Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH AIK III

“Teori-teori Ilmu Farmasi”

Dosen pembimbing :

Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani, S.Pd., M.Pd.I.

Disusun oleh :

Mohammad Janwar Asmi 201105002


Sayyidatus Shoiyyibah 201105037

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” dan berarti pengetahuan.
Pemakaian kata ini dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan istilah
“science”. Science berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang juga berarti
pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan. Namun, ada berbagai macam
pengetahuan. Dengan “pengetahuan ilmu” dimaksud pengetahuan yang pasti,
eksak, dan betul betul terorganisir. Jadi, pengetahuan yang berasaskan
kenyataan dan tersusun baik. Ilmu mengandung tiga kategori, yaitu hipotesis,
teori, dan dalil hukum. Ilmu itu haruslah sistematis dan berdasarkan
metodologi, ia berusaha mencapai generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data
yang baru terkumpul sedikit atau belum cukup, ilmuwan membina hipotesis.
Hipotesis ialah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah data. Hipotesis memberi
arah pada penelitian dalam menghimpun data. Data yang cukup sebagai hasil
penelitian dihadapkan pada hipotesis. Apabila data itu mensahihkan
(valid)/menerima hipotesis, hipotesis menjadi tesis atau hipotesis menjadi teori.
Jika teori mencapai generalisasi yang umum, menjadi dalil ia dan bila teori
memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap, ia akan menjadi hukum.
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi
farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat
(drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep
(prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui
cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung
kepada pemakai.
Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”,
yang berarti cantik atau elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun,
dan selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena itu
seorang ahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui hal ihwal
obat. Ia satu-satunya ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian
mengenai obat memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai semua
aspek kefarmasian seperti yang tercantum pada definisi di atas
BAB II

2.1. Farmasi adalah ilmu


Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan
dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu
pengetahuan atau disiplin ilmu, yang berakar dari kajian filsafat, yaitu Seni
(Arts), Etika (Ethics), dan Sains (Science). Di satu pihak Farmasi tergolong seni
teknis (technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan
obat (medicine); di lain pihak Farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu
pengetahuan alam (natural science).

Dalam tinjauan pengelompokan bidang ilmu atau kategori di atas


digunakan kriteria :
a. Obyek ontologis. Di sini ditinjau obyek apa yang ditelaah sehingga
menghasilkan pengetahuan tersebut. Sebagai contoh, obyek ontologis dalam
bidang Ekonomi ialah hubungan manusia dan benda atau jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup; obyek telaah pada Manajemen ialah kerja sama
manusia dalam mencapai tujuan yang telah disetujui bersama; obyek
ontologis pada Farmasi ialah obat dari segi kimia dan fisis, segi terapetik,
pengadaan, pengolahan sampai pada penyerahannya kepada yang
memerlukan.
b. Landasan epistemologis, yaitu cara atau metode apa yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan tersebut. Contoh landasan Epistemologis
Matematika ialah logika deduktif; landasan epistemologis kebiasaan sehari-
hari ialah pengalaman dan akal sehat; landasan epitemologis Farmasi ialah
logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis, yang
dinamakan pula metode logiko-hipotetiko-verifikatif.
c. Landasan aksiologis, yaitu mempertanyakan apa nilai kegunaan
pengetahuan tersebut. Nilai kegunaan pencak silat, matematika dan farmasi
sudah jelas berbeda. Dalam hal ini nilai kegunaan atau landasan aksiologis
Farmasi dan Kedokteran itu sama karena kedua-duanya bertujuan untuk
kesehatan manusia. (Suryasumantri, Y.S, 1985)

2.2 Farmasi
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi
farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat
(drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep
(prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara
lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada
pemakai

2.3 Apoteker
Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker Pendidikan apoteker dimulai dari
pendidikan sarjana (S-1), yang umumnya ditempuh selama empat tahun, ditambah
satu tahun untuk pendidikan profesi apoteker.

2.4 Pekerjaan Kefarmasiaan

Dalam PP No.51 tahun 2009 sudah dipaparkan dengan jelas tentang ruang
lingkup kefarmasian. Namun, untuk membuktikan dan menunjukkan jati diri
Apoteker yang sebenarnya pada masyarakat tidaklah semudah yang dibayangkan.
Tidak hanya berlandaskan teori namun perlu keaktifan dari para Apoteker untuk
menunjukkan perannya yang sebenarnya. Para Apoteker harus mampu dan berani
menunjukkan diri. Hal ini tentu saja tidak akan berlangsung tanpa adanya
penguasaan terhadap keprofesian Apoteker, Salah satu prinsip pekerjaan Farmasis
adalah pharmaceutical care dimana farmasis bertanggung jawab akan ketepatan
dari terapi obat dengan tujuan untuk mencapai luaran yang pasti dalam
peningkatan kualitas hidup pasien. Empat luaran tersebut meliputi penyembuhan
penyakit, menghilangkan atau mengurangi simptom yang muncul, menahan atau
menghambat proses penyakit dan mencegah penyakit atau simptom tersebut. Ini
adalah Tugas seorang farmasis karena Pharmaceutical care membutuhkan
pengetahuan yang mendalam tentang farmakoterapi,pemahaman yang baik tentang
etimologi penyakit, pengetahuan tentang produk obat, kemampuan komunikasi
yang kuat, monitoring obat, informasi obat dan keahlian perencanaan terapi serta
kemampuan untuk memperkirakan dan menginterpretasikan data klinis yang ada.
Hal ini semua hanya di pelajari oleh seorang farmasis .
Tenaga apoteker sangat dibutuhkan untuk mendukung program pelayanan
kesehatan di era JKN Indonesia. Sebagai seorang tenaga profesional di bidang
kesehatan, sayangnya profesi ini sering kalah pamor di masyarakat dibandingkan
profesi tenaga kesehatan lainnya. Padahal, apoteker memiliki peran yang sangat
penting dalam kesehatan masyarakat karena yang paling kompeten dan mengetahui
tentang obat-obatan adalah orang bidang farmasi. Dari kenyataan yang ada pada
pelayanan kesehatan, peran apoteker sering tidak hadir di masyarakat. Dari
pengalaman yang ada, sering kita jumpai apoteker hanya sebagai nama pelengkap
saja di apotek. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat pentingnya peran
apoteker dalam memberikan penyuluhan mengenai kefarmasian pada masyarakat
dan menurut PP No. 51 tahun 2009 pasal 24 tentang pekerjaan kefarmasian,
dijelaskan pula bahwa yang harus menyerahkan obat yang harus ditebus dengan
resep kepada pasien adalah apoteker sesuai dengan prinsip TATAP (Tanpa
Apoteker, Tidak Ada Pelayanan).
Hal mengenai pelayanan kefarmasian dapat dilihat di UU No. 36 tahun 2009,
Pasal 108 Ayat 1 tentang tenaga kesehatan yang menyatakan bahwa praktik
kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional. Pernyataan yang sejenis juga tertuang pada PP No. 51 tahun
2009, pasal 1 yang menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional. Bidang farmasi klinik hanyalah salah satu
dari beberapa bidang yang menjadi tanggung jawab apoteker di Indonesia. Namun
karena famasi klinik atau pelayanan sangat berhubungan langsung dengan
masyarakat maka bidang tersebutlah yang paling terekspos. Hendaknya apoteker
memiliki tanggung jawab seperti tenaga pelayanan kesehatan pada umumnya yaitu
memberikan pelayanan terhadap resep yang dibawa oleh pasien, KIE kepada
masyarakat serta Pelayanan Residensial (Home Care) seperti dikutip dari Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 BAB III tentang kefarmasian di apotek. Sebagai
tambahan, WHO memberikan konsep fungsi dan tugas Apoteker sesuai dengan
kompetensi Apoteker di Apotek yang dikenal dengan Nine Stars Pharmacist, yaitu:
1. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi informasi
obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu
mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil keputusan
terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak
mampu membeli obat yang ada dalam resep maka apoteker dapat berkonsultasi dengan
dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang sama namun harga lebih
terjangkau..
3. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak
eksternal (pasien atau konsumen) dan pihak internal (tenaga profesional kesehatan
lainnya).
4. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang
pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab
dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi,
manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.
5. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal pelayanan,
pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan.
Untuk itu Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian
dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen.
6. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan,
senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya serta mampu
mengembangkan kualitas diri.
7. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya, harus
mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni profesinya, tidak hanya
berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi harus dapat melaksanakan profesinya tersebut
dengan baik.
8. Researcher, artinya apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna
mengembangkan ilmu kefarmasiannya.
9. Enterpreneur, artinya apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam
mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat

2.5 Peranan Apoteker muslim dalam menjalankan pelayanan terhadap Masyrakat


Farmasis/apoteker memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan dengan penjaminan
mutu produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan maupun kosmetik. Hal itu disebabkan
farmasis merupakan suatu profesi yang konsen, komitmen dan kompeten dalam bidang
pengobatan. Untuk dapat mewujudkannya, dibutuhkan tenaga farmasis muslim yang benar-benar
mengerti dibidangnya dan memiliki sikap sesuai profesi yang disandangnya.
Sebagai farmasis muslim kita juga dituntut untuk memiliki kepekaan pada kebutuhan
umat Islam. Bagi  seorang muslim, mengkonsumsi makanan serta produk farmasi lainnya
termasuk obat yang berstatus halal dan thoyib, sudah menjadi bagian keyakinan agama yang
harus dijalankan. Ironisnya seringkali konsumen tidak memiliki kebebasan untuk memilih
produk yang halal akibat minimnya informasi yang sampai. Penjaminan hak konsumen muslim
dalam mengkonsumsi produk menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah, farmasi
dan masyarakat pada umumnya.
Islam menghendaki kehati-hatian kita dalam membuat serta mengkonsumsi segala
sesuatu termasuk obat. Tujuan kehati-hatian tidak untuk memberatkan manusia dengan berbagai
aturan yang telah ditetapkan, namun ingin menghantarkan manusia dalam kemuliaan dan
kebahagiaan hakiki, di dunia maupun diakhirat. Bahkan beberapa aturan dalam Islam telah
terbukti secara etis meningkatkan kualitas hakiki kehidupan manusia.
Sejak dulu, apotek yang dikelola apoteker merupakan bagian yang tak terpisahkan dari 
institusi rumah sakit. Hal itu sama halnya dengan  farmasi dan farmakologi yang juga merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara resmi
terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah.
syifâ’ (kebaikan) dan rahmah sangat bergantung pada manusia yang mengharapkannya.
Apakah yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan utama untuk memerolehnya? Semakin
terpenuhi persyaratan utamanya, maka semakin mungkin seseorang akan memeroleh syifâ’ dan
rahmah dari Allah, begitu juga sebaliknya. Yang perlu di garis bawai jawaban tegasnya adalah “
IMAN “ Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Isrâ’/17: 82

“Dan Kami turunkan dari al Quran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.”(QS al-Isrâ’/17:82)

Dia yang menjadikan penyakit dan dia pula yang menyembuhkannya, sebagaimana
diingatkan Allah dalam surat Asy Syu’araa 80 :

‘’ dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku’’ (Asy Syu’araa 80)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

‫َما َأ ْن َز َل هللاُ دَا ًء ِإالَّ َأ ْنزَ ل لَهُ ِشفَا ًء‬


‘’Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia turunkan pula obat untuk
penyakit tersebut." (HR. Bukhari).

Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

ِ‫ب َد َوا ُء الدَّا ِء بَ َرَأ بِِإ ْذ ِن هللا‬ ِ ‫ فَِإ َذا ُأ‬،‫لِ ُك ِّل دَا ٍء د ََوا ٌء‬
َ ‫ص ْي‬

“ Semua penyakit ada obatnya. Jika sesuai antara penyakit dan obatnya, maka akan
sembuh dengan izin Allah” (HR Muslim 2204)

Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat
dianjurkan oleh agama. Oleh karena itu sebagai seorang apoteker muslim hendaknya
mengedepankan Masalah halal dari obat , makanan dan kosmetik merupakan bagian pokok dari
tinjauan kritis produk farmasi bagi seorang muslim, karena hal ini menyangkut keamanan dari
segi ruhaniah bagi seorang yang mengkonsumsinya seperti mempengaruhi terkabulnya doa di
sisi Allah swt.

َ ‫ َت ُكنْ مُسْ َت َج‬،‫ك‬


َ ‫اب ال َّد‬
‫عوة‬ َ ‫ َأطِ بْ َم‬،‫َيا َسعد‬
َ ‫طع َم‬

“Perbaikilah makananmu, maka Allah akan mengabulkan doa-doamu”


(H.R. Ath-Thabrani).
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Sebagai tenaga ahli profesi farmasis yaitu apoteker hendaknya menjalankan
tugas-tugas yang sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah
yang sudah ditetapkan. Menjalankan tugas sebaik-baiknya agar dapat memberi
manfaat bagi masyarakat terutama dalam bidang kesehatan. Farmasis/apoteker
muslim memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan dengan penjaminan mutu
produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan maupun kosmetik. Penjaminan
hak konsumen muslim dalam mengkonsumsi produk menjadi tanggung jawab
semua pihak baik pemerintah, farmasi dan masyarakat pada umumnya.

Tantangan Apoteker muslim  adalah  mengusahakan membuat sediaan obat ,


kosmetik maupun makanan halal. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasiaan
dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat hendaknya sebagai seorang
apoteker muslim menunjukan etika-etika dan adab sebagai seorang muslim.

Anda mungkin juga menyukai