Anda di halaman 1dari 14

MIOMA UTERI I.

PENDAHULUAN Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen.6 Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 25 %), kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 - 50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar 10 %. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39 % - 11,87 % dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita berkulit putih. 7 Sedangkan di Afrika,wanita kulit hitam sedikit sekali menderita mioma uteri. Selain itu mioma juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius, sehingga dapat menimbulkan gangguan berkemih maupun tidak dapat menahan berkemih.8Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan (medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRHanalog merupakan terapi medisinal yang bertujuan untuk mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma.8 Penatalaksanaan operatif terhadap gejala- gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa mioma adalah histerektomi. Di Amerika Serikat, diperkirakan 600.000 histerektomi dilakukan tiap tahunnya. Dengan semakin berkembangnya tehnologi kedokteran, tindakan operatif pada mioma uteri dapat dilakukan dengan bantuan alat laparoskopi maupun histeroskopi.

II. DEFINISI Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang dilipat oleh pseudo kapsul, yang berasal dari sel otot polos yang imaturserta terdiri dari jaringan fibroid dan kolagen. Dengan nama lain fibromioma, miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma dan fibroid.6

III. ETIOLOGI Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor- faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase

dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.8 Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.9 Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara downregulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam meningkatkan pembesaran tumor dengan produksi matriks ekstraseluler.8

IV. PATOLOGI Mioma uteri umumnya bersifat multiple, berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk sferis.Mioma uteri biasanya berbatas jelas dengan miometrium sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah dari jaringan miometrium disekitarnya. Pada pemeriksaan makroskopis dari potongan transversal berwarna lebih pucat dibanding miometrium disekelilingnya, halus, berbentuk lingkaran dan biasanya lebih keras dibanding jaringan sekitar, dan terdapat pseudocapsule.Mioma dapat tumbuh disetiap bagian dari dinding uterus.8 Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri ( 1-3% ) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain : a. Mioma submukosa b. Mioma intramural c. Mioma subserosa d. Mioma intraligamenter Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural ( 54% ), subserosa ( 48,2% ), submukosa ( 6,1% ) dan jenis intraligamenter( 4,4% ).7

1. Mioma submukosa Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma . Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, di kenal sebagai Currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark .Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsiskarena proses di atas. 2. Mioma Intramural Terdapat didinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi. 3. Mioma Subserosa Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. 4. Mioma Intraligamenter Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering / parasisic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan ( whorle like pattern ) dengan psoudo

kapsul ang t sarang mi ma ini

i i dari jaringan ikat l nggar yang t rdesak karena pertumbuhan

Gambar . Jeni -jeni mi ma Uteri

V. GEJALA KL Tanda dan gejala dari mi ma uteri hanya terjadi pada 35 50% pasien. Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi ukuran dan jumlah mioma. Gejala dan tanda yang paling sering adalah : 1. Perdarahan uterus yang abnormal. Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling

sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia sering te rjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Tabel 1. Batasan Perdarahan Uterus Abnormal1 BATASAN Oligomenorea POLA ABNORMALITAS PER ARAHAN Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang. Polimenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval < 21 hari dan disebabkan oleh defek fase luteal.

Menoragia

Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.

( 21 35

Menometroragia

Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).

Amenorea

Tidak terjadi haid selama 6 bulan berturut-turut pada wanita yang belum masuk usia menopause.

Metroragia atau

Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir

perdarahan antara dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, haid Bercak intermenstrual Perdarahan pasca menopause mioma submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan. Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen. Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan. Perdarahan uterus Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang abnormal akut sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis

(hipotensi , takikardia atau renjatan). Perdarahan uterus Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang disfungsi tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.

Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abn ormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma

submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimptomatik. Patofisiologi perdarahan uterus yang abnormal yang

berhubungan dengan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor- reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskuler didalam uterus.8

2. Nyeri panggul Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapa menekan t saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior.8 3. Penekanan Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih defekasi maupun , dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas posterior.8 4. Disfungsi reproduksi Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilit s masih belum jelas. a Dilaporkan sebesar 27 40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uter i dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.

VI. GAMBARAN MIKROSKOPIK

Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai se-sel otot polos panjang, yang membentuk bangunan yang khas sebagai kumparan ( whorle like pattern). Inti sel juga panjang dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya mast cells diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel raksasa (giant cells ).10

VII. PERUBAHAN SEKUNDER a. Atrofi sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi kecil. b. Degenerasi hialin, perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen.Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya. c. Degenerasi kistik, dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistansi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. d. Degenerasi membatu ( calcireous degeneration ), terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen. e. Degenerasi merah ( carneous degeneration ), perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut akibat gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat terlihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda yang disertai emesis dan haus, sedikit demam dan kesakitan, tumor dan uterus membesar dan nyeri pada perabaan.Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir atau mioma bertangkai.

f. Degenerasi lemak, keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada degenerasi hialin yang lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.9

VIII. KOMPLIKASI a. Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemuken hanya 0.32 0.6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.7Novak dan Woodruff melaporkan insiden leiomiosarkoma adalah dibawah 0.5 %. b. Torsi ( putaran tangkai ) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata.

IX. DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan fisik Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. 2. Temuan laboratorium Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioam terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. 3. Pemeriksaan penun ang a. Ultrasonografi Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui

ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus- fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik. b. Hiteroskopi Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. c. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk miomasubmukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.8

I.

PENATALAKSANAAN Secara umum penatalaksanaan mioma uteri dibagi atas 2 metode : 1. Terapi medisinal (hormonal) Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari suatu penelitian multisenter didapati data pada pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume mioma secara bermakna.11 Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.11 2. Terapi Pembedahan Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan

American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :12 a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif. b. Sangkaan adanya keganasan. c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause. d. Infertilitas karena gangguan pada cavumuteri maupun karena oklusi tuba. e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu. f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius. g. Anemia akibat perdarahan.

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi. a. Miomektomi Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankanfungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi

dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu masa penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4 6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma

submukosum yang terletak pada kavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini ahli beda memasukkan alat histeroskop melalui serviks dan mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Alat bedah dimasukkan melalui lubang yang terdapat pada histeroskop untuk mengangkat mioma submukosum yang terdapat pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi (2 hari). Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat secara laparoskopi. Tindakan

laparoskopi dilakukan dengan ahli bedah memasukkanalat laparoskop kedalam abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding abdomen. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi yang lebih cepat antara 2 7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan laparoskopi termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. b. Histerektomi Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12 14

minggu.Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).13Subtotal abdominal histerektomi dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih, rektum. Namun dengan melakukan STAH, kita meninggalkan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan meninggalkan serviks, menurut penelitian Kilkku, 1983 didapat data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibanding yang menjalani TAH, sehingga tetap mempertahankan fungsi seksual.Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH. Histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen.13 Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Oleh karena pendekatan operasi tidak melalui dinding abdomen, maka pada histerektomi vaginal tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa

penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibanding yang menjalani histerektomi abdominal. Dengan berkembangnya tehnik dan alat-alat kedokteran, maka tindakan histerektomi kini dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Prosedur operasi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis adalah prosedur operasi invasif yang minimal dengan jalan menghantarkan sumber energi yang berasal dari laser The neodynium:yttrium aluminium garnet (Nd:YAG) ke jaringan mioma, dimana

akan menyebabkan denaturasi protein sehingga menimbulkan proses koagulasi dan nekrosis didalam jaringan yang diterapi. Miolisis perlaparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan devaskularisasi mioma akan mengurangi gejala yang terjadi. Miolisis merupakan alternatif terapi prosedur miomektomi.Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan dengan laparoskopi. Salah satu tujuan melakukan histerektomi laparoskopi adalah untuk mengalihkan prosedur histerektomi abdominal kepada histerektomi vaginal atau histerektomi laparoskopi secara keseluruhan. Ada beberapa tehnik histerektomi laparoskopi. Pertama adalah histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal

histerectomy/LAVH).Pada prosedur ini tindakan laparoskopi dilakukan untuk memisahkan adneksa dari dinding pelvik dan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah. Pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. Kedua, pada tahun 1991 Semm memperkenalkan tehnik classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa

colpotomy. Prosedur ini merupakan modifikasi dari STAH, dimana lapisadalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus.13 Keunggulan dari CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal, waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur

histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan dimana resiko perdarahan yang lebih minimal, masa penyembuhan yang lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal.

DAFTAR PUSTAKA 1. Widjanarko, bambang. Perdarahan Uterus Abnormal. Available at

http://pratamagriya.multiply.com/journal/item/3 2. Nicholson WK, Ellison SA, Grason H, Powe NR. Patterns of ambulatory care use for gynecologic conditions: a national study. Am J Obstet Gynecol 2001;184:523 -30. 3. Goodman A. Abnormal genital tract bleeding. Clin Cornerstone 2000;3:25 -35. 4. Livingstone M, Fraser IS. Mechanisms of abnormal uterine bleeding. Hum Reprod Update 2002;8: 60-7. 5. Hadibroto, Budi. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38, No. 3September 2005. 6. American Society for Reproductive Medicine. Uterine fibroids: A guide for patients. Available at: http://www.asrm.org 7. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003:; 151 156 8. Memarzadeh S, Broder MS, Wexler AS, Pernoll ML. Leiomyoma of the uterus. In: Current obstetric & Gynecologic diagnostic & treatment, Decherney AH, Nathan L, editors. Ninth edition. Lange Medical Books, New York, 2003.p: 693 701. 9. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital.Dalam: Sarwono Prawiroharjo,edisi kedua.Ilmu Kandungan.Yayasan Bina Pustaka.Jakarta:1994;338-345 10. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M, Heather, Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins, 2001 ; 316 318 11. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Media Aesculapius, Jakarta, 2003. p: 151 57. 12. Hurst BS, Matthews ML, Marshburn PB. Laparoscopic myomectomy for symptomatic uterine myomas. Fertil Steril 2005;83(1): 1 22. 13. Thompson JD, Warshaw J. Hysterectomy. In: Te Lindes Operative Gynecology, Rock JA, Thompson JD, editors. Lippincott- Raven Publishers, Philadelphia, 1997. p: 771 -854. 14. Wikipedia, the free encyclopedia. vaginal bleeding. Available at

http://en.wikipedia.org/wiki/Vaginal_bleeding

15. Nia

L.

Tobing.

Ibu

Anemia,

Janin

Taruhannya.

Available

at

http://www.kesrepro.info/?q=node/128

Anda mungkin juga menyukai