Anda di halaman 1dari 1

Kepergian Daina

Ananta memandang nanar layar ponselnya. Ia tak menyangka Daina memutuskannya


secara sepihak. Tak ada pertemuan, tak pula obrolan hangat seperti biasanya. Daina
memilih mengakhiri semuanya hanya melalui pesan singkat. Bak disambar petir,
Ananta merasa hidupnya mulai kehilangan arah.

Selama 13 bulan menjalin hubungan, dia tak pernah sedikitpun melihat gerak-gerik
aneh dari sang kekasih. Keduanya masih baik-baik saja tadi malam. Entah angin apa
yang membuat Daina bertingkah tak biasa sepagi ini. Jam baru saja menunjukkan
pukul 7 pagi, namun Ananta sudah harus menelan pil pahit. Paginya dimulai dengan
hal kabar duka hingga mempengaruhi suasana hati sang pria.

Tak ingin berlarut-larut, Ananta mempercepat sarapannya di pagi ini. Ia bergegas ke


kantor untuk menghadiri rapat rutin mingguan. Tak dihiraukannya lagi sakit hati yang
dirasakan beberapa saat lalu. Ah, mungkin nanti sore ia bisa langsung menanyai
Daina tentang keputusannya.

Dalam perjalanan ke kantor, sudut mata Ananta tak sengaja menangkap sosok sang
kekasih.

“Daina? Sedang apa dia di kafe sepagi ini?” gumam Ananta.

Belum hilang rasa penasarannya, Ananta menangkap sosok lain yang tengah berjalan
ke arah Daina. “Ruly? Dia di Jakarta? Kenapa aku baru tahu?”

Hal tak terduga terjadi di depan mata Ananta. Ruly memeluk Daina dengan hangat
dan penuh kerinduan. Akhirnya, terjawab sudah alasan dibalik sikap aneh sang
kekasih pagi ini. Ternyata ia bukan lagi satu-satunya pria yang mengisi relung hati
Daina. Perlahan, ia melajukan kembali mobilnya menuju kantor.

Anda mungkin juga menyukai