Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

S
egala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan buku panduan yang
berjudul “Konseling Individual dengan Teknik Narrative Counseling”
tepat waktu.

Disadari bahwa keberhasilan penyusunan makalah ini tidak lepas dari


peran serta dari berbagai pihak yang telah membantu baik secara moril maupun
materil. Untuk itu disampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada Ibu Dr.
Sulistiyana, M.Pd dan Bapak Akhmad Sugiyanto, M.Pd selaku dosen pengampu
yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan arahan, dan saran dalam
penyusunan buku panduan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya buku panduan ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi isi dari buku
panduan ini menjadi lebih baik. Semoga amal baik yang diberikan mendapat
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Banjarmasin, 6 September 2022

Kelompok 12
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

P
A. Rasional
erkembangan konseling sebagai respons terhadap kebutuhan
manusia merupakan subpokok bahasan yang mengawali dalam
pembahasan praktik konseling sebenarnya yang telah ada sejak
dahulu kala dan manusia membutuhkan konseling sejak manusia ada. Jadi,
konseling adalah respons atas stimulus keberadaan manusia di dunia
Konseling adalah sebuah interaksi antara seorang konselor dan konseli.
Interaksi antara konselor dan konseli pada dasarnya merupakan interaksi
antara konseli yaitu seorang individu atau kelompok yang sedang
menghadapi masalah, yang mencari bantuan pihak ketiga (konselor) untuk
membantu menyelesaikan masalahnya. Konseli berupaya mencari bantuan
konselor ketika menghadapi masalah dan merasa tidak mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri, sehingga berupaya mendapatkan
bantuan orang lain untuk menemukan alternatif penyelesaian atas masalah
yang dihadapi. Ketika berhadapan dengan konselor, konseli membutuhkan
nasihat, bimbingan, dan dari konselor yang diharapkan memiliki posisi
netral sehingga konselor dapat memberikan pendapat atau alternatif
penyelesaian yang lebih objektif. Bagi konseli, orang lain yang berperan
sebagai konselor ini diharapkan memiliki sikap dan cara pandang yang
lebih dewasa dalam menyikapi persoalan, dan diharapkan tidak akan
membocorkan masalah yang diceritakan atau dihadapi kepada orang lain.
Konseling individual biasanya didahului dengan kedatangan
konseli kepada konselor untuk mendapatkan bantuan dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Akan tetapi, dalam proses konseling yang berbeda,
dapat saja konselor mendatangi konselinya. Demikian juga pada proses
konseling berkelompok, seorang konselor dapat mendatangi konselinya
atau konseli mendatangi konselornya, meskipun sebagian besar konselor
mendatangi konseli pada konseling kelompok dengan alasan efektivitas
dan efisiensi. Konselor dalam konseling naratif percaya bahwa konsell
memiliki kemampuan, bakat, niat positif dan pengalaman hidup yang bisa
menjadi katalisator untuk kemungkinan tindakan baru.

Konselor dalam konseling naratif aktif mendengarkan cerita


konseli secara optimis, menghargai rasa ingin tahu dan ketekunan, dan
menilai pengetahuan konseli. Konselor tetap waspada terhadap rincian
cerita konseli, dengan bukti kompetensi konseli yang bertahan melawan
masalah yang menindas. Konselor perlu menunjukkan keyakinan akan
kekuatan dan kompetensi konseli, yang dapat diidentifikasi ketika konseli
mengalami kesulitan.
B. Tujuan Konseling
Tujuan konseling naratif fokus pada kapasitas manusia untuk
berpikir kreatif dan imajinatif. Konseli merupakan penafsir utama dari
pengalaman mereka sendiri. Konseli dipandang sebagai agen aktif yang
mampu mendapatkan makna dari pengalaman mereka sendiri. Dengan
demikian proses perubahan dapat difasilitasi, tapi tidak terarah oleh
konsel.
C. Sasaran Pengguna
Adapun sasaran pengguna dalam buku panduan ini adalah untuk
konselor dalam melaksanakan peoses pemberian layanan bimbingan dan
konseling secara konseling individual terhadap konseli yang mengalami
masalah terutama pada mahasiswa. Karena sebagai buku pedoman
konselor dalam menggunakan teknik konseling naratif dalam menangani
masalah konseli.
D. Sasaran Intervensi
Adapun sasaran intervensi yaitu, ditujukan kepada mahasiswa yang
memiliki masalah sehingga kedepannya dapat memecahkan masalah klien
dan memiliki hasil yang lebih baik lagi kedepannya.

