Anda di halaman 1dari 54

HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH DENGAN DERAJAT

KERUSAKAN SENDI PASIEN OSTEOARTHRITIS


DI POLIKLINIK RSUD JEND. AHMAD YANI
METRO TAHUN 2022

PROPOSAL

OLEH

GUNAWAN
NPM. 2020206203213P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022
HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH DENGAN DERAJAT
KERUSAKAN SENDI PASIEN OSTEOARTHRITIS
DI POLI KLINIK RSUD JEND. AHMAD YANI
METRO TAHUN 2022

PROPOSAL

OLEH

GUNAWAN
NPM. 2020206203213P

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan


Pada Program Studi S1 Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022

ii
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji di hadapan TIM penguji Skripsi

Judul Skripsi : HUBUNGAN INDEK MASA TUBUH DENGAN DERAJAT


KERUSAKAN SENDI PASIEN OSTEOARTHRITIS DI POLI
KLINIK RSUD JEND. AHMAD YANI METRO TAHUN 2022

Nama : GUNAWAN

NPM : 2020206203213P

MENYETUJUI

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Gunawan Irianto, M.Kep., Sp.Kom) (Ns. Pira Prahmawati, M.Kes)


NBM 1194199 NBM 1194172

iii
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas limpahan rahmat,


hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “HUBUNGAN INDEK MASA TUBUH DENGAN DERAJAT
KERUSAKAN SENDI PASIEN OSTEOARTHRITIS DI POLI KLINIK RSUD
JEND. AHMAD YANI METRO TAHUN 2022”.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan berbagai pihak, pada kesempatan ini perkenankan penulis
menghaturkan rasa terima kasih kepada yang terhormat :
1. Drs. Wanawir, M.M., M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Pringsewu
2. Ermi Nuryati, M.Epid selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu
3. Ns. Desi Ari MY, M.Kep., Sp.Kep.Mat selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
4. Ns. Gunawan Irianto, M.Kep., Sp.Kom, selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan saran dan masukannya
5. Ns. Pira Prahmawati, M.Kes selaku pembimbing II
6. Dosen dan Staf Universitas Muhammadiyah Pringsewu yang telah banyak
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan studi ini.
Semoga kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan
yang lebih baik dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Pringsewu, Maret 2022

Penulis

iv
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ..................................................................... i


HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ........................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENELITIAN .............................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Ruang Lingkup Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Kajian Teori .................................................................................... 7
1. Osteoarthritis................................................................................ 7
2. Indek Masa Tubuh ....................................................................... 25
B. Penelitian Terkait ............................................................................ 27
C. Kerangka Teori
D. Kerangka Konsep Penelitian
E. Hipotesis

v
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
B. Variabel Penelitian
C. Definisi Operasional Variabel
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
2. Sampel
3. Teknik Pengambilan Sampel
E. Tempat dan Waktu Penelitian
F. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
H. Pengolahan dan Analisa Data

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTAR TABEL

2.1 Derajat Keparahan OA Berdasarkan Gambaran Radiologis


Kellgren-Lawrance.......................................................................................... 15

2.2 Ambang Batas IMT Untuk Indonesia ............................................................. 26

3.1 Definisi Operasional Variabel ................................................................... 32

vii
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTAR GAMBAR

2.1 Gambaran Radiologis Keparahan OA Berdasarkan Penilaian Semikuantitatif


Kellgren-Lawrance ........................................................................................ 16

2.2 Kerangka Teori .......................................................................................... 29


2.3 Kerangka Konsep ....................................................................................... 30

viii
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan dan Inform Consent


Lampiran 2. Instrumen Penelitian

ix
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoarthritis juga dikenal dengan penyakit sendi degenerative

merupakan bentuk arthritis atau gangguan pada sistem musculoskeletal pada

yang paling umum terjadi terutama pada lansia yang ditandai dengan

kehilangan progresif kartilago sendi, sinovitis, nyeri sendi, kekakuan dan

kehilangan gerakan sendi (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Word Health

Organization (WHO) mengungkapkan bahwa saat ini sekitar 1,71 miliar

penduduk dunia mengalami berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal,

441 juta terjadi di negara berpenghasilan tinggi, 427 juta di wilayah Pasifik

Barat dan 369 juta berada di Wilayah Asia Tenggara (WHO, 2021).

Prevalensi gangguan musculoskeletal di dunia khususnya osteoarthritis

pada tahun 2020 yang terjadi pada penduduk berusia >40 tahun yaitu sekitar

654,1 juta kasus. Insiden global gabungan osteoarthritis adalah 203 per 10.000

orang dalam setahun pada penduduk berusia >20 tahun. Sebaran prevalensi

osteoarthritis di Eropa yaitu sekitar 13,4%, Amerika Utara 15,8%, Amerika

Selatan 4,1%, Oseania 3,1%, Afrika 21,0% dan Wilayah Asia mencapai

19,2%. Secara umum prevalensi di masing-masing negara di dunia berkisar

dari 1,6% hingga 46,3% dan prevalensinya akan semakin meningkat seiring

bertambahnya usia (Cui et al., 2020)

Prevalensi arthritis/penyakit sendi termasuk osteoarthritis penduduk

umur >15 tahun di Indonesia pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

1
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
2

2018 adalah sebesar 7,3% dengan kasus tertinggi terjadi di wilayah Sumatera

Utara yaitu sebesar 13,26% dan kasus terendah terjadi di wilayah Sulawesi

Barat yaitu 3,16%. Sementara untuk wilayah Provinsi Lampung mendekati

angka nasional yaitu mencapai 7,61% dengan kasus tertinggi terjadi di

Kabupaten Pesisir Barat yaitu 20,27% terendah terjadi di Kabupaten Lampung

Selatan dan untuk Wilayah Kota Metro adalah 4,89% atau mengalami

peningkatan dibandingkan pada Riskesdas 2013 yaitu 3,1% (Kemenkes RI,

2019).

Berdasarkan data medical record RSUD Jend. Ahmad Yani Metro,

jumlah pasien osteoarthritis yang menjalani perawatan di Poliklinik cukup

tinggi, pada tahun 2019 yaitu sebanyak 427 pasien, tahun 2020 sebanyak 384

pasien dan tahun 2021 sebanyak 218 pasien (Medical Record RSUD Jend.

Ahmad Yani Metro, 2022).

Tingginya kasus osteoarthritis dapat berdampak terhadap meningkatnya

angka kematian dimana risiko kematian pada penderita osteoarthritis

mencapai 1,54 lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum karena sebab

komplikasi kardiovaskular. Osteoarthritis juga telah menyebabkan beban

ekonomi yang tinggi terkait dengan pengobatan rutin serta menyebabkan

menurunnya produktivitas kerja (Heidari, 2017). Selain itu, masalah gangguan

musculoskeletal juga merupakan penyumbang tertinggi kebutuhan global akan

rehabilitasi serta terkait dengan penurunan kesehatan mental yang signifikan

(WHO, 2021). Adapaun masalah umum yang menyebabkan menurunnya

produktivitas pada penderita osteoarthritis adalah karena munculnya berbagai

manifestasi klinik berupa kekakuan dan gangguan rasa nyaman nyeri (Noor,

2017).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


3

Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka kejadian osteoarthritis

cukup banyak di antaranya usia, obesitas, jenis kelamin, trauma, infeksi sendi,

genetic, riwayat peradangan sendi, gangguan neuromukular dan metabolik

(Noor, 2017). Adapun faktor resiko utama meningkatnya insiden dan

prevalensi osteoarthritis adalah terkait dengan usia, dimana kartilago sendi

akan menipis akibat penuaan dan kurang mampu berespons terhadap beban

sendi daripada kartilago pada usia lebih muda. Berat badan berlebih juga

memiliki kontribusi yang besar terhadap terjadinya osteoarthritis dan derajat

kerusakan sendi karena peningkatan berat badan akan menimbulkan beban

yang diberikan pada lutut semakin besar saat berjalan (LeMone et al., 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Mutiwara, Najirman, & Afriwardi,

