Dosen pembimbing :
Disusun oleh :
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” dan berarti pengetahuan.
Pemakaian kata ini dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan istilah
“science”. Science berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang juga berarti
pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan. Namun, ada berbagai macam
pengetahuan. Dengan “pengetahuan ilmu” dimaksud pengetahuan yang pasti,
eksak, dan betul betul terorganisir. Jadi, pengetahuan yang berasaskan
kenyataan dan tersusun baik. Ilmu mengandung tiga kategori, yaitu hipotesis,
teori, dan dalil hukum. Ilmu itu haruslah sistematis dan berdasarkan
metodologi, ia berusaha mencapai generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data
yang baru terkumpul sedikit atau belum cukup, ilmuwan membina hipotesis.
Hipotesis ialah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah data. Hipotesis memberi
arah pada penelitian dalam menghimpun data. Data yang cukup sebagai hasil
penelitian dihadapkan pada hipotesis. Apabila data itu mensahihkan
(valid)/menerima hipotesis, hipotesis menjadi tesis atau hipotesis menjadi teori.
Jika teori mencapai generalisasi yang umum, menjadi dalil ia dan bila teori
memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap, ia akan menjadi hukum.
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi
farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat
(drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep
(prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui
cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung
kepada pemakai.
Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”,
yang berarti cantik atau elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun,
dan selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena itu
seorang ahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui hal ihwal
obat. Ia satu-satunya ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian
mengenai obat memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai semua
aspek kefarmasian seperti yang tercantum pada definisi di atas
BAB II
2.2 Farmasi
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi
farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat
(drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep
(prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara
lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada
pemakai
2.3 Apoteker
Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker Pendidikan apoteker dimulai dari
pendidikan sarjana (S-1), yang umumnya ditempuh selama empat tahun, ditambah
satu tahun untuk pendidikan profesi apoteker.
Dalam PP No.51 tahun 2009 sudah dipaparkan dengan jelas tentang ruang
lingkup kefarmasian. Namun, untuk membuktikan dan menunjukkan jati diri
Apoteker yang sebenarnya pada masyarakat tidaklah semudah yang dibayangkan.
Tidak hanya berlandaskan teori namun perlu keaktifan dari para Apoteker untuk
menunjukkan perannya yang sebenarnya. Para Apoteker harus mampu dan berani
menunjukkan diri. Hal ini tentu saja tidak akan berlangsung tanpa adanya
penguasaan terhadap keprofesian Apoteker, Salah satu prinsip pekerjaan Farmasis
adalah pharmaceutical care dimana farmasis bertanggung jawab akan ketepatan
dari terapi obat dengan tujuan untuk mencapai luaran yang pasti dalam
peningkatan kualitas hidup pasien. Empat luaran tersebut meliputi penyembuhan
penyakit, menghilangkan atau mengurangi simptom yang muncul, menahan atau
menghambat proses penyakit dan mencegah penyakit atau simptom tersebut. Ini
adalah Tugas seorang farmasis karena Pharmaceutical care membutuhkan
pengetahuan yang mendalam tentang farmakoterapi,pemahaman yang baik tentang
etimologi penyakit, pengetahuan tentang produk obat, kemampuan komunikasi
yang kuat, monitoring obat, informasi obat dan keahlian perencanaan terapi serta
kemampuan untuk memperkirakan dan menginterpretasikan data klinis yang ada.
Hal ini semua hanya di pelajari oleh seorang farmasis .
Tenaga apoteker sangat dibutuhkan untuk mendukung program pelayanan
kesehatan di era JKN Indonesia. Sebagai seorang tenaga profesional di bidang
kesehatan, sayangnya profesi ini sering kalah pamor di masyarakat dibandingkan
profesi tenaga kesehatan lainnya. Padahal, apoteker memiliki peran yang sangat
penting dalam kesehatan masyarakat karena yang paling kompeten dan mengetahui
tentang obat-obatan adalah orang bidang farmasi. Dari kenyataan yang ada pada
pelayanan kesehatan, peran apoteker sering tidak hadir di masyarakat. Dari
pengalaman yang ada, sering kita jumpai apoteker hanya sebagai nama pelengkap
saja di apotek. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat pentingnya peran
apoteker dalam memberikan penyuluhan mengenai kefarmasian pada masyarakat
dan menurut PP No. 51 tahun 2009 pasal 24 tentang pekerjaan kefarmasian,
dijelaskan pula bahwa yang harus menyerahkan obat yang harus ditebus dengan
resep kepada pasien adalah apoteker sesuai dengan prinsip TATAP (Tanpa
Apoteker, Tidak Ada Pelayanan).
Hal mengenai pelayanan kefarmasian dapat dilihat di UU No. 36 tahun 2009,
Pasal 108 Ayat 1 tentang tenaga kesehatan yang menyatakan bahwa praktik
kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional. Pernyataan yang sejenis juga tertuang pada PP No. 51 tahun
2009, pasal 1 yang menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional. Bidang farmasi klinik hanyalah salah satu
dari beberapa bidang yang menjadi tanggung jawab apoteker di Indonesia. Namun
karena famasi klinik atau pelayanan sangat berhubungan langsung dengan
masyarakat maka bidang tersebutlah yang paling terekspos. Hendaknya apoteker
memiliki tanggung jawab seperti tenaga pelayanan kesehatan pada umumnya yaitu
memberikan pelayanan terhadap resep yang dibawa oleh pasien, KIE kepada
masyarakat serta Pelayanan Residensial (Home Care) seperti dikutip dari Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 BAB III tentang kefarmasian di apotek. Sebagai
tambahan, WHO memberikan konsep fungsi dan tugas Apoteker sesuai dengan
kompetensi Apoteker di Apotek yang dikenal dengan Nine Stars Pharmacist, yaitu:
1. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi informasi
obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu
mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil keputusan
terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak
mampu membeli obat yang ada dalam resep maka apoteker dapat berkonsultasi dengan
dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang sama namun harga lebih
terjangkau..
3. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak
eksternal (pasien atau konsumen) dan pihak internal (tenaga profesional kesehatan
lainnya).
4. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang
pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab
dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi,
manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.
5. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal pelayanan,
pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan.
Untuk itu Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian
dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen.
6. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan,
senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya serta mampu
mengembangkan kualitas diri.
7. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya, harus
mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni profesinya, tidak hanya
berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi harus dapat melaksanakan profesinya tersebut
dengan baik.
8. Researcher, artinya apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna
mengembangkan ilmu kefarmasiannya.
9. Enterpreneur, artinya apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam
mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat
“Dan Kami turunkan dari al Quran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.”(QS al-Isrâ’/17:82)
Dia yang menjadikan penyakit dan dia pula yang menyembuhkannya, sebagaimana
diingatkan Allah dalam surat Asy Syu’araa 80 :
‘’ dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku’’ (Asy Syu’araa 80)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ِب َد َوا ُء الدَّا ِء بَ َرَأ بِِإ ْذ ِن هللا ِ فَِإ َذا ُأ،لِ ُك ِّل دَا ٍء د ََوا ٌء
َ ص ْي
“ Semua penyakit ada obatnya. Jika sesuai antara penyakit dan obatnya, maka akan
sembuh dengan izin Allah” (HR Muslim 2204)
Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat
dianjurkan oleh agama. Oleh karena itu sebagai seorang apoteker muslim hendaknya
mengedepankan Masalah halal dari obat , makanan dan kosmetik merupakan bagian pokok dari
tinjauan kritis produk farmasi bagi seorang muslim, karena hal ini menyangkut keamanan dari
segi ruhaniah bagi seorang yang mengkonsumsinya seperti mempengaruhi terkabulnya doa di
sisi Allah swt.
4.1 KESIMPULAN
Sebagai tenaga ahli profesi farmasis yaitu apoteker hendaknya menjalankan
tugas-tugas yang sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah
yang sudah ditetapkan. Menjalankan tugas sebaik-baiknya agar dapat memberi
manfaat bagi masyarakat terutama dalam bidang kesehatan. Farmasis/apoteker
muslim memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan dengan penjaminan mutu
produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan maupun kosmetik. Penjaminan
hak konsumen muslim dalam mengkonsumsi produk menjadi tanggung jawab
semua pihak baik pemerintah, farmasi dan masyarakat pada umumnya.