perundang-undangan –termasuk UU—, harus memenuhi asas-asas
sbb.: i. kejelasan tujuan; ii. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; iii. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; iv. dapat dilaksanakan; v. kedayagunaan dan kehasilgunaan; vi. kejelasan rumusan; keterbukaan.260 Dari berbagai asas tersebut, tampaknya partisipasi masyarakat dari aspek asas kejelasan rumusan belum cukup untuk dituangkan dalam UU tersendiri. Sebab, dalam suatu UU biasanya terdapat asas, tujuan, perintah, larangan dan sanksi yang merupakan satu kesatuan pemikiran utuh mengenai persoalan yang akan diatur. Persoalan sanksi inilah yang tampaknya masih berat untuk situasi kondisi dalam perpolitikan di Indonesia sekarang ini. Artinya, apakah lembaga legislatif telah siap ketika melanggar ketentuan yang akan diatur dalam UU partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU ? Dengan kata lain, apakah bangsa ini telah siap dengan konsekuensi adanya UU tersendiri tentang partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU ? Rasanya bangsa Indonesia masih butuh waktu untuk menuju ke proses pembentukan UU yang partisipatif dengan UU yang tersendiri. Ketiga, pengaturan melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Pengaturan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU ketika akan dituangkan dalam tingkatan Peraturan Pemerintah atau bahkan Peraturan Presiden, rasanya juga kurang pada tempatnya. Sebab, kedua jenis peraturan perundang-undangan tersebut dibuat secara sepihak oleh presiden yang berarti penyelenggara kekuasaan eksekutif. Lebih dari itu, untuk dibuatnya Peraturan Pemerintah harus ada delegasi kewenangan dari UU. Artinya harus ada ketentuan dari suatu UU yang memerintahkan suatu persoalan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini, Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2003 tidak memerintahkan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, kalau Peraturan Presiden tentang partisipasi