(2016) menunjukkan bahwa 88,9% pasien yang bertubuh gemuk memiliki

derajat osteoartritis yang lebih berat. Analisis uji chi-square terhadap IMT

dengan derajat kerusakan sendi pada pasien osteoartritis lutut memperlihatkan

hubungan yang bermakna dengan nilai p = 0,003 (p<0,05). Penelitian yang

dilakukan oleh Mambodiyanto & Susiyadi, (2016) menunjukkan bahwa

individu dengan IMT normal memiliki risiko 1,5 kali lebih besar untuk

menderita osteoarthritis lutut dibandingkan dengan individu dengan IMT

kurang dan individu dengan IMT lebih memiliki risiko 4,9 kali lebih besar

untuk menderita osteoartritis lutut dibandingkan responden dengan IMT

normal. Studi korelasi Kapitan, Rante, & Tallo, (2019) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara obesitas dengan derajat osteoarthritis, arah korelasi

positif dengan kekuatan hubungan cukup kuat.

Berdasarkan uraian di atas, sebagai upaya untuk menggali lebih

mendalam tentang keterkaitan antara berat badan yang dilihat didasarkan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


4

indek masa tubuh dengan derajat osteoarthritis maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan indek masa tubuh dengan derajat

kerusakan sendi di Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Osteoarthritis merupakan sebuah penyakit degenerasi yang ditandai

dengan munculnya kekakuan dan gangguan rasa nyaman nyeri pada area yang

terkena sehingga berdampak terhadap produktivitas penderitanya. Disisi lain

penyakit ini membutuhkan perawatan intensif dan kondisinya sendi yang

mengalami osteoarthritis pada orang dengan obesitas dapat memburuk.

Rumusan masalah penelitian ini yaitu “Adakah hubungan indek masa tubuh

dengan derajat kerusakan sendi di Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro

Tahun 2022?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan indek masa tubuh dengan derajat kerusakan sendi di Poliklinik

RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi karakteristik penderita osteoarthritis

(umur, pendidikan dan pekerjaan) di Poliklinik RSUD Jend. Ahmad

Yani Metro Tahun 2022.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


5

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi indek masa tubuh penderita

osteoarthritis di Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun

2022

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi derajat kerusakan sendi

penderita osteoarthritis di Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro

Tahun 2022.

d. Untuk mengetahui hubungan indek masa tubuh dengan derajat

kerusakan sendi di Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun

2022

D. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

dengan desain studi korelasional dengan uji Somer’s. Objek penelitiannya

yaitu hubungan indek masa tubuh dengan derajat kerusakan sendi

oesteoarthritis, sedangkan sebagai subjek penelitian ini adalah pasien

oesteoarthritis. Penelitian ini akan dilaksanakan di Poliklinik RSUD Jend.

Ahmad Yani Metro, waktu penelitian setelah proposal disetujui.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan

informasi dalam dunia kesehatan terkait hubungan indek masa tubuh

dengan derajat kerusakan sendi penderita osteoarthritis. Selain itu,

diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam

mengembangkan penelitian yang lebih lanjut serta dapat menjadi data awal

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


6

untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan derajat kerusakan sendi

penderita osteoarthritis.

2. Bagi Pengguna Baik Pengguna Langsung Maupun Tidak Langsung

a. Bagi Penderita Masyarakat

Diharapkan penelitian ini mampu menambah informasi bagi

masyarakat khususnya bagi penderita osteoarthritis terkait dengan

hubungan indek masa tubuh dengan derajat kerusakan sendi sehingga

dapat mengontrol berat badan agar dalam batas normal.

b. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang bersifat membangun bagi perawat dalam upaya mengatasi

masalah osteoarthritis.

c. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam

mengembangkan program-program penyuluhan kesehatan kepada

masyarakat tentang upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya osteoarthritis.

d. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi

untuk penelitian-penelitian selanjutnya terutama penelitian yang

berkaitan dengan faktor yang berhubungan dengan derajat kerusakan

sendi pada penderita osteoarthritis.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Osteoarthritis

a. Definisi

Osteoarthritis (OA) adalah sekelompok patologi yang melibatkan

deformitas sendi, degenerasi tulang rawan artikular, sklerosis

subkondral, pembentukan osteofit, dan kerusakan struktur sendi yang

menyebabkan kecacatan dan nyeri sendi (Kumavat et al., 2021).

Osteoarthritis merupakan suatu penyakit degenerative pada persendian.

Penyakit ini mempunyai karakteristik berupa terjadinya kerusakan

pada kartilago (tulang rawan sendi). Kartilago merupakan suatu

jaringan keras bersifat licin yang melingkupi sekitar bagian akhir

tulang keras di dalam persendian. Jaringan ini berfungsi sebagai

penghalus gerakan antar-tulang dan sebagai peredam pada saat

persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Noor, 2017).

Osteoarthritis atau kelainan tulang degenerative merupakan

proses yang kronis dan progresif dimana jaringan baru diproduksi

sebagai respons terhadap kerusakan sendi dan perburukan kartilago

(Black & Hawks, 2014). Osteoarthritis dikenal sebagai penyakit

degenerasi sendi adalah gangguan sendi yang paling sering terjadi

yang dicirikan dengan hilangnya kartilago sendi secara progesif

(Smeltzer, 2018).

7
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
8

Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang

dihubungkan dengan kerusakan kartilago sendi. Osteoartritis bersifat

kronik, progresif lambat dan ditandai dengan adanya perubahan rawan.

sendi serta pembentukan tulang baru pada permukaan sendi.

Osteoartritis sering mengenai sendi penopang berat badan misalnya

vertebre, panggul, lutut, dan pergelangan kaki (Mutiwara et al., 2016).

b. Manifestasi Klinis

Beberapa tanda dan gejala yang dapat dirasakan pada penderita

osteoarthritis adalah sebagai berikut:

1) Nyeri, kaku dan kerusakan/gangguan fungsional merupakan

manifestasi klinis primer

2) Kaku paling sering terjadi di pagi hari setelah bangun tidur. Kaku

biasanya berlangsung kurang dari 30 menit dan dapat berkurang

dengan pergerakan

3) Kerusakan fungsional disebabkan oleh nyeri saat bergerak dan

terbatasnya gerakan sendi ketika terjadi perubahan structural

4) Osteoarthritis lebih sering terjadi pada sendi yang menopang berat

badan (pinggul, lutut, tulang belakang servikal dan lumbal) sendi

jari tangan juga dapat terganggu

5) Mungkin terdapat nodus yang menonjol (tidak nyeri kecuali jika

mengalami inflamasi).

(Smeltzer, 2018).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


9

Pada pemeriksaan fisik fokus, didapatkan hal-hal sebagai

berikut:

1) Look, deformitas sendi, deformitas tulang, perubahan kesejajaran

(malalignment).

2) Feel, krepitus, spasme otot perartikular

3) Move, keterbatasan rentang gerak sendi (Z. Noor, 2017)

c. Klasifikasi Osteoarthritis (OA) berdasarkan Diagnosis

Berdasarkan etiologi, osteoarthritis dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu idiopatik (primer) dan sekunder.

1) Osteoarthritis ideopatik (primer) mengenai individu yang tidak

memiliki riwayat kerusakan sendi, penyakit, sendi atau penyakit

sistemik yang berhubungan dengan berkembangnya osteoarthritis.

