Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pendahuluan
Bahan makanan umumnya mengandung berbagai zat seperti karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, enzim, air, serta pigmen. Meskipun suatu makanan memiliki nilai gizi yang
tinggi namun bila memiliki bentuk yang kurang menarik maka konsumen menjadi tidak tertarik
terhadap makanan tersebut. Hal ini menyebabkan produsen makanan berusaha agar makanan
yang disajikan memiliki kualitas yang baik sehingga dengan peningkatan kualitas ini
diharapkan tingkat kesukaan konsumen menjadi meningkat. Kualitas makanan adalah
keseluruhan sifat-sifat dari makanan tersebut yang berpengaruh terhadap penerimaan dari
konsumen. Agar makanan yang dihasilkan memiliki cita rasa yang baik, tekstur yang baik,
tampilan yang baik, mudah disimpan dan diangkut serta bisa memiliki waktu simpan yang lama
maka diperlukan zat aditif atau bahan tambahan pangan. Pengetahuan tentang zat aditif sangat
penting agar tidak terjadi penyalahgunaan zat adiktif yang dapat membahayakan konsumen.
Contoh penyalahgunaan zat aditif yang marak terjadi adalah penggunaan formalin sebagai
pengawet makanan juga penggunaan boraks sebagai pengawet dan pengenyal pada makanan
padahal penggunaan bahan tersebut pada makanan dapat membahayakan kesehatan dan
penggunaannya dalam makanan sudah dilarang oleh pemerintah.
Penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) atau
narkoba (narkotika dan obat berbahaya) hingga sekarang menjadi masalah pelik dan kompleks
tidak hanya di indonesia namun juga menjadi masalah internasional. NAPZA adalah jenis
bahan/obat yang diperlukan dalam dunia pengobatan, namun bila digunakan tanpa pembatasan
(over dosis) dan tanpa pengawasan yang seksama dapat menimbulkan
ketergantungan/kecanduan (adiksi) serta dapat membahayakan kesehatan bahkan jiwa
pemakainya. Akibat yang diperoleh dari penyalahgunaan narkoba sangat destruktif terlebih
lagi sebagian besar korbannya adalah generasi muda padahal generasi muda merupakan aset
bangsa yang akan menjadi penerus bangsa. Zat adiktif dan psikotropika juga memiliki manfaat
bagi kehidupan, misalnya sebagai minuman penambah energi tubuh, obat bius atau obat
penenang dalam bidang kesehatan, maupun sebagai obat penghilang nyeri atau sekedar
mengurangi rasa sakit tertentu. Akan tetapi, penggunaannya tetap harus memperhatikan dosis
yang sesuai.
CapaianPembelajaran
Menganalisis penggunaan zat aditif atau adiktif serta dampaknya terhadap kesehatan
Sub Capaian Pembelajaran
1. Menganalisis zat aditif makanan.
2. Menganalisis kelompok zat aditif makanan berdasarkan fungsinya
3. Menganalisis pengaruh penggunaan zat aditif terhadap kesehatan
4. Menganalisis zat adiktif
5. Menganalisis pengaruh penggunaan zat adiktif terhadap kesehatan.
6. Menganalisis upaya pencegahan penyalahgunaan zat aditif
7. Menganalisis penggunaan zat adiktif dalam bidang kesehatan.
Uraian Materi
ZAT ADITIF
Zat aditif atau bahan tambahan pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan
yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Zat aditif
ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian zat
aditif merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan pada
berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan
penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. Zat aditif pada umumnya merupakan bahan
kimia yang telah diteliti dan diuji sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah
telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian zat aditif secara optimal. Dalam penggunaan zat
aditif dikenal istilah Asupan Harian yang Dapat Diterima atau Acceptable Daily Intake yang
selanjutnya disingkat ADI adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram
per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan
efek merugikan terhadap kesehatan.
Pemanis
Berdasarkan permenkes no 033 Tahun 2012 pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan
pangan berupa pemanis alami atau buatan yang dapat memberikan rasa manis pada produk
pangan. Pemanis alami (natural sweetener) adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan
alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi. Pemanis yang banyak digunakan
selama ini adalah sukrosa atau dikenal dengan nama gula tebu atau gula pasir. Namun
penggunaan gula tebu dapat menyebabkan karies gigi, obesitas, serta peningkatan kadar gula
darah sehingga tidak cocok bagi penderita diabetes. Pemanis buatan (artificial sweetener)
adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam.
Pemanis juga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pemanis nutritif dan pemanis nonnutritif.
1. Pemanis nutritif (pemanis yang menghasilkan kalori)
a. Xylitol
Biasa dijumpai dalam berbagai buah dan sayur. Xylitol merupakan kristal yang tidak
berwarna, tidak higroskopik, memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan sukrosa
(gula tebu). Zat ini tidak bersifat karsinogen dan cocok bagi penderita diabetes. Xylitol
biasa digunakan untuk berbagai makanan ringan, coklat dan permen karet.
b. Sorbitol
Sorbitol memiliki setengah kali kemanisan sukrosa (gula tebu). Sorbitol cukup stabil,
tidak reaktif, dan mampu bertahan dalam suhu tinggi. Sorbitol juga tidak rusak apabila
dicampur dengan gula lain, gel, protein, dan minyak sayur sehingga cukup banyak
dipakai dalam industri makanan. Produk yang mengandung sorbitol antara lain permen
bebas gula, permen karet (biasanya rasa mint), pemanis roti dan cokelat, serta pemanis
makanan beku. Sorbitol juga sering dipakai sebagai bahan tambahan untuk obat kumur
dan pasta gigi. Sorbitol juga cukup aman dipakai sebagai gula pengganti pada penderita
diabetes melitus, karena penyerapannya lebih lambat daripada glukosa. Penyerapan
yang lambat ini otomatis akan mengurangi derajat drastisnya peningkatan glukosa
darah
c. Manitol
Biasa dijumpai dalam beberapa tanaman pangan seperti zaitun, seledri, bit serta rumput
laut. Manitol memiliki tingkat kemanisan 0,4-0,5 kali kemanisan sukrosa (gula tebu).
Sifat manitol mirip dengan sorbitol hanya kelarutannya dalam air lebih rendah
dibanding sorbitol. Biasa digunakan untuk produk rendah kalori, permen karet dan es
krim.
2. Pemanis nonnutritif (pemanis yang tidak menghasilkan kalori)
a. Sakarin
Sakarin pertama disintesis di Amerika tahun 1879 oleh Remsen dan Fahlberg. Mula-
mula sakarin digunakan sebagai antiseptik dan pengawet namun kemudian diketahui
bahwa sakarin berpotensi sebagai pemanis. Sakarin mulai digunakan sebagai pemanis
pada tahun 1900. Sakarin adalah nama umum dari sakarin, natrium sakarin atau
kalsium sakarin. Tingkat kemanisan sakarin adalah 300 kali kemanisan sukrosa (gula
tebu). Sakarin sangat stabil dalam semua kondisi proses pemasakan makanan. Pemanis
tersebut dapat digunakan untuk obat-obatan, produk diet, dan kosmetik. Kelemahan
penggunaan sakarin adalah munculnya rasa ikutan yang sedikit pahit sehingga
biasanya dikombinasi dengan pemanis lain seperti siklamat atau aspartam. Penggunaan
sakarin dalam jangka panjang dan berlebihan dapat membahayakan kesehatan karena
bersifat karsinogenik. Struktur berbagai pemanis dapat dilihat pada Gambar 1.
sakarin
siklamat
Asesulfam K
Bahan pewarna sebenarnya tidak hanya digunakan pada makanan saja, tetapi juga
pewarna kain dan cat. Seringkali terjadi penyalahgunaan bahan pewarna kain untuk makanan,
sehingga membahayakan manusia sebagai konsumen. Pada dasarnya pewarna kain dan cat
mengandung logam berat, seperti timbal, arsen, dan raksa yang bersifat racun. Bahan pewarna
bukan untuk makanan (non food grade) jika masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi dalam
beberapa jaringan tubuh (karena tidak dapat dicerna) dan bersifat karsinogen. Hal ini berarti,
tidak semua pewarna sintesis yang dijual di pasaran boleh dipergunakan sebagai bahan
pewarna makanan dan minuman.
Gambar 8. Kopi, teh dan coklat yang mengandung kafein (sumber tribunews.com)
b. Alkohol
Alkohol merupakan cairan bening, mudah menguap, mudah terbakar, berbau khas.
Dalam pengertian ini, alkohol adalah etanol atau etil alkohol. Alkohol berkhasiat
menekan aktivitas susuna saraf pusat. Dalam jumlah sedikit akan mempengaruhi pusat
pengendalian diri di otak dan berkhasiat seolah-olah sebagai perangsang (stimulan)
susunan saraf. Karena penekanan pusat pengendalian diri tersebut, rasa malu akan
berkurang, peminum akan lebih berani bicara dan lebih leluasa berkomunikasi dengan
orang lain, juga tidak akan merasa cemas. Alkohol dalam jumlah banyak akan
menyebabkan peminum sempoyongan, berbicara menjadi tidak jelas (pelo/cadel), daya
ingat dan kemampuan menilai sesuatu menjadi terganggu untuk sementara. Dalam
jumlah sangat banyak dapat menimbulkan koma dan kematian. Menurut peraturan
menteri kesehatan RI Nomor : 86/Men. Kes/Per/IV/77 minuman keras adalah semua
jenis minuman beralkohol tetapi bukan obat yang meliputi minuman keras golongan A,
minuman keras golongan B, minuman keras golongan C. Yang dimaksud dengan
minuman keras golongan A adalah minuman keras dengan kadar etanol 1-5% sedangkan
minuman keras golongan B adalah minuman keras dengan kadar etanol 5-20%, dan
minuman keras golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol 20-55%.
c. Nikotin
Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat dalam nicotiana
tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat
mengakibatkan ketergantungan. Nikotin dalam jumlah kecil mempunyai efek
menenangkan. Dalam jumlah besar nikotin sangat berbahaya, 20-50 mg nikotin dapat
menyebabkan terhentinya pernafasan. Bahaya nikotin antara lain dapat menaikkan
tekanan darah dan mempercepat denyut jantung sehingga kerja jantung menjadi berat,
bersifat karsinogenik, katarak, kaki rapuh, penyebab jantung koroner, mandul, dan
gangguan kehamilan. Rokok mengandung nikotin (1–4% berat daun tembakau) dan
dalam satu batang rokok terdapat sekitar 1,1mg nikotin. Sebagian besar nikotion
terbakar pada waktu dirokok, namun sekitar 0,25mg per batang rokok sampai ke paru-
paru. Kandungan nikotin pada rokok inilah yang menyebabkan orang menjadi
berkeinginan untuk mengulang dan terus-menerus merokok.
Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 032 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Makanan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Anonim, 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan
Anonim. 2013. Peraturan Kepala BP POM no 33 tahun 2013 tentang Persyaratan Dan Tata
Cara Permohonan Analisa Hasil Pengawasan Dalam Rangka Impor Dan Ekspor
Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi
Anonim. 2017. Modul Mata Pelajaran Ipa Zat Aditif, zat adiktif, dan Psikotropika. Surabaya:
Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan Universitas Negeri Surabaya.
Branen, L., Davidson, M., Salminen, S., Thorngate, J. 2002. Food Additive. Second Edition.
New York: Marcel Dekker, Inc.
Jeanne Mandagi, Wresniwiro, Haris Sumarna. Masalah Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya
Serta Penanggulangannya. Edisi pertama. Jakarta: Pramuka Saka Bhayangkara.
Ramlawati, Hamka L., Sitti Saenab, Sitti Rahma Yunus. 2017. Zat Aditif Dan Adiktif Serta
Sifat Bahan Dan Pemanfatannya. Jakarta :Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan