Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN MAHASISWA

POLTEKKES TNI-AU CIUMBULEUIT BANDUNG

Diajukan sebagai salah satu tugas dalam kegiatan Pembangunan Kesehatan


Masyarakat Desa pada Program D-III Kebidanan di Politeknik Kesehatan
TNI-AU Ciumbuleuit Bandung

Disusun Oleh :

Ilena Auza Putri


10620022
Pembimbing : Norma Nurohmah, SST., M. Keb

POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU CIUMBULEUIT


PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
BANDUNG
2022
1.1 Latar Belakang

Gizi seimbang adalah gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui makanan
sehari-hari sehingga tubuh bisa aktif, sehat optimal, tidak terganggu penyakit, dan tubuh
tetap sehat (Ira Mafira, 2012). Pemenuhan kebutuhan gizi merupakan indikator penting
dalam proses tumbuh kembang balita. Anak di bawah 5 tahun (balita) merupakan
kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi
yang maksimal setiap kilogram berat badannya. Permasalahan gizi balita adalah
kurangnya pemenuhan gizi seimbang yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu
mengenai gizi yang harus dipenuhi balita pada masa pertumbuhan (Sibagariang, 2010: 98).
Jika masalah gizi pada balita tidak mampu teratasi maka akan menyebabkan berat badan
kurang, mudah terserang penyakit, badan letih, penyakit defisiensi gizi, malas,
terhambatnya pertumbuhan dan perkambangan baik fisik maupun psikomotor dan mental
(Widodo, Rahayu, 2010: 45).

Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 165 juta anak usia di
bawah lima tahun mengalami gizi yang buruk. Resiko meninggal dari anak yang bergizi
buruk 13 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang normal (WHO, 2013).
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) pada tahun 2007 prevalensi
gizi kurang pada balita angkanya sebesar 18,4 %, terjadi peningkatan pada tahun 2013
angkanya yaitu 19,6%. Di Indonesia jumlah balita yang mengalami kekurangan gizi
sebesar 3,7 juta. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor lingkungan, dan ketidak
tahuan orang tua dalam memenuhi gizi seimbang pada anaknya (Sibagariang, 2010).

Keterbatasan ekonomi sering dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kebutuhan


gizi pada anak, sedangkan apabila kita cermati pemenuhan gizi pada anak tidak mahal,
terlebih lagi apabila dibandingkan dengan harga obat yang harus dibeli ketika berobat di
Rumah Sakit. Lingkungan yang kurang baik juga dapat mempengaruhi gizi pada anak,
sebagai contohnya “seringnya anak jajan sembarangan di tepi jalan”. Faktor yang paling
terlihat pada lingkungan adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi-gizi yang harus
dipenuhi anak pada masa pertumbuhan. Ibu biasanya justru membelikan makanan yang
enak kepada anaknya tanpa tahu apakah makanan tersebut mengandung gizi-gizi yang
cukup atau tidak, dan tidak mengimbangi dengan makanan sehat yang mengandung
banyak gizi (Eva Ellya, 2010: 96).

1.2 Tujuan
Agar ibu memahami dan menerapkan gizi seimbang pada balita

1.3 Sasaran
Ibu yang mempunyai balita usia 2,5 tahun di Rw 02 Kelurahan Cipaganti
1.4 Rencana Kegiatan
Penyuluhan dilakukan pada hari Jumat, tanggal 15 Juni 2022 pada pukul
09.00 WIB di Posyandu RW 02 Kelurahan Cipaganti
1.5 Kegiatan Penyuluhan

No Acara Waktu Kegiatan Penyuluhan Evaluasi


1. Pembukaan 5 menit Mengucap salam dan Menjawab
berterimakasih atas salam.
kesediaan peserta. Mendengarkan
Memperkenalkan diri dan dengan
apresiasi. seksama.
2. Inti dan Diskusi 10 menit Menjelaskan definisi Gizi Mendegarkan
Seimbang Pada Balita dan
memperhatikan.
Menjelaskan pentingnya Peserta
mencegah Kekurangan Gizi mengajukan
Pada Balita pertanyaan.
3. Penutup 5 menit Menyimpulkan hasil Peserta
penyuluhan. mejawab salam
Memohon maaf apabila ada
kesalahan.
Mengucapkan terima kasih
atas perhatian peserta dan
mengucapkan salam.

1.6 Sumber

1.http://eprints.umpo.ac.id/1363/2/BAB%20I.pdf
2. https://akg.fkm.ui.ac.id/gizi-seimbang-untuk-balita/
3. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2739/4/Chapter%202.pdf

1.7 Evaluasi
Dari Penyuluhan kali ini diperoleh sebagai berikut:
1. Ibu dapat menyebutkan pengertian gizi seimbang pada balita
2. Ibu dapat menjelaskan gizi seimbang pada balita
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Gizi Seimbang Pada Balita


Sub Pokok Bahasan : Pentingnya Mencegah Kekurangan Gizi Pada Balita
Sasaran : Ibu yang mempunyai balita usia 2,5 tahun di RW O2 Kelurahan
Cipaganti
Waktu : 20 Menit
Tempat : Posyandu RW 02 Kelurahan Cipaganti

1. Tujuan Intruksi Umum


Setelah diberi penyuluhan, Mahasiswa Poltekkes TNI-AU Ciumbuleuit Bandung
dapat memahami tentang Gizi Seimbang Pada Balita

2. Tujuan Intruksi Khusus


Setelah diberikan penyuluhan ini, diharapkan ibu dapat:
1. Dapat mengetahui dan menjelaskan tentang pengertian gizi seimbang pada
balita.
2. Dapat mengetahui tujuan gizi seimbang pada balita

3. Media
1. Flip Chart
2. Leaflet
4. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

5. Materi Penyuluhan
a. Pengertian Gizi Seimbang Pada Balita
b. Klasifikasi Status Gizi Balita
c. Metode Penilaian Status Gizi Balita
d. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
e. Kebutuhan Gizi Balita
f. Panduan Menu dan Pola Makan Balita
g. Dampak yang Ditimbulkan dari Kekurangan Gizi Balita
h. Cara Mencegah Kekurangan Gizi Pada Balita
MATERI
GIZI SEIMBANG PADA BALITA

A. Pengertian Gizi Seimbang Pada Balita

Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung


zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup
bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah
masalah gizi (Kemenkes RI, 2014: 3).
Bahan makanan yang dikonsumsi anak sejak usia dini merupakan fondasi
penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Dengan kata
lain,kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) hanya akan optimal, jika gizi dan
kesehatan pada beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik dan seimbang.
Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas inilah yang akan mendukung keberhasilan
pembangunan nasional disuatu negeri. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan
kesehatan yang baik serta seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama
Millennium Develpoment Goals (MDGs) 2015 yang dicanangkan oleh UNICEF
(Soekirman, 2006 dalam Jafar, 2010). Menurut Koalisi Fortifikasi Indonesia dalam
Wahyuningsih 2011, PGS memperhatikan 4 prinsip, yaitu :
a. Variasi makanan
b. Pedoman pola hidup sehat
c. Pentingnya pola hidup aktif dan olahraga
d. Memantau berat badan ideal.
Prinsip Gizi Seimbang adalah kebutuhan jumlah gizi disesuaikan dengan
golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, serta aktivitas fisik. Tak hanya itu, perlu
diperhatikan variasi jenis makanan. Bahan makanan dalam konsep gizi seimbang
terbagi atas tiga kelompok, yaitu :
a. Sumber energi/tenaga : Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu,
jagung, dan lain-lain
b. Sumber zat Pengatur : Sayur dan buah-buahan
c. Sumber zat pembangun: Ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan
hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom,susu kedelai (Candra, 2013)
B. Klasifikasi Status Gizi Balita
Dalam menentukan status gizi balita harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference. Pengukuran baku antropomentri yang sekarang digunakan di Indonesia
adalah WHO-NCHS. Menurut Harvard dalam Supariasa 2002, klasifikasi status gizi
dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
a. Gizi lebih (Over weight)
Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan (Almatsier,
2005). Kelebihan berat badan pada balita terjadi karena ketidakmampuan antara
energi yang masuk dengan keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olahraga atau
keduanya. Kelebihan berat badan anak tidak boleh diturunkan, karena penyusutan
berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan
(Arisman, 2007).
b. Gizi baik (well nourished) Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila
tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2005).
c. Gizi kurang (under weight) Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial (Almatsier, 2005).
d. Gizi buruk (severe Protein Calorie Malnutrition) Gizi buruk adalah suatu kondisi
di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status
nutrisinya berada di bawah standar ratarata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein)
adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Lusa, 2009).
Menurut Kemenkes RI, 2018, paremeter TB/U atau Tinggi Badan menurut Umur
berdasarkan ambang batas Z-Score diklasifikasikan menjadi :
a. Sangat pendek : <-3 SD Status gizi sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yaitu <-3 SD yang dikenal dengan padanan istilah severely
stunted
b. Pendek : -3SD sampai dengan <-2SD Status gizi pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yaitu - 3SD sampai dengan <-2SD
c. Normal : ≥-2 SD Status gizi pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Panjang badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yaitu lebih dari dan / atau sama dengan -2 SD( ≥-2SD).
C. Metode Penilaian Status Gizi Balita
a. Antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara
lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar panggul dan tebal lemak dibawah kulit. Ukuran tubuh manusia yang
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi (Supariasa, 2002). Dari beberapa
pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan sesuai dengan
usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi
Penilaian status gizi secara antropometri merupakan penilaian status gizi
yang paling sering digunakan di masyarakat. Antropometri dikenal sebagai indikator
untuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran
antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya melakukan latihan
sederhana, selain itu antropometri memiliki metode yang tepat, akurat karena
memiliki ambang batas dan rujukan yang pasti, mempunyai prosedur yang
sederhana, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar (Supariasa, 2002).
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter yang
merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang
dihubungkan dengan umur. Menurut (Supariasa, 2002), indeks antropometri yang
umum dikenal yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Grafik Standart pertumbuhan Berat Badan anak Laki-laki sesuai Usia menurut
WHO

Grafik Standart pertumbuhan Berat Badan anak Perempuan sesuai Usia menurut
WHO
Grafik Standart pertumbuhan Tinggi Badan anak Laki-laki sesuai Usia menurut
WHO

Grafik Standart pertumbuhan Tinggi Badan anak Perempuan sesuai Usia menurut
WHO
a. Klinis

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang


dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, 2002).
b. Biokimia

Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada


berbagai macam jaringan tubuh yang digunakan anatara lain : darah, urine, tinja dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan untuk suatu
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi (Supariasa, 2002).
c. Biofisik

Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat


perubahan struktur jaringan. Penggunaan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik (epidemic of night blindness) (Supariasa, 2002).

d. Survei konsumsi makanan

Metode penentuan gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan

jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan dengan pengumpulan data konsumsi

makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi barbagai zat gizi pada

masyarakat, keluarga dan individu (Supariasa, 2002).

e. Statistic vital

Dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab

tertentu dan data lainya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan statistic vital
sebagai bahan indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat

(Supariasa, 2002).

D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita


a.) Keadaan infeksi
Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan

kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi yang sinergis antara

malnutrisi dengan penyakit infeksi (Supariasa, 2002). Penyakit infeksi akan

menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan

makanan melalui muntah-muntah dan diare. Selain itu penyakit infeksi seperti

infeksi saluran pernapasan dapat juga menurunkan nafsu makan (Arisman, 2004).

Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri

maupun bersamaan, yaitu pen urunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu

makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit,

peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan

perdarahan terus menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari peningkatan

kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam tubuh (Supariasa, 2002).

b.) Tingkat Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan

yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga. Hal ini bergantung pada

pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan tingkat pendidikan. Di Indonesia yang

jumlah pendapatan penduduk adalah golongan rendah dan menengah akan

berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi

(Almatsier, 2005).
Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang

dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan

menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2002).

Kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun

kuantitas dapat menurunkan status gizi. Anak yang makanannya tidak cukup maka

daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang infeksi (Ernawati, 2006).

c.) Pengaruh Budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap

terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan.

Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam

masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi

makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit

infeksi saluran pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak

yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat

gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya

produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi

yang bersifat tradisional (Supariasa, 2002).

d.) Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam

menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur dan buah-buahan.

Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini biasanya diperoleh saat

mengikuti posyandu. Adapun pemberin tambahan makanan tersebut berupa


makanan pengganti ASI yang biasa didapat dari Puskesmas setempat (Almatsier,

2005).

Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling sedikit dua pertiga

dunia adalah kurang cukupnya pangan untuk pertumbuhan normal, kesehatan, dan

kegiatan normal. Kurang cukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan

dalam keluarga. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga yang terjadi terus

menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi (Ernawati, 2006).

e.) Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan

kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi

dan kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul

yang ditentukan tanpa diantar (Sediaoetama, 2000 dalam Ernawati, 2006).

Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitan dengan status gizi anak

antara lain: imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan

kesehatan anak, serta sarana kesehatan seperti Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit,

praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana

pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil risiko terjadinya penyakit

gizi kurang (Ernawati, 2006).

f.) Higiene dan Sanitasi Lingkungan

Hal ini bergantung pada kebersihan lingkungan atau ada tidaknya penyakit

yang berpengaruh zat-zat gizi oleh tubuh. Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan

ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan

peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan

sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi


(Soekirman, 2000). Higienitas makanan adalah Tindakan nyata dari ibu anakbalita

dalam kebersihan dalam mengelola bahan makanan, penyimpanan sampai

penyajian makanan balita.

g.) Jumlah Anggota Keluarga

Seandainya anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak

berkurang. Usia 1 -6 tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang energi

protein berat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah anggotakeluarganya

lebih kecil (Winarno 1990 dalam Ernawati 2006).

h.) Tingkat Pendapatan

Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada

kondisi yang umum di masyarakat (Latief dkk 2000 dalam Ernawati 2006). Batas

kriteria UMR (Upah mimimum regional) menurut BPS untuk daerah pedesaan

adalah Rp.1.375.000,-

i.) Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi.

Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-

tradisi yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru

di bidang gizi. Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah tidaknya

seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, akan semakin mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk

pendidikan dan informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebut

diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat (Handayani 1994

dalam Ernawati 2006). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan

seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan


menginplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal

kesehatan dan perbaikan gizi. Tingkat pendidikan dapat disederhanakan menjadi pendidikan

tinggi (tamat SMA - lulusan PT) dan pendidikan rendah (tamat SD – tamat SMP). Hal ini sesuai

dengan kebijakan pemerintah untuk daerah wajib belajar 12 tahun (Nuh, 2013).

j.) Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan

makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang

harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Soekanto 2002 dalam

Yusrizal 2008). Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi berakibat pada rendahnya

anggaran untuk belanja pangan dan mutu serta keanekaragaman makanan yang kurang.

Keluarga lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan

lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan

ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Winarno 1990

dalam Ernawati 2006).

E. Kebutuhan Gizi Balita


Memenuhi kebutuhan gizi anak tidak hanya ketika ia mulai MPASI, tetapi juga ketika
sudah masuk usia balita. Semakin besar, balita sudah mulai mengerti makanan yang ia
sukai dan tidak. Di masa ini, ibu perlu mencari cara agar anak tetap mau makan dengan
gizi dan nutrisi yang baik untuk balita. Berikut panduan kebutuhan gizi seimbang pada
balita agar perkembangan anak berjalan dengan optimal.
Sebagai acuan, menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, status kebutuhan
gizi makro harian balita usia satu sampai tiga tahun meliputi:
- Energi: 1125 kilo kalori (kkal)
- Protein: 26 gram
- Karbohidrat: 155 gram
- Lemak: 44 gram
- Air: 1200 milimeter (ml)
- Serat: 16 gram
Sementara kebutuhan zat gizi mikro harian anak, meliputi:
Vitamin
Jenis vitamin yang perlu didapatkan oleh anak usia 1-3 tahun yaitu:
- Vitamin A: 400 mikrogram (mcg)
- Vitamin D: 15 mcg
- Vitamin E: 6 miligram (mg)
- Vitamin K: 15 mcg
Sementara takaran dan jenis mineral yang beri diperoleh si kecil usia 1-3 tahun, seperti:
Mineral
- Kalsium: 650 gram
- Fosfor: 500 gram
- Magnesium: 60 mg
- Natrium: 1000 mg
- Besi: 8 mg
Berbagai mineral di atas merupakan kebutuhan gizi makro dan mikro pada balita usia 1
tahun sampai balita usia 3 tahun yang perlu dipenuhi agar kesehatan si kecil tetap terjaga.

F. Panduan menu dan pola makan balita usia 1-3 tahun agar gizi terpenuhi

Mengutip dari Healthy Children, pola makan anak usia 1-3 tahun harus mengonsumsi
makanan sehat tiga kali sehari dan dua kali camilan. Namun memberikan camilan tidak
bisa sembarangan, tetap harus camilan sehat untuk balita.
Menu makanannya bisa disesuaikan dengan anggota keluarga lainnya. Mengingat di
usia dua tahun balita sudah semakin aktif bicara, Ibu bisa memberikan menu makanan sesuai
kebutuhan gizi yang seimbang pada balita.

 Karbohidrat

Ada dua jenis karbohidrat yang terkandung di dalam makanan, karbohidrat kompleks dan
sederhana. Mengutip dari Kids Health, karbohidrat sederhana adalah nama lain dari gula yang
bisa ditemukan di gula putih, buah, susu, madu, sampai permen.
Sementara karbohidrat kompleks adalah jenis karbohidrat yang cenderung lebih sulit dicerna
dan membuat anak lebih cepat kenyang.
Beberapa makanan yang termasuk karbohidrat kompleks yaitu: kelompok umbi-umbian
(kentang dan ubi), roti, pasta, jagung, gandum, singkong.
Selain mengandung karbohidrat yang bisa melengkapi kebutuhan nutrisi balita, makanan di atas
juga mengandung vitamin, mineral, dan serat yang membantu pencernaan.
 Protein
Kebutuhan protein balita bisa dipenuhi dari beberapa jenis makanan, yaitu produk hewani
dan nabati dengan kadar yang berbeda.Kandungan protein di dalam produk hewani lebih tinggi,
beberapa jenisnya seperti susu, telur, daging, ayam, dan makanan laut.
Sementara untuk produk nabati, seperti kacang-kacangan, sayuran, dan biji-bijian, kandungan
proteinnya lebih rendah. Berikut penjelasan seputar jenis protein yang bisa memenuhi
kebutuhan gizi balita.
 Lemak

Untuk meningkatkan asupan lemak balita, jangan lupa untuk meningkatkan kualitas lemak
dan sesuaikan dengan kebutuhan kalori balita tersebut. Tetap perhatikan sumber lemak, apakah
lemak sehat atau tidak. American Heart Association merekomendasikan anak usia 2-3 tahun
mengonsumsi lemak total sekitar 30 sampai 35 persen dari kalorinya.
Sementara itu untuk anak usia 4-18 tahun, kadar lemak yang dikonsumsi per hari sekitar 25-35
persen dari total kalori. Beberapa sumber lemak tak jenuh bisa didapatkan dari kacang-
kacangan, ikan, dan minyak sayur.

 Serat
Serat bisa ditemukan di beberapa jenis makanan. Namun, survei yang diterbitkan dalam
Journal of Human Nutrition and Dietetics menyebutkan bahwa 95 persen balita dan orang
dewasa tidak mengonsumsi serat yang cukup. Bahkan, anak-anak dan balita sering kali tidak
memenuhi kebutuhan serat yang direkomendasikan setiap harinya.
Padahal menu makanan kaya serat bisa membantu mengendalikan rasa lapar, menjaga kadar
gula darah tetap stabil, dan membantu menjaga berat badan balita agar tetap ideal.
Sesuaikan menu makanan yang kaya serat dengan porsi makan si kecil, seperti pisang, apel,
wortel, oatmeal, atau roti gandum.

 Cairan
Mengutip dari laman Kids health, jumlah kebutuhan cairan balita tergantung pada usia, ukuran
tubuh anak, kesehatan, tingkat aktivitas, sampai cuaca (suhu udara dan tingkat kelembapan).
Biasanya, anak balita akan lebih banyak minum ketika ia sedang bergerak aktif, seperti
berolahraga atau bermain permainan fisik.
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, kebutuhan cairan balita usai 2-5 tahun
yaitu:
- Balita usia 1-3 tahun: 1200 ml
- Balita usia 4-6 tahun: 1500 ml
Angka kebutuhan cairan anak balita di atas tidak harus dari air putih atau air mineral, tetapi bisa
dari susu UHT atau formula yang dikonsumsi sehari-hari.Ibu bisa memberikan air putih saat
bangun pagi, setelah makan, atau saat selesai berolahraga.Setelah berolahraga atau berkegiatan
aktif anak membutuhkan cairan untuk mengisi kembali cairan yang hilang lewat keringat. Susu
bisa diberikan sebagai selingan atau ketika si kecil akan pergi tidur. Anak balita usia 1-5 tahun
sedang sangat aktif dan membutuhkan banyak air untuk menggantikan cairan yang hilang.
Balita cenderung lebih mudah mengalami dehidrasi karena sering mengabaikan rasa haus ketika
asyik bermain.

G. Dampak yang Ditimbulkan dari Kekurangan Gizi Balita


Pada anak-anak, kurang gizi bisa menyebabkan mereka mengalami gangguan tumbuh
kembang, berkurangnya tingkat kecerdasan dan prestasi akademik, berat badan kurang,
serta stunting. Sementara itu, kelebihan gizi, baik pada anak-anak maupun orang
dewasa, bisa menyebabkan terjadinya obesitas.
H. Cara Mencegah Kekurangan Gizi Pada Balita

1. Minimalkan gangguan saat makan.

2. Sajikan porsi makanan yang tepat.

3. Jangan jadwalkan makan terlalu dekat dengan jam tidur.

4. Hilangkan stres saat makan.

5. Variasikan menu makanan.

6. Kurangi makanan dan minuman di luar jam makan.

7. Pahami gaya makan anak.

Anda mungkin juga menyukai