Anda di halaman 1dari 4

INKONTINENSIA STRESS

O.14.1

1. Pengertian (Definisi)
Keluarnya Urine tanpa dapat di kontrol, bila tekanan intravesika melebihi tekanan
penutupan uretra dalam keadaan vesika urinaria sedang tidak berkontraksi, yang secara
objektif dapat dilihatdan merupakan masalah sosial atau higienis

2 Patofisiologi
Patofisiologi pada Stress inkontinensia merupakan multi faktor . Bagian luar kandung kemih
yang berperan untuk pengisian dan pengeluaran urine dari kandung kemih adalah bladder
neck, uretradan penyokong .
Kandung kemih dan uretra bagian proksimal disokong oleh dinding vagina anterior, otot
levator ani, fasia pubo servikalis, fasia pubo uretralis dan arkustendenious, fasia pubo
uretralis. Pada keadaan persalinan pervaginam atau karena faktor-faktor risiko lainnya,
penyokong uretra proksimal dan leher kandung kemih menjadi rusak atau melemah,
sehingga bladder neck dan uretra proksimal menjadi hipermobilitas. Bila tekanan intra
abdominal (tekanan transmisi) meningkat mendadak, tekanan ini akan ditransmisikan pada
seluruh organ-organ visera termasuk pada kandung kemih, leher kandung kemih dan uretra
bagian proksimal.
Pada Stress inkontinensia, tekanan intra vesikelmelebihi tekanan maksimal uretra sehingga
urine keluar. Urine keluar sangat erat hubungan nya dengan aktifitas tubuh yang dapat
menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat.

3 Anamnesis
3.1 Gejala Urologis (durasi, frequency, severity) : pasien mengeluh urine keluar kalau
aktifitas fisik ( batuk, bersin, tertawa)
3.2 Riwayat Terapi.
3.3 Riwayat Ginekologis.
3.4 Riwayat Neurologis.
3.5 Obat-obatan.

4 Pemeriksaan Fisik
4.1 Tanda vital
Tanda vital yang diperiksa meliputi tekanan darah, nadri, respirasi dan suhu.
4.2 Identifikasi Penyebab
Pemeriksaan fisik penderita inkontinensia harus dilakukan termasuk deteksi kondisi
medis yang mungkin mempengaruhi traktus urinarius bagian bawah. Kondisi tersebut
mencakup abdomen (ada tidaknya tumor), kelainan neurologis( delirium, demensia,
multiple sclerosis, stroke, penyakit parkinson), neuropati (otonom dan perifer), kelainan
di bagian tulang belakang dan punggung bawah, kelainan perkembangan
genitourinarius.
Pemeriksaan fisik harus secara sistematik sehingga tidak melewatkan lesi yang
mempunyai efek langsung pada inkontinensia.
Dalam pemeriksaan fisik :
Palpable bladder ?
Pelvis – bimannual exam for masses
Part of the Vulva – look or prolaps , descent , leak
Per rectal exam – Faecal load, anal tone
Periperal – neurological exam of the limbs
Pemeriksaan ginekologi, harap diperhatikan adanya sistokel atau prolaps uteri pada
stadium lanjut. Penderita disuruh batuk, kemudian terlihat urin keluar dari uretra.

5 Kriteria Diagnosis
5.1 Keluarnya urine tanpa dapat di kontrol
5.2 Tekanan intravesika melebihi tekanan penutupan uretra dalam keadaan vesica urinaria
sedang tidak berkontraksi
5.3 Disebabkan oleh lemahnya oto dasar panggul

6 Diagnosis Kerja
INKONTINENSIA STRESS

7 Diagnosis Banding
7.1 Cystitis
7.2 Spinal Cord neoplasm
7.3 Spinal cord trauma
7.4 Spinal epidural abscess
7.5 Urinary obstruction
7.6 UTI
7.7 Uterine prolaps

8. Pemeriksaan Penunjang
Komprehensif (teoritis) Optimal (yang ada di RSSA/disepakati)
1. Pemeriksaan Q Test 1. Pemeriksaan Q Test
Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan
lebih dari 30 maka penderita kemungkinan lebih dari 30 maka penderita kemungkinan
mengalami stres inkontinensia urin mengalami stres inkontinensia urin
2. Bony Test 2. Bony Test
Penekanan uretra dengan dua jari, bila Penekanan uretra dengan dua jari, bila
kandung kemih terisi, penderita disuruh batuk kandung kemih terisi, penderita disuruh batuk
maka urin tidak akan keluar dari uretra maka urin tidak akan keluar dari uretra
sedangkan kalau tidak ditekan urin akan sedangkan kalau tidak ditekan urin akan
keluar. keluar.
3. Pemeriksaan Pad Test 3. Pemeriksaan Pad Test
Penderita disuruh minum sebanyak 500 cc Penderita disuruh minum sebanyak 500 cc
kemudian dalam waktu 30 menit penderita kemudian dalam waktu 30 menit penderita
disuruh naik tangga, jalan dan batuk-batuk. disuruh naik tangga, jalan dan batuk-batuk.
Lima belas menit kemudian penderita disuruh Lima belas menit kemudian penderita disuruh
duduk berdiri, duduk berdiri sebanyak 10 kali duduk berdiri, duduk berdiri sebanyak 10 kali
dan batuk yang kuat serta mengambil barang dan batuk yang kuat serta mengambil barang
yang jatuh di lantai. Enam puluh menit yang jatuh di lantai. Enam puluh menit
setelah tes ini selesai (lama tes 60 menit). setelah tes ini selesai (lama tes 60 menit).
Pad ditimbang dengan hasil kemungkinan: Pad ditimbang dengan hasil kemungkinan:
 Timbangan Pad bertambah 2 gram, ini  Timbangan Pad bertambah 2 gram, ini
berarti tidak ada stres inkontinensia berarti tidak ada stres inkontinensia
urin urin
 Pad bertambah beratnya 2-10 gram  Pad bertambah beratnya 2-10 gram
disebut stres inkontinensia urin derajat disebut stres inkontinensia urin derajat
ringan ringan
 Pad bertambah 10-20 gram, ini berarti  Pad bertambah 10-20 gram, ini berarti
penderita mengalami stres penderita mengalami stres
inkontinensia urin sedang inkontinensia urin sedang
 Pad bertambah beratnya 20-40 gram,  Pad bertambah beratnya 20-40 gram,
ini berarti penderita mengalami stres ini berarti penderita mengalami stres
inkontinensia urin derajat berat. inkontinensia urin derajat berat.
 Pad bertambah beratnya 40-50 gram,  Pad bertambah beratnya 40-50 gram,
ini berarti penderita mengalami stres ini berarti penderita mengalami stres
inkontinensia urin derajat sangat inkontinensia urin derajat sangat
berat. berat.
4. Bladder diary 4. Bladder diary
5. Residu Urine 5. Residu Urine
6.Urinalisis 6.Urinalisis
7. Kultur urine 7. Kultur urine
8. BUN dan serum kretinin 8. BUN dan serum kretinin
9.Pemeriksaan Urodinamik : 9.Pemeriksaan Urodinamik :
Pemeriksaan urodinamik dikerjakan hanya Pemeriksaan urodinamik dikerjakan hanya
pada kasus-kasus yang diragukan pada kasus-kasus yang diragukan
diagnostiknya atau terapi direncanakan diagnostiknya atau terapi direncanakan
operatif. operatif.
10.Cystourethroscopy 10.Cystourethroscopy
11.Radiografi (Imaging Tests) 11.Radiografi (Imaging Tests)

9. Terapi (Grading of Recomendation: C)


Komprehensif (teoritis) Optimal (yang ada di RSSA/disepakati)
Terapi: Terapi:
1. Konservatif 1. Konservatif
1.1 Fisioterapi 1.1 Fisioterapi
a. Behavior terapy a. Behavior terapy
b. Latihan Kegel b. Latihan Kegel
c. Latihan otot dasar panggul dengan Cone, c. Latihan otot dasar panggul dengan Cone,
Perineometri, Stimulator, Perineometri, Stimulator,
d. Pakai kateter atau pembalut d. Pakai kateter atau pembalut
e. Positif Feed Back (perineometer) e. Positif Feed Back (perineometer)
f. Electrical Stimulation f. Electrical Stimulation
1.2 Mekanikal 1.2 Mekanikal
a. Bladder Neck support Prothesis a. Bladder Neck support Prothesis
b. Contraceptive Diafragma b. Contraceptive Diafragma
c. Hodge Pessari c. Hodge Pessari
d. Vaginal Tampon d. Vaginal Tampon
e. Cateter e. Cateter
2. Operatif 2. Operatif
a. Kelly Plication a. Kelly Plication
b. Kelly Kenedy Modification b. Kelly Kenedy Modification
c. Marshall Marseti Kranc c. Marshall Marseti Kranc
d. Burch Suspension d. Burch Suspension
e. Sling, dengan menggunakan mesh seperti, e. Sling, dengan menggunakan mesh seperti,
TVT, TVT-O dan lain-lain. TVT, TVT-O dan lain-lain.
f. Cara Marshal Marchetty Kraz (MMK) f. Cara Marshal Marchetty Kraz (MMK)
g. Burch Colposuspensi g. Burch Colposuspensi
h. Sling dengan menggunakan fasialata, h. Sling dengan menggunakan fasialata,
fasiagrasilis, prolene dan rektus abdominis fasiagrasilis, prolene dan rektus abdominis

10 Edukasi
10.1 Kondisi penyakit ibu
10.2 Tujuan dan tatacara tindakan medis
10.3 Alternatif tindakan medis dan resikonya
10.4 Rencana perawatan, pemberian obat-obatan dan tindakan yang dilakukan
10.5 Kemungkinan resiko dan komplikasi yang bisa terjadi kepada ibu

11 Prognosa penyakit dan prognosa terhadap tindakan yang dilakukan


Prognosis
Advitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Adfungsionam : dubia ad bonam

12 Kompetensi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

13 Indikator Medis
80% Pasien teratasi dalam 14 hari perawatan

14 Kepustakaan
a) Sezginsoy, B. & Wright, S.E.. Pressure Ulcer in Primary Care of Geriatrics. Ham, R.J. et al
(eds). 5th ed. Mosby. 2007. Pp. 371-384.
b) Bates-Jensen, B.M. Pressure Ulcer in Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology.
Halter, J.B et al (eds). 6th ed. McGraw Hill. 2009. Pp. 703.716.
c) European Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP) and American National Pressure Ulcer
Advisory Panel (NPUAP)

Anda mungkin juga menyukai