2) Osteoarthritis sekunder merupakan jenis osteoarthritis yang

diakibatkan oleh trauma, penyakit sendi yang lain, nekrosis

avaskular, atau kelainan inflamasi neuropatik seperti penyakit legg-

calve-parthes. Arthritis traumatis dapat terjadi setelah fraktur atau

kerusakan sendi yang terbuka. Hal ini dapat pula terjadi akibat

kerusakan berulang yang berhubungan dengan pekerjaan individu

atau olahraga tertentu misalnya, arthritis pergelangan tangan pada

pemain keyboard, manifestasi kelainan bahu pada pemukul bola

baseball (Black & Hawks, 2014).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


10

Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan lokasi sendi yang terkena

dapat adalah sebagai berikut:

1) OA tangan

Dimulai saat usia 45 tahun. Postmenopause wanita > pria (10 : 1)

Keterlibatan faktor genetik: riwayat penyakit dalam keluarga. OA

tangan lebih sering mengenai sendi-sendi distal interfalang,

proksimal interfalang dan sendi karpometakarpal I, dan jarang

mengenai sendi metakarpofangaeal, namun bila terkena, fikirkan

diagnosis banding: adanya inflamasi atau artropati metabolik.

Pembesaran tulang pada PIP: Bouchard’s nodes, dan pada DIP:

Heberden’s nodes. Diagnosis banding: OA erosif

2) OA sendi lutut

Lateral tibiofemoral dan bagian femoropatellar. Diagnosis

banding: - misalignment dari tungkai bawah harus disingkirkan

(menyebabkan OA lutut kompartemental misalnya, bentuk

kelainan varus/kerusakan medial tibiofemoral, atau

valgus/kerusakan lateral tibiofemoral). - Genu valgum

misalignment: melibatkan kompartemen lateral tibiofemoral.

Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi lingkup gerak

sendi (range of motion) dan percepatan penyempitan celah sendi =

disebut instabiliti pada sendi lutut (ligamentum laxity).

3) OA panggul/koksa

OA panggul lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan

wanita, dan dapat terjadi unilateral atau bilateral. Gejala klinis:

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


11

nyeri panggul secara klasik timbul saat berdiri (weight bearing)

dan terkait dengan antalgic gait; nyeri terlokalisir pada buttock,

regio groin dan menjalar kebawah menuju bagian anterior.

Kadang-kadang keluhan nyeri dirasakan pada lutut. Nyeri pada

malam hari dan kekakuan pada malam hari, terkait adanya efusi

pada sendi. OA panggul sering bersifat destruktif, ditandai dengan

penilaian Lequesne: adanya penyempitan celah sendi > 2mm/

tahun (contoh: kehilangan lebih dari 50% pada celah sendi dalam 1

tahun). Jarang ditemukan sklerosis tulang dan osteofit. Diagnosis

banding: OA sekunder pada panggul meliputi: displasia kongenital,

osteonekrosis avaskular dan adanya trauma sebelumnya.

4) OA vertebra

Umumnya mengenai vertebra servikal dan lumbal. Osteofit

pada vertebra dapat menyebabkan penyempitan foramen vertebra

dan menekan serabut syaraf, dapat nyebabkan nyeri punggung-

pinggang (back pain) disertai gejala radikular. Pada kasus yang

berat dapat terjadi hyperostosis (Penyakit Forestier’s, dapat

mengenai sisi ekstraspinal: DISH/diffuse idiophatic skeletal

hyperostosis).

5) OA kaki dan pergelangan kaki

OA umumnya mengenai sendi I metatarsofalang. Gejala

klinis: sulit berjalan dan kulit diatasnya dapat meradang, terutama

bila menggunakan sepatu ketat. Dapat terjadi bursitis. Deformitas

valgus (hallux valgus) sering ditemukan, mungkin pula terdapat

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


12

ankilosis pada sendi (hallux rigidus). Gambaran radiologi pada

kaki dan pergelangan kaki: dapat ditemukan osteofit, meskipun

pada pasien usia < 40 tahun. Sendi tarsal dapat terkena pada

kelainan pes planus. OA pada tibial-talar dan subtalar berhubungan

dengan trauma, misalignment atau neuropathic arthropathy

6) OA bahu

OA bahu lebih jarang ditemukan. Nyeri sulit dilokalisasi dan

terjadi saat pergerakan, keluhan nyeri pada malam hari saat

pergerakan sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik: terdapat

keterbatasan gerak pada pergerakan pasif.

7) OA siku

OA siku jarang ditemukan, umumnya terjadi sebagai akibat

dari paparan getaran berulang (repeated vibration exposure),

trauma atau metabolik artropati.

8) OA temporomandibular

Ditandai dengan krepitus, kekakuan dan nyeri saat chewing,

gejala serupa diatas ditemukan pada sindroma disfungsi

temporomandibular. Radiografi: gambaran OA sering ditemukan.

Diagnosis banding: Nyeri orofasial yang tidak berkesesuaian

dengan gambaran radiografi (Perhimpunan Reumatologi Indonesia,

2014).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


13

Klasifikasi diagnosis osteorarthritis berdasarkan kriteria

American College of Theumatology (ACR), yaitu sebagai berikut:

1) Klasifikasi diagnosis OA lutut ICD-10 Kode M17

a) Kriteria klinis

Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria yaitu 1)

krepitus saat gerakan aktif, 2) kaku sendi <30 menit, 3) umur

>50 tahun, 4) pembesaran tulang sendi lutut, 5) nyeri tekan tepi

tulang, 6) tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.

Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

b) Kriteria klinis dan radiologis

Nyeri sendi lutut dan adanya psteotif dan paling sedikit 1 dari 3

kriteria yaitu 1) kaku sendi <30 menit, 2) umur >50 tahun, 3)

krepitus pada gerakan sendi aktif. Sensitivitas 91% dan

spesifisitas 86%.

c) Berdasarkan kriteria klinis dan laboratories

Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 5 dan 9 kriteria, yaitu 1)

usia >50 tahun, 2) kaku sendi <30 menit, 3) krepitus pada

gerakan aktif, 4) nyeri tekan tepi tulang, 5) pembesaran tulang,

6) tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena, 7) LED

<40 mm/jam, 8) RF <1:40, 9) analisis cairan sinovium sesuai

OA. Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


14

2) Kriteria diagnosis OA tangan ICD-10 Kode: M18

Berdasarkan klinis: nyeri, ngilu atau kaku pada tangan dan

paling sedikit 3 dari 4 kriteria berikut: 1) pembengkakan jaringan

keras dari 2 atau lebih sendi-sendi tangan distal interfalang ke-2

dan ke-3, sendi proksimal interfalang k-2 dan k-3 dan sendi

pertama karpometakarpofalang kedua tangan, 2) pembengkakan

jaringan keras dari 2 atau lebih sendi distal interfalang, 3) kurang

dari 3 pembengkakan sendi metakarpofalang, 4) deformitas

sedikitnya pada 1 dari 10 sendi-sendi tangan pada kriteria 2 di atas.

Sensitivitas 92% dan spesifisitas 98%.

3) Kriteria diagnosis OA panggul, ICD-10 Kode: M16

a) Berdasarkan kriteria klinis dan laboratories:

Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit salah 1 dari

2 kelompok kriteria berikut: 1) rotasi internal sendi panggul

<150 disertai LED ≤45 mm/jam atau fleksi sendi panggul ≤1150

(jika LED sulit dilakukan), 2) rotasi internal sendi panggul ≥15 0

disertai nyeri yang terkait pergerakan rotasi internal sendi

panggul, kekakuan sendi panggul pagi hari ≤60 menit, dan usia

>50 tahun. Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.

b) Berdasarkan kriteria klinis, laboratories dan radiologis:

Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit 2 dari 3

kriteria berikut: 1) LED <20 mm pada jam pertama, 2) osteofit

pada femoral dan atau asetabular pada gambar radiologis, 3)

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


15

penyempitan celah sendi secara radiologis (superior, azial dan

atau medial). Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%

(Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014).

Klasifikasi yang paling sering digunakan yaitu berdasarkan

gambaran radiologis pada persendian penderita OA. Tanda-tanda yang

dapat diamati pada gambaran radiologis yaitu pembentukan osteofit,

terjadinya sklerosis dan terbentuknya kista. Pada gambaran radiologis,

derajat keparahan OA dapat digambarkan dengan skala Kellgren-

Lawrance yang diklasifikasikan menjadi empat derajat (1 - 4). Dengan

membandingkan hasil foto radiologis pasien dengan gambaran

radiologis sendi normal pada atlas radiografi, derajat keparahan dapat

ditentukan (Symmons, Mathers, & Pfleger, 2016). Berdasarkan

gambaran radiologis, OA dapat diklasifikasikan seperti berikut ini:

Tabel 2.1
Derajat Keparahan OA Berdasarkan Gambaran Radiologis
Kellgren-Lawrance
Tingkatan Deskripsi
Diragukan terdapat penyempitan celah sendi dan
Derajat 1
kemungkinan terdapat osteofit lipping
Terdapat osteofit dan mungkin penyempitan celah sendi
Derajat 2 di anteroposterior weight-bearing (penahan beban)
radiografi
Ditandai beberapa osteofit, penyempitan celah sendi
Derajat 3
pasti, sklerosis, kemungkinan terdapat deformitas tulang
Terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, sklerosis,
Derajat 4
parah dan deformitas tulang pasti
(Symmons et al., 2016).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


16

Gambar 2.1 Gambaran Radiologis Keparahan OA Berdasarkan


Penilaian Semikuantitatif Kellgren-Lawrance

Keterangan:

1) Gambar A. Kellgren-Lawrence grade 1. Minimal, osteofit samar-

samar terlihat pada tepi medial sendi (panah besar). Perhatikan

bahwa, apa yang disebut osteofit takik di tengah sendi (panah

kecil) tidak dipertimbangkan dalam skala Kellgren-Lawrence. 

2) Gambar B. Kellgren-Lawrence grade 2 ditandai dengan adanya

setidaknya satu osteofit marginal yang pasti (panah) tanpa bukti

penyempitan celah sendi. 

3) Gambar C. Lutut Kellgren-Lawrence grade 3 menunjukkan tanda-

tanda penyempitan celah sendi yang pasti (panah hitam) dan

osteofit marginal (panah putih). Jumlah penyempitan celah sendi

tidak diperhitungkan. 

4) Gambar D. Kellgren-Lawrence grade 4 didefinisikan oleh kontak

tulang-ke-tulang dan penghapusan lengkap ruang sendi (panah

hitam). Perhatikan osteofit marginal yang pasti sebagai tambahan

(panah putih).

(Hayashi, Roemer, & Guermazi, 2016).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


17

d. Faktor Risiko

Faktor resiko terjadinya osteoarthritis cukup banyak, diantaranya

adalah sebagai berikut:

1) Usia

Osteoarthritis biasanya terjadi pada manusia usia lanjut,

jaringan dijumpai penderita osteoarthritis yang berusia di bawah 40

tahun (Noor, 2017). Bertambahnya usia merupakan faktor resiko

utama terjadinya osteoarthritis. Insidens dan prevalensi meningkat

secara signifikan seiring dengan meningkatnya usia. Kartilago

sendi menipis dengan penuaan dan kurang mampu berespons

terhadap beban sendi daripada kartilago pada orang dewasa muda.

Penurunan kekuatan otot dan peregangan ligament, serta input

sensori lambat mengurangi perlindungan sendi dari cedera juga

terkait faktor usia (LeMone et al., 2016).

2) Genetik

Faktor genetik memainkan peran dalam hal terjadinya

osteoarthritis. Keterkaitan genetic telah diidentifikasi menjadi

faktor resiko osteoarthritis pada tangan dan pinggul (LeMone et al.,

2016). Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang

akan lebih besar kemungkinan mengalami osteoarthritis (Z. Noor,

2017).

Kasus osteoarthritis yang terestimasi sebesar 10-60%

ternyata berkaitan dengan genetic, dengan variasi pada sendi yang

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


18

terlibat. Bukti yang ditemukan saat ini memperkirakan adanya gen

autosomal resesif yang berperan pada wal dari kerusakan sendi.

Selain itu, hormone sek dan faktor hormonal lainnya juga diyakini

memiliki peran dalam berkembangdan progresivitasnya

osteoarthritis (Black & Hawks, 2014).

3) Jenis kelamin

Osteoarthritis ideopatik lebih sering ditemukan pada wanita

daripada pria dan osteoarthritis sekunder lebih sering terjadi pada

pria daripada wanita (Black & Hawks, 2014). Pada wanita paruh

baya, ada hubungan yang signifikan antara nyeri, keparahan

radiografi OA lutut, dan tujuh parameter pencitraan MR (Heidari,

2017).

4) Berat badan (Indek masa tubuh)

Berat badan berlebih berkontribusi terhadap terjadinya

osteoarthritis, khususnya pada pinggul dan lutut. Peningkatan berat

badan secara signifikan meningkatkan beban yang diberikan pada

lutut selama berjalan. Peningkatan resiko osteoarthritis pada tangan

juga menunjukkan adanya faktor resiko metabolik terkait obesitas

Peningkatan berat badan menambah tekanan pada sendi yang

menahan beban, seperti pinggul dan lutut. Selain itu, jaringan

lemak menghasilkan protein yang dapat menyebabkan peradangan

berbahaya di dalam dan sekitar persendian (LeMone et al., 2016).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


19

Obesitas yang didefinisikan sebagai indeks massa

tubuh (BMI)  >  30  kg/m 2 , sangat terkait dengan OA lutut (rasio

odds gabungan [OR] dalam meta-analisis baru -baru ini termasuk

22 studi: 2,66 [95% CI 2,15-3,28]) , sedangkan hubungan antara

kelebihan berat badan (BMI  >  25  kg/m 2 ) dan OA lutut lebih

rendah tetapi masih signifikan (pooled OR 1,98 [95% CI 1,57-

2,20]). Beberapa penulis menunjukkan hubungan dosis-respons

antara obesitas dan risiko OA lutut: untuk setiap 5 unit peningkatan

BMI, peningkatan risiko OA lutut yang terkait adalah 35%, dengan

besarnya hubungan yang secara signifikan lebih kuat untuk wanita

daripada pria (Palazzo, Nguyen, Lefevre-Colau, Rannou, &

Poiraudeau, 2016).

5) Diet

Beberapa faktor diet yang diduga meningkatkan

perkembangan OA termasuk rendahnya kadar vitamin D , C dan

K. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih

mendefinisikan hubungan antara OA dan faktor makanan ini

(Palazzo et al., 2016).

6) Riwayat infeksi atau penyakit sendi

Arthritis traumatis dapat terjadi setelah fraktur atau

kerusakan sendi yang terbuka. Hal ini dapat pula terjadi akibat

kerusakan berulang yang berhubungan dengan pekerjaan individu

atau olahraga tertentu misalnya, arthritis pergelangan tangan pada

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


20

pemain keyboard, manifestasi kelainan bahu pada pemukul bola

baseball (Black & Hawks, 2014)

7) Aktivitas fisik/olahraga

Orang yang terlibat pada pekerjaan yang memerlukan

menekuk lutut secara teratur atau pinggul atau membawa beban

berat meningkatkan resiko osteoarthritis panggul. Lutut, atau spina

orang yang terlibat dalam latihan berlebihan dan berulang seperti

berpartisipasi dalam olahraga memiliki peningkatan resiko

terjadinya osteoarthritis terutama pinggul atau lutut (LeMone et al.,

2016).

e. Patofisiologi

Kartilago yang melapisi sendi memberi permukaan yang halus

sehingga tulang di dalam sendi bergerak dengan luas satu sama lain

tanpa friksi, dan mendistribusikan beban dari satu tulang ke tulang

lain, menghilangkan tekanan mekanik yang terjadi dengan beban

sendi. Kartilago ini nromalnya mengandung lebih dari 70% air. Lebih

dari 990% berat kering merupakan kolagen, yang memberi kekuatan

dan proteoglikan, yang memberi elastisitas dan kekakuan terhadap

kompresi. Sel kartilago, kondrosit, bersarang dalam jaring kolagen dan

proteoglikan ini. Kondrosit secara teratur mengurai kartilago sendi

yang robek dan mensintesis komponen untuk menggantikannya.

Kartilago artikular normal mengeluarkan beberapa air saat kompresi,

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


21

memberi lubrikasi untuk permukaan sendi. Air ini direabsorpsi selama

relaksasi sendi.

Pada osteoarthritis, proteoglikan dan kolagen hilang dari

kartilago akibat degradasi enzimatik. Kandungan air kartilago

meningkat karena matriks kolagen hancu. Dengan kehilangan

proteoglikan dan serabut kolagen, kartilago menjadi berwarna kuning

atau abu-abu kehijauan serta kehilangan kekuatan meregang. Terjadi

ulserasi permukaan dan fisura terjadi dalam lapisan kartilago yang

lebih dalam. Pada akhirnya area kartilago artikular yang lebih besar

hilang dan tulang yang menyertai terpajan. Penebalan tulang pada area

yang terpajan, mengurangi kemampuan untuk mengabsorpsi energi

pada beban sendi. Kista juga dapat terjadi dalam tulang karena cairan

synovial bocor melalui kartilago yang rusak. Osteofit yang dilapisi

kartilago (pertumbuhan tulang berlebihan sering kali disebut “joint

mice”) mengubah anatomi sendi. Karena cabang atau pembesaran

penonjolan, potongan kecil dapat terpotong, menyebakan sinovitis

ringan (inflamasi membrane synovial) (LeMone et al., 2016).

f. Komplikasi

Beberapa komplikasi pada gangguan osteoarthritis adalah

sebagai berikut:

1) Nyeri

2) Gangguan mobilitas fisik (kesulitan ambulasi)

3) Malalignment sendi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


22

4) Penurunan rentang gerak sendi

5) Radikulopati

(Sen & Hurley, 2021).

g. Penatalaksanaan

Tidak ada obat untuk osteoartritis, dan semua perawatan yang

tersedia saat ini ditujukan untuk mengurangi gejala. Tujuan

pengobatan untuk osteoarthritis adalah untuk meminimalkan rasa sakit

dan kehilangan fungsional. Penatalaksanaan penyakit secara

komprehensif melibatkan terapi nonfarmakologis dan farmakologis.

Biasanya, pasien dengan gejala ringan dapat ditangani dengan

pengobatan pertama, sedangkan penyakit yang lebih lanjut

memerlukan kombinasi keduanya (Sen & Hurley, 2021).

1) Terapi farmakologi

Farmakoterapi osteoarthritis melibatkan pilihan oral, topikal,

dan/atau intraartikular. Asetaminofen dan NSAID oral adalah

pilihan yang paling populer dan terjangkau untuk osteoarthritis dan

biasanya merupakan pilihan awal pengobatan farmakologis. 

NSAID biasanya diresepkan secara oral atau topikal dan, pada

awalnya, harus dimulai sesuai kebutuhan daripada

dijadwalkan. Karena toksisitas gastrointestinal, dan efek samping

ginjal dan kardiovaskular, NSAID oral harus digunakan dengan

sangat hati-hati dengan pemantauan ketat jangka panjang. NSAID

topikal kurang manjur dibandingkan obat oral tetapi menawarkan

lebih sedikit efek samping gastrointestinal dan sistemik

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


23

lainnya; Namun, mereka sering menyebabkan iritasi kulit lokal

(Sen & Hurley, 2021).

Suntikan sendi intraartikular juga dapat menjadi pengobatan

yang efektif untuk osteoarthritis, terutama dalam pengaturan nyeri

akut. Suntikan glukokortikoid memiliki respon yang bervariasi, dan

ada kontroversi yang sedang berlangsung mengenai suntikan

berulang. Suntikan asam hialuronat adalah pilihan lain, tetapi

kemanjurannya dibandingkan plasebo juga kontroversial. 

Khususnya, tidak ada peran glukokortikoid oral. Duloxetine

memiliki kemanjuran sederhana pada osteoarthritis; opioid dapat

digunakan pada pasien yang tidak memiliki respons yang memadai

terhadap hal di atas dan yang mungkin bukan kandidat untuk

pembedahan atau menolaknya sama sekali.

Penting untuk dicatat bahwa respons pasien terhadap

pengobatan sangat bervariasi, dan ada komponen besar coba-coba

dalam memilih agen yang paling efektif. Pada pasien khususnya

dengan osteoarthritis lutut atau pinggul yang telah gagal beberapa

modalitas pengobatan non-farmakologis dan farmakologis,

pembedahan adalah pilihan berikutnya. Tingkat kegagalan untuk

penggantian lutut dan pinggul cukup rendah, dan dapat meredakan

nyeri dan meningkatkan fungsionalitas. Waktu operasi adalah

kunci untuk memprediksi keberhasilan. Status fungsional yang

sangat buruk dan kelemahan otot yang parah mungkin tidak

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


24

mengarah pada peningkatan status fungsional pascaoperasi

dibandingkan dengan mereka yang menjalani operasi pada awal

perjalanan penyakit (Sen & Hurley, 2021).

2) Terapi nonfarmakologi

Penatalaksanaan terapi nonfarmakologis meliputi 1)

menghindari aktivitas yang memperparah nyeri atau membebani

sendi secara berlebihan, 2) olahraga untuk meningkatkan kekuatan,

3) penurunan berat badan, dan 4) terapi okupasi untuk menurunkan

beban sendi melalui penyangga, belat, tongkat, atau

kruk. Penurunan berat badan adalah intervensi penting pada

mereka yang kelebihan berat badan dan obesitas; setiap pon

penurunan berat badan dapat mengurangi beban di lutut 3 sampai 6

kali lipat. Terapi fisik formal dapat sangat membantu pasien dalam

menggunakan peralatan seperti tongkat dengan tepat sambil juga

menginstruksikan mereka tentang latihan. Program latihan yang

menggabungkan latihan aerobik dan ketahanan telah terbukti

mengurangi rasa sakit dan meningkatkan fungsi fisik dalam

beberapa percobaan dan harus didorong oleh dokter secara

teratur. Ketidaksejajaran sendi harus dikoreksi melalui cara

mekanis seperti penjajaran kembali penyangga lutut atau ortotik

(Sen & Hurley, 2021). Terapi nonfarmakologi lain yang dapat

digunakan adalah relaksasi dan kompres hangat untuk menurunkan

nyeri (Noor, 2017).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


25

2. Indek Masa Tubuh

a. Definisi

Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indeks Masa Tubuh

(IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi

orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan

kelebihan berat badan. Berat badan yang berada di bawah batas

minimum dinyatakan sebagai under weight atau kekurusan dan berat

badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan over weigh atau

kegemukan. Orang yang berada di bawah ukuran berat normal

mempunyai resiko terhadap penyakit infeksi, sementara yang berada di

atas ukuran normal mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit

degenerative (Supariasa, Baktri, & Fajar, 2012).

b. Ambang Batas IMT

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan WHO,

yang embedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas

ambang normal laki-laki adalah 20,1-20,0 dan untuk perempuan adalah

18,7-23,8. untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defisiensi energi

ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut WHO menyarankan

menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan.

Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-

laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas

pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat. Untuk

kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


26

pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang.

Akhirnya diambil kesimpulan batas ambang IMT untuk Indonesia

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Indek Masa Tubuh
Kategori
(IMT)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal >18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Indeks Masa Tubuh (IMT) dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

Berat badan ( kg ) Berat badan ( kg )


IMT= IMT=
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m) atau Tinggi Badan2 (m)

(Supariasa et al., 2012).

c. Efek Berat Badan Lebih Terhadap Osteoarthritis

Kekuatan mekanis yang bekerja pada sendi merupakan penyebab

signifikan OA dan salah satu faktor risiko yang paling dapat

dimodifikasi ditentukan oleh IMT. Jaringan adiposa yang berlebihan

menghasilkan faktor humoral, yang mengubah metabolisme kartilago

artikular. Telah dipostulasikan bahwa sistem leptin dapat menjadi

penghubung antara kelainan metabolik pada obesitas dan peningkatan

risiko OA. Saat ini semakin banyak bukti bahwa obesitas adalah

sindrom kompleks di mana aktivasi abnormal jalur neuroendokrin dan

pro-inflamasi menyebabkan perubahan kontrol asupan makanan,

ekspansi lemak dan perubahan metabolisme. Jaringan adiposa putih

yang diaktifkan meningkatkan sintesis pro-sitokin inflamasi, seperti

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


27

IL-6, IL-1, IL-8, TNF alfa, IL-18, tetapi menurunkan sitokin pengatur,

seperti IL-10. Gen obesitas dan produk leptin memungkin memiliki

implikasi penting untuk timbulnya dan perkembangan OA.  Leptin

ditemukan dalam cairan sinovial sendi OA yang berkorelasi dengan

BMI. Sitokin, faktor biomekanik, dan enzim proteolitik menyebabkan

derajat yang bervariasi dari proses inflamasi sinovial yang mengatur

metalloproteinase dan menumpulkan jalur sintesis kompensasi

kondrosit yang diperlukan untuk mengembalikan integritas matriks

yang terdegradasi (Heidari, 2017).

B. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mutiwara et al., (2016) tentang Hubungan

Indeks Massa Tubuh dengan Derajat Kerusakan Sendi pada Pasien

Osteoartritis Lutut di RSUP Dr. M. Djamil Padang, studi analitik

rancangan crossectional, hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat

kerusakan sendi yang paling banyak di derita subjek penelitian adalah

derajat 3 (66,7%), distribusi frekuensi berdasarkan indek masa tubuh

sebagian besar masuk dalam kategori gemuk yaitu 18 orang (75%).

Responden yang menderita osteoartritis lutut dengan derajat yang tinggi

lebih banyak diderita oleh orang bertubuh gemuk (88,9%). Sedangkan

responden dengan derajat osteoartritis yang rendah lebih banyak diderita

oleh orang bertubuh normal (83,3%). Hasil uji statistik chi-square

menunjukkan nilai p adalah 0,003 yang berarti ditemukan hubungan

bermakna antara indeks massa tubuh denganderajat kerusakan sendi pada

pasien osteoarthritis (p<0,05)

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


28

2. Penelitian yang dilakukan Khaidar, (2018) tentang Hubungan Antara

Indeks Massa Tubuh dengan Derajat Keparahan Radiologis Kell Green

Lawrence Penderita Osteoarthritis Lutut Pada Lansia di Klinik Pelayanan

Kesehatan Masyarakat (KPKM) Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, studi analitik dengan rancangan crossectional, hasil penelitian

didapatkan responden dengan IMT 18,5-25 kg/m2 (59,6%) yaitu kelompok

IMT normal. Kemudian, disusul oleh responden kelompok obesitas (50)

dengan IMT 25,1-27,0 kg/m2 (34,2%). Lalu kelompok selanjutnya adalah

kurus ringan (7) dengan IMT 17- 18,4 kg/m 2 (4,8%). Selanjutnya responden

dengan IMT kurus berat yaitu 2 orang (1,4%) yang merupakan kelompok

IMT kurus berat dengan kategori dan <17 kg/m 2. Derajat keparahan OA

dinilai berdasarkan kriteria Kellgren Lawrance dari hasil radiologi pada lutut

responden yang sakit. Kelompok derajat satu (ringan) merupakan kelompok

terbanyak yaitu sebesar 61 responden (41,8%). Selanjutnya, disusul oleh

derajat dua (sedang) dengan jumlah 59 responden (40,4%). Responden paling

sedikit adalah kelompok derajat tiga (berat) sejumlah 26 responden(17,8%).

Uji korelasi Somers’d dan didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,076

yang artinya terdapat hubungan yang sangat lemah antara kedua variabel.

Tanda positif menunjukkan hubungan searah yaitu menyatakan bahwa

semakin tinggi IMT maka semakin berat derajat keparahan OAnya.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kapitan et al., (2019) Hubungan Obesitas

Dengan Derajat Osteoartritis Genu Pada Lansia di RSUD Prof. Dr. W. Z.

Johannes Kupang, studi analitik, rancangan crossectional, hasil penelitian

didapatkan sampel penelitian dengan OA derajat 2 (44%) dan derajat 3

(44%) lebih banyak dibandingkan derajat 1 (0%) dan derajat 4 (12%).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


29

Sampel terbanyak adalah kategori Pre - Obesitas (68%). Sampel dengan

kategori normal dan obesitas 1 berjumlah 16%, sedangkan pada obesitas 2

dan 3 tidak didapatkan sampel (0%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan

menggunakan uji Spearman pada penelitian ini, didapatkan nilai p = 0,000

(p<0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan

antara Obesitas dengan derajat Osteoartritis. nilai korelasi (r) = 0,677

artinya obesitas memiliki hubungan yang kuat dengan arah hubungan yang

searah dimana semakin meningkat berat badan makan derajat osteoarthritis

akan semakin meningkat.

C. Kerangka Teori

Kerangka teori pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmodjo, 2015). Berdasarkan landasan teori yang telah

dikemukakan maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2
Kerangka Teori
Faktor Risiko Osteoarthritis
1. Usia
2. Genetik
3. Jenis kelamin
4. Berat badan lebih (Indek masa Derajat Osteoarthritis
tubuh)
5. Diet
6. Riwayat infeksi/penyakit sendi
7. Aktivitas Fisik (pekerjaan/olahraga)

Sumber: (LeMone et al., 2016); (Noor, 2017); (Black & Hawks, 2014); (Heidari,
2017); (LeMone et al., 2016); (Palazzo et al., 2016).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


30

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2015). Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.3
Kerangka Konsep

Derajat Kerusakan
Indek masa tubuh Sendi Osteoarthritis

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian (Sugiyono, 2015). Adapun hipotesis dalam penelitian ini ditulis

dalam bentuk klasikal yaitu sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan indek masa tubuh dengan derajat kerusakan sendi di

Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun 2022.

Ho : Tidak ada hubungan indek masa tubuh dengan derajat kerusakan sendi

di Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun 2022.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu penelitian yang datanya

berupa angka-angka (score, nilai) atau pernyataan yang diangkakan dan

dianalisis dengan analisis statistik. Sedangkan studi yang digunakan adalah

studi korelasi yaitu studi yang mempelajari hubungan dua variabel atau lebih

dimana derajat hubungan dinyatakan dalam indeks koefisien korelasi, makin

besar koefisien korelasi baik arah positif maupun negatif maka semakin besar

kakuatan hubungan antara variabel yang diteliti (Noor, 2016).

B. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok yang lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu

yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan

oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo,

2015).

Adapun variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas atau variabel yang dapat mempengaruhi dalam penelitian

ini adalah indek masa tubuh.

44
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
45

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah
derajat kerusakan sendi pasien osteoarthritis .

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan pada pengukuran

atau pengamatan terhadap variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrumen/alat ukur (Notoatmodjo, 2015).

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Cara Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
Independen: Ukuran yang digunakan untuk Timbangan Observasi 0: Kurus Ordinal
Indek masa mengetahui status gizi penderita dan Lembar (IMT ≤18,5)
tubuh osteoarthritis berdasarkan berat observasi 1 : Normal
badan dalam kilogram (kg) (IMT >18,5-
dibagi dengan tinggi dalam 25,0)
meter kuadrat (m2) 2 : Gemuk
(IMT >25,0)
Dependen: Kondisi kerusakan sendi Lembar Checklist 0 : Derajat 1 Ordinal
Derajat penderita osteoarthritis dilihat observasi & 1 : Derajat 2
kerusakan pada gambaran radiologis, pemeriksaan 2 : Derajat 3
sendi menggunakan skala Kellgren- radiologi 3 : Derajat 4
osteoarthritis Lawrance yang diklasifikasikan
menjadi empat derajat (1-4)

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiyono,

2015). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien osteoarthritis di

Poliklinik RSUD Jend. Ahmad Yani Metro periode Mei s.d Juni tahun

2022.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


46

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2015).

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus

Lameshow pada sowftware WHO sample size untuk populasi yang belum

diketahui yaitu sebagai berikut:


2
Z 1−α /2 P(1−P )
n= 2
d
n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan
Z 1−α/2 = Nilai Z CI 95% (1,96)
P = Perkiraan proporsi
d = Error level 5% (0,05).

Dari formula di atas, maka didapatkan besar sampel sebagai berikut:


1 , 962 . 0 , 05(1−0 , 05 ) 0 ,182476
n= = =72 , 99
0 , 052 0 ,0025 . (dibulatkan 73 orang)

Berdasarkan perhitungan di atas, maka besar sampel yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 73 orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik accidental sampling, yaitu teknik pengambilan

sampel yang kebetulan ada pada saat penelitian dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Bersedia menjadi responden

2) Hasil pemeriksaan radiologi menderita osteoarthritis lutut

3) Jenis kelamin perempuan usia 50-60 tahun

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


47

b. Kriteria eksklusi

a. Tidak dilakukan pemeriksaan radiologi

b. Tidak bersedia mejadi responden

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di ruang Poliklinik RSUD Jend.

Ahmad Yani Metro.

2. Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Mei s.d Juni 2022.

F. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian dapat berupa kuesioner (daftar

pertanyaan), formulir observasi yang berkaitan dengan pencatatan data dan

sebagainya. Apabila data yang akan dikumpulkan adalah data yang

menyangkut pemeriksaan fisik maka instrumen penelitian dapat berupa

stetoskop, tensimeter, timbangan, meteran atau alat lainnya (Notoatmodjo,

2015). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur IMT dilakukan

menggunakan timbangan berat badan dan untuk mengetahui derajat

kerusakan sendi dilakukan dengan melihat hasil pemeriksaan radiologis

yang telah diinterprestasikan oleh dokter spesialis dan dicatat dalam

lembar observasi.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


48

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian meliputi data primer yaitu

data yang diambil langsung dari responden dan skunder yaitu data yang

berbentuk dokumentasi. Data primer dalam penelitian diambil langsung

dari responden melalui kuesioner. Sedangkan data skunder dalam

penelitian ini berupa data-data angka kejadian osteoarthritis yang tercatat

dalam laporan sebagai data awal. Adapun proses pengumpulan data

dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

b. Tahap Awal

Tahap awal dalam proses penelitian ini yaitu mengamati

fenomena ataupun masalah-masalah kesehatan yang banyak ditemukan

di masyarakat, serta mengamati penyebab maupun upaya mengatasinya

sebagai data awal untuk merumuskan judul penelitian. Setelah

rumusan judul disetujui, selanjutnya peneliti melakukan tahap

penyusunan proposal yang diawali dengan mengajukan permohonan

izin pra survey kepada institusi terkait yang digunakan peneliti sebagai

lokasi penelitian, mengumpulkan konsep teori yang menunjang sesuai

dengan masalah yang ditemukan, menyusun latar belakang masalah,

merumuskan masalah penelitian, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup

serta desain penelitian yang akan digunakan. Setelah proposal disetujui

dan telah diseminarkan serta telah mendapatkan surat izin penelitian

dari Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung dan izin dari

Lokasi penelitian, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


49

c. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Adapun pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tahapan

sebagai berikut:

1) Peneliti menjelaskan kepada calon responden yang telah memenuhi

kriteria sampel tentang tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan

data serta menanyakan kesediaan calon responden. Bagi yang

bersedia menjadi responden, peneliti memberikan informed consent

dan responden diminta untuk menandatanganinya. Selain itu,

responden juga diminta untuk mengisi data diri sebagai gambaran

karakteristik responden.

2) Selanjutnya peneliti melakukan pengukuran indek masa tubuh dan

melakukan pencatatan hasil pemeriksaan radiologis untuk

mengetahui derajat kerusakan sendi pada pasien osteoarthritis.

3) Setelah data terkumpul sesuai dengan jumlah sampel yang

dibutuhkan selanjutkan dilakukan pengolahan data.

d. Tahap Akhir

1) Melakukan pengolahan dan analisa data hasil penelitian,

menginterprestasikan serta melakukan pembahasan sesuai temuan

hasil penelitian yang dikolaborasikan dengan teori maupun

penelitian terkait.

2) Penyajian hasil penelitian dalam bentuk tertulis yang dilanjutkan

dengan ujian pendadaran dan melakukan revisi sesuai saran

penguji.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


50

3) Menyerahkan laporan hasil penelitian kepada Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung.

G. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam rencana penelitian ini melalui empat tahap

yaitu :

a. Editing, pada tahap ini penulis melakukan pengecekan data

karakteristik responden dan pengecekan hasil pengukuran IMT dan

derajat kerusakan sendi apakah data yang dibutuhkan sudah lengkap,

jelas, relevan, dan konsisten.

b. Coding proses mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk

angka atau bilangan. Pada variabel indek masa tubuh kode 0 = kurus, 1

= normal, 2 = gemuk dan variabel derajat kerusakan sendi kode 0 =

derajat 1, kode 1 = derajat 2, kode 2 = derajat 3 dan kode 3 = derajat 4.

c. Processing, pada tahap ini data yang telah dilakukan rekapitulasi dan

pengkodean selanjutnya dimasukkan dalam program komputer.

d. Cleaning, pada tahap ini penulis melakukan kegiatan pegecekan

kembali data hasil analisis sebelum dilakukan interprestasi pada uraian

hasil penelitian (Notoatmodjo, 2015).

2. Analisa Data

a. Analisis Univairat

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian dari hasil penelitian yang akan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


51

menghasilkan distribusi dari tiap variabel. Pada analisa ini

menghasilkan distribusi karakteristik responden, distribusi frekuensi

hasil pengukuran indek masa tubuh dan derajat kerusakan sendi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara indek

masa tubuh dengan derajat kerusakan sendi pasien osteoarthritis.

Analisis data akan dilakukan menggunakan uji korelasi (r) Somers’d,

derajat kemaknaan yang digunakan 95% dan tingkat kesalahan (α) =

5% dengan kriteria hasil:

a. Jika p value ≤ nilai α (0,05), maka Ho ditolak (ada hubungan).

b. Jika p value > nilai α (0,05), Ho gagal ditolak (tidak ada

hubungan).

Adapun kekuatan hubungan merujuk pada kriteria di bawah ini:

Tabel 3.2 Interprestasi Koefesien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat lemah
0,20 – 0,399 lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat

(Sugiyono, 2015)

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: manajemen


klinis untuk hasil yang diharapkan (Edisi 8, Vol. 1; A. Suslia & P. P. Lestari,
Ed.; R. A. Nampira, Yudhistira, & S. citra Eka, Penerj.). Singapura: Elsevier
Inc.

Cui, A., Li, H., Wang, D., Zhong, J., Chen, Y., & Lu, H. (2020). Global, regional
prevalence, incidence and risk factors of knee osteoarthritis in population-
based studies. EClinicalMedicine, 29(30), 2589–5370.
https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2020.100587

Hayashi, D., Roemer, F. ., & Guermazi, A. (2016). Imaging for osteoarthritis.


Annals of Physical and Rehabilitation Medicine, 59(3), 161–169.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.rehab.2015.12.003

Heidari, B. (2017). Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and


features: Part I. Caspian Journal of Internal Medicine, 2(2), 205–212.

Kapitan, J. M. N., Rante, S. D. T., & Tallo, S. R. (2019). Hubungan Obesitas


Dengan Derajat Osteoartritis Genu Pada Lansia di RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang. Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran
Diponegoro), 8(4), 1092–1104.

Kemenkes RI. (2019). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.

Khaidar, R. (2018). Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dengan Derajat


Keparahan Radiologis Kell Green Lawrence Penderita Osteoarthritis Lutut
Pada Lansia di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat (KPKM) Reni Jaya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kumavat, R., Kumar, V., Malhotra, R., Pandit, H., Jones, E., Ponchel, F., &
Biswas, S. (2021). Biomarkers of Joint Damage in Osteoarthritis: Current
Status and Future Directions. Mediators of Inflammation, 2(3), 15.
https://doi.org/10.1155/2021/5574582

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah (Edisi 5, Vol. 4; A. Linda, Ed.; W. Praptiani, Penerj.).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Mambodiyanto, & Susiyadi. (2016). Pengaruh Obesitas Terhadap Osteoartritis
Lutut Pada Lansia Di Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap. Sainteks,
XIII(1), 1–11.

Mutiwara, E., Najirman, N., & Afriwardi, A. (2016). Hubungan Indeks Massa
Tubuh dengan Derajat Kerusakan Sendi pada Pasien Osteoartritis Lutut di
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), 376–380.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i2.525

Noor, J. (2016). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah
(Edisi 1). Jakarta: Prenada Media Group.

Noor, Z. (2017). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (Edisi 2; P. P. Lestari,


Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Palazzo, C., Nguyen, C., Lefevre-Colau, M. M., Rannou, F., & Poiraudeau, S.
(2016). Risk factors and burden of osteoarthritis. Annals of Physical and
Rehabilitation Medicine, 59(3), 134–138.
https://doi.org/10.1016/j.rehab.2016.01.006

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Rekomendasi IRA untuk Diagnosis


dan Penatalaksanaan Osteoartritis. In Divisi Reumatologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM.

Sen, R., & Hurley, J. A. (2021). Osteoarthritis [Updated 2021 Aug 19]. Diambil
dari Treasure Island (FL): StatPearls Publishing website:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482326/

Smeltzer, S. C. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (Edisi


12; E. A. Mardella, Ed.; D. Yulianti & A. Kimin, Penerj.). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Sugiyono. (2015). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Supariasa, I. D. N., Baktri, B., & Fajar, I. (2012). Penilaian Status Gizi (M. Ester,
Ed.). Buku Kedokteran EGC.

Symmons, D., Mathers, C., & Pfleger, B. (2016). Global burden of osteoarthritis
in the year 2000. Who, 2002(4), 1–26. Diambil dari
http://cdrwww.who.int/entity/healthinfo/statistics/bod_osteoarthritis.pdf

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


WHO. (2021). Musculoskeletal conditions. Diambil 25 Desember 2021, dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/musculoskeletal-
conditions

LAMPIRAN

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Lampiran 1. Penjelasan dan Inform Consent

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : GUNAWAN
NPM : 2020206203213P
Adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu Lampung, akan melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN INDEK
MASA TUBUH DENGAN DERAJAT KERUSAKAN SENDI PASIEN
OSTEOARTHRITIS DI POLI KLINIK RSUD JEND. AHMAD YANI METRO
TAHUN 2022”.
Besar harapan saya agar Bapak/Ibu/Sdr/i berkenan untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, saya membutuhkan 83 orang untuk
dijadikan subyek penelitian.
A. Kesukarelaan untuk mengikuti penelitian
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
Bila anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk
mengundurkan diri setiap saat tanpa mengganggu proses hubungan dengan
peneliti dan anda tidak mendapatkan sangsi apapun.
B. Prosedur Penelitian
Apabila anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, anda diminta
menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk anda simpan
dan satu untuk peneliti. Prosedur penelitiannya ini yaitu saudara/i akan
dilakukan pengukuran indek masa tubuh dan pemeriksaan radiologi untuk
mengetahui derajat kerusakan sendi.
C. Kewajiban sebagai subjek penelitian
Sebagai subjek penelitian, Bapak/Ibu/Sdr/i berkewajiban mengikuti aturan
atau petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas
anda dipersilahkan bertanya kepada peneliti.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


D. Risiko dan efek samping dan panganananya
Tidak ada efek samping maupun risiko dalam penelitian ini.
E. Manfaat
Penelitian ini sangat berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
kesehatan dalam upaya mengembangkan berbagai teori terkait kejadian
osteoarthritis.
F. Kerahasiaan
Data diri Bapak/Ibu/Sdr/i akan dirahasiakan atau tidak dipublikasikan.
G. Kompensasi
Dalam penelitian ini, peneliti tidak memberikan kompensasi apapun kepada
Bapak/Ibu/Sdr/i.
H. Informasi tambahan
Bapak/Ibu/Sdr/i diberikan kesempatan untuk menanyakan semua hal yang
belum jelas terkait dengan penelitian ini. Jika sewaktu-waktu memerlukan
penjelasan lebih lanjut maka saudara dapat menghubungi peneliti.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

LEMBER INFORM CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk ikut
berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh:
Nama : GUNAWAN
NPM : 2020206203213P
Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu Lampung, akan melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN INDEK
MASA TUBUH DENGAN DERAJAT KERUSAKAN SENDI PASIEN
OSTEOARTHRITIS DI POLI KLINIK RSUD JEND. AHMAD YANI METRO
TAHUN 2022”. Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya telah diberi
informasi dan memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
Keikutsertaan saya dalam penelitian ini bersifat sukarela dan jawaban serta
identitas saya akan dirahasiakan.

Metro, ………………………..
Responden, Peneliti,

(__________________) (_________________)

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Lampiran 2. Instrumen Penelitian
LEMBAR OBSERVASI

A. KARAKTERISTIK
Nama/Inisial : .............................
Umur : ............ tahun
Berat badan : ............. kg
Tinggi Badan : ............. m
Pekerjaan : PNS/Polri/TNI
Wiraswasta
Tani
Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : Perguruan Tinggi
SMA/SMK
SMP
SD
Tidak Sekolah

B. Hasil Pemeriksaan Radiologi (Derajat Kellgren Lawrance)


Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Anda mungkin juga menyukai