BAB II
PROSEDUR PELAKSANAAN

A. Konseling Individual

K
1. Definisi
onseling individu merupakan layanan konseling yang
diselenggarakan oleh konselor terhadap konseli untuk
mengentaskan suatu masalah yang dihadapi konseli.
Konseling individu adalah proses pemberian bantuan yang mana
konseli bertemu dengan konselor secara tatap muka langsung (face to
face) dan di dalamnya terjadi interaksi. Hubungan konseling bersifat
pribadi yang menjadikan konseli nyaman dan terbuka untuk
mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Layanan yang
memungkinkan konseli mendapatkan layanan langsung tatap muka
(secara perorangan) dengan guru pembimbing atau konselor dalam
rangka pembahasan pengentasan masalah pribadi yang di derita
konseli.
Konseling individual adalah kunci semua kegiatan bimbingan dan
konseling, karena jika menguasai teknik konseling individual berarti
akan mudah menjalankan proses konseling yang lain. Proses konseling
individu berpengaruh besar terhadap peningkatan konseli karena pada
konseling individu konselor berusaha meningkatkan sikap siswa
dengan cara berinteraksi selama jangka waktu tertentu dengan cara
beratatap muka secara langsung untuk menghasilkan
peningkatanpeningkatan pada diri klien, baik cara berpikir,
berperasaan, sikap, dan perilaku.
Dasar dari pelaksanaan konseling di sekolah tidak dapat terlepas
dari dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan di sekolah pada
khususnya dan dasar dari pendidikan itu berbeda, dasar dari
pendidikan dan pengajaran di indonesia dapat dilihat sebagaimana
dalam UU. No. 12/1945 Bab III pasal 4 “pendidikan dan pengajaran
berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam pasal UUD Negara
Republik Indonesia dan atas kebudayaan Indonesia”.
2. Tujuan
Konseling individu memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum konseling individu adalah membantu
konseli menstrukturkan kembali masalahnya kemudian mengubah
perilakunya ke arah yang lebih maju, mengurangi penilaian negatif
terhadap dirinya sendiri, kemudian membantu dalam mengoreksi
presepsinya terhadap lingkungan, agar konseli bisa mengarahkan
tingkah laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya.
Adapun menurut Prayitno tujuan umum layanan konseling individu
adalah mengentaskan masalah yang dialami klien. Apabila masalah
klien itu dicirikan sebagai:
a. Sesuatu yang tidak disukai adanya
b. Suatu yang ingin dihilangkan
c. Suatu yang dilarang
d. Sesuatu yang dapat menghambat proses kegiatan
e. Sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian

Lalu tujuan khusus konseling individual dapat dirinci dan


secara langsung. Pertama, melalui layanan konseling individual
konseli memahami seluk-beluk masalah yang dialami secara
mendalam dan komprehensif, serta positif dan dinamis (fungsi
pemahaman). Kedua, pemahaman itu mengarah kepada
dikembangkannya persepsi dan sikap serta kegiatan demi
terentaskannya secara spesifik masalah yang dialami klien itu (fungsi
pengentasan). Pemahaman dan pengentasan masalah merupakan fokus
yang sangat khas, kongkrit dan langsung ditangani dalam konseling
individual. Ketiga, pengembangan dan pemeliharaan potensi klien dan
berbagai unsur positif yang ada pada dirinya merupakan latar belakang
pemahaman dan pengentasan masalah konseli dapat dicapai (fungsi
pengembangan/ pemeliharaan). 

3. Langkah-langkah
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1)
tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap
kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).
(1) Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak konseli menemui konselor hingga
berjalan sampai konselor dan konseli menemukan masalah
konseli. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan,
diantaranya:
a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan konseli
(rapport). Hubungan tersebut dinamakan a working
realitionship, yakni hubungan yang berfungsi, bermakna,dan
bergunaKunci keberhasilan membangun hubungan terletak
pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling
terutama azas kesukarelaan, keterbukaan, kerahasiaan dan
kegiatan.
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan
konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah
melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu
memperjelas masalah konseli.
c. Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha
menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan
merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi konseli, dan menentukan
berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
d. Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara
konselor dengan klien, berisi kontrak waktu, kontrak tugas,
dan kontrak kerja sama dalam proses konseling.
(2) Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling
selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada
tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam.
Penjelajahan masalah dimaksudkan agar konseli mempunyai
perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang
dialaminya.
b. Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali),
bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang
dihadapi konseli.
c. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara
(3) Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan,
yaitu:
a. Konselor bersama konseli membuat kesimpulan mengenai
hasil proses konseling.
b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling
sebelumnya.
c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian
segera).
d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya.

Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu:

a. Menurunnya kecemasan klien


b. Perubahan perilaku konseli ke arah yang lebih positif, sehat
dan dinamis
c. Pemahaman baru dari konseli tentang masalah yang
dihadapinya
d. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan
program yang jelas.
e. Skenario Studi Kasus Konseling Individu
B. Teknik Narrative Counseling
1. Definisi Narrative Counseling
Teknik Konseling naratif (narrative counseling) ialah suatu
pendekatan konseling yang dilakukan dalam bentuk individual maupun
kelompok dengan mengajak para konseli agar mau terbuka dengan
konselor untuk mengungkapkan pengalamannya dengan bercerita terkait
permasalahan yang dialaminya.(Wahida, 2017). Dalam konseling naratif
ini menjelaskan bahwa pengetahuan atau arti dibentuk melalui interaksi
sosial. Manusia diapndang sebagai makhluk yang menilai dan
menginternalisasikan dirinya sediri dengan menceritakan pengalaman
hidupnya atau permasalahan hidupnya (Widya, 2017).

Menurut Priyas (2012), konseling naratif adalah bentuk konseling


yang menggunakan narasi. Pengertian narasi menurut Gorys Keras (2003)
dalam Mutiah, Yaya, & Effendi (2019:442) adalah “suatu bentuk wacana
yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dihalin dan
dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan
waktu”. Narasi menyediakan sebuah kesiapan mental yang melibatkan
pembaca bersama dengan perasaannya atau bahkan melibatkan simpati
atau antipati mereka terhadap kejadian atau kisah yang diceritakan.
Artinya dari sebuah narasi, pembaca diajak untuk memahami dan
memaknai cerita tersebut dan merefleksikannya pada pengalaman yang
dialami.

Pada dasarnya pendekatam naratif merujuk pada pendapat Combs &


Freedman (2004) dalam Mutiah, Yaya, & Effendi (2019:442). “Bahwa
individu memperoleh makna dirinya dengan menceritakan dan
menghidupkan kembali kisah dan pengalaman konseli”. Seseorang merasa
begitu berharga dan ada ketika menceritakan kembali pengalaman-
pengalaman yang telah dimaknainya, karena cerita atau kisah mereka
adalah bagian dalam diri mereka yang akan disampaikan kepada orang
lain, dan ketika orang lain menghargai apa yang menjadi kisahnya, maka
dia mengalami sesuatu yang membuat dirinya menjadi lebih dihargai.

Jadi, berdasarkan definisi yang telah dijelaskan tersebut dapat diambil


kesimpulan bahwa, konseling naratif merupakan proses pemberian bantuan
yang dilakukan konselor kepada konseli dengan menggunakan pendekatan
narasi dalam konseling utnuk membuat suasana konseling menjadi sesuatu
yang menyenangkan bagi individual atau konseli dengan menyusun ulang
cerita serta menyatukan aspek positif diri agar konseli tersebut
berkembang potensinya secara optimal hingga konseli mampu mengatasi
masalah yang dihadapinya.

2. Tujuan Narrative Counseling

Konseling naratif bertujuan untuk membantu konseli dalam


mengidentifikasi dan membentu kembali persepsi tentang dirinya yang
ditulis secara ulang secara kreatif ulang dan membantu individu
mengarang kembali cerita masalah konseli, untuk menyelesaikan masalah
individu tersebut (Azizah, 2017).

3. Prosedur Umum

Pendekatan naratif menekankan pengembangan cerita/kisah alternatif


kehidupan klien, dengan harapan bahwa dia dapat menemukan pilihan dan
strategi baru untuk menjalani kehidupannya. Adapun proses konseling
naratif terdiri dari:

a. Externalization of the problem


Externalization of the problem yaitu proses memisahkan konseli dari
identifikasi masalahnya, sehingga sumber-sumber daya klien dapat
difokuskan kepada upaya untuk mengatasi situasi (seperti kekacauan).
Ketika konseli memandang dirinya sebagai bagian dari masalah, maka dia
mengalami keterbatasan dalam menemukan cara yang dapat mengatasi
masalah tersebut secara efektif. Namun, ketika konseli memandang
masalah tersebut berada diluar dirinya, maka dia dapat membangun
hubungan dengan masalahnya secara rasional. Menjalani kehidupan berarti
hubunngan dengan masalah, bukan berarti menjadi bersatu dengan
masalah. Masalah berdampak kepada individu, dan dapat mendominasi
kehidupan cara-cara negatif yang ekstrim. Konselor membantu konseli
dalam melemahkan problema kehidupannya dengan cara membongkar
asumsi-asumsi yang keliru, yaitu bahwa masalah yang disebabkan oleh
suatu peristiwa, dan membuka kemungkinan-kemungkinan alternatif untuk
menjalani kehidupan yang baik.

b. Deconstructing Life Stories


Dekonstruksi cerita hidup yaitu mematahkan identitas individu yang
dipengaruhi oleh masalah yang mengupayakan enemuan cerita alternatif
yang memberdayakan.
c. Reauthoring Conversation With Preferred Stories
Percakapan pengarangan-ulang dengan cerita pilihan (reauthoring
conversation with preferred stories) ini bertujuan untuk menguatkan cerita
alternatif sehingga individu dapat menemukan hasil unik untuk
membangun identitas baru yang lebih berdaya.
d. Remembering Conversation
Mengingat ulang percakapan kembali (remembering conversation) dan
peneguhan (definitional ceremonies) bertujuan untuk memunculkan
penghargaan individu pada hidupnya sehingga merangsang pemaknaan
atas keberhargaan diri.
e. Pembentukan aliansi terapeutik
Hal ini bertujuan untuk memantapkan identitas baru klien tersebut dengan
cara mempublikasinnya pada lingkungan sosial terdekat yang berpengaruh
signifikan dalam hidupnya (Sarjun, 2017).

Dalam proses konseling naratif ini terdapat beberapa langkah-


langkah sebagai berikut:

1) Berkolaborasi dengan konseli untuk datang dengan nama yang dapat


diterima bersama untuk masalah tersebut.
2) Melambangkan masalah dan menghubungkan pada keinginan yang
menakan dan strategi untuk masalah tersebut.
3) Menyelidiki masalah yang telah mengganggu, mendominasi, atau
mengecilkan hati/mengecewakan konseli
4) Minta konseli untuk melihat ceritanya dari perspektif yang eberbeda
dengan menawarkan makna alternatif dari peristiwa yang dialami
5) Temukan saat-saat ketika konseli tidak di dominasi atau berkecil hati
oleh masalah dengan mencari pengecualian untuk masalah ini.
6) Menemukan bukti historis yang bertujuan untuk mendukung
pandangan baru dari konseli sebagi orang yang kompoten untuk
menantang, mengalahkan, atau keluar dari dominasi atau tekanan
masalah
7) Meminta konseli untuk berspekulasi mengenai masa depan yang bisa
diharapkan dari kekuatan dan kompetensi seseorang. Sehingga konseli
menjadi terbebas dari cerita-cerita masalah yang menjenuhkan dari
nasa lalu, dan dapat membayangkan dan merencanakan untuk masa
depan yang kurang bermasalah.
8) Menemukan atau menciptakan konseli untuk memahami dan
mendukung cerita baru. Tidak hanya membaca berita baru tetapi
konseli juga perlu untuk cerita di luar konseling. Penting untuk
melibatkan lingkungan sosial dalam mendukung kisah hidup bari yang
telah muncul dalam peercakapan dengan konseling. Konseli perlu
diarahkan untuk hidup pada cerita di luar proses konseling. Masalah
awalnya dikeembangkan dalam konteks sosial, sangat penting untuk
melibatkan lingkungan sosial dalam mendukung kisah hidup baru yang
akan muncul dalam percakapan dengan konseling (Damayanti, 2020).
C. Konselinng Individual Dengan Teknik Konseling Naratif

