Anda di halaman 1dari 59
MATA KULIAH SASTRA DAN BACA TULIS ARAB MELAYU Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Pontianak Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Nikah pada Manuskrip Koleksi Pribadi La Ode Zaenu Diah Saharani Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KP1)/4 A diahsaharani0909@gmail.com Abstrak Dalam mini research ini membahas tentang masalah mengenai “Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Nikah pada Manuskrip Koleksi Pribadi La Ode Zaenu”. Adapun salah satu pembahasan yang dicantumkan dalam artikel ini yaitu. Pertama thaharah, kedua mewarnai rambut atau jenggot dan ketiga pernikahan. Dalam penulisan artikel ini menggunakan metode studi pustaka (library research) yaitu dalam melakukan penelitian menggunakan sumber-sumber pustaka, seperti jurnal, buku dan yang lainnya guna untuk memperoleh data dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti sejarah, filologi dan sastra. Sedangkan yang dimaksud dengan manuskrip yaitu salah satu informasi pengetahuan tentang naskah yang mana dari isi manuskrip tersebut bisa dilihat dengan info-info masa lampau atau masa lalu dan manuskrip salah satu pandangan mengenai sesuatu yang terjadi pada masa lampau. Adapun corak pemikiran koleksi manuskrip milik La Ode Zaenu, cenderung mengikuti madzhab Imam Syafi’i dan sering mengutip pendapat atau ungkapan Imam Ghazali pada pembahasannya. Naskah ini diperkirakan ditulis berkisar pada tahun 1800-1900 M, masih pada kekuasaan Kesultanan Buton. Indonesia merupakan negara yang sangat luas yang harus kita syukuri. Selain itu Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak menyimpan peninggalan budaya dari para nenek moyang terdahulu yang berbetuk manuskrip atau naskah, yang mana naskah-naskah itu dicatat dengan alat yang sederhana yaitu dengan tulisan tangan dengan tinta berwana hitam dan merah. Kata kunci: Thaharah, Perwarnaan Rambut dan Pernikahan A. Pendahuluan (4 paragraf) Peran para ulama terdahulu dalam mewariskan keilmuan agama melalui tulisan (bi! kitabah) untuk melanggengkan kemanfataan untuk generasi selanjutnya, meskipun jasad telah berpisah dengan dunia. Hingga, masih bisa dibaca, diteliti, sebagai referensi untuk menggali pembendaharaan dan menyelami samudera Islam. Halnya, agama Islam amatlah luas tak bertepi, ilmu figh, tauhid, akhlak/tasawuf, ilmu falak, ilmu nahwu-sharaf serta ilmu lainnya, bahkan apabila air laut dijadikan sebagai tinta untuk menuliskan semua penjelasan tentu tidak akan mampu memuat seluruhnya. Namun, berkat kemurahan Allah Swt kepada hamba-Nya, memberikan keringanan dan kemudahan dengan cukup (minimal) mempelajari ilmu yang dibutuhkan sesuai apa yang dihadapi, yang disebut ilmu a/-ha/. Imam Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim menyatakan bahwa: “fardhu (wajib) bagi setiap muslim untuk mencari/mempelajari ilmu a/-hal, sebagaimana dikatakan bahwasanya ilmu yang paling utama adalah ilmu a/-hal dan paling utama amal adalah menjaga/melakasanakan ilmu al-hal”'. Adapun contoh ilmu a/-hal adalah ilmu tentang salat berikut, sebelum dan ketika melaksanakan salat. Sebelum melaksanakan salat, meliputi: (1) Syarat-syarat wajib salat; (2) Syarat-syarat sah salat; (3) Tata cara thaharah (bersuci) dari hadats (kecil dan besar) dan najis (mukhaffafah, mutawasithah, dan mughaladzah);, (4) Jenis-jenis. air yang dapat digunakan untuk bersuci; dan hal lainnya yang berkaitan pra-salat. Di dalam salat pula mesti mengetahui, meliputi: (1) Rukun- rukun salat, berikut rukun galbiyah, qauliyah dan fi'liyyah; (2) Hal- hal yang membatalkan salat; (3) Mampu membedakan status rukun dan sunnah dalam salat. Dengan demikian penting memahmi ‘Az-zarnuji, Syarah Ta’lim al-Muta’allim (Surabaya: Nurul Huda, t..). Diah Saharani 3 keilmuan bersifat mendasar