Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGARUH BUDAYA JEMAAT


TERHADAP PERKEMBANGAN GEREJA
DI INDONESIA

Disusun oleh:
Yusuf Yudhoyuno
XI IPA 7

SMAN 3 BATAM
KEPULAUAN RIAU
2021
PENGARUH BUDAYA JEMAAT
TERHADAP PERKEMBANGAN GEREJA
DI INDONESIA

Makalah ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen

SMA NEGERI 3 BATAM


KEPULAUAN RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Sorga atas segala kuasa dan
rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
dengan baik. Karena penyertaan-Nya kita boleh bertahan di tengah pandemi COVID-19
tanpa kekurangan suatu apapun. Selanjutnya, marilah kita menaikkan syukur kepada Tuhan
Yesus Kristus yang telah membawa orang-orang percaya keluar dari kegelapan menuju
terang-Nya yang ajaib melalui kasih dan pengorbanan-Nya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua
penulis yang telah memberikan waktu dan tempat bagi penulis untuk menyelesaikan karya
ilmiah ini. Kepada Ibu Vivi Kusuma Effendi selaku Kepala SMA Negeri 3 Batam tempat
penulis menuntut ilmu dan Bapak Johannes Marpaung selaku guru bidang studi terkait yang
telah memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan karya ilmiah ini, dan teman-
teman serta orang-orang yang telah memberi dukungan kepada penulis.
Adapun tujuan penulis menulis karya ilmiah ini adalah untuk menyelesaikan tugas
pendidikan agama kristen yang diberikan oleh guru pengajar dengan tema “Kebudayaan &
Seni”. Penulis juga berharap karya ilmiah ini dapat menambah ilmu dan wawasan penulis
serta dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik, masukan, dan saran yang bersifat positif dari pembaca, demi
perbaikan penulis dalam menulis karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan
datang.
Akhir kata, seperti tertulis dalam firman Tuhan, bahwa kita haruslah semakin
sempurna sama seperti Bapa ialah sempurna.
Batam, 15 September 2021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak kita masih kanak-kanak, orangtua sering membawa ataupun menyuruh kita
untuk pergi ke gereja. Di dalam gereja, kita diajak untuk bernyanyi, berdoa,
mendengar Firman Tuhan, mengumpulkan persembahan dan menyapa sesama
anggota jemaat. Kita menyebut kegiatan-kegiatan itu sebagai kebaktian atau ibadah.
Perjalanan kita mengenal gereja dimulai ketika kita mengikuti kebaktian sekolah
minggu. Kita bertemu dengan anak-anak sebaya dan guru sekolah minggu yang rata-
rata lucu dan selalu bersikap baik. Kadang-kadang, ada anak sekolah minggu yang
menangis dan guru sekolah minggu selalu berusaha untuk membujuk agar suasana
ibadah tetap ceria. Kita megalami fase ini
Sekarang, beberapa dari pembaca mungkin masih menginjak usia remaja seperti
penulis. Kita mengikuti kebaktian remaja yang umumnya dipimpin oleh pendeta
muda atau kakak-kakak pemuda. Tata cara yang sangat berbeda dengan fase
sebelumnya di sekolah minggu membuat kita cenderung pemalu di kali pertama.
Namun, lambat laun kita membuka diri untuk berdiskusi dan membagi cerita dengan
remaja lain serta memperoleh nasihat dan arahan dari orang yang lebih tua dari kita.
Kita mulai diajari budaya-budaya remaja di gereja seperti bermain musik band,
mengikuti retreat, mengunjungi teman-teman sepelayanan dan banyak lagi.
Apabila kita merenungkan perjalanan singkat kita dalam mengikuti budaya di
dalam gereja, tentulah sangat menarik untuk mengetahui darimana semua budaya itu
datang. Karena itu, penulis mencoba untuk membahas asal mula beberapa budaya di
dalam jemaat, terutama di Indonesia, dalam makalah yang berjudul “Pengaruh
Budaya Jemaat Terhadap Perkembangan Gereja di Indonesia”
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud budaya jemaat?
2. Bagaimana proses terbentuknya budaya di dalam jemaat?
3. Apa dampak yang dihasilkan budaya di dalam jemaat?
4. Bagaimana budaya jemaat mempengaruhi perkembangan gereja?
5. Bagaimana tanggapan Alkitab mengenai budaya di dalam jemaat?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian budaya jemaat.
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya budaya di dalam jemaat.
3. Untuk menyelidiki dampak yang dihasilkan budaya di dalam jemaat.
4. Untuk mengetahui hubungan budaya jemaat terhadap perkembangan gereja.
5. Untuk memahami tanggapan Alkitab mengenai budaya di dalam jemaat.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu:
1. Penulis
Hasil penulisan ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi dan kecintaan
kepada budaya-budaya di dalam gereja.
2. Pihak Lembaga Pendidikan
Hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan materi atau bahan pengajaran bagi lembaga
pendidikan terutama mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen.
3. Pihak Gereja dan Masyarakat
Hasil penulisan ini dapat dijadikan sumber bacaan dan pengetahuan mengenai budaya
di dalam jemaat dan hubungannya kepada perkembangan gereja di tengah
masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Budaya Jemaat
Secara umum, budaya dikenal sebagai cara hidup yang berkembang atau dimiliki
suatu kelompok tertentu dan diwariskan secara turun-temurun, dalam hal ini yang
berkaitan dengan akal budi manusia. Sementara itu menurut studi kamus
alkitab.sabda, kata jemaat berasal dari bahasa Yunani yaitu Libertinos yang berarti
orang yang terbebas, dalam hal ini terbebas dari dosa. Kita dapat mengartikan budaya
jemaat sebagai gaya hidup sekelompok orang yang sudah dibebaskan dari dosa dan
diwariskan turun temurun.
Pembahasan mengenai kehidupan jemaat tentu tidak dapat dilepaskan dari gaya
hidup jemaat mula-mula. Mereka mendapatkan pengalaman eksklusif untuk melihat
kenaikan Tuhan Yesus, mendapatkan pencurahan Roh Kudus, dan dididik langsung
dibawah pengajaran rasul-rasul. Tentunya hal itu menjadikan jemaat mula-mula
memiliki gaya hidup yang serupa dengan Kristus. Alkitab mencatat:
Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan
mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka ketakutanlah
mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan
semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan
mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta
miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan
masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari
dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir
dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji
Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah
jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (Kisah Para Rasul 2:42-47)
Gereja mula-mula merupakan gereja yang ideal, sehat, semangat, bertumbuh dan
berkembang serta menyatakan banyak mujizat. Mereka adalah jemaat yang suka
berkumpul, berdoa dan mendengar firman Tuhan dalam kebersamaan yang indah.
Hingga hari ini mereka adalah role model bagi gereja-gereja di seluruh dunia baik
dalam pelayanan kepada Tuhan, kepada sesama jemaat dan pemberitaan Injil.
Koentjaraningrat menyatakan bahwa kebudayaan memiliki banyak bentuk, baik
yang abstrak maupun materiil. Budaya jemaat umumnya bersifat abstrak atau
kebiasaan yang masih bertahan hingga hari ini. Jemaat Kristen di Manado terkenal
dengan kemurahan hati untuk memasak dan membagikan makanan terutama bila hari
panen tiba. Sementara itu, orang-orang percaya di Nusa Tenggara selalu menyambut
tamu atau kenalan dengan kata ‘Shalom’ tanpa memandang suku ataupun agama.
Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Dia menyampaikan amanat agung untuk
dilakukan seluruh murid-muridNya. Dalam Matius 28:20, Tuhan Yesus berfirman:
“..dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir
zaman.”
Selama Tuhan Yesus tinggal di dunia, Dia banyak menyampaikan perintah dan
menunjukkan teladan. Tuhan mau supaya murid-muridNya meneladani perbuatanNya
dan mengajarkan hal itu kepada orang-orang percaya. Dalam banyak ayat Tuhan
Yesus memberi teladan untuk berdoa, mengasihi sesama, mengadakan mujizat,
berkumpul dan berbagi. Teladan inilah yang hingga hari ini menjadi bentuk-bentuk
budaya di dalam jemaat. Oleh karena itu, budaya jemaat bukan hanya bermakna
sebagai kebiasaan dan warisan gereja, tetapi juga bentuk pengamalan jemaat terhadap
amanat agung Tuhan Yesus.
2.2 Sejarah Budaya di Dalam Jemaat
1. Perjanjian Lama
Allah membentuk manusia serupa dan segambar dengan diri-Nya. Dia
mengaruniakan akal budi dan perasaan dalam hati manusia. Berbeda dengan hewan
yang bertindak karena insting atau perut lapar, manusia mampu mengelola informasi
dan menentukan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Karena itulah, dalam kitab
Kejadian, Kain dan Habel mempersembahkan hasil kerja mereka sebagai korban
kepada Tuhan, hal yang selanjutnya menjadi budaya dalam kehidupan orang Ibrani
Kuno. Mengapa penulis menyebutnya sebagai budaya? Kita mengetahui bahwa
aturan dan perintah untuk mempersembahkan korban baru ada pada zaman Musa,
sementara praktik pengorbanan telah ada sejak manusia pertama di dunia. Karena itu,
pengorbanan pada awalnya adalah budaya ucapan syukur manusia kepada Tuhan
sebelum Allah sendiri menetapkannya sebagai ibadah.
Selain pengorbanan hewan, leluhur orang Israel juga terbiasa membuat suatu
ingat-ingatan berupa tugu atau perayaan untuk mengingat suatu peristiwa. Contohnya,
Yakub menamai tempat dia bergulat dengan malaikat Tuhan dengan Pniel (Kej.
32:30), kemudian Nabi Samuel mendirikan batu peringatan Eben-Haezer di Mizpa
setelah Tuhan melepaskan mereka dari ancaman orang Filistin (1 Sam. 7:12).
Ada beberapa perayaan yang dibuat oleh orang Israel bertahan sangat lama.
Namun, perayaan yang masih dilakukan orang-orang Kristen hingga hari ini adalah
paskah. Meskipun peristiwa yang dikenang berbeda, tetapi memiliki makna yang
sama yaitu pembebasan dari belenggu perbudakan.
2. Perjanjian Baru
Budaya bangsa Israel di zaman Perjanjian Baru banyak dipengaruhi budaya dari
beberapa bangsa yang pernah menjajah Israel, seperti Persia, Yunani dan Romawi.
Saat itu, orang-orang Israel yang tersebar di luar Yerusalem memegang teguh konsep
eksklusivisme sebagai umat pilihan Allah. Faktanya, sifat yang membeda-bedakan
agama ini tetap bertahan hingga akhir Perang Dunia II. Orang-orang di Eropa dan
Timur Tengah dapat dengan mudah mengetahui bila seseorang adalah orang Yahudi.
Pada zaman Tuhan Yesus, Dia membawa pemikiran baru tentang pentingnya
inklusivisme. Paham yang dikemukakan oleh Alan Race ini menyatakan bahwa
bangsa-bangsa asing juga bisa mendapatkan rahmat keselamatan dari Tuhan Yesus.
Hal ini terbukti melalui gaya hidup Tuhan Yesus yang tidak menutup diri dari
kemajemukan kebudayaan. Tuhan Yesus tidak memandang latar belakang budaya,
suku maupun ras, Ia berkenan menerima semua orang dalam pergaulan multikultural.
Ketika seorang perempuan Kanaan hendak meminta tolong (Matius 15:21-28) dan
seorang Perwira Roma meminta kesembuhan (Lukas 7:1-10), Yesus menjawab
kebutuhan mereka dan menolong mereka. Ini menyatakan Yesus sendiri menghargai
keberagaman dan perbedaan budaya.
Dalam Perjanjian Baru, jemaat multikultural secara jelas dicatat dalam Kisah
Para Rasul 2:41-47. Orang-orang yang berasal dari berbagai daerah dan budaya yang
berbeda mendengarkan khotbah Petrus dan menjadi percaya. Pada waktu itu ada tiga
ribu orang bertobat dan membentuk jemaat mula-mula. Dalam perkembangan
selanjutnya, terjadi masalah antara jemaat yang berbudaya Yunani dan Yahudi.
Perbedaan budaya antara Yahudi dan Yunani menimbulkan banyak persoalan dalam
beberapa jemaat, seperti di Roma dan Korintus. Perpecahan dan perselisihan tersebut
timbul karena perbedaan budaya di jemaat Korintus. Namun, Paulus menegaskan
bahwa sekarang tidak ada lagi orang Yunani atau Yahudi, tidak ada orang bersunat
maupun tidak bersunat, tidak ada budak atau orang merdeka. Semua orang sama di
hadapan Allah, semua menjadi satu jemaat dimana kepalanya adalah Yesus Kristus.
3. Di Indonesia
Sejarah menyatakan bahwa agama katolik di Indonesia dibawa masuk oleh bangsa
Portugis ketika mulai berlayar mencari rempah-rempah. Di Maluku, sekelompok
pendeta Katolik memulai kerja misionaris mereka setelah Portugis memantapkan
kedudukannya di Maluku. Selain itu, kita juga mengenal Franciscus Xaverius, pastor
dari Spanyol yang kelak dianggap sebagai pelopor penyebaran Katolik di Indonesia.
Setelah mengetahui jalur pelayaran Portugis ke Indonesia, Belanda mulai masuk
dan memantapkan posisinya di Indonesia. Kongsi Dagang Belanda (VOC)
mendukung Protestan dan mengambil-alih jemaat Katolik di Indonesia. Pada masa ini
Protestan berkembang sangat pesat karena mendapat dukungan dari pemerintah
Hindia Belanda. Bantuan-bantuan seperti gaji pendeta, subsidi gereja dan
pembentukan organisasi gereja Protestan meninggalkan budaya yang sangat kental di
pengaturan gereja di Indonesia.
2.3 Sebab-Akibat Budaya Jemaat
Kehadiran gereja Katolik dan Protestan di Indonesia tentulah membawa perubahan
yang besar di gaya hidup masyarakat Indonesia. Berikut ini beberapa dampak yang
dihasilkan oleh pertemuan gereja dan kebudayaan masyarakat di Indonesia:
1. Kepemimpinan Perempuan
Kita mengetahui bahwa kebanyakan budaya di Indonesia menganut sistem patriarki.
Sistem yang mengutamakan dominasi laki-laki ini mengakibatkan minimnya peran
perempuan dalam berbagai aspek kehidupan dan kebudayaan.
Sebelum Tuhan Yesus datang ke dunia, orang-orang Yahudi sangat memegang
kuat sistem patriarki. Budaya ini masih sangat kental tertanam dalam diri murid-
murid Tuhan Yesus. Namun, sejak pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta dan
pesatnya penyebaran Kristen ke bangsa-bangsa, ada beberapa wanita yang bangkit
menjadi pemimpin dan pengajar jemaat, salah satunya ialah Febe. Dia adalah diaken
perempuan yang melayani jemaat di Kengkrea seperti tertulis di surat rasul Paulus
untuk jemaat di Roma yang berbunyi:
“Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di
Kengkrea,” (Roma 16:1)
Ketika Belanda mulai membawa ajaran Protestan ke Indonesia, mereka juga
membawa pandangan terbuka akan kesetaraan wanita. Budaya yang bertentangan
dengan budaya lokal ini lambat laun mulai diterima seiring dengan kesadaran bahwa
semua manusia berharga di mata Tuhan. Karena itulah, kita sekarang melihat semakin
banyak gereja yang menerima perempuan sebagai pelayan dan pendeta bahkan
dikenal banyak orang, contohnya Ibu Henny Kristianus.
2. “Keuntungan” Bagi Pendeta
Sebagai orang yang tinggal di Indonesia, tentu kita sudah sangat sering mendengar
bantuan pemerintah kepada tempat-tempat ibadah. Hal ini didasari pada sila pertama
Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pasal 29 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa:
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,…
Faktanya, kebiasaan memberi bantuan kepada gereja berasal dari kebijakan
pemerintah Hindia Belanda kala masa penjajahan, seperti yang telah disinggung di
pembahasan sebelumnya. Untuk menyukseskan langkahnya menyebarkan ajaran
Protestan di Indonesia, Belanda membawa banyak pendeta dari Belanda. Para
pendeta ini diberi gaji dan subsidi selama masa misionarisnya di Indonesia. Hal ini
tentunya didasari akan ambisi pemerintah Hindia Belanda untuk menarik lebih
banyak misionaris ke Indonesia.
Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, banyak misionaris dan pendeta dari
Eropa pulang ke negara asalnya. Sayangnya, mereka meninggalkan budaya “gaji-
menggaji” di gereja kepada kaum pribumi di Indonesia. Kita mengenal budaya itu
dengan nama samaran “persembahan kasih”. Bahkan, banyak pendeta masa kini
sudah menetapkan ‘harga’ yang perlu dibayar oleh gereja. Padahal, rasul Paulus
dengan jelas telah menuliskan pesan mengenai pemenuhan kebutuhan bagi para
hamba Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul 20:32-36, Paulus menyampaikan:
“Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih
karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu
bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya. Perak atau
emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tahu,
bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku
dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Dalam segala sesuatu telah kuberikan
contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-
orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri
telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”
3. Terpecah-pecahnya Gereja di Indonesia
Sebagai orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, penulis sudah sering melihat
berbagai kelompok gereja. Bagi sebagian besar orang, hal itu merupakan hal yang
lumrah terjadi di Indonesia. Kita terdiri dari berbagai suku, budaya, dan pola piker,
maka sangat mungkin untuk terjadi perpecahan di dalam gereja.
Mengutip dari  studibiblika.id, kata denominasi berasal dari bahasa
latin denominare yang berarti “memberi nama.” Denominasi Kristen adalah sebuah
kelompok di dalam Kekristenan yang ditandai dengan pembedaan nama, organisasi,
kepemimpinan, serta doktrin.
Secara garis besar, ada 4 aliran gereja yang diakui di Indonesia, yaitu Katolik,
Protestan, Ortodoks, dan Pentakosta (beberapa menganggap Pentakosta adalah aliran
Protestan). Dari masing-masing aliran gereja inilah terbentuk banyak denominasi di
Indonesia bahkan di seluruh dunia.
Apabila kita menilik jemaat di masa 1.000 tahun pertama, gereja tersebar dalam
berbagai wilayah Kekristenan yang mandiri namun saling bekerja sama. Ada lima
wilayah besar Kekristenan, yaitu: Aleksandria, Antiokhia, Konstantinopel, Yerusalem
(Bagian timur yang berbahasa Yunani), serta Roma (Bagian barat yang berbahasa
Latin).
Perpecahan besar pertama di dalam Kekristenan terjadi pada tahun 1054, yang
dikenal sebagai “The Great Schism.” Peristiwa ini mengakibatkan terpisahnya gereja
menjadi Gereja Barat (Katolik Roma) dan Gereja Timur (Orthodoks Timur).
Perpecahan besar kedua terjadi setelah Martin Luther mengeluarkan 95 dalil pada
tanggal 31 Oktober 1517 yang mengakibatkan Gereja Barat terpecah lagi menjadi
Katolik Roma dan Protestan. Peristiwa ini dikenal sebagai ‘reformasi dari dalam’.
Berdasarkan situs resmi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesai (PGI), tercatat
ada sekitar 89 sinode/denominasi gereja di Indonesia. Syukur kepada Tuhan,
sekalipun semakin banyak pendeta yang ingin memisahkan diri dari sinode yang ada
dan mendirikan sinode baru, BIMAS Kristen Indonesia sudah mengambil langkah
pencegahan. Langkah tersebut terlihat dalam pengeluaran Keputusan Dirjen. Bimas
Kristen Kementerian Agama Nomor 138 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis
Pendaftaran Baru Dan Pendaftaran Ulang Induk Organisasi Gereja/Sinode Pada
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama RI. Melalui
keputusan tersebut, gereja-gereja yang mau mengajukan pementukan sinode baru
harus melewati banyak tahapan, seperti pendaftaran, pengajuan, penelitian dokumen,
penelitian lapangan hingga membuktikan perbedaan doktrin dengan sinode
sebelumnya.
2.4 Hubungan Terhadap Perkembangan Gereja
Sejak masa gereja mula-mula, kita memahami bahwa gereja bukanlah persoalan
gedung atau doktrin. Pada dasarnya, gereja adalah bentuk persekutuan orang percaya
untuk melayani Tuhan Yesus dan mengasihi sesama. Karena itu, kita bisa mengetahui
perkembangan dan keadaan suatu gereja melalui jemaat yang ada di dalamnya.
Sebagai negara yang memiliki banyak suku dan budaya, tentulah gereja sebagai
alat Tuhan selalu berusaha merangkul seluruh bangsa untuk percaya kepada Tuhan
Yesus. Banyak misionaris melakukan pemberitaan injil melalui budaya lokal, bahasa
setempat dan memahami pola pikir mereka. Hal ini menimbulkan keunikan-keunikan
yang terjadi dalam perkembangan gereja di Indonesia.
Pertama, beberapa gereja yang berkembang dari suatu kelompok masyarakat
biasanya menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, seperti HKBP, HKI,
GBKP dan lain-lain. Hal ini cukup diterima di daerah asal gereja tersebut, karena
seluruh masyarakat menggunakan bahasa daerah yang serupa. Sayangnya, di banyak
kota di Indonesia, gereja-gereja ini kurang mampu beradaptasi dengan anak remaja
dan pemuda. Banyak anak muda yang mulai meninggalkan gereja-gereja suku, karena
kebiasaan gereja yang konservatif, bahasa daerah yang sulit dimengerti dan liturgi
ibadah yang dianggap monoton.
Selanjutnya, kebimbangan masyarakat daerah dalam memilih adat atau ajaran
Kristen. Sejak zaman Ludwig Nommensen melayani di tanah Batak, kita mengetahui
bahwa banyak penduduk Indonesia yang menolak ajaran Kristen karena sangat
memegang erat adat istiadat masing-masing. Bahkan, dualisme agama-budaya ini
menimbulkan kebingungan dalam pola pikir jemaat. Contohnya, pertanyaan-
pertanyaan seperti apakah boleh berbicara kepada arwah nenek moyang? Mengapa
acara adat tidak boleh dilakukan di gedung gereja? Keluarga menyuruh untuk
menceraikan istri karena beberapa alasan, bolehkah? Kebingungan ini mengharuskan
seseorang memilih, apakah dia harus percaya kepada firman Tuhan atau keluarga
yang ada di depan matanya.
Ketiga, pemisahan pelayanan berdasarkan usia jemaat. Banyak gereja di
Indonesia dan Asia yang melayani anak, remaja, pemuda, orangtua dan lansia secara
terpisah. Mengapa? Karena gaya hidup masyarakat Asia yang sangat menghormati
orangtua. Pola pikir inilah yang membedakan antara urusan orangtua, sebagai yang
dihormati, dengan yang lebih muda, sebagai yang menghormati.
Selain budaya Asiatik, gereja juga menganggap bahwa pelayanan harus
dilakukan berdasarkan gaya hidup jemaat. Contohnya, anak-anak cenderung ingin
suasana yang ceria dan bersukacita selama ibadah, sementara lansia umumnya
bersifat khidmat dan kaku. Kebenaran firman Tuhan yang disampaikan pun berbeda-
beda. Khotbah di ibadah remaja umumnya membahas kedewasaan, kepemimpinan
dan perubahan perasaan sementara ibadah orangtua membahas hubungan suami-istri,
mendidik anak, kehidupan pekerjaan dan lain-lain.
2.5 Tanggapan Alkitab
1. Kisah Para Rasul 16:21
“dan mereka mengajarkan adat istiadat, yang kita sebagai orang Rum tidak boleh
menerimanya atau menurutinya.”
Ada banyak perintah Allah secara tidak langsung mengajak umat Kristen
menjauhi budaya atau adat istiadat nenek moyang. Dalam arti adalah budaya yang
tidak sesuai dengan firman Allah. Kebudayaan itu baik, tetapi sebagian tidak sesuai
firman. Karena itu perlu bijaksana dalam menanggapi dan melakukan hal tersebut.
2. Markus 7:9
“Yesus berkata pula kepada mereka: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan
perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri.”
Sering kali kebudayaan atau adat istiadat bertentangan dengan kehendak Allah.
Disinilah peranan Roh Kudus dalam memberikan jawaban apakah kebudayaan
tersebut sesuai firman Tuhan atau tidak. Seperti budaya menghormati orang yang
lebih tua tentu bukan hal yang salah. Tetapi budaya menghormati arwah leluhur pasti
bertentangan dengan ajaran Allah. Hal inilah yang harus disikapi lebih bijaksana agar
tidak jatuh dalam sifat dosa menurut Alkitab.
3. Matius 15:6
“orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian
firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.”
Sebaiknya jika adat istiadat atau budaya tidak sesuai firman maka segera
tinggalkan saja. Bersekutu dengan Tuhan akan membantu supaya tidak jauh dalam
dosa melakukan budaya yang tidak disukai Allah. Sama halnya dengan penyembahan
berhala, maka Allah menjadi tidak berkenan pada kita umatNya. Oleh sebab itu
dengan berdoa atau bahkan puasa senin kamis menurut Kristen membantu kita
memperoleh hikmat yang benar.
4. 2 Raja-Raja 17:33
“Mereka berbakti kepada TUHAN, tetapi dalam pada itu mereka beribadah kepada
allah mereka sesuai dengan adat bangsa-bangsa yang dari antaranya mereka
diangkut tertawan.”
Dalam ayat di atas memang mengkisahkan bagaimana umat Allah masih
mengikuti adat atau budaya bangsa lain dan hal ini dibenci oleh Allah. Oleh sebab itu
sama halnya dengan saat ini, ada beberapa budaya yang tidak sesuai kehendak Allah.
Sehingga harus dihindari. Jangan sampai mencemari tubuh Kristus dengan perbuatan
tercela dan memiliki dosa. Sehingga kita selalu berkenan di hadapan Allah dan
dilimpahi berkat berkepanjangan.
5. 2 Raja-Raja 17:34
“Sampai hari ini mereka berbuat sesuai dengan adat yang dahulu. Mereka tidak
berbakti kepada TUHAN dan tidak berbuat sesuai dengan ketetapan, hukum, undang-
undang dan perintah yang diperintahkan TUHAN kepada anak-anak Yakub yang
telah dinamai-Nya Israel.”
Disini dikatakan bahwa bahkan Bangsa Israel yang disukai Allah sering kali
lebih memilih adat istiadat nenek moyang. Padahal kebudayaan tersebut tidak sesuai
firman. Di masa kini juga umat Kristen harus hati-hati supaya tidak berbuat kesalahan
yang sama. Sikap orang Kristen terhadap kebudayaan juga penting, tetapi firman
Allah jauh lebih penting.
6. 1 Petrus 1:18
“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang
kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula
dengan perak atau emas.”
Ayat inilah kunci bahwa kita umat Kristen telah ditebus dari dosa akibat budaya
dan adat istiadat nenek moyang. Karena itu sebaiknya jangan kembali lagi pada hal
tersebut. Hindari melakukan hal tersebut dan berpatoklah pada Allah saja dan
firmanNya. Maka kita akan menerima keselamatan dan hidup kekal yang Allah
janjikan. Penebusan Yesus telah membantu kita untuk merdeka dari dosa akibat adat
budaya nenek moyang kita dahulu.
Demikianlah beberapa ayat Alkitab dan pembahasan penulis mengenai
kebudayaan yang masuk ke dalam jemaat. Memang tidak banyak yang memberikan
dan membahas hal tersebut secara langsung. Ada hal demi hal yang dijelaskan
terpisah dan butuh hikmat bagi anak Allah untuk mengetahui maksud dalam ayat
tersebut. Karena itu sebaiknya selalu berdoa dalam Roh dan minta penerangan
karunia Roh Kudus dalam memahami pikiran Allah melalui firmanNya. Termasuk
jika ingin merenungkan lebih lagi mengenai kebudayaan di sekitar kita. Dengan
tuntunan Allah tentunya kita akan lebih mudah untuk menentukan apa yang baik dan
berkehendak bagi Allah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, berikut adalah hal-hal
penting yang perlu untuk dikutip:
1. Budaya jemaat merupakan gaya hidup yang berkembang dan diwariskan dalam
kehidupan sekelompok orang percaya yang sudah dibebaskan dari dosa
2. Gaya hidup jemaat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya jemaat mula-
mula sebagai role model. Selain itu dipengaruhi oleh kebijakan dan budaya yang
dibawa oleh Portugis dan Belanda selama masa penjajahan.
3. Beberapa dampak dari masuknya budaya barat ke gereja di Indonesia adalah
kepemimpinan perempuan, perpindahan uang di gereja dan munculnya banyak
denominasi gereja di Indonesia
4. Budaya, baik secara lokal maupun dari luar sangat memengaruhi kehidupan
pelayanan di dalam gereja. Contohnya, pemisahan pelayanan berdasarkan usia,
masuknya pola pikir dualisme antara istiadat dan iman Kristen serta pengunduran
jemaat karena gereja yang kurang berkembang sesuai gaya hidup masa kini.
5. Ayat firman Tuhan menanggapi budaya sebagai produk sampingan dari akal
yang Tuhan berikan. Jangan sampai hal itu menjadi yang utama dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu, hendaklah kita bertekun dalam persekutuan dengan
Tuhan agar kita mengetahui apa yang baik dan berkenan kepada Tuhan.
Demikianlah makalah mengenai budaya jemaat ini saya tuliskan. Mohon maaf
untuk setiap kekurangan dalam penulisan dan kesalah-pahaman pembahasan. Akhir
kata, hendaklah kita selalu berakar dan bertumbuh di dalam Kristus Yesus menjelang
hari Tuhan yang sudah dekat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. (2021). Sejarah Agama Kristen di Indonesia dan Penyebarannya. Diakses pada 18
September 2021, dari https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-agama-kristen-di-
indonesia/#2_Sejarah_Agama_Kristen_di_Indonesia
Katalog PGI. (2021). Gereja Anggota PGI. Diakses pada 18 September 2021, dari
https://pgi.or.id/gereja-anggota-pgi/
Kresna, Mawa. (2019). Gaya Hidup Pendeta, Uang, dan Bisnis di Gereja. Diakses pada 19
September 2021, dari https://tirto.id/gaya-hidup-pendeta-uang-dan-bisnis-di-gereja-raksasa-
ee4s
Non-serrano, Janse Belandina, dkk. (2018). Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
Kelas 12 SMA. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penulis tuhanyesus.org. (2021). Enam Ayat Alkitab Tentang Kebudayaan Sebaiknya
Dipahami Orang Kristen. Diakses pada 20 September 2021, dari
https://tuhanyesus.org/ayat-alkitab-tentang-kebudayaan
Rosario, De. (2020). Daftar Denominasi dalam Kekristenan. Diakses pada 19 September
2021, dari https://www.minews.id/cuitan-mi/daftar-denominasi-dalam-kekristenan
Setiyono, Budi. (2017). Masuknya Kristen di Indonesia. Diakses pada 18 September 2021,
dari https://historia.id/agama/articles/masuknya-kristen-di-indonesia-PyJpV/page/2
Sitompul, Martin. (2020). Penginjil Kristen dan Wabah di Tanah Batak. Diakses pada 19
September 2021, dari https://historia.id/agama/articles/penginjil-kristen-dan-wabah-di-
tanah-batak-DAdpg/page/4
Studibiblika.id. (2019). Mengenal Denominasi Kristen. Diakses pada 20 September 2021,
dari https://studibiblika.id/2019/06/05/mengenal-denominasi-kristen/
Yayasan Lembaga Sabda. (2021). Alkitab. Diakses pada 15-20 September 2021, dari
https://alkitab.sabda.org/

Anda mungkin juga menyukai