1. Selubung bangunan
Selubung bangunan adalah bagian terluar dari gedung yang melingkupi seluruh
bangunan dalan menghambat aliran panas dari lingkungan luar. Yang menjadi
komponen selubung bangunan ini adalah dinding beserta jendela kaca dan pintu
serta selubung atap. Luasan dan jenis selubung bangunan (dinding dan atap)
mempengaruhi perolehan kalor/panas, akibat konduksi dari luar dan radiasi
matahari. Untuk mengurangi perolehan panas yang berarti pula menurunkan beban
pendinginan sistem AC, maka pemilihan dinding luar dan atap serta kaca dan
kombinasi luasan dinding dengan kacanya akan menjadi penentu efektifitas
selubung bangunan dalam menghambat aliran panas dari luar. Sistem AC yang
menjadi pengguna energi terbesar di gedung sekitar 60 persen menyebabkan
perhatian terhadap selubung bangunan ini harus lebih mendalam. Disain selubung
gedung yang terlalu banyak melibatkan jendela kaca menyebabkan beban
pendinginan AC yang besar sehingga akan membuat konsumsi listik untuk AC yang
besar. Diperlukan suatu kombinasi antara dinding keras dan kaca dari selubung
bangunan gedung yang optimal serta penggunaan peneduh dan vegetasi yang baik
diluar gedung. Sebagai tolok ukur tingkat efektiftas selubung bangunan ini dalam
mengatasi beban AC telah ditetapkan untuk kondisi Indonesia ukuran RTTV (Roof
Thermal Transfer Value)untuk selubung atap dan OTTV (Overall Thermal Transfer
Value) untuk selubung dinding.
2. Sistem Tataudara
Pada bangunan gedung sistem tataudara menjadi komponen utama yang paling
besar penggunaan energinya yaitu sekitar 60 persen. Penggunaan yang sangat
besar ini menjadikan sistem AC sebagai fokus utama dalam kegiatan penghematan
energi di gedung. Sistem AC pada gedung pada umumnya dapat dibagi dua bagian
utama yaitu sistem refrigerasi yang merupakan penggerak utama pengkondisian
udara. Sistem refrigerasi ini terdiri atas kompresor, evaporator, kondenser dan katup
ekspansi. Pada umumnya sistem refrigerasi ini menggunakan refrigerant (freon)
yang saat ini masih banyak menggunakan refrigerant yang menyebabkan kerusakan
ozone serta menimbulkan pemanasan global. Sistem kedua adalah sistem tataudara
yang mengalirkan udara pada duct setelah didinginkan oleh sistem refrigerasi. Pada
sistem tataudara ini terdiri atas duct aliran udara, kipas pengalir udara suplai dan
diffuser pendistribusi udara dingin. Parameter tingkat hemat sistem AC gedung
adalah ditandai dengan efisiensi sistem refirgerasinya dan pencapaian kenyamanan
ruangan sesuai standar kenyamanan orang Indonesia. Tingkat efisiensi sistem AC
ditandai dengan kemampuan pengambilan panas gedung dibandingkan dengan
energi listrik yang dikonsumsi angka standar efisiensi sistem refrigerasi gedung
menurut SNI tahun 1993 maksimum kw/TR sebesar 0,9. Angka ini menunjukkan
bahwa sistem refrigerasi maksimum menkonsumsi listrik 0,9 kW untuk menghasilkan
kemampuan mengambil panas gedung sebesar 1 Ton Refrigerasi atau 12.000 Btu/hr
atau 3024 kcal/jam. Sementara tingkat kenyamanan dalam ruangan dimana sistem
AC-nya beroperasi pada kondisi efisien energi adalah pada suhu 25 + 2 oC dan
kelembaban udara relatif sebesar 60 +10 % Suatu sistem yang baik seperti sistem
AC yang efisien perencanaan awal dalam penentuan jenis sistem AC yang dipilih
serta peralatan yang diadakan sangat menentukan dalam pencapaian tujuan
konservasi energi pada sistem AC gedung. Ada berbagai macam sistem refrigerasi
yang dapat dipilih untuk kondisi gedung tertentu seperti sistem chiller water cooler,
chiller air cooler, sistem package atau kombinasinya. Sementara pada sistem
distribusi udara bisa menggunakan sistem seperti AHU dengan chilled water atau
refrigerant atau juga menggunakan fan coil sistem untuk mengalirkan udara dingin
ke ruangan-ruangan yang dilayani oleh sistem AC. Pemilihan sistem refrigerasi dan
distribusi udara ditentukan oleh banyak faktor terutama adalah kondisi dan lokasi
penempatan dari sistem AC di gedung serta anggaran yang dimiliki oleh pemilik
gedung. Selain itu yang terutama adalah bahwa sistem AC yang didisain
kapasitasnya sesuai dengan beban panas yang harus diatasi. Program konservasi
energi pada sistem AC lebih baik dilakukan pada saat awal perencaaan bangunan
dibandingkan dengan setelah bangunan itu berdiri karena modidikasi sistem yang
telah ada akan lebih menyulitkan dan akan mempengaruhi bagian-bagian lain
dimana semua sistem telah dihitung secara terintegrasi.
3. Sistem tatacahaya
5. Sistem kelistrikan
Sumber utama energi untuk operasional gedung saat ini adalah dari listrik. Listrik ini
bisa disuplai dari PLN atupun dari genset milik sendiri. Akan lebih baik jika dalam
perencanaan awal sudah dilibatkan aspek konservasi energi dalam pembuatan
sistem kelistrikan gedung. Aspek konservasi energi dari sistem kelsitrikan gedung
adalah terbaginya beban secara merata pada masing-masing fasa, telah terpisahnya
msing-masing beban seperti AC, penerangan dan lift pada saluran kabel yang
tersendiri. Telah adanya alat pengukur konsumsi energi lisitrik pada masing-masing
sistem pengguna energi sehingga pemakaian energinya dapat dimonitor. Monitoring
dilakukan untuk menilai keberhasilan sejumlah langkah konservasi energi yang bisa
dilakukan pada sistem-sistem pengguna energi tadi. Selain itu dengan telah
terpisahnya beban listrik sistem pengguna energi pada saluran kabel yang berbeda
akan memudahkan kontrol operasi sistem tadi apalagi jika gedung menggunakan
sistem otomasi terintegrasi (Building Automation System/BAS). Pemasangan
kapasitor bank pada jaringan listrik diawal pembangunan juga akan meningkatkan
efisiensi penggunan listrik sistem kelistrikan gedung. Jika tidak dilakukan minimal
ada alokasi tempat yang tepat di panel induk untuk pemasangan kapasitor bank ini
dikemudian hari, Pemilihan genset yang efisien dalam mengkonsumsi bahan bakar
juga diperlukan seandainya genset diperlukan untuk mengganti suplai listrik dari
PLN saat beban puncak jika saat dimana harga energi alternatif pengganti solar
yaitu BBN biosolar harganya cukup murah dan ekonomis.
Audit energi adalah kegiatan untuk mengetahui pola pemakaian energi dari
peralatan pengguna energi yang ada di gedung. Pola pemakaian energi ini diamati
pada peralatan-peralatan utama pengguna energi seperti AC, lift, Pencahayaan,
boiler dan motor-motor. Dengan didapatkannya pola pemakaian energi maka
langkah-langkah untuk melakukan efisiensi dan pengelolaan energi di gedung
menjadi lebih terarah. Untuk menetapkan tingkat efisiensi peralatan penggguna
energi yang ada di gedung dilakukan perbandingan hasil pengamatan dan
pengukuran dengan acuan standar yang berlaku seperti SNI dan lainnya. Audit
energi : ” Kegiatan yang dimaksud untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi
digunakan serta berapa potensi penghematan yang mungkin diperoleh dalam suatu
fasilitas pengguna energi ”. Tujuan audit energi : ” Adalah untuk menentukan cara
yang terbaik untuk mengurangi penggunaan energi per satuan output dan
mengurangi biaya operasi/biaya produksi ” Ada 4 pertanyaan dasar yg harus perlu
dijawab dalam Audit Energi baik di : “ bangunan kantor, komersial atau fasilitas
publik “
1. Berapa banyak energi yang telah digunakan, dan dimana sajakah
dimanfaatkannya?
2. Berapa banyak energi yang harus digunakan pada kondisi operasi yang ada
saat ini?
3. Seberapa hemat energi yang dapat dikonsumsi pada kondisi operasi yang
telah diperbaiki?
4. Seberapa aman/sehat bagi manusia dan lingkungan pemanfaatan energi
tersebut? Suatu kegiatan audit energi adalah merupakan alat untuk
mendukung program konservasi energi disuatu fasilitas pengguna energi.
istilah konservasi energi ini harus dibedakan dengan penghematan energi.
Konsep yang berlaku dari konservasi energi ini adalah suatu kegiatan untuk
mendukung pemakaian energi yang tepat dan efisien pada suatu fasilitas
pengguna energi tanpa mengurangi produktifitas atau kenyamanannya.
Untuk mencapai ini diperlukan batasan-batasan standar yang harus ditaati.
Dengan adanya batasan ini maka penghematan energi tidak akan dilakukan
secara semena-mena sehingga merugikan pengguna, sebagai contoh ada
persepsi yang salah mengghemat energi lampu pada ruangan kantor adalah
dengan mematikan begitu saja sejumlah lampu pada ruangan itu, sehingga
mengakibatkan sulitnya kegiatan membaca dan aktifitas lainnya. Mematikan
lampu pada ruangan kantor dibatasi oleh tingkat terang minimal (lux) yang
harus dipenuhi agar sesuai dengan peruntukkannya.