dan prinsipal. Keunggulan mempelajari ilmu fikih, berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik di sisi-Nya, dijadikan-Nya orang itu ahli agama, (ahli fikih)””. Berbagai bentuk aturan yang ada semata-mata _bentuk penghambaan mutlak kepada Allah Swt. Resiko beramal tanpa berdasarkan ilmu berpotensi tertolak.Rasulullah saw. menjelaskan: “Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak”®. Ruang lingkup fikih secara umum mencakup dua bidang, yaitu fikih ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti shalat, zakat, haji, memenuhi nazar, dan membayar kafarat terhadap pelanggaran sumpah. Kedua, fikih muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusialainnya. Kajiannya mencakup seluruh bidang fikih selain persoalan ubudiyah, seperti ketentuan- ketentuan jual beli, sewa menyewa, perkawinan, jinayah dan lain-lain. Sementara itu, Musthafa A.Zarqa membagi kajian fikih menjadi enam bidang, yaitu : (1) Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan bidang ubudiyah, seperti shalat, puasa, dan ibadah haji, inilah yang kemudian disebut fikih ibadah. (2) Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti. perkawinan, perceraian, nafkah, dan ketentuan nasab. Inilah yang kemudian disebut ahwal as-syakhsiyah.(3) Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hubungan sosial antara umat Islam dalam konteks hubungan ekonomi dan jasa. Seperti jual beli, sewa menyewa, dan gadai. Bidang ini kemudian disebut fikih muamalah. (4) Ketentuan- ketentuan hukum yang berkaitan dengan sangsi-sangsi terhadaptindak kejahatan kriminal. Misalnya, qiyas, diat, dan hudud. Bidang ini disebut dengan fikih jinayah. (5) Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan warga negara denganpemerintahannya. Misalnya, politik dan birokrasi. Pembahasan ini dinamakan fikih siyasah. (6) Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur etika pergaulan antara 7H, Sulaiman Rasjid, Figh Islam, Cetakan 88 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2019). ‘Sahriansyah, /badah dan Akhlak (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014). Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 4 seorang muslim dengan lainnya dalam tatanan kehidupan sosial. Bidang ini disebut Ahkam khulugiyah! Menjaga dan melestarikan karya dari ulama Nusantara terdahulu, sebagai upaya, apresiasi dan menunjukkan kualitas integritas keilmuan Nusantara tidak kalah dengan ulama/ilmuan berasal dari mancanegara. Penemuan manuskrip milik La Ode Zaenu yang membahasan ilmu fikih, memotivasi untuk menggali lebih lanjut agar karya tersembunyi di balik-balik tembok sejarah. Robert W. Hefner mengatakan bahwa potensial adanya kemajuan dalam memainkan peran dalam dunia Islam, berasal dari Nusantara*. Bahkan dalam satu keterangan lain bahwa terdapat ungkapan dari Rasulullah saw. “akan adanya pembawa kejayaan akhir zaman akan dating dari arah Timur dengan bendera-bendera hitam mereka”, bal ini menjadi pertanda arah perkembangan keilmuan berada di Nusantara®. Berdasarkan pemaparan uraian di atas, fokus kajian dalam penulisan artikel ini adalah bagaimana kajian thaharah, pewarnaan rambut, dan pernikahan yang termaktub dalam koleksi manuskrip milik La Ode Zaenu. Penulisan ini bertujuan untuk memahami kajian thaharah, pewarnaan rambut, dan pernikahan yang termaktub dalam koleksi manuskrip milik La Ode Zaenu. Diharapkan artikel ini dapat bermanfaat sebagai tambahan nomenklatur/referensi khazanah keislaman ulama Nusantara. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian, data penelitian hanya pada bahan- bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah “Enny P. Nazrah, Usul Fikih (Medan: UIN Sumatera Utara, 2017). SRepublika, “Kebangkitan Islam dari Asia Tenggara Menurut John L. Esposito,” 2020, https://vww.republika.co.id/berita/qbbxer320/kebangkitan-islam- dari-asia-tenggara-menurut-jhon-I-esposito. ‘Salim A. Fillah, “Pembawa Kejayaan Akhir Zaman akan Datang dari Arah Timur,” 2017, htttps:/www.islampos.com/pembawa-kejayaan-akhir-zaman-akan- datang-dari-arah-timur-22056/ Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 5 bahan penelitian. Sumber atau bahan yang digunakan meliputi buku, jurnal, majalah, koran, berbagai laporan dan dokumen dokumen’. Penekanan penelitian kepustakaan adalah ingin menemukan berbagai teori, hukum, dalil, prinsip, pendapat, gagasan dan lain-lain yang dapat dipakai untuk menganalisis dan memecabkan masalah yang diangkat oleh diteliti. Penelitin kepustakaan juga digunakan untuk memecahkan problem penelitian yang bersifat konseptual teoritis, baik tentang tokoh pendidikan atau konsep pendidikan tertentu seperti konsep, tujuan, metode, dan lingkup pendidikan. Penelitin ini biasanya menggunakan pendekaan sejarah, filsafat, semiotic, filoogi, dan sastra. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh data yang diperlukan peneliti dan mempermudah melakukan penelitian sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar Penelitian kepustakaan (/ibrary research), yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur. Literatur yang diteliti tidak terbatas pada buku- buku, tetapi dapat juga berupa bahan-baan dokumentasi, majalah, jurnal, dan surat kabar. Penelitian kepustakaan merupakan jenis penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secaratriangulasi. Penelitian kepustakaan adalah untuk menemukan berbagai teori, hukum, dalil, prinsip, pendapat, gagasan, dan lain-lain yang bisa dipakai untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan juga digunakan memecahkan masalah penelitian yang bersifat konseptual teoritis, baik tentang tokoh pendidikan atau konsep pendidikan tertentu seperti tujuan, metode, dan lingkungan pendidikan. Penelitian ini dapat dilakukan tanpa harus melakukan penelitian kelapangan. Berdasarkan beberapa definisi penelitian kepustakaan maka dapat kita simpukan bahwa penelitian kepustakaan adalah penelitian yang menghimpun atau mengumpulkan berbagai data dan sumber ’Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008). Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 6 sehingga bisa di jadikan rujukan penelitian tanpa harus melakukan penelitian lapangan atau terjun langsung kelapangan. Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data yang tertulis, yaitu sebagai berikut : Sumber primer merupakan data-data yang diperoleh dari tokoh tersebut masih hidup atau data-data yang diperoleh dalam tulisan- tulisan yang pernah ditulis oleh tokoh yang tidak diketahui namanya tersebut. Dalam hal ini sumber primer adalah Koleksi Manuskrip milik La Ode Zaenu, sebagai dasar referensi sekaligus menjadi objek penelitian yang dikaji. Sumber data sekunder merupakan data penunjang yang berkaitan dengan pokok masalah. Data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang terdiri dari atas buku-buku yang ditulis oleh para ahli teori pendidikan yang berpengaruh besar di dunia pendidikan, jurnal, dan hasil-hasil penelitian mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, menggunakan buku diantaranya: (1) Fiqh Islam karya H. Sulaiman Rasjid; (2) Masail Fiqhiyyah karya Masjfuk Zuhdi; (3) Syarah Kasyifatu Saja karya Syeikh Nawawi Al-Bantani; (4) Syarah Ta’lim al-Muta’allim Syeikh Ibrahim bin Ismail; (5) Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali; (6) Thaharah dan Shalat. Teknik pengumpulan data adalah upaya yang dilakukan untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis, disertasi, peraturanperaturan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis yang lain. Beberapa langkah yang harus dilakukan saat melakukan pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan sebagai berikut : 1. Menghimpun literatur yang berhubungan dengan thaharah, pewarnaan rambut dan pernikahan. 2. Mengklasifikan buku-buku berdasarkan sumber buku primer dan sekunder 3. Mengutip teori dan literatur yang berhubungan dengan thaharah, pewarnaan rambut dan pernikahan. 4. Melakukan konfirmasi atau cross check tentang literatur yang berhubungan dengan thaharah, pewarnaan rambut dan pernikahan. 5. Mengelompokkan data pemikiran dan teori-teori tentang literatur yang berhubungan dengan thaharah, pewarnaan rambut dan pernikahan. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 7 Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi adalah pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Triangulasi dibagi menjadi tiga, yaitu®: 1. Triangulasi Sumber Triangulasi. sumber untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. 2. Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama, dengan teknik yang berbeda. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber yaitu melakukan analisis dan memadukan antara teori satu dengan teori yang lainnya sehingga mendapatkan kesimpulan yang relevan dengan pokok permasalahan. Teknik Analisis Data, Analisis (harfiah, uraian, penilaian) ialah upaya sistematik untuk mempelajari pokok persoalan penelitian dengan memilah-milahkan atau menguraikan komponen_ informasi yang telah dikumpulkan ke dalam bagian-bagian atau unit-unit analisis. Teknik analisis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis sebagai berikut: 1. Analisis Isi Analisis ini adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan data yang terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku- buku, surat kabar, pita rekaman, dan naskah) untuk ditarik kesimpulan yang sahih. . Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran tehadap objek yang di teliti melalui data-data yang telah terkumpul untuk ditarik kesimpulan. 3. Analisis Induktif Analisis data dalam penelitian kepustakaan ini bersifat induktif yaitu analisis yang dimulai dari fakta empiris, data yang terpisah namun saling berkaitan. Proses selanjutnya yaitu mempelajari i) *Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D (Bandung: Alfabeta, 2018). Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 8 proses alami, mencatat, menganalisis menafsirkan, melaporkan, dan menarik kesimpulan. Keseluruhan proses yang dilakukan dengan metodologis ini menggunakan kerangka proses pemahaman terhadap makna yang dihasilkan dalam meniliti koleksi manuskrip milik La Ode Zaenu. Sebagai hasil akhir yang akan didapat yaitu kajian thaharah, pewarnaan rambut dan pernikahan dalam manuskrip La Ode Zaenu. B. Deskripsi Naskah (paragraf sesuai kondisi teks) Judul dalam bahasa Romawi Manuskrip ini adalah Ilmu Fikih, sedangkan judul dalam bahasa Inggris yakni, Islamic Jurisprudence. Naskah ini berasal dari Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Naskah ditulis sekitar tahun 1800-1900 an, ditulis dengan aksara Arab dengan bahasa Melayu (tulisan/aksara Jawi), bentuk karangannya tidak mengikat, teks ditulis tanpa diakritik menggunakan kertas Eropa. Penulisan naskah menggunakan tinta warna merah dan hitam, Namun, sangat disayangkan manuskrip tidak lengkap dan rusak, karena pada bagian awal dan akhir tidak ada® serta tidak bersampul. Secara mujmal, naskah karya La Ode Zaenu menerangkan thaharah (tata cara bersuci, termasuk wudhu, tayamum, dan mandi wajib), pewarnaan rambut dan jenggot, serta mengenai pernikahan. Singkatnya, menerangkan fikih uwbudiyyah dan fikih munakahat, berdasarkan kondisi sosial yang ada di Bau-Bau. Penulis naskah tidak diketahui, kemudian naskah ini diterbitkan oleh Dreamsea Repository dengan nomor projek DS 0010 00109. Pemilik naskah bernama La Ode Zaenu, