Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

KLASIFIKASI, DIAGNOSIS DAN TERAPI


FRAKTUR DISTAL RADIUS

Dr. Made Bramantya Karna, Sp.OT(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan oleh rudapaksa, dapat terjadi pada tulang, epiphyseal plate, permukaan
sendi tulang rawan. Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas tulang oleh
tenaga yang melebihi kekuatan tulang yang dapat mencederai jaringan lunak di
sekitarnya. Sebagian besar fraktur terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh
kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan. (Salter
R.B, 1999)
Fraktur distal radius adalah salah satu jenis fraktur yang paling sering
terjadi pada ekstremitas superior yaitu sebesar 8-15% dari seluruh trauma pada
tulang yang terjadi pada orang dewasa (Meena S, dkk, 2014). Angka kejadian
fraktur distal radius yang dilaporkan di Amerika Serikat yaitu 650.000 kasus
setiap tahunnya. Insiden terjadinya fraktur distal radius pada orang tua seringkali
berhubungan dengan osteopenia, dan semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya usia. Pada laki laki yang berusia lebih dari 35 tahun, didapatkan
angka kejadian 90 per 100.000 populasi setiap tahunnya, pada wanita yang
berusia kurang dari 40 tahun didapatkan angka kejadian 368 per 100.000 populasi
setiap tahun, sedangkan pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun didapatkan
angka kejadian 1150 per 100.000 populasi setiap tahun. (Egol KA, Koval KJ,
2015)
Abraham Colles, pada tahun 1814, menggambarkan tentang salah satu
jenis fraktur yang terjadi pada distal radius, yang selanjutnya diberi nama sesuai
dengan dirinya. Fraktur Colles adalah suatu cedera metaphyseal pada cortico-
cancellous junction pada distal radius dengan kharasteristic dorsal tilt, dorsal
shift, radial tilt, radial shift, supinasi dan impaksi. Fraktur Smith, yang
merupakan kebalikan dari Fraktur Colles mempunyai karakteristik palmar tilt dari
fragmen distal radius. (Meena S, dkk, 2014)
Komponen intraarticular pada fraktur distal radius sering berkaitan dengan
trauma dengan tenaga besar pada dewasa muda, hal ini menyebabkan robekan dan
impaksi pada permukaan sendi pada sisi distal radius dengan pergeseran dari

1
fragmen fraktur. Pada dewasa tua, seringkali gambaran fraktur distal radius
dihubungkan dengan komponen ekstraartikular, yang disebabkan oleh beberapa
factor resiko di antaranya penurunan densitas mineral pada tulang, banyak
didapatkan pada wanita, ras kulit putih, riwayat keluarga, dan menopause dini.
(Meena S, dkk, 2014; Egol KA, Koval KJ, 2015)

2
3
1.1 Anatomi Muskuloskletal
1.1.1 Otot-otot lengan bawah

Tabel 2.1 Sistem otot lengan bawah (Snell, 2012)

4
5
Gambar 2.3 Otot lengan tampak anterior (Paulsen, 2010)

Gambar 2.3 Otot lengan tampak anterior (Paulsen, 2010)

6
1.1.2 Otot-otot tulang carpal
Otot-otot tangan intrinsik digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu :
a. Otot-otot thenar dalam kompartemen thenar
b. Otot-otot adductor pollicis dalam kompartemen adductor
c. Otot-otot hypothenar dalam kompartemen hyphothenar
d. Otot-otot tangan pendek (Musculi lumbricales dalam
komparteman tengah dan Musculi Interossei antara ossa
metacarpi). (Snell, 2006)
Otot-otot thenar (musculus abductor pollicis brevis, musculus flexor
Pollicis Brevis, dan musculus opponens pollicis terutama berfungsi untuk
mengadakan oposisi pollex (digitus primus). Gerak majemuk ini dimulai dengan
ekstensi, lalu dilanjutkan dengan abduksi, fleksi, endorotasi, dan biasanya aduksi.
(Moore, 2002)

Gambar 2.5 Muskuli regio manus (Moore, 2002)

7
2. Fraktur Distal Radius
2.1 Anatomi Distal Radius
Radius distal terdiri dari atas tulang metaphysis (Cancellous), Scaphoid
facet dan Lunate Facet, dan Sigmoid notch, bagian dari metaphysis melebar
kearah distal, dengan korteks tulang yang tipis pada sisi dorsal dan radial.
Permukaan artikular memiliki permukaan cekung ganda untuk artikulasi dengan
baris karpal proksimal (skafoid dan fossa lunate), serta kedudukan untuk artikulasi
dengan ulna distal. 80 % dari beban aksial didukung oleh radius distal dan 20%
ulna dan kompleks fibrocartilage segitiga / Triangular Fibrocartilage Complex

8
(TFCC) yang terdiri dari Triangular Fibricartilage Discus (TFC), Radioulnar
ligaments (RUls), Ulnocarpal ligaments (Uls).

Radius distal mengandung permukaan sendi yaitu : facet skafoid,facet


lunatum,sigmoid notch. Skafoid merupakan sisi lateral dari distal radius, sisi
medial dari distal radius yaitu sigmoid notch dan facet lunatum. Distal radius
memiliki banyak ligamen untuk mempertahakan posisi maupun gerakan
pergelangan tangan, di mana ligamen ini seringkali tetap utuh meskipun terjadi
fraktur distal radius, sehingga dapat digunakan untuk reduksi fraktur
(ligamentotaxis). (Egol KA, Koval KJ, 2015)

Gambar 2.6 Anatomi Radius Distal (Egol KA, Koval KJ, 2015)

DRUJ ( Distal Radioulnar Joint )

Sisi distal dari ulna berartikulasi dengan radius distal dan merupakan
tempat melekatnya kompleks ligamentum triangular fibrocartilage.

Radius distal terbagi menjadi 3 kolum, yaitu :

1. Kolum lateral

2. Kolum medial : terbagi menjadi sisi dorsal dan sisi medial

Kedua kolum ini berkorelasi secara anatomis dengan facet dari tulang schapoid
dan facet dari tulang lunatum.

9
2.2 Definisi
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya sering terjadi karena jatuh dalam
keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia.
Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi
kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah.
Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-
anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius. Fraktur radius
distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa.

Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur


radius distal pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles.
Ini adalah fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang
tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu
pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang.
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam
posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal
yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm
dari permukaan persendian pergelangan tangan.

Fragmen bagian distal radius dapat terjadi dislokasi ke arah dorsal maupun
volar, radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur
avulsi dari prosesus styloideus ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal
dan gerakan ke arah radial menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal.
Komplikasi yang sering terjadi adalah kekakuan dan deformitas (perubahan
bentuk), jika pasien mendapat penanganan terlambat. (Egol KA, Koval KJ, 2015)

2.3 Epidemiologi

Fraktur distal radius adalah salah satu jenis fraktur yang paling sering
terjadi pada ekstremitas superior yaitu sebesar 8-15% dari seluruh trauma pada
tulang yang terjadi pada orang dewasa (Meena S, dkk, 2014). Angka kejadian
fraktur distal radius yang dilaporkan di Amerika Serikat yaitu 650.000 kasus
setiap tahunnya. Insiden terjadinya fraktur distal radius pada orang tua seringkali

10
berhubungan dengan osteopenia, dan semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya usia.
Pada laki laki yang berusia lebih dari 35 tahun, didapatkan angka kejadian
90 per 100.000 populasi setiap tahunnya, pada wanita yang berusia kurang dari 40
tahun didapatkan angka kejadian 368 per 100.000 populasi setiap tahun,
sedangkan pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun didapatkan angka
kejadian 1150 per 100.000 populasi setiap tahun. Fraktur radius distal yang terjadi
pada usia muda, disebabkan oleh trauma. Baik karena kecelakaan lalu lintas
ataupun terjatuh dari ketinggian. Faktor resiko fraktur radius distal pada orang tua
termasuk penurunan tulang mineral, jenis kelamin perempuan, ras kulit putih,
riwayat keluarga, dan menopause dini. (Egol KA, Koval KJ, 2015)

2.4 Patofisiologi
Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung
mengalami tension, sisi volar dari radius distal cenderung mengalami kompresi,
hal ini disebabkan oleh bentuk integritas dari korteks pada sisi distal dari radius,
dimana sisi dorsal lebih tipis dan lemah sedangkan pada sisi volar lebih tebal dan
kuat. Beban yang berlebihan dan mekanisme trauma yang terjadi pada
pergelangan tangan akan menentukan bentuk garis fraktur yang akan terjadi.
Lebih dari 68 persen dari fraktur pada radius distal dan ulna memiliki korelasi
dengan cedera jaringan lunak, seperti robekan parsial dan total dari TFCC,
ligament schapolunatum, dan ligament lunotriquetral.

Mekanisme trauma fraktur distal radius pada dewasa muda yaitu jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, maupun cedera pada olahraga. Pada dewasa tua,
fraktur distal radius dapat terjadi dari mekanisme dengan tenaga yang kecil seperti
terjatuh saat sedang berdiri atau berjalan (fragile fracture). Mekanisme yang
paling sering terjadi adalah jatuh dengan posisi dorsofleksi pada pergelangan
tangan dengan sudut bervariasi, seringkali antara 40-90 derajat. Trauma dengan
energi tinggi yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor dapat menyebabkan
fraktur kominutif atau displaced pada distal radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015)

11
2.5 Pemeriksaan klinis dan Radiologis
Pasien seringkali datang dengan deformitas dan pergeseran sendi pada
pegelangan tangan yaitu pergeseran sendi (displacement) ke arah dorsal pada
fraktur Colles dan Barton dan volar pada fraktur Smith. Pemeriksaan fisik juga
menunjukkan adanya bengkak pada pergelangan tangan yang berwarna
kemerahan, nyeri tekan, nyeri saat digerakkan, dengan pergerakan pergelangan
tangan yang terbatas. Siku dan bahu pada sisi yang sama juga harus dievaluasi
untuk menyingkirkan adanya cedera penyerta. Pemeriksaan yang teliti dan
menyeluruh juga harus dikerjakan terutama untuk melihat fungsi dari N.
Medianus. Gejala kompresi pada carpal tunnel sering didapatkan yaitu sebesar 13-
23% yang disebabkan oleh traksi oleh energi saat hiperekstensi dari pergelangan
tangan, trauma langsung dari fragmen fraktur, hematoma, atau peningkatan
tekanan di dalam kompartemen. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Posisi Anteroposterior dan Lateral dari wrist joint/pergelangan tangan
harus dilakukan. Bahu atau siku juga harus dievaluasi radiologi foto pergelangan
tangan kontralateral juga biasa dilakukan untuk dapat membantu menilai sudut
ulnar varians dan sudut scapholunate. Computed tomography scan dapat
membantu untuk menunjukkan tingkat keterlibatan intraartikular. (Egol KA,
Koval KJ, 2015)

Penilaian Radiologi normal :

. Radial Inclination : rata-rata 23 derajat (kisaran, 13-30 derajat).

. Radial Length : rata-rata 11 mm (rentang, 8 sampai 18 mm).

. Palmar (volar) tilt : rata-rata 11 sampai 12 derajat (kisaran, 0-28 derajat)

12
Gambar 2.7 Penilaian radiologi normal radius distal (Egol KA, Koval KJ, 2015)

2.6 Klasifikasi Fraktur Distal Radius

Gambar 2.8 Klasifikasi Mayo Klinik

Klasifikasi Fernandez : (Egol KA, Koval KJ, 2015)

13
Gambar 2.9 Klasifikasi Frykman (Egol KA, Koval KJ, 2015)

14
Gambar 2.10 Klasifikasi Eponimic fraktur distal radius dan ulna (Egol
KA, Koval KJ, 2015)

15
4.6.1 Fraktur Colles
Fraktur ekstraartikular dan inraartikular pada distal radius yang
menunjukkan tanda angulasi ke arah dorsal (apex volar), pergeseran ke
arah dorsal, pemendekan tulang radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Fraktur ini sering terjadi pada usia di atas 50 tahun, wanita lebih sering
dibandingkan laki-laki dengan karakteristik garis fraktur transversal utama
dengan jarak 2 cm dari distal radius, avulsi dari prosesus styloid ulna,
permukaan sendi mengalami angulasi 15 derajat ke arah anterior
pergelangan tangan. Deformitas yang terjadi disebut sebagai dinner fork
deformity yaitu pergeseran radius kea rah posterior dan kemiringan
fragmen fraktur ke arah posterior. (Salter R.B, 1999)

Gambar 2.11 Fraktur Colles

4.6.2 Fraktur Smith


Fraktur dengan gambaran angulasi ke arah volar (apex dorsal) dari distal
radius dengan garden spade deformity atau pergeseran ke arah volar dari
distal radius. Mekanisme jatuh dengan posisi pergelangan tangan fleksi
dan seringkali tidak stabil. Fraktur ini memerlukan reduksi terbuka dan
fiksasi internal karena seringkali tidak adekuat dengan reduksi tertutup.
(Egol KA, Koval KJ, 2015). Fraktur ini sering didapatkan pada dewasa
muda yang merupakan cedera pada posisi pronasi. Fraktur pada sepertiga
distal radius sering disertai dengan dislokasi distal persendian radio ulnar

16
yang disebut fraktur Galeazzi, maupun dislokasi proksimal persendian
radioulnar yang disebut fraktur Monteggia. (Salter R.B, 1999)

Gambar 2.12 Fraktur Smith dan Colles

4.6.3 Fraktur Barton


Fraktur dan dislokasi atau subluksasi pada pergelangan tangan di mana
terjadi pergeseran dari distal radius yang seringkali kea rah volar.
Mekanisme cedera adalah jatuh dengan posisi pergelangan tangan
dorsofleksi dengan lengan bawah pada posisi pronasi. Fraktur ini tidak
stabil dan memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal untuk
mendapatkan posisi anatomis yang stabil. (Egol KA, Koval KJ, 2015)

Gambar 2.13 Fraktur Volar Barton

17
Gambar 2.14 Perbandingan Fraktur Colles, Smith dan Barton

4.6.4 Fraktur Chauffeur/ Hutchinson/ Fraktur radial dan styloid


Fraktur ini merupakan fraktur avulsi dengan ligament ekstrinsik menempel
pada fragmen styloid akibat sekunder dari trauma. Mekanisme trauma
sebagai akibat kompresi scaphoid pada styloid dengan posisi pergelangan
tangan dorsofleksi dan deviasi ulnar. Hal ini dapat terjadi pada seluruh
styloid atau hanya pada sisi dorsal atau volar. Cedera lain yang menyertai
diantaranya adalah cedera ligament intercarpal (scapholunate dissociation,
perilunate dislocation). Pengobatan dnegan menggunakan reduksi terbuka
dan fiksasi internal.

18
Gambar 2.15 Fraktur Colles, Smith, Chauffeur

5. Tata Laksana Fraktur Distal Radius

Gambar 2.16 Bagan Penanganan Fraktur Radius Distal

19
5.1 Non Operatif
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan yaitu faktor
local (kualitas tulang, cedera jaringan lunak. Fraktur kominutif, fraktur dislokasi,
dan energi yang menyebabkan trauma ), faktor pasien (usia, gaya hidup,
pekerjaan, tangan yang dominan, riwayat penyakit dahulu, cedera lain yang
menyertai).
Pada dasarnya semua jenis fraktur harus dikerjakan reduksi tertutup
kecuali bila ada indikasi untuk dilakukan dengan reduksi terbuka. Reduksi fraktur
sangat membantu untuk mengurangi edema pasca trauma, mengurangi nyeri, dan
memperbaiki kompresi N. Medianus. Indikasi dilakukan reduksi tertutup adalah
fraktur non displaced atau fraktur dengan pergeseran minimal, fraktur displaced
dengan pola fraktur yang stabil yang dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang,
pasien usia tua dengan resiko tinggi dilakukan operasi.
Imobilisasi cast/gyps, diindikasikan untuk :

 Nondisplaced atau patah tulang radius dengan pergeseran minimal.

 Displaced fraktur dengan pola fraktur yang stabil diharapkan dapat sembuh
dalam posisi radiologi yg acceptable/dapat diterima.

 Dapat juga digunakan blok hematom dengan menggunakan analgetik, berupa


lidocain, ataupun juga berupa sedasi.

Hematoma block dengan sedasi intravena dan bier block dapat digunakan
sebagai analgesia untuk reduksi tertutup. Teknik reduksi tertutup yaitu :
 Fragmen distal diposisikan hiperekstensi
 Dikerjakan traksi untuk mendekatkan jarak fragmen distal dan proksimal
dengan sedikit tekanan pada radius distal
 Pemasangan Long arm splint dengan posisi pergerangan netral atau sedikit
fleksi
 Hindari posisi yang berlebihan pada pergelangan tangan
Posisi lengan bawah yang ideal, waktu imobilisasi yang diperlukan dan kebutuhan
long arm cast masih merupakan kontroversi, di mana dari beberapa penelitian

20
menyebutkan tidak ada metode yang paling superior. Posisi fleksi yang berlebihan
harus dihindari karena hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan kanal pada
carpal yang selanjutnya dapat meyebabkan kompresi N Medianus. Fraktur yang
memerlukan posisi fleksi maksimal pada pergelangan tangan merupakan suatu
indikasi untuk operasi terbuka dan fiksasi internal. Cast harus dipertahankan
selama 6 minggu atau sampai pemeriksaan radiologis menunjukkan suatu fraktur
union. Pemeriksaan radiologi secara berkala diperlukan untuk evaluasi dan
menghindari terjadinya kesalahan maupun komplikasi yang dapat terjadi. (Egol
KA, Koval KJ, 2015)

Gambar 2.17 Teknik Reduksi Tertutup pada Fraktur Distal Radius

5.2 Operatif
Indikasi dilakukan tindakan operatif pada pasien fraktur distal radius di
antaranya adalah : (Egol KA, Koval KJ, 2015)
 Cedera dengan energi tinggi
 Reduksi dengan secondary loss
 Kominutif artikuler, step off, atau adanya gap
 Kominutif metafieal atau hilangnya fragmen tulang
 Fraktur terbuka
 Hilangnya volar buttress dengan pergeseran

21
 Disertai dengan fraktur carpal
 Disertai dengan neurovascular atau cedera pada tendon
 Fraktur distal radius bilateral
 Adanya kelainan atau kelemahan pada ekstremitas kontralateral
 Adanya kelainan pada DRUJ
Teknik operasi pada fraktur distal radius dapat dikerjakan baik pada sisi
volar, dorsal maupun radial. Pada teknik volar, operasi dikerjakan melalui dasar
dari tendon fleksor carpi radialis dengan elevasi dari M. Pronator Quadratus.
Ligamen transversus carpal dapat dibebaskan dengan melakukan insisi bila
terdapat kompresi pada N Medianus. Teknik dorsal digunakan untuk mengurangi
dan menstabilisasi fragmen dorsal. Teknik radial digunakan unruk menstabilkan
fragmen styloid. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
5.2.1 Percutaneous pinning
Teknik ini digunakan untuk fraktur ekstrartikular atau fraktur pada dua sisi
intraarticular. Teknik ini menggunakan Kirschner wire pada daerah fraktur dari
styloid radius ke arah proksimal, dari dorsoulnar ke fragmen distal radius ke arah
proksimal. Percutaneous pinning seringkali digunakan bersama dengan short arm
cast atau fiksasi eksterna. Pin dapat dilepas 6 sampai 8 minggu pasca operasi,
sedangkan cast tetap dipertahankan hingga 2-3 minggu setelahnya.

Gambar 2.18 Teknik Percutaneus Pinning

22
5.2.2 Fiksasi eksternal
Teknik yang digunakan dinatarnya adalah spanning (bridging) external fixation
dan non-spanning (non-bridging) external fixation. Penggunaan fiksasi eksternal
dapat sulit mencegah terjadinya kemiringan maupun pergeseran pada sisi palmar
seiring dengan berjalannya proses penyembuhan terutama pada fraktur kominutif
pada tulang osteopenic, sehingga diperlukan fiksasi dengan K wire atau bone
graft sebagai fiksasi tambahan. Fiksasi eksternal dipertahankan hingga 6s ampai 8
minggu.

Gambar 2.19 Teknik Reduksi tertutup dan Fiksasi Eksternal

5.2.3 Reduksi terbuka dan fiksasi interna


Teknik ini dapat menggunakan dorsal platting, volar non-locked platting, volar
locked platting, fragment specific platting

23
Gambar 2.20 Teknik Reduksi Terbuka dan Fiksasi Internal

5.2.4 Fiksasi intramedullary


Teknik ini dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik dengan menggunakan
locking screws yang ditempatkan pada styloid radius untuk tata lakana fraktur
simple

Gambar 2.21 Fiksasi Intramedullary

5.2.5 Fiksasi tambahan


Fiksasi tambahan dapat dikerjakan dengan menggunakan autograft, allograft
maupun graft sintetik.
(Egol KA, Koval KJ, 2015)

24
6. Komplikasi
6.1 Komplikasi Awal
Komplikasi awal merupakan komplikasi yang terjadi setelah cedera,
diantaranya (Kenneth. et al, 2002)
1. Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan
memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,
yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.
2. Cedera saraf
Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera N Medianus,
di mana tata laksana cedera ini masih kontroversial. Lesi N Medianus
komplit tanpa disertai perbaikan memerluka eksplorasi operatif. Lesi N
Medianus setelah melakukan reduksi, harus segera melepaskan splint
dan pergelangan tangan diposisikan pada posisi netral, jika tidak ada
perbaikan harus dipertimbangkan untuk melakukan eksplorasi dan
membebaskan carpal tunnel. Lesi inkomplet merupakan indikasi relatif
untuk membebaskan carpal tunnel.
3. Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan
berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik
harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas.

25
6.2 Komplikasi Lanjut (Kenneth. et al, 2002)
1. Malunion dan Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan
untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan
(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik
yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada
tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan
penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu
tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada
fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental
dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan
non-union.
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika
fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah
10%.
2. Osteoarthritis pasca trauma
Hal ini dapat terjadi akibat cedera pada persendian radiocarpal dan
radioulnar, pemasangan intraarticular screw pada saat durante operasi.
3. Stiffness pada jari, pergelangan tangan, dan siku
Komplikasi ini timbul akibat imobilisasi jangka panjang dengan
menggunakan cast maupun dengan fiksasi eksternal, sehingga hal ini
menunjukkan pentingnya mobilisasi agresif pada siku dan jari,
meskipun pergelangan tangan tetap dipertahankan stabil.
4. Komplikasi lainnya
reflex sympathetic dystrophy, pin tract infection, wrist and finger
stiffmess, fracture a pim site, neuritis radial
5. Ruptur tendon terutama tendon ekstensor pollicis longus
Kompliksi ini dapat terjadi di awal maupun lanjut dari pasca operasi.
Degenerasi pada tendon, dapat menyebabkan disrupsi vascular pada
tendon sheath sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada tendon.
6. Midcarpal instability
(Egol KA, Koval KJ, 2015)

26
BAB III
LAPORAN KASUS

Perempuan, 22 tahun mengeluh nyeri pada pergelangan tangan kanan


sejak 8 jam sebelum datang ke rumah sakit setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas. Pasien juga mengeluhkan sulit menggerakkan pergelangan tangan
kanannya. Adanya riwayat tidak sadar selama 5 menit, tidak ada mual dan
muntah. Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Kasih Ibu Gianyar dengan diagnose
frakur depressed os temporal dan fraktur basis cranii dengan fraktur radius distal
kanan. Riwayat operasi sebelunnya disangkal. Riwayat penyakit dahulu disangkal.

Primary Survey:
Airway : Clear
Breathing : Spontaneous, RR 20x/min
Circulation : BP: 130/85 mmHg PR: 90x/min
Disability : Alert
Secondary Survey
GCS : E4V5M6
Head : cephalhematome (-)
Neck : Tenderness (-), bruise (-), step off (-)
Eye : RP +/+ isokor, conjunctiva pale -/-
ENT : Otorrhea +/+, rhinorrhea -/-
Maxillofacial : Bruise (-), swelling (-), malocclusion (-)
Thorax:
Insp : Symetric , bruise (-)
Palp : Tenderness (-), crepitation (-)
Perc : Sonor/sonor
Aus : S1S2 single reguler murmur (-)
Po: Ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen:
Insp : Bruise (-), distension (-)
Aus : BS (+)

27
Palp : defans (-)
Per : tymphani
Pelvis : Bruise (-), Tenderness (-), Stable Pelvis
Thoracolumbal : bruise (-), stepoff (-), midline tenderness (-)
Extremities : Warm
Evaluasi pada ekstremitas atas kanan di dapatkan, klinis seperti di
tampilkan jelas di pada Gambar 3.1.
 Inspeksi : edema pergelangan tangan kanan, didapatkan pula deformitas
dengan angulasi ke arah dorsal
 Palpasi : Didapatkan nyeri pada pergelangan tangan dengan krepitasi,
pulsasi arteri radialis dan ulnaris kuat, capillary refil time kurang dari 2
detik.
 Pergerakan : dengan Range of Movement terbatas oleh nyeri.

Gambar 3.1 Foto klinis pasien

Dilakukan pengambilan assesment pada pasien tersebut di atas dengan


fraktur tertutup distal radius dan fraktur basis cranii, kemudian dilakukan foto x-
ray humerus kiri dengan posisi anteroposterior (AP) dan lateral pada 2 Oktober
2018 (Gambar 3.2). Didapatkan gambaran fraktur distal radius Frykmann 8
intraarticuler radiocarpal dan DRUJ

28
Gambar 3.2. Humerus sinistra x-ray dengan posisi anteroposterior (AP) and lateral

Gambar 3.3 CT scan kepala (2/10/2018)

29
Pasien didiagnosa dengan fraktur distal radius Frykman 8 dengan cedera
kepala ringan, fraktur basis cranii, dan fraktur depressed os temporal. Tatalaksana
dengan pemberian analgetika, reduksi tertutup dengan GA dengan imobilisasi
long arm cast, sedangkan dari Bedah Saraf dengan debridement dan rekonstruksi
elevasi.
Pasca reduksi dilakukan edukasi pada pasien mengenai :
1. Cast harus dipertahankan selama 6 minggu atau sampai
pemeriksaan radiologis menunjukkan suatu fraktur union
(menyatu).
2. Melatih jari-jari tangan untuk mengurangi bengkak dan kekakuan
(stiffness)
3. Latihan isometrik untuk siku dan bahu
4. Kontrol gips 10 hari atau bila kendor karena dapat menyebabkan
lepasnya fraktur
5. Menjelaskan komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi.
6. Pemeriksaan radiologi secara berkala diperlukan untuk evaluasi
dan menghindari terjadinya kesalahan maupun komplikasi yang
dapat terjadi.

Gambar 3.6 Gambaran klinis pasca Reduksi Tertutup dan Imobilisasi dengan
Short Arm Cast (SAC)

30
Gambar 3.5 Rontgen Wrist AP Lateral pasca Reduksi Tertutup dan Imobilisasi
dengan Short Arm Cast (SAC)

31
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.

Bloch, B. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica :Yogyakarta p.


1028-1030

Egol, KA, 2015. Handbook of Fractures 5th Edition. Wolters Kluwer Health : New
York.

Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs;
In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford
University; p 169-170

Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius


FKUI : Jakarta

Paulsen F; Waschke J. 2011. Sobotta Atlas of Human Anatomy 15 th Edition.


Elsevier : Canada.

Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal
380-395.

Robinson, L.R,. 2000. Traumatic injury to peripheral nerves. MuscleNerve vol


23:863–73.

Salter, RB, 1999. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal


System. Williams and Wilkins : Philadelphia.

Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit


Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga;
Surabaya

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC :
Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai