penting (b) kurang penting (c) tidak penting (d) biasa saja (e) lainnya, .........
8. Bagaimana hubungan konservasi dengan produksi perikanan ?
(a) konservasi meningkatkan produksi perikanan
(b) konservasi tidak berhubungan dengan produksi perikanan
(c) konservasi menurunkan produksi perikanan
(d) tidak tahu
9. Apakah masyarakat sudah paham mengenai program konservasi perairan ?
Ya / Tidak
10. Apakah nelayan sudah melakukan kegiatan penangkapan di zona yang
ditetapkan ? Ya / Tidak
11. Adakah aturan-aturan lokal/tradisional dalam kegiatan penangkapan ?
(a) Tidak
(b) Ya, sebutkan
12. Menurut Bapak / Ibu, adakah pengaruh konservasi terhadap pendapatan
masyarakat ?
(a) Ya, .........................
(b) Tidak
13. Menurut Bapak / Ibu, apakah pengelolaan kawasan konservasi perairan ini
sudah berhasil ? Ya / Tidak
14. Jika ya, faktor apa yang menyebabkan keberhasilan pengelolaan tersebut ?
(a) .................................. (c) ................................
(b) .................................. (d) ................................
65

15. Menurut Bapak, siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan
konservasi ?
(a) Pemerintah (b) Masyarakat (c) LSM (d) Perguruan Tinggi
(e) Pemerintah dan Masyarakat (f) Pengusaha (g) Semua lapisan (stakeholder)
16. Apa saran Bapak / Ibu untuk perbaikan pengelolaan kawasan konservasi
selanjutnya?
(a) sosialisasi
(b) pelibatan masyarakat
(c) penyuluhan (pendampingan pengelolaan)
(d) patroli / pengawasan
(e) Lainnya, sebutkan ..........................
66

Lampiran 3.Lokasi Penelitian dan Persentase Luas Tutupan Karang Hidup

Lokasi Transek Tutupan Karang Tutupan Karang


Keras Lunak Tutupan Karang Hidup
KKB_S 1 40 1 41
KKB_S 2 27 1 28
KKB_S 3 55 3 58
KKB_N 1 21 3 24
KKB_N 2 54 2 56
KKB_N 3 44 2 46
MRT_W 1 27 0 27
MRT_W 2 25 3 28
MRT_W 3 19 1 20
PYG_SW 1 24 5 29
PYG_SW 2 28 2 30
PYG_SW 3 13 4 17
MRS_W 1 51 3 54
MRS_W 2 47 5 52
MRS_W 3 36 4 40
MRS_SW 1 56 5 61
MRS_SW 2 51 5 56
MRS_SW 3 24 9 33
MRT_NE 1 31 12 43
MRT_NE 2 19 14 33
MRT_NE 3 29 17 46
MRS_NE 1 17 13 30
MRS_NE 2 5 1 6
MRS_NE 3 11 6 17
STG_E 1 25 0 25
STG_E 2 29 1 30
STG_E 3 24 1 25
PJG_E 1 57 4 61
PJG_E 2 67 0 67
PJG_E 3 43 8 51
DRW_E 1 16 9 25
DRW_E 2 12 7 19
DRW_E 3 14 8 22
MSB_E 1 39 1 40
MSB_E 2 43 2 45
MSB_E 3 51 9 60
SMM_E 1 14 29 43
SMM_E 2 13 40 53
SMM_E 3 22 29 51
SGL_SW 1 13 59 72
SGL_SW 2 10 44 54
SGL_SW 3 9 44 53
SGL_NE 1 14 5 19
67

Lokasi Transek Tutupan Karang Tutupan Karang


Keras Lunak Tutupan Karang Hidup
SGL_NE 2 6 21 27
SGL_NE 3 5 9 14
KNB_SW 1 21 1 22
KNB_SW 2 15 2 17
KNB_SW 3 11 5 16
MTH_NW 1 36 2 38
MTH_NW 2 30 3 33
MTH_NW 3 38 0 38
DGL_N 1 28 0 28
DGL_N 2 32 0 32
DGL_N 3 36 0 36
KBS_NW 1 18 2 20
KBS_NW 2 28 1 29
KBS_NW 3 33 3 36
KBS_N 1 16 45 61
KBS_N 2 11 51 62
KBS_N 3 14 53 67
BKP_E 1 27 25 52
BKP_E 2 43 22 65
BKP_E 3 33 27 60
BKP_N 1 9 7 16
BKP_N 2 1 1 2
BKP_N 3 5 1 6
BKP_S 1 25 27 52
BKP_S 2 28 37 65
BKP_S 3 26 28 54
Sumber : TNC (2011)
68

Lampiran 4. Penurunan Luas Tutupan Karang

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011


Penurunan
Tutupan
Karang 61% 56,50% 52% 47,50% 43% 38,50% 34% 29,50% 25%
Produksi
Perikanan
Karang 3749,9 4209,8 3868,8 3901 3911,8

Lampiran 5. Fluktuasi Upaya Tangkap (Total Trip Tahunan)

Alat Tangkap
Tahun Pukat Kantong Pukat Cincin Jaring Insang Pancing Perangkap Lain-lain
2007 22482 5819 225081 238554 139681 60231
2008 23233 5593 225083 238553 139725 60273
2009 98880 6720 285120 254400 153360 64560
2010 91314 4314 246492 246060 148560 62700
2011 9840 4320 239100 95200 36960 6000

Lampiran 6. Produksi Ikan Kerapu Tahunan


Tahun
Jenis Ikan 2007 2008 2009 2010 2011
Kerapu 733 1152 723,5 733 737,3

Lampiran 7. Total Produksi Tahunan

Alat Tangkap
Pukat Pukat Jaring Lain-
Tahun Kantong Cincin Insang Pancing Perangkap lain Total
2007 1702,2 953,7 6041,4 1765,9 1684,1 730,2 12877,5
2008 1701,8 936,9 6116,6 1890,5 1880,3 624 13150,1
2009 1848 1021,2 6461,5 1807,7 1844,6 683,4 13666,4
2010 1889 1027,9 6544,2 1883,5 1916,7 576,7 13838
2011 2040,5 1057,6 6509,7 1933,6 1446,5 1008,9 13996,8
9181,5 4997,3 31673,4 9281,2 8772,2 3623,2 67528,8
1836,3 999,46 6334,68 1856,24 1754,44 724,64 6334,68

Lampiran 8. CPUE Relative

Alat Tangkap
Tahun Pukat Kantong Pukat Cincin Jaring Insang Pancing Perangkap Lain-lain
2007 0,0757 0,1639 0,0268 0,0074 0,0121 0,0121
2008 0,0732 0,1675 0,0272 0,0079 0,0135 0,0104
2009 0,0187 0,1520 0,0227 0,0071 0,0120 0,0106
2010 0,0207 0,2383 0,0265 0,0077 0,0129 0,0092
2011 0,2074 0,2448 0,0272 0,0203 0,0391 0,1682
69

Lampiran 9. Nilai FPI Jaring Insang

Alat Tangkap
Tahun Pukat Kantong Pukat Cincin Jaring Insang Pancing Perangkap Lain-lain
2007 2,8208 6,1061 1,0000 0,2758 0,4492 0,4517
2008 2,6955 6,1643 1,0000 0,2916 0,4952 0,3810
2009 0,8247 6,7056 1,0000 0,3135 0,5307 0,4671
2010 0,7792 8,9746 1,0000 0,2883 0,4860 0,3464
2011 7,6166 8,9920 1,0000 0,7460 1,4375 6,1761

Lampiran 10. Effort Standar

Alat Tangkap
Pukat Pukat Jaring
Tahun Kantong Cincin Insang Pancing Perangkap Lain-lain
2007 63417,8962 35531,4579 225081,0000 65791,1308 62743,5548 27204,6456 479769,6854
2008 62624,0476 34476,7130 225083,0000 69567,9645 69192,6176 22962,3961 483906,7388
2009 81544,8054 45061,4477 285120,0000 79766,5285 81394,7771 30155,6926 603043,2513
2010 71150,5437 38716,5928 246492,0000 70943,3822 72193,8841 21721,8203 521218,2232
2011 74947,1635 38845,4399 239100,0000 71020,7475 53129,6604 37056,6985 514099,7097

Lampiran 11. Effort Standar dan CPUE Standar

X Y
Tahun Hasil Tangkapan Effort Standar CPUE Standar
2007 12877,5 479769,6854 0,0268
2008 13150,1 483906,7388 0,0272
2009 13666,4 603043,2513 0,0227
2010 13838 521218,2232 0,0265
2011 13996,8 514099,7097 0,0272

Lampiran 12. Korelasi Effort Standar dan CPUE Standar

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,9371
R Square 0,8782
Adjusted R Square 0,8376
Standard Error 0,0008
Observations 5
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 0,000013 0,000013 21,630532 0,018747
Residual 3 0,000002 0,000001
Total 4 0,000015

Standard
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%
Intercept 0,0451 0,0041 10,9899 0,0016 0,0320 0,0582
X Variable 1 (0,0000) 0,0000 (4,6509) 0,0187 (0,0000) (0,0000)
70

Lampiran 13. Tutupan Karang Hidup dan Total Kelimpahan Ikan

Lokasi Tutupan Karang Hidup Total Kelimpahan Ikan


KKB_S P. Kakaban 41 190
KKB_N P. Kakaban 46 111
PYG_SW P. Maratua 29 73
PYG_SW P. Maratua 17 63
MRT_NE P. Maratua 43 151
MRT_NE P. Maratua 33 149
MRT_NE P. Maratua 46 121
STG_E P. Panjang 25 113
STG_E P. Panjang 25 72
DRW_E P. Derawan 25 84
DRW_E P. Derawan 19 101
DRW_E P. Derawan 22 111
SGL_SW P. Sangalaki 72 412
SGL_SW P. Sangalaki 54 220
SGL_NE P. Sangalaki 19 68
SGL_NE P. Sangalaki 27 149

Lampiran 14. Korelasi Tutupan Karang Hidup dan Total Kelimpahan Ikan

Multiple R 0,8557
R Square 0,7322
Adjusted R Square 0,7130
Standard Error 46,0099
Observations 16,0000

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1,0000 81.016,2254 81.016,2254 38,2709 0,0000
Residual 14,0000 29.636,7746 2.116,9125
Total 15,0000 110.653,0000

Standard Upper
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95%

Intercept (27,4010) 28,9202 (0,9475) 0,3595 (89,4288) 34,6268

X Variable 1 4,8369 0,7819 6,1864 0,0000 3,1599 6,5138


71

Lampiran 15. Tren Tangkapan Kerapu, CPUE, dan RPUE Harian

Hasil Tangkapan (gr/hari) Jumlah Alat Tangkap


Hari Perangkap Perangkap Harga Harian (Rp/gr) CPUE Harian RPUE Harian
1 50500 95 253,4653 531,5789 134.736,8421
2 48500 92 240,2062 527,1739 126.630,4348
3 51000 98 237,2549 520,4082 123.469,3878
4 47000 95 241,4894 494,7368 119.473,6842
5 50000 99 265,0000 505,0505 133.838,3838
6 49000 101 257,1429 485,1485 124.752,4752
7 36000 58 261,1111 620,6897 162.068,9655
8 29500 48 235,5932 614,5833 144.791,6667
9 40000 62 262,5000 645,1613 169.354,8387
10 35500 58 253,5211 612,0690 155.172,4138
11 40000 59 271,2500 677,9661 183.898,3051
12 32500 49 258,4615 663,2653 171.428,5714
13 38000 63 276,3158 603,1746 166.666,6667
14 34000 54 255,8824 629,6296 161.111,1111
15 31500 58 261,9048 543,1034 142.241,3793
72

Lampiran 16. Korelasi Jumlah Bubu dan Hasil Tangkapan Kerapu per Bubu (CPUE)

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,8795
R Square 0,7735
Adjusted R Square 0,7560
Standard Error 32,2125
Observations 15,0000

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1,0000 46.053,1504 46.053,1504 44,3825 0,0000
Residual 13,0000 13.489,3458 1.037,6420
Total 14,0000 59.542,4962

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%


Intercept 778,2951 31,1584 24,9787 0,0000 710,9815 845,6087
X Variable 1 (2,7555) 0,4136 (6,6620) 0,0000 (3,6490) (1,8619)
73

Lampiran 17. Korelasi Jumlah Bubu dan Nilai Kerapu per Bubu (RPUE)

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,8103
R Square 0,6565
Adjusted R Square 0,6301
Standard Error 12.480,8051
Observations 15,0000

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1,0000 3.870.840.271,4625 3.870.840.271,4625 24,8496 0,0002
Residual 13,0000 2.025.016.444,8299 155.770.495,7561
Total 14,0000 5.895.856.716,2924

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%


Intercept 205.972,2522 12.072,4038 17,0614 0,0000 179.891,4145 232.053,0898
X Variable 1 (798,8509) 160,2528 (4,9849) 0,0002 (1.145,0561) (452,6458)
74

Lampiran 18. Data Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan

Pendapatan per Pendidikan


No Nama Responden Hasil Tangkapan (Kg) Harga per kg (X1) Jumlah Tanggungan (X2) Pengalaman (X3) Hari (X4) (X5)
1 Sahrudin 6 270.000 5 23 1500000 12
2 Lukman 4,5 235.000 4 20 950000 6
3 Ipin 5,5 265.000 5 15 1350000 9
4 Mustapa 8 320.000 2 10 2500000 12
5 Sahruddin 3 270.000 3 23 850000 6
6 Mustamin 5 285.000 4 20 1350000 6
7 Lukman 4 220.000 4 23 800000 6
8 Usman 6,5 165.000 5 10 1000000 9
9 Junaidi 4 190.000 4 23 750000 6
10 Ramli 4 220.000 4 23 900000 6
11 Herman 5 235.000 4 20 1100000 6
12 Juhri 6 265.000 5 15 1550000 9
13 Riman 4,5 235.000 4 20 1100000 6
14 Lukman 3,5 150.000 4 23 450000 6
15 Abd. Muis 5 275.000 4 20 1250000 9
16 Amil Bati 4,5 250.000 4 20 1100000 6
17 Udin 4,5 310.000 4 20 1250000 6
18 Rustam 5 315.000 4 20 1650000 6
19 Rustam 5,5 265.000 5 15 1350000 9
20 Arman 5 235.000 4 20 1200000 6
21 Agus Wedi 4 190.000 4 23 700000 6
22 Herman 5 155.000 4 20 650000 9
23 Hasyim 3 215.000 3 23 700000 6
24 Syarifudin 4,5 235.000 4 20 1000000 6
25 Mappiase 5,5 265.000 5 15 1400000 9
26 Jupri 6 265.000 5 15 1500000 12
27 Ilham 8 300.000 2 25 2350000 12
28 Umar 5 165.000 4 20 750000 9
75

Pendapatan per Pendidikan


No Nama Responden Hasil Tangkapan (Kg) Harga per kg (X1) Jumlah Tanggungan (X2) Pengalaman (X3) Hari (X4) (X5)
29 Muhlis 5,5 265.000 5 15 1350000 9
30 Abdullah 4,5 235.000 4 20 1100000 6
31 Salim 5,5 195.000 5 15 1000000 9
32 Muhtar 7,5 215.000 2 10 1500000 12
33 Arif 4,5 300.000 4 20 1250000 6
34 Irfan 5 315.000 4 20 1500000 6
35 Rusli 3,5 320.000 4 23 1000000 6
36 Nasar 2,5 185.000 3 23 450000 6
37 Saleh 5,5 265.000 5 15 1500000 6
38 Sarlan 4 220.000 4 23 850000 6
39 Babeh 4 195.000 4 10 750000 6
40 Nasir 5 235.000 4 20 1050000 6
41 Dedi 6 315.000 5 23 1900000 9
42 Bahri 3,5 280.000 4 10 950000 6
43 Hamzah 4 300.000 4 15 1200000 6
44 Bambang 5 175.000 4 20 750000 6
45 Samsu 4,5 235.000 4 20 1000000 6
46 Ridwan 4,5 265.000 4 20 1100000 6
47 Aris 5,5 185.000 5 15 1200000 6
48 Susanto 5 235.000 4 15 1150000 6
49 Amir 5,5 300.000 5 15 1500000 6
50 Yusup 6,5 200.000 5 20 1300000 9
51 Hamdan 6,5 235.000 5 10 1550000 9
52 Dani 5 240.000 4 20 1200000 6
53 Zulkifli 4 220.000 4 23 800000 6
54 Sulaiman 5 310.000 4 20 1500000 6
55 Yunus 4 220.000 4 23 750000 6
56 Rahman 4,5 235.000 4 20 1000000 6
57 Adi 4 220.000 4 23 700000 6
58 Anan 5 235.000 4 20 1100000 9
59 Salman 5 235.000 4 20 1250000 9
76

Pendapatan per Pendidikan


No Nama Responden Hasil Tangkapan (Kg) Harga per kg (X1) Jumlah Tanggungan (X2) Pengalaman (X3) Hari (X4) (X5)
60 Ari 6 265.000 5 15 1450000 9
61 Muhtar 3,5 300.000 4 23 1050000 6
62 Ali 3,5 220.000 4 23 650000 6
63 Sarman 4 220.000 4 23 800000 6
64 Hamzah 2 205.000 3 10 400000 6
65 Hamid 5 235.000 4 20 1150000 6
66 Bahrudin 4 275.000 4 23 1100000 6
67 Oesman 3,5 220.000 4 23 750000 6
68 Zakaria 4 216.000 4 15 850000 6
69 Jamal 3,5 265.000 4 23 850000 6
70 Udin 3 215.000 3 23 600000 6
71 Azhar 2,5 300.000 3 23 700000 6
72 Kaslan 3 315.000 3 23 950000 6
73 Usman 3,5 220.000 4 23 750000 6
74 Saleh 3,5 270.000 4 15 1000000 6
75 Saharuddin 3 275.000 3 15 825000 6
76 Arianto 2,5 215.000 3 23 550000 6
77 Sulwin 2 205.000 3 5 400000 6
78 Mus Mulyadi 3 215.000 3 23 600000 6
79 Jefridin 4 220.000 4 23 900000 6
80 Jusli 2,5 320.000 3 10 800000 6
81 Sutrisno 3,5 220.000 4 15 750000 6
82 Masri 4 165.000 4 23 550000 6
83 Abd Rahman 3,5 155.000 4 23 600000 6
84 Andi Rohani 5 175.000 4 20 850000 6
85 Akmal 4 220.000 4 23 900000 6
86 Syahrandi 3,5 220.000 4 23 750000 6
87 Andi Sahar 4,5 235.000 4 15 950000 6
88 Rohandi 4 190.000 4 23 650000 6
89 Iwan 4 220.000 4 23 700000 6
90 Arman 4 310.000 4 23 1300000 6
77

Pendapatan per Pendidikan


No Nama Responden Hasil Tangkapan (Kg) Harga per kg (X1) Jumlah Tanggungan (X2) Pengalaman (X3) Hari (X4) (X5)
91 Adang 4,5 295.000 4 20 1250000 6
92 Bakri 3 215.000 3 23 645000 6
93 Jawis 3 315.000 3 15 945000 6
94 Agus 3,5 185.000 4 15 647500 6
95 Nanang 2,5 215.000 3 23 537500 6
96 Anwar 3 235.000 3 23 705000 6
97 Hasan 3 215.000 3 15 645000 6
98 Basri 3,5 220.000 4 10 770000 6
99 Ilham 4 315.000 4 23 1260000 6
100 Deni 5,5 265.000 5 15 1457500 6
101 Dede 4 220.000 4 20 880000 6
102 Supri 4,5 235.000 4 20 1057500 6
103 Dirman 4 220.000 4 15 880000 6
104 Najmudin 4 250.000 4 10 1000000 6
105 Ayi 3,5 220.000 4 15 770000 6
106 Mirwan 4,5 235.000 4 20 1057500 6
107 Rusdi 5 235.000 4 20 1175000 6
108 Amirudin 3 215.000 3 23 645000 6
109 Hamdani 4 220.000 4 15 880000 6
110 Wildan 3,5 220.000 4 23 770000 6
111 Anhar 3 215.000 3 20 645000 6
112 Iwin 2 205.000 3 10 410000 6
113 Jamil 2,5 215.000 3 20 537500 6
114 Andi 3,5 220.000 4 23 770000 6
115 Darman 4 220.000 4 5 880000 6
116 Amir 4 220.000 4 10 880000 6
117 Iman 3 215.000 3 5 645000 6
118 Amin 3,5 220.000 4 15 770000 6
119 Wahyu 3 215.000 3 23 645000 6
120 Risman 4 220.000 4 5 880000 6
121 Armansyah 3 215.000 3 5 645000 6
78

Pendapatan per Pendidikan


No Nama Responden Hasil Tangkapan (Kg) Harga per kg (X1) Jumlah Tanggungan (X2) Pengalaman (X3) Hari (X4) (X5)
122 Badrullah 3,5 220.000 4 5 770000 6
123 Deden 3,5 265.000 4 5 927500 6
124 Azhar 4 220.000 4 10 880000 6
125 Samsudin 3 215.000 3 5 645000 6
126 Rohim 4,5 235.000 4 15 1057500 6
127 Irwan 4 220.000 4 5 880000 6
128 Ishak 3,5 220.000 4 10 770000 6
129 Harun 4,5 235.000 4 5 1057500 6
130 Badar 4,5 235.000 4 5 1057500 6
131 Miftah 4 220.000 4 15 880000 6
132 Sahrudin 3,5 220.000 4 5 770000 6
133 Salam 4 275.000 4 15 1100000 6
134 Abdul 3 215.000 3 23 645000 6
135 Agus Salim 3 185.000 3 10 555000 6
136 Zikri 3,5 220.000 4 23 770000 6
137 Zikrullah Amin 4 190.000 4 23 760000 6
138 Ahmad 3,5 220.000 4 23 770000 6
139 Aji 3 215.000 3 23 645000 6
140 Misdar 2,5 235.000 3 23 587500 6
141 Darwin 5 235.000 4 20 1175000 9
142 Solehudin 3,5 220.000 4 23 770000 6
143 Amrullah 3 215.000 3 23 645000 6
144 Anang 2 205.000 3 5 410000 6
145 Jafar 2,5 215.000 3 23 537500 6
146 Abdul 2 205.000 3 5 410000 6
147 Badrudin 3,5 220.000 4 23 770000 6
148 Ilman 3,5 260.000 4 23 910000 6
149 Ade 4 220.000 4 23 880000 6
150 Nazarudin 2,5 215.000 3 2 537500 6
79

ln_Q ln_X1 ln_X2 ln_X3 ln_X4 ln_X5


1,7918 12,5062 1,6094 3,1355 14,2210 2,4849
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,7642 1,7918
1,7047 12,4875 1,6094 2,7081 14,1156 2,1972
2,0794 12,6761 0,6931 2,3026 14,7318 2,4849
1,0986 12,5062 1,0986 3,1355 13,6530 1,7918
1,6094 12,5602 1,3863 2,9957 14,1156 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,5924 1,7918
1,8718 12,0137 1,6094 2,3026 13,8155 2,1972
1,3863 12,1548 1,3863 3,1355 13,5278 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,7102 1,7918
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 13,9108 1,7918
1,7918 12,4875 1,6094 2,7081 14,2538 2,1972
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,9108 1,7918
1,2528 11,9184 1,3863 3,1355 13,0170 1,7918
1,6094 12,5245 1,3863 2,9957 14,0387 2,1972
1,5041 12,4292 1,3863 2,9957 13,9108 1,7918
1,5041 12,6443 1,3863 2,9957 14,0387 1,7918
1,6094 12,6603 1,3863 2,9957 14,3163 1,7918
1,7047 12,4875 1,6094 2,7081 14,1156 2,1972
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 13,9978 1,7918
1,3863 12,1548 1,3863 3,1355 13,4588 1,7918
1,6094 11,9512 1,3863 2,9957 13,3847 2,1972
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,4588 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,8155 1,7918
1,7047 12,4875 1,6094 2,7081 14,1520 2,1972
1,7918 12,4875 1,6094 2,7081 14,2210 2,4849
2,0794 12,6115 0,6931 3,2189 14,6699 2,4849
1,6094 12,0137 1,3863 2,9957 13,5278 2,1972
1,7047 12,4875 1,6094 2,7081 14,1156 2,1972
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,9108 1,7918
1,7047 12,1808 1,6094 2,7081 13,8155 2,1972
2,0149 12,2784 0,6931 2,3026 14,2210 2,4849
1,5041 12,6115 1,3863 2,9957 14,0387 1,7918
1,6094 12,6603 1,3863 2,9957 14,2210 1,7918
1,2528 12,6761 1,3863 3,1355 13,8155 1,7918
0,9163 12,1281 1,0986 3,1355 13,0170 1,7918
1,7047 12,4875 1,6094 2,7081 14,2210 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,6530 1,7918
1,3863 12,1808 1,3863 2,3026 13,5278 1,7918
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 13,8643 1,7918
1,7918 12,6603 1,6094 3,1355 14,4574 2,1972
1,2528 12,5425 1,3863 2,3026 13,7642 1,7918
1,3863 12,6115 1,3863 2,7081 13,9978 1,7918
1,6094 12,0725 1,3863 2,9957 13,5278 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,8155 1,7918
1,5041 12,4875 1,3863 2,9957 13,9108 1,7918
1,7047 12,1281 1,6094 2,7081 13,9978 1,7918
1,6094 12,3673 1,3863 2,7081 13,9553 1,7918
1,7047 12,6115 1,6094 2,7081 14,2210 1,7918
1,8718 12,2061 1,6094 2,9957 14,0779 2,1972
1,8718 12,3673 1,6094 2,3026 14,2538 2,1972
1,6094 12,3884 1,3863 2,9957 13,9978 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,5924 1,7918
1,6094 12,6443 1,3863 2,9957 14,2210 1,7918
80

ln_Q ln_X1 ln_X2 ln_X3 ln_X4 ln_X5


1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,5278 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,8155 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,4588 1,7918
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 13,9108 2,1972
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 14,0387 2,1972
1,7918 12,4875 1,6094 2,7081 14,1871 2,1972
1,2528 12,6115 1,3863 3,1355 13,8643 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,3847 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,5924 1,7918
0,6931 12,2308 1,0986 2,3026 12,8992 1,7918
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 13,9553 1,7918
1,3863 12,5245 1,3863 3,1355 13,9108 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5278 1,7918
1,3863 12,2830 1,3863 2,7081 13,6530 1,7918
1,2528 12,4875 1,3863 3,1355 13,6530 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3047 1,7918
0,9163 12,6115 1,0986 3,1355 13,4588 1,7918
1,0986 12,6603 1,0986 3,1355 13,7642 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5278 1,7918
1,2528 12,5062 1,3863 2,7081 13,8155 1,7918
1,0986 12,5245 1,0986 2,7081 13,6231 1,7918
0,9163 12,2784 1,0986 3,1355 13,2177 1,7918
0,6931 12,2308 1,0986 1,6094 12,8992 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3047 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,7102 1,7918
0,9163 12,6761 1,0986 2,3026 13,5924 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 2,7081 13,5278 1,7918
1,3863 12,0137 1,3863 3,1355 13,2177 1,7918
1,2528 11,9512 1,3863 3,1355 13,3047 1,7918
1,6094 12,0725 1,3863 2,9957 13,6530 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,7102 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5278 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 2,7081 13,7642 1,7918
1,3863 12,1548 1,3863 3,1355 13,3847 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,4588 1,7918
1,3863 12,6443 1,3863 3,1355 14,0779 1,7918
1,5041 12,5947 1,3863 2,9957 14,0387 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3770 1,7918
1,0986 12,6603 1,0986 2,7081 13,7589 1,7918
1,2528 12,1281 1,3863 2,7081 13,3809 1,7918
0,9163 12,2784 1,0986 3,1355 13,1947 1,7918
1,0986 12,3673 1,0986 3,1355 13,4660 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 2,7081 13,3770 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 2,3026 13,5541 1,7918
1,3863 12,6603 1,3863 3,1355 14,0466 1,7918
1,7047 12,4875 1,6094 2,7081 14,1922 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 2,9957 13,6877 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,8714 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 2,7081 13,6877 1,7918
1,3863 12,4292 1,3863 2,3026 13,8155 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 2,7081 13,5541 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 2,9957 13,8714 1,7918
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 13,9768 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3770 1,7918
81

ln_Q ln_X1 ln_X2 ln_X3 ln_X4 ln_X5


1,3863 12,3014 1,3863 2,7081 13,6877 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5541 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 2,9957 13,3770 1,7918
0,6931 12,2308 1,0986 2,3026 12,9239 1,7918
0,9163 12,2784 1,0986 2,9957 13,1947 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5541 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 1,6094 13,6877 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 2,3026 13,6877 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 1,6094 13,3770 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 2,7081 13,5541 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3770 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 1,6094 13,6877 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 1,6094 13,3770 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 1,6094 13,5541 1,7918
1,2528 12,4875 1,3863 1,6094 13,7402 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 2,3026 13,6877 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 1,6094 13,3770 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 2,7081 13,8714 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 1,6094 13,6877 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 2,3026 13,5541 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 1,6094 13,8714 1,7918
1,5041 12,3673 1,3863 1,6094 13,8714 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 2,7081 13,6877 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 1,6094 13,5541 1,7918
1,3863 12,5245 1,3863 2,7081 13,9108 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3770 1,7918
1,0986 12,1281 1,0986 2,3026 13,2267 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5541 1,7918
1,3863 12,1548 1,3863 3,1355 13,5411 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5541 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3770 1,7918
0,9163 12,3673 1,0986 3,1355 13,2836 1,7918
1,6094 12,3673 1,3863 2,9957 13,9768 2,1972
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5541 1,7918
1,0986 12,2784 1,0986 3,1355 13,3770 1,7918
0,6931 12,2308 1,0986 1,6094 12,9239 1,7918
0,9163 12,2784 1,0986 3,1355 13,1947 1,7918
0,6931 12,2308 1,0986 1,6094 12,9239 1,7918
1,2528 12,3014 1,3863 3,1355 13,5541 1,7918
1,2528 12,4684 1,3863 3,1355 13,7212 1,7918
1,3863 12,3014 1,3863 3,1355 13,6877 1,7918
0,9163 12,2784 1,0986 0,6931 13,1947 1,7918
82

Lampiran 19. Korelasi Hasil Tangkapan dengan Faktor Sosial-Ekonomi Nelayan

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,9814
R Square 0,9632
Adjusted R Square 0,9619
Standard Error 0,0541
Observations 150,0000

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 5,0000 11,0448 2,2090 753,6008 0,0000
Residual 144,0000 0,4221 0,0029
Total 149,0000 11,4669

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%


Intercept 0,0001 0,3589 0,0003 0,9998 (0,7093) 0,7096
X Variable 1 (0,9433) 0,0421 (22,4209) 0,0000 (1,0264) (0,8601)
X Variable 2 0,0904 0,0302 2,9900 0,0033 0,0306 0,1502
X Variable 3 0,0248 0,0092 2,7083 0,0076 0,0067 0,0429
X Variable 4 0,9202 0,0250 36,8814 0,0000 0,8709 0,9696
X Variable 5 0,1232 0,0332 3,7094 0,0003 0,0575 0,1888
83

Lampiran 20. Analisis Permintaan Konsumen Terhadap Sumber Daya Ikan

> restart;
> b0:=0.0001;b1:=-
0.9433;b2:=0.0904;b3:=0.0248;b4:=0.9202;b5:=0.1232;rata_lnQ:=1.3700;rata
_lnX1:=12.3543;rata_lnX2:=1.3325;rata_lnX3:=2.7788;rata_lnX4:=13.6969;r
ata_lnX5:=1.8608;
b0 := 0.0001

b1 := -0.9433

b2 := 0.0904

b3 := 0.0248

b4 := 0.9202

b5 := 0.1232

rata_lnQ := 1.3700

rata_lnX1 := 12.3543

rata_lnX2 := 1.3325

rata_lnX3 := 2.7788

rata_lnX4 := 13.6969

rata_lnX5 := 1.8608

> lna:=b0+b2*rata_lnX2+b3*rata_lnX3+b4*rata_lnX4+b5*rata_lnX5;
lna := 13.02261018

> a:=exp(lna);
a := 4.525303809 105

> b:=b1;
b := -0.9433

> f(Q):=(Q/a)^(1/b);
5
9.899155732 10
f(Q) :=
1.060108131
Q

> Qrata:=4.0867;
Qrata := 4.0867

> plot(f(Q),Q=0..Qrata);
84

> U:=int(f(Q),Q=0..Qrata);
U := Float(¥ )

> P:=(Qrata/a)^(1/b);
P := 2.225752782 105

Mengestimasi nilai yang dibayarkan

> Pt:=P*Qrata;
Pt := 9.095983894 105

Menghitung Surplus Konsumen

> CS:=U-Pt;
CS := Float(¥ )

>
85

Lampiran 21. Perspektif Masyarakat Mengenai KKP Berau

No Keterangan jumlah responden


1 Pengetahuan mengenai program konservasi ya tidak ya tidak
132 18 132 18
Perlindungan Ilmu
2 Tujuan program konservasi Perikanan Ekonomi Wisata SDI Pengetahuan Lain2
25 55 35 20 10 5
3 Merasakan manfaat program konservasi ya tidak
35 115
4 Lokasi penangkapan sumberdaya ikan berubah tetap
40 110
Pemerintah & Perguruan Semua
5 Tanggung jawab terhadap pengelolaan KKP Masyarakat Pemerintah Masyarakat Tinggi Pengusaha LSM lapisan
60 15 10 10 5 20 30
tidak
6 Keberhasilan program KKP berhasil berhasil
40 110
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
7 KKP Pelibatan Masyarakat Sosialisasi Penyuluhan Pengawasan Lain2
25 25 35 50 15
86

Lampiran 22. Pengaruh Langsung Antar Faktor

A B C D E F G H I J K L M N
DARI THDP

A 0 2 0 3 1 1 1 2 3 0 0 2 2
B 3 3 3 2 3 2 0 0 0 3 3 0 3
C 3 3 3 2 1 2 0 0 2 2 2 0 3
D 3 0 3 3 2 2 2 1 2 2 2 0 3
E 2 2 2 1 2 0 0 0 3 0 0 1 2
F 0 1 1 0 1 0 0 2 1 2 0 2 2
G 1 1 1 2 1 1 0 0 0 1 0 1 2
H 0 0 1 0 1 2 0 2 2 2 3 0 0
I 0 2 0 0 2 3 0 3 1 1 0 2 3
J 3 3 3 2 3 1 2 1 2 3 3 3 3
K 3 3 1 1 3 3 1 2 1 0 2 0 3
L 0 2 3 2 1 2 2 3 1 2 3 0 2
M 0 2 2 2 2 2 2 2 2 3 0 0 2
N 0 2 2 2 3 1 1 1 2 0 3 1 0

Keterangan : A = Produksi perikanan; B = Kualitas SDM; C = Pengawasan dan


penerapan sanksi; D = Lokasi konservasi; E = Harga komoditas
perikanan; F = Kerjasama antar stakeholder; G = Peraturan
pemerintah; H = Keanekaragaman karang; I = Data perikanan; J =
Penghasilan nelayan; K = Minimnya sarana prasarana; L =
Kelimpahan ikan; M = Sosialisasi kebijakan KKP; N = Kesadaran
masyarakat
87

Pengaruh Global Ketergantungan Global


Produksi Perikanan 17 Produksi Perikanan 18
Kualitas SDM 25 Kualitas SDM 21
Pengawasan dan Penerapan Sanksi 23 Pengawasan dan Penerapan Sanksi 24
Lokasi Konservasi 25 Lokasi Konservasi 18
Harga Komoditas Perikanan 15 Harga Komoditas Perikanan 27
Kerjasama antar stakeholder 12 Kerjasama antar stakeholder 24
Peraturan Pemerintah 11 Peraturan Pemerintah 15
Keanekaragaman Karang 13 Keanekaragaman Karang 15
Data Perikanan 17 Data Perikanan 15
Penghasilan Nelayan 32 Penghasilan Nelayan 19
Minimnya sarana prasarana 23 Minimnya sarana prasarana 22
Kelimpahan Ikan 23 Kelimpahan Ikan 16
Sosialisasi Kebijakan KKP 21 Sosialisasi Kebijakan KKP 11
Kesadaran Masyarakat 18 Kesadaran Masyarakat 30

Kekuatan Global Kekuatan Global Tertimbang


Produksi Perikanan 0,03 Produksi Perikanan 0,81
Kualitas SDM 0,05 Kualitas SDM 1,33
Pengawasan dan Penerapan Sanksi 0,04 Pengawasan dan Penerapan Sanksi 1,10
Lokasi Konservasi 0,05 Lokasi Konservasi 1,43
Harga Komoditas Perikanan 0,02 Harga Komoditas Perikanan 0,53
Kerjasama antar stakeholder 0,01 Kerjasama antar stakeholder 0,39
Peraturan Pemerintah 0,02 Peraturan Pemerintah 0,46
Keanekaragaman Karang 0,02 Keanekaragaman Karang 0,59
Data Perikanan 0,03 Data Perikanan 0,89
Penghasilan Nelayan 0,07 Penghasilan Nelayan 1,97
Minimnya sarana prasarana 0,04 Minimnya sarana prasarana 1,15
Kelimpahan Ikan 0,05 Kelimpahan Ikan 1,33
Sosialisasi Kebijakan KKP 0,05 Sosialisasi Kebijakan KKP 1,35
Kesadaran Masyarakat 0,02 Kesadaran Masyarakat 0,66
88

Lampiran 23. Pengaruh Tidak Langsung Antar Faktor

DARI THDP
A B C D E F G H I J K L M N

A 3 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3

B 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3

C 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3

D 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3

E 3 3 3 2 3 2 2 1 2 2 3 3 3 3

Keterangan : A = Produksi perikanan; B = Kualitas SDM; C = Pengawasan dan


penerapan sanksi; D = Lokasi konservasi; E = Harga komoditas
perikanan; F = Kerjasama antar stakeholder; G = Peraturan
pemerintah; H = Keanekaragaman karang; I = Data perikanan; J =
Penghasilan nelayan; K = Minimnya sarana prasarana; L =
Kelimpahan ikan; M = Sosialisasi kebijakan KKP; N = Kesadaran
masyarakat
89

Pengaruh tidak langsung Global Ketergantungan tidak langsung Global


Produksi Perikanan 37 Produksi Perikanan 15
Kualitas SDM 38 Kualitas SDM 14
Pengawasan dan Penerapan Sanksi 37 Pengawasan dan Penerapan Sanksi 14
Lokasi Konservasi 35 Lokasi Konservasi 13
Harga Komoditas Perikanan 35 Harga Komoditas Perikanan 15
Kerjasama antar stakeholder - Kerjasama antar stakeholder 12
Peraturan Pemerintah - Peraturan Pemerintah 10
Keanekaragaman Karang - Keanekaragaman Karang 10
Data Perikanan - Data Perikanan 10
Penghasilan Nelayan - Penghasilan Nelayan 14
Minimnya sarana prasarana - Minimnya sarana prasarana 15
Kelimpahan Ikan - Kelimpahan Ikan 13
Sosialisasi Kebijakan KKP - Sosialisasi Kebijakan KKP 12
Kesadaran Masyarakat - Kesadaran Masyarakat 15

Total Pengaruh Global Total Ketergantungan Global


Produksi Perikanan 54 Produksi Perikanan 33
Kualitas SDM 63 Kualitas SDM 35
Pengawasan dan Penerapan Sanksi 60 Pengawasan dan Penerapan Sanksi 38
Lokasi Konservasi 60 Lokasi Konservasi 31
Harga Komoditas Perikanan 50 Harga Komoditas Perikanan 42
Kerjasama antar stakeholder 12 Kerjasama antar stakeholder 36
Peraturan Pemerintah 11 Peraturan Pemerintah 25
Keanekaragaman Karang 13 Keanekaragaman Karang 25
Data Perikanan 17 Data Perikanan 25
Penghasilan Nelayan 32 Penghasilan Nelayan 33
Minimnya sarana prasarana 23 Minimnya sarana prasarana 37
Kelimpahan Ikan 23 Kelimpahan Ikan 29
Sosialisasi Kebijakan KKP 21 Sosialisasi Kebijakan KKP 23
Kesadaran Masyarakat 18 Kesadaran Masyarakat 45
90

Lampiran 24. Dokumentasi Penelitian


91
92
93
94

Anda mungkin juga menyukai