Salah satu teori yang dipelajari di mata kuliah teori konseling adalah
teori dan praktik konseling naratif. Teori ini dikembangkan oleh Michael
White dan David Epston sekitar tahun 1990. Ketika konseli datang pada
konselor, biasanya mereka memberitahukan kehidupan mereka melalui
sebuah cerita. Konseli bercerita dengan menghubungkan pemahaman
mereka terhadap masalah, hubungan, penyakit, dsb sesuai urutan
peristiwa. Konseli sering menceritakan alasan mereka datang pada
konselor, hal-hal yang mereka yakini berkenaan dengan situasi mereka,
dan siapa atau apa yang menyebabkannya.
Konseling naratif bertujuan untuk membantu konseli dalam
mengidentifikasi dan membentuk kembali persepsi tentang dirinya yang
ditulis ulang secara kreatif untuk hidup yang lebih positif bagi penderita
gangguan komunikasi. Selain itu, konseling naratif juga digunakan untuk
menangani konseli yang memiliki beragam masalah, misalnya:

1) Krisis identitas
2) Psikosis
3) Gangguan makan
4) Penerimaan diri, dsb.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, A & Purwoko, B. 2017. Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori


Dan Praktik Konseling Naratif. Jurnal Mahasiswa Bimbingan Konseling
UNESA. 7(2):1-7.

DAMAYANTI, O. (2020). PENERAPAN KONSELING NARATIF


MENGGUNAKAN PENILAIAN IMCS (INNOVATIVE MOMENTS
CODING SYSTEM) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PUBLIC SPEAKING PADA MAHASISWA DI UIN RADEN INTAN
LAMPUNG (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Faizah, Noer Laela. (2014). Bimbingan Konseling Sosial. Surabaya : UIN Sunan
Ampel Press.

Habsy, Bakhrudin A. (2021). Teori-Teori Konseling Modern dan Post Modern.


Malang: Media Nusa Creative.
Harlini, Nurul., Ariana, Afika D. (2016). Psikologi Konseling. Indonesia:
Airlangga University Press.
Mutiah, M., Yaya, Y., & Effendi, D. I. (2019). Pengaruh Konseling Naratif
terhadap Pembentukan Konsep Diri Siswa MAN Indramayu. Irsyad:
Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Konseling, dan Psikoterapi Islam, 7(4),
439-456.
Priyas, H.P.T. (2012). Efektivitas Konseling REBT dengan Pendekatan Naratif
untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional. Tesis, Jurusan Bimbingan
dan Konseling. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Priyatno dan Ermananti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Sarjun, Amdani. 2017. Konseling Naratif dan Regulasi Diri. Lampung:


Perpustakaan Upi
Sofyan S.Willis. (2013). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung :
Alfabeta

WAHIDA, W. (2017). Pengaruh Teknik Konseling Naratif terhadap Peningkatan


Motivasi Berprestasi Siswa di SMP Negeri 1 Labakkang Pangkep
(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR).
Widya Juwita, dkk. Konseling Naratif untuk Meningkatkan Konsep Diri, Jurnal
Bimbingan Konseling Universitas Negeri Semarang, JUBK 6 (1) (2017)
Zulamri, Z. (2019). Pengaruh Layanan Konseling Individual Terhadap
Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Remaja Di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak Klas II B Pekanbaru. At-Taujih: Bimbingan Dan Konseling
Islam, 2(2),19-3
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai