1. Definisi
Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi
dan plasenta dari rahim ibu (Buku Acuan APN, 2017).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan melalui vagina dengan letak
belakang kepala atau ubun-ubun kecil yang berlangsung selama 18 jam, tanpa
komplikasi baik ibu maupun pada janin, tanpa memaKai alat bantu serta tidak
melukai ibu maupun janin (bayi) kecuali episiotomy (Aimmatul, 2018).
Pengertian asuhan persalinan normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan
aman dari setiap tahapan persalinan yaitu mulai dari kala I sampai dengan kala IV dan
upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermi serta
asfiksia pada bayi baru lahir (JNPK-KR, 2017).
2. Etiologi
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara
pasti/jelas, namun beberapa teori menghubungkan dengan faktor hormonal struktur
rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi (Aimmatul, 2018)
a. Teori Penurunan Hormon
Waktu 1-2 minggu sebelum partus dimulai, terjadi penurunan hormon
progesterone dan estrogen. Progesteron berfungsi sebagai penenang otot-otot
polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul
his bila progesteron menurun.
b. Teori Plasenta Menjadi Tua
Akan menyebabkan turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron
menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori Distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemia otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi user 0-plasenta.
d. Teori Iritasi Mekanik
Dibelakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterhauss). Bila
ganglion ini digeser dan ditekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi
uterus
e. Induksi Partus (Induction Of Labour)
Ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukkan dalam kanalis
servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecah
ketuban.
3. Bentuk Persalinan
Menurut Yuli (2017) terdapat beberapa bentuk persalinan, diantaranya adalah:
a. Persalinan Spontan
Bila persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, dan melalui jalan
lahir.
b. Persalinan Buatan
Persalinan dengan rangsangan yang dibantu dengan bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya, baru akan berlangsung setelah
pemecahan ketuban
4. Patofisiologi
Untuk menentukan pecahnya ketuban ditentukan dengan kertas lakmus.
Pemeriksaan pH dalam ketuban adalah asam, dilihat apakah memang air ketuban
keluar dari kanatis serviks dan adalah bagian yang pecah. Pengaruh terhadap ibu
karena jalan janin terbuka dapat terjadi infeksi intraportal. Peritoritis dan dry labour.
Ibu akan merasa lelah, suhu naik dan tampak gejala infeksi intra uterin lebih dahulu
sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalita dan morbiditas
perinatal. Setelah ½ jam ketuban pecah tidak terjadi persalinan spontan (partus lama)
maka persalinan diinduksi (Purwati, 2018).
Persalinan dibagi menjai 4 kala yaitu
a. Kala I dimulai dari pada saat persalinan sampai pembukaan lengkap (10 cm).
Proses ini terbagi dalam 2 fase. Fase laten (8 jam) servik membuka sampai 5 cm
dan fase aktif (7 jam) servik membuka diri 3 sampai 10 cm kontraksi lebih kuat
dan sering selama fase aktif.
b. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir, proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
c. Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit
d. Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama pos partum
5. Proses Persalinan
Tahap persalinan menurut Prawirohardjo (2012) dalam Purwati (2018) adalah
sebagai berikut:
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I persalinan adalah permulaan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai
oleh perubahan serviks yang progresif yang diakhiri dengan pembukaan lengkap
(10 cm) pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada
multigravida kira-kira 7 jam. Terdapat 2 fase pada kala satu, yaitu:
1) Fase Laten
Merupakan periode waktu dari awal persalinan pembukaan mulai
berjalan secara progresif, yang umumnya dimulai sejak kontraksi mula muncul
hingga pembukaan 3-4 cm atau permulaan fase aktif berlangsung dalam 7-8
jam. Selama fase ini presentasi mengalami penurunan sedikit hingga tidak
sama sekali.
2) Fase Aktif
Merupakan periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan menjadi
komplit dan mencakup fase transisi, pembukaan pada umumnya dimulai dari
3-4 cm hingga 10 cm dan berlangsung selama 6 jam. Penurunan bagian
presentasi janin yang progresif terjadi selama akhir fase aktif dan selama kala
dua persalinan. Fase aktif dibagi dalam 3 fase, antara lain:
(a) Fase Akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
(b) Fase Dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat, dari 4 cm
menjadi 9 cm.
(c) Fase Deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali dalam waktu 2
jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Beberapa tanda dan gejala persalinan kala II yaitu :
a) Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan terjadinya kontraksi;
b) Ibu merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya,
c) Perineum terlihat menonjol;
d) Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka;
e) Peningkatan pengeluaran lendir darah.
Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama, kirakira 2-3 menit sekali.
Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-
otot dasar panggul yang secara reflek timbul rasa mengedan. Karena tekanan pada
rectum, ibu seperti ingin buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada waktu
his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan
his mengedan yang terpimpin akan lahir kepala dengan diikuti seluruh badan
janin. Kala II pada primi: 1 ½ - 2 jam, pada multi ½ - 1 jam.
(2) Desensus : merupakan syarat utama kelahiran kepala, terjadi karena adanya
tekanan cairan amnion, tekanan langsung pada bokong saat kontraksi, usaha
meneran, ekstensi dan pelusuran badan janin.
(3) Fleksi : sangat penting bagi penurunan kepala selama kala 2 agar bagian
terkecil masuk panggul dan terus turun. Dengan majunya kepala, fleksi
bertambah hingga ubun-ubun besar. Fleksi disebabkan karena janin
didorong maju, dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas
panggul, serviks, dinding panggul atau dasar panggul.
(5) simpisis. Putaran paksi dalam tidak terjadi sendiri, tetapi selalu kepala
sampai ke hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar
panggul.
(6) Ekstensi : setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Bagian leher belakang dibawah
occiputnya akan bergeser dibawah simpisis pubis dan bekerja sebagai titik
poros.
(7) Rotasi eksternal (putaran paksi luar) : terjadi bersamaan dengan perputaran
interrior bahu. Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali
kearah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi
karena putan paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi yang artinya
perputaran kepala sejauh 45° baik kearah kiri atau kanan bergantung pada
arah dimana ia mengikuti perputaran menuju posisi oksiput anterior.
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan
tuber ischidicum. Gerakan yang terakhir ini adalah gerakan paksi luar yang
sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu, menempatkan diri dalam
diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul.
(8) Ekspulsi : setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah sympisis
dan menajdi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu
depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan
paksi jalan lahir mengikuti lengkung carrus (kurva jalan lahir).
(4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan
dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
(5) Memakai satu sarung tangan dengan DTT atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
(6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus
set/ wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung
suntik).
(7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati- hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah
dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum, atau anus
terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan
cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika
terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di
dalam larutan terkontaminasi).
(10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/ menit).
(11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan
keinginannya.
(12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
(13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
(15) Meletakkan kain yang bersih yang dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
(17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
(18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di
kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada
kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu
untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
(19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau
kasa yang bersih.
(20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua
tempat dan memotongnya.
(21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar sacara spontan.
(22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di
masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat
kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah
luar hingga bahu anterior muncul di bawah arcus pubis dan kemudian dengan
lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu
posterior.
(23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai dari kepala bayi
yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan
lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan
tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk
menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior untuk
mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
(24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi dengan hati-hati membantu
kelahiran kaki.
(25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi di
atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya
(bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang
memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi.
(26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan
kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikkan oksitosin/ im.
(27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang
klem kedua 2 cm dari klem pertama.
(28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut.
(29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi
dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala,
membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas,
ambil tindakan yang sesuai.
(30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk
bayinya dengan memulai memberikan ASI jika ibu menghendakinya.
(31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
(33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10
unit/ im di gluteusatau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
(34) Memindahkan klem pada tali pusat.
(35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
(37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali
pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurva jalan lahir
sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi.
(39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi.
(40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat
khusus.
(41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
(43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke larutan klorin
0,5% membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan
air desinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkan dengan kain yang bersih dan
kering.
(44) Menempatkan klem tali pusat DTT atau steril atau mengikatkan tali DTT
dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
(45) Mengikatkan satu lagi simpul mati di bagian pusat yang bersebarangan
dengan simpul mati yang pertama.
(46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5%.
(52) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pasca persalinan.
Tanda-tanda Inpartus
Proses Persalinan
Nyeri Akut
1. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda sebelum terjadinya persalinan adalah lightening atau settling atau
dropping yang merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada
primigravida yaitu. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. Perasaan sering
sering atau susah buang air kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian
terbawah janin. Perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksikontraksi
lemah di uterus (fase labor pain). Servik menjadi lembek, mulai mendatar dan
sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show) (Kemenkes, 2016).
Tanda-tanda impartus yaitu :
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada bagian
serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirnya.
d. Pada pemeriksaan dalam telah ada pembukaan dan, pendataran serviks.
2. Komplikasi
Komplikasi pada persalinan merupakan suatu keadaan penyimpangan dari
normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan ataupun kematian pada ibu
maupun pada bayi karena gangguan akibat (langsung) dari persalinan. Diantaranya
adalah : Ketuban pecah dini, Persalinan Preterm, Vasa Previa, Prolaps Tali Pusat,
Kehamilan Postmatur, Persalinan Disfungsional, Distosia Bahu, Ruptur Uterus,
Plasenta Akreta, Inversi Uterus, Perdarahan Pasca Partum Dini (Purwati, 2018).
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Yuli (2017) pemeriksaan penunjang sebelum persalinan adalah sebagai
berikut:
a. USG
Teknik diagnostic untuk pengujian struktur badan bagian yang melibatkan formasi
bayangan dua dimensi dengan gelombang ultrasonic.
b. Pemeriksaan Hb dilakukan 2 kali selama kehamilan.
Pada trimester pertama dan pada kehamilan 30 minggu, karena pada usia 30
minggu terjadi puncak hemodilusi. Ibu dikatakan anemia ringan Hb
4. Penatalaksanaan
Menurut Yuli (2017) penatalaksanaan pada persalinan dilakukan sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan umum
1) Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu
2) Upaya melakukan konfirmasi umur pada bayi
b. Prinsip penanganan
1) Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kebersalinan
2) Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
c. Pengobatan/penanganan
1) Dengan menggunakan
Magnesium Sulfat : dosis awal 4 gr, intravena dilanjutkan dengan 1-3
gr/jam. Efek samping yang ditimbulkan yaitu depresi pernafasan. Golongan
andregenic untuk merangsang reseptor pada otot polos uterus sehingga terjadi
relaksasi dan hilangnya kontraksi. Jenis obatnya yaitu Tarbutalin dengan dosis
0,25 mg diberikan dibawah kulit setiap 30 menit maksimum 3 kali, atau
Ritodin diberikan secara infus intravena maksimum 0,35 mg/menit sampai 6
jam setelah kontraksi hilang dengan dosis pemeliharaan secara oral 10 mg/oral
diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Selain itu
perlu membatasi aktivitas atau tirah baring.
2) Pematangan paru janin dengan pemberian kortiko steroid diberikan pada umur
kebersalinan 34-38 minggu dan 24 jam sebelum persalinan, pemberian
surfaktan.
3) Pemberian antibiotic Obat oral yang di anjurkan diberikan adalah eritromisin 3
x 500 mg, selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama
3 hari atau dapat menggunakan antibiotic lain seperti klindamisin. Tidak
digunakan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.
4) Cara persalinan
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervagina bisa
dilakukan episiotomy dengan menggunakan forcep untuk mengurangi trauma
pada kepala dan melindungi kepala janin. Section caesarea tidak memberikan
prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu.
Prematuritas jangan dipakai sebagai indikasi untuk melakukan section
caesarea. Oleh karena itu, section caesarea hanya dilakukan atas indikasi
obstetric. Pada letak sunsang 30-34 minggu, section caesarea dapat
dipertimbangkan. Setelah kebersalinan lebih dari 34 minggu, Persalinan
dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kebersalinan aterm.
5) Metode kanguru untuk merawat bayi premature
Metode kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi berat lahir
rendah dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim ibu,
sehingga member peluang untuk dapat beradaptasi dengan dunia luar.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
5. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Intoleransi aktivitas b.d kelamahan fisik
c. Ansietas b.d krisis situsional
d. Resiko syok
e. Resiko hipovolemia
f. Resiko infeksi
6. Intervensi Keperawatan
Ida Ayu, C. M. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Joseph H. K. 2010. Catatan Kuliah: Ginekologi dan Obstetri (Obsgin). Suha Medika:
Yogyakarta
Kirnantoro, & Maryana. (2019). Anatomi Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I . Jakarta : Media
Oktarina, M. (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Deepublish.
Purwati. (2018). Perbedaan Terapi Musik Mozart Dan Murottal Al-Qur'an Terhadap
Intensitas Nyeri Post Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI .(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta: Persatuan Perawat Indonesi
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Trans Info Media