Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

Halitosis merupakan suatu masalah yang telah menarik perhatian banyak kalangan baik kalangan profesi kesehatan khususnya kesehatan gigi, para ilmuwan dan peneliti maupun kalangan masyarakat awam dalam dekade terakhir ini. Masalah ini tidak hanya dilihat dari sudut kesehatan tetapi juga dari sudut pergaulan sosial. Keberadaan halitosis pada dasarnya berkaitan dengan berbagai faktor penyebab baik yang berasal dari rongga mulut maupun organ-organ yang lain, baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Halitosis dapat terjadi pada semua golongan umur, jenis kelamin, ras maupun tingkat sosial ekonomi. Halitosis yang berkaitan langsung dalam rongga mulut dipengaruhi oleh aspek mikrobiologis berbagai deposit didalam rongga mulut. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh halitosis ditinjau dari penderita dalam kehidupan sosialnya, yaitu: malu atau rendah diri, menghindari pergaulan sosial, bicara tidak bebas, tidak ada rasa percaya diri dan lain-lain. Halitosis merupakan suatu problema yang bagi sebagian orang sangat memalukan sehingga penderitanya malas untuk mendatangi dokter gigi ataupun dokter umum, dan bahkan dapat membuat penderitanya kehilangan semangat serta menghindari pergaulan. Selain itu, banyak pula penderita halitosis yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita halitosis sampai ada seseorang yang memberitahu mereka. Halitosis merupakan suatu masalah yang dapat dicegah dengan merawat kebersihan dalam rongga mulut dan dengan melalui perawatan sumber-sumber penyebab di dalam rongga mulut yang dapat secara efektif memecahkan masalahmasalah nafas tak sedap. Untuk dapat mengatasi halitosis secara efektif, diperlukan pemeriksaan secara menyeluruh dan diagnosa yang tepat. Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Halitosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi halitosis Halitosis berasal dari bahasa latin halitus (nafas) dan Yunani osis (keadaan). Jadi, halitosis merupakan keadaan dari bau nafas. Umumnya istilah ini mengacu pada suatu keadaan bau mulut yang berasal dari keadaan metabolik secara sistemik, termasuk saluran pencernaan. Halitosis dapat berupa halitosis fisiologis maupun patologis. Halitosis fisiologis adalah halitosis yang bersifat sementara dan terjadi bila substansi yang menimbulkan bau tersebut secara hematologi menuju paru-paru dan biasanya berasal dari makanan, seperti bawang dan lobak dan bisa juga berasal dari minuman, seperti teh, kopi, serta minuman beralkohol. Halitosis Patologis adalah halitosis yang pada dasarnya terjadi dalam suatu mekanisme yang sama dengan halitosis fisiologis, dalam hal ini bahan-bahan yang secara hematologis menuju paru-paru. Penyebab utama keadaan ini karena adanya kelainan yang bersifat local maupun sistemik seperti diabetes mellitus, uremia, gastritis, tukak lambung dan hepatitis (Jurnal Kedokteran Gigi Mahasaraswati volume 2) Halitosis adalah kondisi kesehatan mulut yang ditandai dengan napas yang berbau konsisten. Meskipun rongga mulut tidak bermasalah, gigi dan gusi terawat, kebersihan mulut terjaga, sudah menghindari makanan yang berbau, tidak ada penyakit sistemik, tapi masih dapat mulut mengeluarkan bau tidak sedap (Warianto, 2009). Aroma nafas tak sedap atau bau mulut umumnya disebabkan dua masalah utama, yaitu kesehatan mulut dan makanan yang dicerna oleh usus. Dengan kata lain, bau napas berasal tidak hanya dari dalam mulut, melainkan juga dari sistem pencernaan (Setiawan, 2009). Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya bau yang tidak disukai sewaktu terhembus di udara, tanpa melihat substansi tersebut berasal oral maupun non-oral (Dahlia Herawati).

Halitosis berasal dari bahasa latin, yaitu halitus yang artinya nafas dan bahasa Yunani, yaitu osis yang artinya keadaan. Jadi, halitosis merupakan keadaan dari bau nafas. Umumnya istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan istilah bau nafas yang tidak sedap (R. Haskell,J.J Gayford) Selain istilah halitosis, bau mulut juga dikenal dengan istilah :

Oral Malodor Bad breath Fetor Ex Ore Fetor Oris Dragon Breath Jungle Mouth.2

Ada suatu kondisi dimana seseorang yang selalu merasa mempunyai masalh bau mulut, padahal sebenarnya tidak, dan kondisi ini disebut pseudohalitosis atau halitophobia.2 2.2 Etiologi Bau nafas dari mulut pasien berbeda-beda tergantung kepada beberapa faktor. Usaha untuk menghilangkan halitosis hendaklah dengan menentukan etiologinya dan kemudian menghilangkan factor penyebab tersebut. Penggunaan mouthwash hanyalah secara paliatif dan bersifat sementara yang kebanyakannya tidak mampu menghilangkan bau nafas secara total. Dibawah ini adalah penyebab bau nafas yang diklasifikasikan sebagai factor lokal, factor sistemik, dan hasil dari pencernaan. FAKTOR LOKAL 1. Pembusukan sisa makanan diantara gigi 2. Karies 3. Penyakit periodontal yang disertai poket

4. Mucus dari postnasal 5. Terlalu banyak merokok 6. Deposit/plak pada gigi


7. Restorasi gigi yang salah menyebabkan makanan terselip terutama dibawah

bridge dan crown 8. Aktivitas bakteri tanpa pembersihan yang cukup dari saliva
9. Protesa yang tidak bersih

FAKTOR SISTEMIK 1. Diabetes 2. Hemmoragi internal 3. Nekrosis 4. Disfungsi ginjal 5. Penyakit gastrointestinal 6. Gagal hati 7. Patologi paru HASIL DARI PENCERNAAN Hasil pencernaan sebagian dari beberapa makanan seperti bawang putih, bawang merah atau papermint akan menyebabkan nafas berbau walaupun telah melewati oral cavity beberapa jam sebelumnya. Pasien yang makan makanan berlemak belebihan akan menyebabkan halitosis, hasil pada pencernaan lemak yang tidak sempurna. Hal ini dikatakan benar apabila susu dan produk tenusu dikonsumsi dalam jumlah yang besar.

Secara umum halitosis disebabkan oleh: A. Keadaan kesehatan umum:

1. Keadaan sekitar hidung dan nasopharynx Daerah hidung dan nasopharynx perlu diperhatikan Karena udara juga lewat daerah tersebut. Halitosis dapat berasal dari tempat ini apabila ada kelainan seperti sinusitis kronis, infeksi tonsil, laryngitis dan phryngitis.2 Pada infeksi dan alergi pada saluran napas atas akan menyebabkan aliran postnasal drip ke bagian belakang lidah yang sering berbau. Bakteri rongga mulut akan mengkonsumsinya dan menghasilkan kotoran yang menambah bau. Juga pada orang dengan sinusitis cenderung bernapas lewat mulut karena hidungnya tersumbat sehingga mengakibatkan mulut menjadi kering dan menambah bau mulut.2 2. Penyakit paru Mengingat nafas seseorang berasal dari paru-paru yang dikeluarkan melalui bronkus, trakea, larynx dan hidung, maka penyakit-penyakit pada daerah tersebut dapat juga menyebabkan bau mulut. Untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan penyakit seperti bronkitis kronis, bronkiektasi dan pneumonia.2 3. Penyakit ginjal Gangguan fungsi ginjal juga menyebabkan halitosis. Pada penderita terdapat kadar ureum yang tinggi, yang kemudian beredar dalam darah. Melalui proses kimiawi, dihasilkan amoniak yang berbau menyengat itu. Komponen ini kemudian masuk ke dalam sistem pernapasan. Maka bau mulut penderita sedikit ke arah aroma amoniak (bau urine). 4. Penyakit hati Bau amis (fishy odor atau fetor hepaticus) pada penyakit hepar.2 Gangguan lever yang kronis sering menyebabkan halitosis (bau mulut) akibat metabolisme protein dan lemak tidak berjalan semestinya lantaran terganggunya fungsi hati. Maka dari komponen-komponen itu terbentuk metabolik yang dapat dikeluarkan lewat saluran pernapasandengan bau spesifik 5. Kelainan darah 6. Diabetes

Bau buah sering tercium pada penderita koma diabetikum.2 Penderita diabetes biasanya mengeluarkan napas khas berbau aseton yang diakibatkan kurangnya kadar insulin dalam tubuh. 7. Gallbladder dysfunction 8. Menstruasi Mereka yang mengalami perubahan hormonal dapat mempengaruhi bau mulut.2 9. Karsinoma Penderita kanker yang sedang menjalani radioterapi akan mengalami kekeringan pada mulutnya dan menimbulkan bau mulut.2 10. Makanan-makanan tertentu 11. Keadaan lain di luar rongga mulut Banyak yang menduga bahawa bau mulut berasal dari perut seperti lambung dan saluran pencernaan lain, padahal halitosis hampir tidak pernah berasal dari saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena pada keadaan normal esophagus dalam keadaan kolaps sehingga salurannya tertutup. Hanya dalam keadaan tertentu seperti muntah dan bersendawa udara dari lambung keluar melalui mulut. Pada keadaan terdapatnya infeksi pada saluran cerna yang mengakibatkan terganggunya kolaps esophagus atau meningkatnya reflex sedawa maka udara dari lambung akan terus menerus keluar melalui mulut.2

B. Keadaan gigi geligi dan rongga mulut: 1. Karies gigi 2. Penyakit periodontal (gum disease) 3. Infeksi di dalam rongga mulut atau abses Keadaan gusi yang teriritasi, sariawan, dan sakit tenggorokan merupakan radang. Peradangan ini juga membuat bakteri-bakteri tertentu bermetabolisme dan

mengeluarkan gas yang tak sedap.Bahkan,beberapa kasus menimbulkan pendarahan dan nanah (abses). 4. Oral cancer 5. Xerostomia (kondisi kekeringan di dalam mulut). Saliva mempunyai senyawa yang dapat membunuh bakteri dan menetralkan kotoran yang diproduksinya. Oleh karena itu pada pagi hari, atau pada mereka yang berbicara lama atau yang bernapas melalui mulut, puasa, tidur mendengkur dan dalam keadaan stress, mulut cenderung kering dan timbul bau yang persisten.2 Mereka yang mengkonsumsi obat (misalnya diuretic, narkotik, anti ansietas) dan juga pada mereka yang lanjut usia di mana produksi kelenjar saliva sudah berkurang.2 6. Kondisi rongga mulut yang disebabkan oleh post-nasal drips/discharges 7. Kondisi alergi 8. Perkembang-biakan dari bakteri anaerob gram (-) di dalam mulut

Halitosis dapat timbul oleh karena beberapa faktor, antara lain (Jurnal Kedokteran Gigi Mahasaraswati Volume 2) : a.Makanan dan Minuman Makanan-makanan tertentu yang dapat menimbulkan halitosis antara lain bawang putih, bawang merah dan lobak sedangkan minuman yang dapat menyebabkan halitosis antara lain minuman beralkohol, produk susu dan lain-lain. Pada keadaaan ini, permasalahannya bukan diawali pada saat makanan atau minuman berada di dalam rongga mulut tetapi terjadi setelah bahan makanan atau minuman ini diserap pada pembuluh darah. Bau makanan atau minuman yang tersebut selanjutnya akan ditransmisikan ke dalam paru-paru, yang kemudian keluar bersama dengan udara pernafasan melalui mulut, dan semua keadaan ini bersifat sementara .b. Oral Hygiene

Bila oral hygiene tidak dilakukan dengan baik, sisa-sisa makanan akan mengumpul diantara gigi. Cepat atau lambat makanan yang telah mengalami pembusukan akan terbentuk, dan hampir keseluruhan dariproduk-produk yang disebabkan oleh pembusukan akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. c. Penyakit Periodontal Keadaan periodontal mungkin merupakan keadaan patologi yang paling sering terlihat dan dapat menimbulkan halitosis. Penyebab utama dari keberadaan penyakit ini adalah plak. Pada penyakit periodontal, infeksi bakteri terdapat pada jaringan sekitar gigi. Bila lebih lanjut dapat mengakibatkan destruksi tulang sekitarnya menyebabkan pembentukan periodontal pockets yang sulit dibersihkan sehingga merupakan tempat ideal untuk bakteri.2 Selain itu, bakteri yang menimbulkan gingivitis dan periodontitis hampir seluruhnya terdiri dari bakteri gram negative ( Actinobacillus Actinomycetemcomitans, prevotella intermedia dll) dan bakteri tersebut bisa menghasilkan VCS.[Carranza 10th ed]. d. Xerostomia Merupakan istilah untuk keadaan mulut yang kering. Xerostomia atau kekeringan di dalam rongga mulut dapat pula menyebabkan terjadinya bau mulut atau halitosis. Mulut yang kering akan meningkatkan lagi jumlah mikroba dan produksi gas VCS sehingga menimbulkan bau mulut.[Carranza 10th ed]

.e. Kebiasaan Halitosis juga dapat disebabkan oleh penggunaan tembakau. Kebiasaan ini berkaitan dengan resiko yang besar untuk terjadinya penyakit periodontal dan kanker di dalam rongga mulut pada individu yang memiliki kebiasaan ini. Bau mulut disebabkan oleh kebiasaan merokok. Bau ini disebabkan oleh tar, nikotin dan lainnya yang berasal dari rokok yang berakumulasi di gigi dan jaringan lunak mulut (lidah, gusi, dsb). Juga merokok akan mengeringkan jaringan mulut sehingga

mengurangi efek pencucian dan buffer oleh saliva terhadap bakteri dan kotoran yang dihasilkannya.2 .f. Penyakit Sistemik Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan halitosis diantaranya: Infeksi pada saluran nafas, diabetes, permasalahan pada saluran pencernaan, infeksi pada sinus dan kelainan hati serta ginjal g. Obat-obatan Beberapa obat dapat menimbulkan halitosis. Obat-obat tertentu dapat juga merubah rasa dan bau, obat-obat tertentu tersebut dapat menimbulkan berkurangnya produksi saliva yang menyebabkan terjadinya halitosis. DIAGNOSA 1. Riwayat medis Anamnesa: frekuensi, kapan terjadi, obat-obatan yang diambil, dan adakah pasien mengalami kekeringan mulut(xerostomia) / gejala lainnya.

2. Pemeriksaan klinis dan lab Karakteristik khusus halitosis[Carranza,10th ed]: Bau telur busuk merupakan indikasi dari VCS Bau manis ataupun tikus mati terkait dengan gangguan liver, selain dari VCS , dan akumulasi asam alifatik (butirat, isobutirat dan propionik) Bau apel busuk merupakan ketidakseimbangan insulin-dependant diabetes , yang menyebabkan akumulasi dari jasad keton Bau ikan terkait dengan gangguan ginjal dengan adanya uremia dan akumulasi dari dimethyalmine dan trimethylamine

BAU NAFAS SEBAGAI ALAT BANTU DIAGNOSA Karakteristik bau nafas aceton pada diabetes disebabkan karena metabolisme makanan yang abnormal. Penyakit disfungsi ginjal akan mengakibatkan urin yang berbau. Inflamasi tonsillitis dan nasopharyngeal menghasilkan bau keju masam. Gangrene atau nekrosis memberikan bau nafas yang busuk, begitu juga dengan penyakit gastrointestinal. Ganuloma atau abses yang drainase di dalam oral kaviti akan menghasilkan bau busuk dari supurasi tersebut. Pasien yang demam akan berbau mulut karena aliran saliva berkurang dan aksi pembersihan produk bakteri di kaviti oral juga menurun. Pasien dengan penyakit hepatic menghasilkan bau amis. Sedangkan pasien yang mengalami uremia akan mempunyai urin yang berbau ammoniak. Infeksi pada saluran pernafasan akan menghasilkan nafas yang berbau. Para dokter harus memperhatikan bau mulut seseorang dan harus dapat membedakannya sekaligus dapat menggunakannya sebagai alat untuk mendiagnosa penyakit-penyakit tertentu.

CARA PEMERIKSAAN HALITOSIS.2 Terdapat beberapa cara menguji bau mulut kita sendiri : Dengan menjilat pergelangan tangan bagian belakang dan setelah mongering beberapa detik kemudian, dicium. Bau ini adalah bau yang dihasilkan oleh ujung lidah bagian anterior.

Untuk mengetahui bau yang dihasilkan oleh bagian posterior lidah dapat dengan menggunakan sendok yang digunakan untuk mengeruk bagian

belakang lidah. Bau yang dihasilkan oleh material putih yang menempel di sendok ditambah bau yang dihasilkan ujung lidah merupakan bau mulut kita yang tercium oleh orang sekitar kita. Dapat pula dengan menggunakan dental floss yang dilewatkan pada interdental gigi belakang, setelah dibiarkan sebentar agar mengering kem udian dicium baunya. Atau dengan menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih yang diusapkan pada permukaan lidah bagian belakang kemudian dibiarkan mengering dan dicium baunya.

Dapat dengan menggunakan alat sederhana yaitu bad breath detector yang dibuat oleh Fresh Breath Detective (FBI) oleh karena itu juga dikenal tes FBI. Dengan alat ini dapat diketahui aktivitas bakteri anaerob sehingga dapat diketahui kondisi halitosis seseorang.

Beberapa cara lain menguji bau mulut yang biasa dilakukan dalam penelitian : Uji organoleptik Menggunakan penciuman hidung orang lain untuk menentukan bau mulut seseorang. Cara ini tidak objektif, banyak faktor yang mempengaruhi interpretasi. Dan seperti kita ketahui bila kita mencium sesuatu secara terus menerus maka kita akan kehilangan sensitivitas penciuman (efek adaptasi) Menggunakan gas kromatografi Cara ini dapat diukur dengan pasti senyawa-senyawa yang terdapat pada napas seseorang. Namun cara ini mahal,membutuhkan waktu pemeriksaan yang lama, memerlukan keahlian untuk mengoperasi alat. Biasanya alat ini digunakan untuk mendeteksi penyebab non-oral seperti dari saluran pencernaan atau bronkus / paru-paru. Menggunakan halimeter

Alat ini merupakan modifikasi gas kromatografi yang hanya khusus mendeteksi senyawa sulfur iaitu VSC (Volatile Sulfur Compound), yang diketahui merupakan penyebab bau mulut. Walaupun cara ini lebih murah, cepat dan tidak membutuhkan keahlian, tetapi hanya mendeteksi sulfur saja dan senyawa seperti etanol dan minyak esensial yang banyak terdapat dalam pencuci mulut akan mempengaruhi pemeriksaan. Seseorang dengan VSC > 75 ppb dianggap akan mempunyai masalah bau mulut. Uji BANA Bakteri penyebab penyakit periodontal yang dapat menyebabkan bau mulut menghasilkan enzim yang akan mendegradasi benzoyl-D,Larginine-naphthylamide (BANA). Penggunaan kemiluminesens Pada pemeriksaan ini, sampel yang mengandung sulfur (VSC) dicampur dengan senyawa merkuri yang akan menghasilkan fluoresens. Kelebihan cara ini disbanding halimeter adalah sensitivitas dan selektivitasnya yang lebih baik sehingga dapat mendeteksi sulfur walaupun hanya sedikit.

2.3 Mekanisme Mekanisme terjadinya halitosis sangat dipengaruhi oleh penyebab yang mendasari keadaan tersebut. Pada halitosis yang disebabkan oleh makanan tertentu, bau nafas berasal dari makanan yang oleh darah ditransmisikan menuju paru-paru yang selanjutnya dikeluarkan melalui pernafasan. Secara khusus, bakteri memiliki peranan yang penting pada terjadinya bau mulut yang tak sedap atau halitosis. Bakteri dapat berasal dari rongga mulut sendiri seperti plak, bakteri yang berasal dari poket yang dalam dan bakteri yang berasaldari lidah memiliki potensi yang sangat besar menimbulkan halitosis (Jurnal Kedokteran Gigi Mahasaraswati Volume 2). VSC (Volatile Sulfur Compounds) merupakan unsure utama penyebab halitosis. VPC merupakan hasil produksi dari akrivitas bakteri-bakteri anaerob di

dalam mulut yang berupa senyawa berbau yang tidak sedap dan mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain disekitarnya. Di dalam aktivitasnya di dalam mulut, bakteri anaerob bereaksi dengan protein-protein yang ada, protein di dalam mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein, sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. Seperti yang telah diketahui, di dalam mulut banyak terdapat bakteri baik gram positif maupun gram negatif. Kebanyakan bakteri gram positif adalah bakteri sakarolitik artinya di dalam aktivitas hidupnya banyak memerlukan karbohidrat, sedangkan kebanyakan bakteri gram negatif adalah bakteri proteolitik dimana untuk kelangsungan hidupnya banyak memerlukan protein. Protein akan dipecah oleh bakteri menjadi asam-asam amino (Agus Djaya, 2000). Sebenarnya terdapat beberapa macam VSC serta senyawa yang berbau lainnya di dalam rongga mulut, akan tetapi hanya terdapat 3jenis utama VSC penting yang merupakan penyebab halitosis, diantaranya metal mercaptan (CH3SH), dimetil mercaptan

(CH3)2S, dan hidrogen sulfide (H2S). Ketiga macam VSC tersebut menonjol karena jumlahnya cukup banyak dan mudah sekali menguap sehingga menimbulkan bau. Sedangkan VSC lain hanya berpengaruh sedikit, seperti skatole, amino, cadaverin dan putrescine (Agus Djaya, 2000)

2.4 Pencegahan dan Penanganan Halitosis Pencegahan dan pengananan halitosis tentunya melibatkan suatu usaha untuk menghilangkan penyebab dari keadaan yang mendasarinya. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan penanganan halitosis, antara lain ( Agus Djaya,2000): a.Oral Hygiene and Health Tindakan-tindakan untuk meningkatkan oral hygiene seperti scaling, polishing, sikat gigi dan flossing, khususnya pembersihan lidah dapat mengurangi bau mulut. Prosedur-prosedur pemeliharaan oral hygiene pada dasarnya untuk membersihkan sehingga mengurangi plak atau sisa-sisa makanan serta mengurangi jumlah bakteri.

Dengan menjaga oral hygiene secara baik, aktivitas bakteri dapat ditekan sehingga halitosis dapat akan berkurang. Apabila ada kerusakan pada gigi atau terdapat peradangan pada jaringan penyangga gigi serta jaringan mulut lainnya, maka perlu dilakukan perawatan karena hal tersebut juga merupakan penyebab terjadinya halitosis. b.Masking Merupakan suatu usaha untuk mengendalikan halitosis dengan cara menutupi bau yang ada dengan menggunakan produk penyegar nafas dengan aroma yang enak dan wangi. Tetapi hal ini biasanya hanya berhasil untuk waktu yang singkat. Setelah efek penyegar nafasnya hilang, keadaan mulut malah akan dirasakan bertambah buruk. Dalamhal ini, halitosis hanya dapat ditutupi sementara dengan bau-bauan yang enak, tetapi VSC yang merupakan penyebab utama halitosistidak dihilangkan. c. Antiseptic Mouthwash Merupakan penggunaan obat kumur mulut dengan bahan antibakteri yang dapat mengurangi halitosis dengan cara mengurangi jumlah bakteri serta menghambat aktivitas bakteri. Beberapa bahan yang digunakan biasanya mengandung thymol, eucalyptus, chlorhexidine, povidone iodine dan sebagainya .d. Bahan-bahan Anti Halitosis Bahan yang digolongkan dalam golongan ini, biasanya telah diketahui mekanisme kerjanya dalam mengurangi bau mulut khususnya reaksinya terhadap VSC, yaitu dengan mengubah VSC menjadi senyawa lainnya yang tidak berbau atau tidak mudah menguap. Bahan-bahan anti halitosis tersebut ada yang mengandung Zn atau Chlorine dioxide, dimana kedua bahan tersebut merupakan bahan aktif yang banyak ditemukan dalam bahan anti halitosis yang digunakan,seperti dalam bentuk pasta gigi, oral gel, dalam bentuk kumur mulut, mouth spray, permen ataupun chewing gum. e. cara-cara Tradisional Disamping menggunakan cara modern, halitosis dapat pula dikurangi dengan menggunakan cara tradisional, yaitu dengan penggunaan tomato

juice, ekstrak teh, mengunyah seledri ataupun kemangi yang dijadikan sebagai lalapan Metode yang digunakan untuk menghentikan halitosis: Pemeriksaan microbiological 1. Pemeriksaan gigi geligi 2. Pemeriksaan kesehatan umum (medical approach) Pengobatan terhadap halitosis dimulai dengan melakukan anamnesa yang baik, pemeriksaan menyeluruh terhadap keadaan gigi geligi serta rongga mulut, pemeriksaan x-ray (bila diperlukan), serta menggunakan two state-of-the-art instruments, yang disebut halimeter dan periotempt untuk mencari penyebab dan tingkat parahnya halitosis, serta mengidentifikasi gas-gas yang dihasilkan oleh pernafasan. Bila diperlukan, juga dilakukan analisa terhadap saliva. Perawatan halitosis terdiri dari: 1. Mengatasi infeksi kronis di dalam mulut yang dapat menyebabkan halitosis 2. Menginstruksikan pasien cara-cara melakukan perawatan gigi dan mulutnya di rumah 3. Memberikan obat bila diperlukan 4. Menghilangkan berbagai kegiatan atau kebiasaan dari pasien yang dapat menyebabkan halitosis

Selain itu, kepada penderita halitosis juga dianjurkan untuk secara periodik melakukan pemeriksaan gigi ke dokter gigi. Bila perawatan terhadap halitosis sudah dilakukan tetapi halitosis kronis tetap terjadi, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU : ORAL MEDICINE, A CLINICAL APPROACH WITH BASIC SCIENCE

CORRELATION IRWIN WALTER SCOPP, SECOND EDITION, THE C.V MOSBY COMPANY 1973
2. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi, Vol.4 - No.1 - Mei 2007 3. http://www.scribd.com/doc/46845280/Skripsi-Halitosis 4. http://www.scribd.com/doc/47970593/Bau-Mulut

Anda mungkin juga menyukai