Anda di halaman 1dari 30

BUKU PANDUAN TUTOR

BLOK IV.1
Pendidikan Tahap Sarjana Kedokteran Gigi

(Oral and Maxillofacial Surgery)


PENANGGUNG JAWAB
drg. Andries Pascawinata, MDSc., Sp.BM

TUTOR BLOK
1. drg. Netta Anggraini, Sp.Perio (Sekretaris)
2. drg. Sri Pandu Utami, Msi
3. drg. Citra Lestari, MDSc., Sp. Perio
4. drg. Intan Batura Endo Mahata, MM
5. drg. Satria Yandi, MDSc
6. drg. Fredi Rendra Taursia Wisnu, M.Kom
7. Dr. drg. Edrizal, Sp. Ort

CADANGAN
1. drg. Resa Ferdina, MARS
2. drg. Firdaus, M.Si
PANDUAN TUTORIAL

Kurikulum metode Problem Based Learning (PBL) pelaksanaan tutorial


menggunakan teknik seven jump (tujuh langkah). Metode The Seven Jump adalah
sebuah metode yang sangat tepat digunakan untuk pembelajaran, menganalisis
dan memecahkan sebuah kasus. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

A. Pertemuan Pertama

1. Clarify Unfamiliar Terms


a. Mahasiswa mengidentifikasi kata-kata yang artinya kurang jelas,
anggota lainnya mencoba untuk mendefinisikannya.
b. Kata atau nama yang oleh kelompok masih diperdebatkan ditulis di
papan tulis atau flip chart.
2. Define the Problems
a. Mahasiswa menetapkan permasalahan yang harus dijawab berdasarkan
skenario/kasus yang ada.
b. Tutor mendorong seluruh anggota kelompok untuk memberi kontribusi
dalam diskusi.
c. Mencatat seluruh issue yang telah dijelaskan oleh kelompok.
d. Mengurutkan permasalahan yang disusun untuk dianalisis pada
pertemuan pertama dan dicari jawabannya.
3. Brainstorm Possible Hypothesis or Explanation
a. Mendiskusikan permasalahan tanpa asumsi benar/salah, atau sebagai
langkah awal untuk mencari informasi lebih lanjut.
b. Mahasiswa mencoba membuat formulasi, berdiskusi tentang berbagai
kemungkinan yang sesuai dengan masalah.
4. Analyze the Problems
a. Mahasiswa mencoba merinci masalah dan membandingkannya dengan
hipotesis yang sudah dikembangkan apakah sudah cocok atau belum.
b. Pengorganisasian penjelasan terhadap masalah.
c. Ditulis secara skematik
d. Mahasuswa mencoba menghubungkan ide baru yang muncul dari
anggota kelompok dengan pengetahuan yang ada dan dengan konteks
berbeda.
5. Defining Learning Objectives
a. Kelompok menyusun beberapa tujuan belajar.
b. Tutor mendorong mahasiswa agar inti tujuan belajar menjadi lebih
fokus, tidak terlalu lebar atau superfisial serta dapat diselesaikan dalam
waktu yang tersedia.
c. Beberapa mahasiswa mungkin mempunyai tujuan belajar sendiri
(ekstra) karena kebutuhan atau kepentingan mereka sendiri.

B. Belajar Mandiri
6. Information Gathering : Private Study
a. Berupa kegiatan mencari informasi di buku, internet, computerized
literarure search, jurnal, spesimen patologis/ fisiologis, bertanya
kepada pakar, dsb.
b. Hasil kegiatan tersebut dicatat oleh masing-masing anggota kelompok
(student’s individual notes), termasuk sumber belajarnya. Usahakan
sumber pustaka masing-masing mahasiswa berbeda.
c. Hasil tersebut didiskusikan pada step 7.
C. Pertemuan Kedua
7. Synthesize and Test Acquired Informations (Reporting Phase)
a. Masing-masing anggota sudah siap berdiskusi setelah belajar beberapa
literatur maupun sumber belajar lainnya.
b. Tujuannnya mensintesis apa yang telah dipelajari, kemudian
mendiskusikan kembali.
c. Mahasiswa bisa menambahkan, menyanggah, bertanya, komentar
terhadap referensi.
d. Kelompok membuat analisis lengkap tentang masalah yang ada dan
membuat laporan tertulis.
e. Bila ada kesulitan yang tidak bisa terpecahkan dicatat dan ditanyakan
dalam diskusi dengan pakar/narasumber.
Seven Jump
Tutorial

Menetapkan Permasalahan
Bel ajar
Mencari sumber meartikel,

literatur, buku,
dan bertanya
Menganalisiskepada pakar
Permasalahandan
mendiskusikann

Pelaksanaan Tutorial dan Pleno


Kegiatan Tutor
No Kegiatan
Briefing
Pj menjelaskan tentang tujuan pembelajaran dan mengingatkan peran
1
fasilitator
2 Diskusi pelaksanaan tutorial
Proses Tutorial
3 Memulai proses tutorial
4 Menyerahkan proses tutorial kepada ketua tutorial
Mengawasi proses tutorial, melakukan intersep, dan memberikan
5
penilaian terhadap mahasiswa
Menutup proses tutorial dan memberikan simpulan umum proses
6
tutorial
Paska Tutorial
Melakukan rata-rata hasil tutorial dan mengisi pada lembar yang
7
disediakan

Pertemuan 1
No Kegiatan
Fasilitator
1 Fasilitator mengucapkan salam dan membuka proses tutorial
Fasilitator mempersilahkan proses pemilihan Ketua dan Sekretaris
2
kelompok kepada seluruh anggota tutorial
Ketua
3 Memperkenalkan diri dan memimpin doa
Mempersilahkan salah satu anggota membaca Alquran dan membaca
4
terjemahannya
Memulai proses tutorial : 1. Membaca scenario, 2. Langkah 1-5
5 (Klasifikasi Istilah, menetapkan permasalahan, curah pendapat, analisa
masalah, menetapkan kesimpulan dan tujuan belajar)
Menutup proses tutorial dengan doa bersama, mengembalikan proses
6
tutorial kepada Fasilitator
Fasilitator
Fasilitator memberikan kesimpulan dan penekanan terhadap tujuan
7
belajar yang harus dicapai
Tata tertib di pertemuan pertama
 Mahasiswa hanya boleh membawa
catatan yang dengan mencatat di
buku panduan blok
 Mahasiswa tidak boleh membuka HP
 Mahasiswa tidak boleh membawa
laptop, buku, artikel dan catatan
dalam kertas di luar buku panduan
Pertemuan 2
No Kegiatan
Fasilitator
1 Fasilitator mengucapkan salam dan membuka proses tutorial
2 Fasilitator mempersilahkan Ketua untuk memulai proses tutorial
Ketua
3 Memimpin doa
Mempersilahkan salah satu anggota membaca Hadits dan membaca
4
terjemahannya
Memulai proses tutorial : 1. Setiap anggota kelompok menyampaikan
rujukan apa saja yang dibawa, 2. Langkah 7 (Melaporkan hasil belajar
5
dengan catatan yang memuat poin-poin laporan belajar, analisis dan
menetapkan kesimpulan)
Menutup proses tutorial dengan doa bersama, mengembalikan proses
6
tutorial kepada Fasilitator
Fasilitator
Fasilitator memberikan kesimpulan dan mengingatkan tugas yang harus
7
dikerjakan

Tata tertib dipertemuan


 Mahasiswa hanya boleh membaca catatan
belajar mandiri yang ada (hanya poin-poin
saja)
 Mahasiswa yang membawa hp harus
dinonaktifkan atau dalam keadaan silent
dan tidak digunakan
 Mahasiswa boleh membuka laptop, buku,
artikel dan literatur lainnya dengan tujuan
membantu penjelasan yang masih
membingungkan

\\
Tuga
 Dikerjakan oleh kelompok
 Batasan Tugas : Konten dan Format
 Susunan :
- Cover memuat nama blok, tutorial ke-,
FKG Baiturrahmah (logo dan narasi),
nama mahasiswa
- Bab 1 : Pendahuluan
- Bab 2 : Pembahasan (Hasil Tutorial langkah 1 –
7)
- Kesimpulan
- Daftar Pustaka

Tata cara penulisan


 Sistem daftar pustaka : Harvard
 Tulisan dengan font 12 Times New Roman
 Rata kiri
 Spasi : 1,5
 Jarak baris halaman (3 cm atas, 4 cm kiri, 4
cm kanan, 3 cm bawah)
 Penomoran halaman pertama dari Bab
(ditengah bawah), halaman selanjutnya dari Bab
(kanan atas)
 Tabel hanya ada garis horizontal
 Font tulisan 11 dalam tabel dan spasi dalam tabel 1
 Lampiran setelah daftar pustaka
(Menggunakan nomor halaman
 Jumlah halaman (15 – 20 halaman)
 Tugas dikumpulkan maksimal 4 hari setelah tutorial
Catatan :

 Jam : ada bunyi alarm


 Al-Qur’an
 Hadist
 Doa sebelum belajar
TATA TERTIB TUTORIAL

Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah harus


mematuhi tata tertib tutorial berikut ini :

1. Kelompok tutorial terdiri dari 10 sampai 12 mahasiswa yang diatur oleh


Bagian Akademik FKG Unbrah.
2. Kelompok diskusi ini difasilitasi oleh satu orang fasilitator yang juga
merupakan bagian dari kelompok tutorial.
3. Anggota kelompok tutorial memilih ketua dan sekretaris kelompok sebelum
tutorial dimulai.
4. Ketua bertugas untuk mengarahkan anggota dalam setiap step/langkah selama
kegiatan tutorial.
5. Sekretaris bertugas mencatat semua hasil tutorial
6. Hadir di ruang tutorial 10 menit sebelum tutorial dimulai.
7. Bagi mahasiswa perempuan harus berpakaian sopan (tidak boleh
menggunakan baju kaos dan celana panjang). Bagi mahasiswa laki-laki tidak
boleh memakai baju kaos dan rambut tidak boleh panjang.
8. Selama tutorial berlangsung nada HP harus di non aktifkan dan tidak boleh
menelpon atau melakukan kegiatan lain melalui HP.
9. Menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan ruang diskusi. Buanglah
sampah pada tempat sampah yang telah disediakan.
10. Laporan hasil tutorial (wrap-up) setelah pertemuan kedua dibuat dalam
bentuk makalah dan dilampirkan PPTnya. Makalah dikumpulkan ke PJ blok
maksimal 2 (dua) hari sebelum diskusi pleno dilaksanakan.
Tata tertib di pertemuan pertama:

1. Mahasiswa hanya boleh membawa catatan yang dicatat di buku panduan blok
2. Mahasiswa tidak boleh membuka HP
3. Mahasiswa tidak boleh membawa laptop, buku, artikel dan catatan diluar
buku panduan

Tata tertib di pertemuan kedua :

1. Mahasiswa hanya boleh membaca catatan belajar mandiri (poin-poinnya


saja)
2. Mahasiswa boleh membuka laptop atau referensi lainnya hanya untuk
membuktikan bahwa pendapatnya berdasarkan referensi yang valid atau
untuk membantu penjelasan yang masih membingungkan.
KRITERIA PENILAIAN TUTORIAL
Ketentuan :
a. Fasilitator harus menilai sesuai kriteria yang sudah ditetapkan
b. Fasilitator harus mengisi penilaian meskipun mahasiswa tidak hadir
(dengan nilai “ 0 “)

Kriteria:
1. Kehadiran
4 : hadir sebelum waktu/hadir tepat waktu
3 : terlambat 5-15 menit
2 : terlambat 16-30 menit
1 : terlambat lebih dari 30 menit
0 : Tidak hadir dengan atau tanpa keterangan yang jelas

2. Partisipasi
4 : aktif berpartisipasi selama tutorial (menjawab hampir sebagian besar
pertanyaan) atau jika sebagai ketua dapat memimpin tutorial dan
mampu mendistribusikan kesempatan secara merata kepada masing-
masing anggota
3 : kurang aktif berpartisipasi (hanya menjawab beberapa pertanyaan)
atau jika sebagai ketua dapat memimpin tutorial tapi kurang mampu
mendistribusikan kesempatan secara merata kepada masing-masing
anggota
2 : tidak aktif berpartisipasi (hanya menjawab jika ditunjuk oleh ketua)
atau jika sebagai ketua tidak mampu memimpin jalannya tutorial
dengan baik
1 : tidak memberikan pendapat selama diskusi meskipun sudah ditunjuk
oleh ketua
0 : tidak hadir dengan atau tanpa keterangan yang jelas

3. Relevansi
4 : semua ide/pendapat yang dikemukakan relevan dengan topik dalam
skenario dan Learning objective
3 : mengemukakan sebagian besar dari ide/pendapat yang relevan
dengan topik dalam skenario dan learning objective mengemukakan
2 : sebagian kecil dari ide/pendapat yang relevan dengan topik dalam
skenario dan learning objective
1 : mengemukakan ide/pendapat yang tidak relevan dengan topik dalam
skenario dan learning objective/tidak memberikan pendapat.
0 : tidak hadir dengan atau tanpa keterangan yang jelas

4. Penguasaan Materi
4 : menyampaikan ide/pendapat tanpa membaca buku catatan/referensi
lainnya dan disampaikan secara sistematis atau dengan menggunakan
media pembelajaran (gambar, skema, video, alat peraga lainnya
sehingga mudah dimengerti.
menyampaikan ide/pendapat tanpa membaca buku catatan/referensi
3 : lainnya, tetapi kurang sistematis
menyampaikan ide/pendapat sambil sesekali membaca buku
2 : catatan/referensi lainnya
menyampaikan ide/pendapat dengan membaca buku catatan/referensi
1 : lainnya
0 : tidak hadir dengan atau tanpa keterangan yang jelas

5. Sikap
4 : menunjukkan sikap menghargai pendapat dan peran anggota lain dan
fasilitator
3 : memberikan pendapat tanpa melalui ketua kelompok tidak acuh atau
2 : melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan
tutorial saat itu (membaca materi kuliah lain, bermain HP, dll)
menghambat jalannya diskusi atau tidak menghargai pendapat
1 : anggota lain (dominasi, mengejek, menyela atau berdiskusi dengan
teman sebelah) atau tidak menghargai ketua dan fasilitator serta
sering izin/keluar masuk ruang tutor.
0 : tidak hadir dengan atau tanpa keterangan/tertidur pada saat
pelaksanaan selama tutorial
SKENARIO 1

TUJUAN PEMBELAJARAN:

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang bahan anestesi lokal


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang mekanisme kerja
anestesi lokal
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Indikasi anestesi lokal
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kontraindikasi anestesi lokal
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teknik anestesi infiltrasi
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teknik anestesi blok
mandibular

KUPERCAYAKAN PADAMU, DOK..TOLONG BERIKAN YANG


TERBAIK

Seorang laki-laki berusia 32 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan


gigi geraham yang berlobang besar dan ingin dicabut saja. Setelah dokter gigi
melakukan pemeriksaan pada pasien diputuskan untuk dilakukan pencabutan
dengan anestesi lokal dengan mempertimbangkan indikasi dan kontraindikasi dari
anestesi lokal. Dari beberapa pilihan obat anestesi lokal yang tersedia, dokter gigi
memilih salah satu obat golongan amides karena sang dokter sangat paham
mekanisme kerja obat tersebut. Sebelum prosedur anestesi, dokter gigi
menjelaskan kepada pasien akan melakukan teknik anestesi yang akan membuat
setengah sisi rahang menjadi patirasa karena gigi yang akan dicabut merupakan
gigi geraham belakang yang cukup besar dan kokoh, berbeda apabila gigi yang
akan dicabut adalah gigi depan dimana cukup dilakukan teknik anestesi pada
daerah sekitar gigi yang akan dicabut. Pasien pun dapat memahami tindakan
anestesi yang akan dilakukan dan mempercayakan sepenuhnya perawatan giginya
kepada sang dokter gigi.

Diskusikan dengan seven jump !


Anestesi Lokal

Bahan anestesi lokal adalah substansi atau bahan yang dapat menimbulkan
matirasa setempat atau terbatas dengan cara memblokir konduksi impuls. Anestesi
lokal bekerja dengan menghalangi masuknya ion natrium ke dalam saluran saraf,
sehingga mencegah peningkatan sementara permeabilitas membran saraf untuk
natrium yang diperlukan untuk potensial aksi terjadi

Sifat Ideal Bahan Anestesi Lokal


Bahan anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls
saraf.Tempat kerjanya terutama di selaput lendir.Disamping itu, bahan anestesi
lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi atau transmisi dari
beberapa impuls.Artinya, bahan anestesi lokal mempunyai efek yang penting
terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan
otot.Bahan anestesi lokal yang ideal yaitu:
• Memiliki mula kerja yang cepat.
• Durasi kerja yang cukup panjang.
• Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen.
• Batas keamanan harus lebar, karena anestetik lokal akan diserap dari tempat
suntikan.
• Zat anestetik lokal juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat
disterilkan tanpa mengalami perubahan.

Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal


Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat dari
permeabelitas membran terhadap ion Na+ akibat depolarisasi ringan pada
membran. Proses inilah yang dihambat oleh bahan anestetik lokal; hal ini terjadi
akibat adanya interaksi langsung antara bahan anestetik lokal dengan kanal Na+
yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik.9,10,28 Dengan
semakin bertambahnya efek bahan anestesi lokal didalam saraf, maka ambang
rangsang membranakan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan
potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman
konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan
potensial aksi dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf.

Golongan Bahan Anestesi lokal


Bahan anestesi lokal merupakan gabungan dari garam laut dalam air dan
alkaloid larut dalam lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak
jenuh bersifat lipofilik, bagian badan sebagai penghubung terdiri dari cincin
hidrokarbon dan bagian ekor yang terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik.
Bahan anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan:
i) Golongan ester (-COOC-) Bahan-bahan dimetabolisme melalui proses
hidrolisis. Yang termasuk kedalam golongan ester, yakni : Kokain, Benzokain,
ametocaine, prokain, piperoain, tetrakain, kloroprokain.12
ii) Golongan amida (-NHCO-) Bahan-bahan ini termetabolisme melalui oksidasi
di dalam hati. Yang termasuk kedalam golongan amida, yakni : lidokain,
mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, dibukain, ropivakain,
levobupivakain.
Kecuali kokain, maka semua bahan anestesi lokal bersifat vasodilator
(melebarkan pembuluh darah).Sifat ini membuat bahan anestesi lokal cepat
diserap, sehingga toksisitasnya meningkat dan lama kerjanya jadi singkat karena
bahan ini cepat masuk ke dalam sirkulasi.Untuk memperpanjang kerja serta
memperkecil toksisitas sering ditambahkan vasokonstriktor. Vasokonstriktor
merupakan kontraindikasi pada kondisi sebagai berikut:
(1) Anestesi pada telinga dan jari.
(2) Infiltrasi, blok saraf pada persalinan spontan.
(3) Penderita usia lanjut.
(4) Penderita hipertensi.
(5) Penderita dengan penyakit-penyakit kardiovaskuler.
(6) Penderita diabetes mellitus.
(7) Penderita tirotoksikosis.
SKENARIO 2

TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan anamnesis pada kasus
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang pada pasien dengan kompromis medis
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan manajemen untuk pasen
kompromis medis diabetes melitus
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan ergonomi pada
pencabutan gigi
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan teknik fiksasi jari dan
manipulasi pada pencabutan gigi
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan dry socket sebagai
komplikasi pencabutan gigi pada kasus

KELALAIAN BERAKIBAT KOMPLIKASI

Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang ke sebuah rumah sakit swasta dengan
keluhan gigi yang berlobang besar dan ingin dicabut saja. Dari anamnesis
diperoleh keterangan bahwa pasien menderita salah satu penyakit kompromis
medis yaitu penyakit diabetes melitus tipe 2 namun tidak diobati dengan baik,
hasil pemeriksaan labor kadar gula darah satu minggu yang lalu 250 mg/dl.
Pemeriksaan klinis ekstraoral dalam batas normal. Pemeriksaan intraoral terlihat
gigi 46 nekrosis pulpa. Seorang dokter gigi ditugaskan menangani kasus tersebut
dan langsung mempersiapkan pasien untuk pencabutan giginya, posisi pasien pun
diatur sedemikian rupa. Saat pencabutan, dokter mengambil posisi dibelakang
kanan pasien dan memegang gigi pasien dengan teknik pinch grasp, dokter
melakukan manipulasi pencabutan dengan baik sehingga gigi dapat diangkat
dengan mudah. Setelah itu pasien diberikan edukasi dan dipersilahkan pulang.
Beberapa hari setelah pencabutan pasien datang dalam keadaan dry socket.
Posisi Pasien dan Operator saat Pencabutan Gigi.
Posisi Pasien
Rahang Atas
1. Untuk pasien harus sejajar dengan bahu operator
2. Sudut dental unit harus dengan lantai membentuk sudut 120o
3. Permukaan gigi RA membentuk sudut 450 terhadap bidang datar (lantai)
ketika membuka mulut
Rahang Bawah
1. Posisi kursi diturunkan sehingga sudut antara dental unti dengan lantai
110o
2. Bidang oklusal RB harus parallel terhadap lantai ketika membuka mulut.
3. Mulut pasien setinggi siku operator.

Gambar 1. Posisi Pasien saat pencabutan gigi a: Rahang Atas; b: Rahang Bawah
Posisi Operator

Gigi Rahang Atas:


1. Operator berada di depan kanan pasien (arah jam 8)
2. Posisi jari tangan operator
 Gigi posterior kiri -> ibu jari di palatinal, telunjuk di bukal, 3 jari lainnya
berada diluar mulut
 Gigi anterior -> ibu jari dipalatinal, telunjuk di labial
 Gigi posterior kanan -> ibu jari di bukal, telunjuk di palatal
Gigi Rahang Bawah:
1. Posterior kanan: operator berada di belakang kanan pasien (arah jam 10).
Posisi jari tangan yaitu ibu jari dilingual, telunjuk di bukal dan ketiga gigi
lainnya berada di dagu untuk menghindari dislokasi mandibula
2. Posterior kiri dan anterior
Operator berada di depan kanan pasien (arah jam 8), telunjuk berada di labial /
bukal dan jari tengah di lingual sedangkan ibu jari di bawah dagu atau ibu jari di
labial dan jari telunjuk di lingual dan ketiga jari lainnya dibawah dagu.
Fungsi tangan kiri operator
1. Selama aplikasi tang
2. Menarik pipi, bibir, dan lidah
3. Menuntun bilah tang ke dalam gigi yang akan dicabut
4. Fiksasi kepala pasien selama kerja pada gigi RA dan menstabilkan
mandibula selama bekerja pada gigi RB
5. Selama luksasi gigi
6. Menstabilkan kepala (RA) atau mandibula (RB)
7. Mendukung kortikal plates buccal dan lingual
8. Memperkirakan besarnya tekanan yang dilakukan dan besarnya pelebaran
tulang alveolar
9. Mengangkat tambalan yang pecah. Fragmen gigi atau keseluruhan gigi
sebelum masuk ke dalam oropharing.

Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri,
polidipsi, dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemi
(glukosa darah puasa > 126 mg/dL atau glukosa sewaktu > 200 mg/dL atau
postprandial > 200 mg/dL). Berdasarkan etiologinya DM dapat dibedakan
menjadi: DM tipe 1, adanya ganggguan produksi insulin akibat penyakit autoimun
atau idiopatik. Tipe ini disebut juga insuline dependent diabetes mellitus (IDDM).
DM tipe 2, akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Tipe ini disebut
juga noninsuline dependent diabetes mellitus (NIDDM). Jenis lain lagi,
misalnya gestitational diabetes mellitus, DM pada kehamilan; DM akibat penyakit
endokrin atau pankreas atau akibat penggunaan obat.
Manifestasi klinis di rongga mulut dari penderita DM tidak terkontrol
antara lain berupa keadaan mukosa mulut dan lidah yang kering dan mulut bau
aseton, nafsu makan yang meningkat drastis, parestesia lidah dan bibir.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi dan kegagalan organ-organ berbeda terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.3 Pada pasien DM dapat terjadi
penurunan fungsi respon imun yang mengakibatkan lebih mudahnya terkena
berbagai macam infeksi. Pada penderita DM terjadi komplikasi pada semua
tingkat sel, salah satunya timbul proses angiopati dan penurunanan fungsi endotel.
Keadaan ini sangat berperan pada faktor terlambatnya proses penyembuhan luka.

Penatalaksanaan Ekstraksi Gigi


DM bukan merupakan kontra indikasi untuk setiap perawatan kedokteran
gigi terutama dalam tindakan operatif seperti pencabutan gigi, kuretase pada poket
dan sebagainya. Bila penderita dibawah pengawasan dokter ahli sehingga
keadaannya terkontrol maka hal ini tidak menjadi masalah bagi dokter gigi untuk
melakukan perawatan gigi dan mulut penderita tersebut. Tetapi walaupun
demikian ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
perawatan yang dapat menentukan keberhasilan perawatan, antara lain kadar gula
dalam darah dan urin penderita, keadaan umum penderita dan
asepsis. Penatalaksanaan ekstraksi gigi pada penderita DM harus dilakukan
dengan hati-hati, karena tindakan invasif tanpa pengendalian gula darah dapat
berakibat fatal.
Pasien yang mengetahui dirinya menderita DM harus diketahui jenis yang
dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, kontrol yang memadai pada
Dmnya, dan adanya komplikasi pada syaraf, vaskuler, ginjal, dan infeksi lainnya.
Pasien harus di anamnesa secara spesifik tentang riwayat penyakit ini, kejadian
hipoglikemik, ketoasidosis dan lain sebagainya. Bagi pasien yang melakukan
pemeriksaan glukosa darah di rumah, hasil dari pengujian glukosa darag yang
terbaru harus dicatat.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pasien dapat dikelompokkan ke
dalam kategori kelompok resiko spesifik, yaitu:
 Pasien dengan resiko rendah
Yaitu kontrol metaboliknya baik dengan obat-obatan yang dalam keadaan stabil,
asimtomatik, dan tidak ada komplikasi.
 Pasien dengan resiko menengah
Yaitu memiliki simptom yang sama namun berada dalam kondisi metabolik
yang seimbang. Tidak terdapat riwayat hipoglikemik atau ketoasidosis.
 Pasien dengan resiko tinggi
Yaitu memiliki banyak komplikasi dan kontrol metaboliknya sangat buruk,
seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan sering membutuhkan
injeksi insulin.
Ekstraksi gigi pada pasien dengan DM resiko rendah membutuhkaan
perhatian khusus pada kontrol diet, mengurangi stres, dan resiko infeksi pada
seluruh prosedur pembedahan. Biasanya, tidak dibutuhkan penyesuaian pada
terapi insulin. Begitu juga ekstraksi gigi pada pasien DM dengan resiko menengah,
membutuhkan kontrol diet, stres, dan infeksi namun pelaksanaan ekstraksi gigi
hanya dapat dilakukan setelah konsultasi dengan dokter yang merawat pasien atau
dokter spesialis penyakit dalam. Untuk tindakan bedah yang lebih besar dan
reseksi gingiva perlu dipertimbangkan teknik sedasi tambahan dan perawatan
dalam rumah sakit.
Sedangkan pada pasien dengan resiko DM tinggi, tidak dapat dilakukan
perawatan dental terlebih dahulu termasuk ekstraksi gigi, diharuskan memperoleh
perawatan pendahuluan untuk menurunkan tingkat stres. Seluruh tindakan
perawatan dilakukan bila kondisi medis dalam keadaan stabil. Pengecualian yang
penting pada pasien DM terkontroll, tetapi mengalami infeksi gigi yang aktif
maka tindakan yang dilakukan berupa kontrol terhadap infeksi tersebut.
SKENARIO 3

TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan anamnesis pada
komplikasi pencabutan gigi pada kasus
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan dan gejala
klinis komplikasi pencabutan gigi pada kasus
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosis komplikasi
pada pencabutan gigi pada kasus
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaan
perforasi sinus maksilaris

SALURAN YANG TAK DIHARAPKAN


Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin
mencabut gigi geraham kiri atas karena berlubang besar. Pemeriksaan intra oral
gigi 26 nekrosis pulpa. Pasien dilakukan pencabutan. Setelah gigi dicabut, terlihat
di pucuk akar palatal ada tulang yang ikut terangkat. Dokter gigi curiga terjadi
oroantral komunikasi, karena daerah kerja yang dekat dengan sinus maksilaris.
Kecurigaan itu bertambah saat pasen diminta berkumur ternyata dirasakan airnya
mengalir ke hidung. Untuk memastikan terjadinya oroantral komunikasi dokter
gigi melakukan nose blowing test dan dokter gigi tersebut segera mempersiapkan
perawatanya.
SKENARIO 4

TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi gigi impaksi
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan patofisiologi
perikoronitis
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan pada gigi
impaksi
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan penunjang
radiografi pada gigi impaksi
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan perawatan gigi impaksi
SESUATU YANG TERPENDAM

Seorang perempuan berusia 21 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sakit


pada gigi geraham bungsu bawah kanan, sejak tiga hari yang lalu. Pasien tidak
mampu buka mulut lebar. Pada pemeriksaan intra oral tampak pembengkakan dan
kemerahan pada gingiva regio 48. Pada pemeriksaan radiografis, gigi 48
terpendam dengan kondisi ruangan antara bagian distal molar dua dengan ramus
cukup untuk erupsi molar ketiga, bagian tertinggi dari gigi terletak sejajar dengan
dataran oklusal dengan posisi gigi mengarah ke mesial. Sebelum Dokter gigi
melakukan tindakan, ia menetapkan dulu diagnosis dan menggolongkan gigi
tersebut berdasarkan klasifikasi Pell dan Gregory. Setelah itu ia mempersiapkan
suatu jenis pembedahan untuk mengangkat gigi tersebut.

Definisi Gigi Impaksi


Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi normalnya
terhalang atau terhambat, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis
sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang
normal didalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi.

Gambar 1.Gigi yang impaksi

Gambar 2.Radiografi pada gigi impaksi

Umumnya gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan
jarang pada gigi anterior. Namun gigi anterior yang mengalami impaksi terkadang
masih dapat ditemui.

Pada gigi posterior,yang sering mengalami impaksi adalah sebagai berikut :


1. Gigi molar tiga (48 dan 38) mandibula
2. Gigi molar tiga (18 dan 28) maksila
3. Gigi premolar (44,45,34 dan 35) mandibula
4. Gigi premolar (14,15,24 dan 25) maksila
Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi adalah
sebagai berikut:
1. Gigi caninus maksila dan mandibula(13,23,33,dan 43)
2. Gigi incisivus maksila dan mandibula(11,21,31,dan 41)
Untuk mengetahui ada atau tidaknya kemungkinan suatu gigi mengalami
impaksi atau tidak sangatlah penting mengetahui masa erupsi masing-masing gigi
pada setiap lengkung rahang. Berikut ini masa erupsi gigi geligi pada masing-
masing rahang.
Gigi 1 2 3 4 5 6 7 8
RA 7-8 8-9 11-12 10-11 10-12 6-7 12-13 17-21
RB 6-7 7-8 9-10 10-12 11-12 6-7 11-13 17-21
Tabel 1.Masa Erupsi Gigi Permanen
Apabila gigi geligi tersebut belum erupsi pada masa erupsinya tersebut,
sebaiknya dikonsultasikan ke dokter gigi.
Etiologi Gigi Impaksi
Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor, menurut Berger
penyebab gigi terpendam antara lain :
Etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah :
1. Abnormalnya posisi gigi
2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan prematur pada gigi
7. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
8. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau
abses
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada
anak-anak.

Tanda Atau Keluhan Gigi Impaksi


Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi
impaksi. Dengan demikian mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala
terjadinya gigi impaksi adalah :
1. Inflamasi, yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan
pada gusi disekitar gigi yang diduga impaksi
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal
sehingga meresorpsi gigi tetangga
3. Kista (folikuler)
4. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang
lama (neuralgia)
5. Fraktur rahang (patah tulang rahang)
6. Dan tanda-tanda lain

Klasifikasi Umum Gigi Impaksi


Untuk kebutuhan dan keberhasilan dalam perawatan gigi yang impaksi
maka dicipatkanlah berbagai jenis klasifikasi. Beberapa diantaranya sudah umum
dijumpai yaitu klasifikasi menurut Pell dan Gregory, George Winter dan Archer.
Klasifikasi Menurut Pell Dan Gregory
A. Berdasarkan Hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua
dengan cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan
jarak antara bagian distal molar kedua ke ramus mandibula.

Gambar 4.Klas I menurut Pell dan Gregory

Klas I : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Gambar 5.Klas II menurut Pell dan Gregory

Klas II : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Gambar 6.Klas III menurut Pell dan Gregory

Klas III : Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus
mandibula.

B. Berdasarkan letak molar ketiga di dalam rahang


Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis
oklusal.
Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis
oklusal tapi masih lebih tinggi daripada garis servikal molar kedua.
Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis
servikal molar kedua.
Gambar 7. Posisi A, B, dan C menurut Pell dan Gregory

Kedua klasifikasi ini digunakan biasanya berpasangan. Misalnya, Klas I


tipe B artinya panjang mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak
distal molar kedua ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada dibawah garis
oklusal tapi masih di atas servikal gigi molar kedua.

Klasifikasi Menurut George Winter


Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana.Gigi
impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar
kedua. Posisi-posisi meliputi
1. Vertical
2. Horizontal
3. Inverted
4. Mesioangular (miring ke mesial)
5. Distoangular (miring ke distal)
6. Bukoangular (miring ke bukal)
7. Linguoangular (miring ke lingual)
8. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position

A B C
Gambar 8.A.Vertical Impaction, B.Soft Tissue Vertical Impaction,dan C.Bony
Vertical Impaction menurut George Winter

A B C
Gambar 9. A.Distal Impaction (distoangular), B.Mesial Impaction (mesioangular)
dan C.Horizontal Impaction

2.4.3.Klasifikasi menurut Archer


B. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi George Winter.Berdasarkan
hubungan molar ketiga dengan sinus maksilaris.
Sinus Approximation : Bila tidak dibatasi tulang,atau ada

lapisan tulang yang tipis di antara


gigi impaksi dengan sinus
maksilaris.
Non Sinus Approximation : Bila terdapat ketebalan tulang yang
lebih dari 2 mm antara gigi molar
ketiga dengan sinus maksilaris.
Klasifikasi diatas didasarkan pada klasifikasi untuk gigi molar tiga yang
impaksi dan berbeda dengan pengklasifikasian gigi lain. Namun klasifikasi gigi
lain juga hampir mirip, klasifikasi diatas untuk menunjukkan klasifikasi umum
yang sering ditemui. Sedangkan klasifikasi masing-masing gigi akan dibicarakan
pada pembahasan frekuensi impaksi masing-masing gigi, baik gigi molar, caninus,
premolar maupun insisivus.

Anda mungkin juga menyukai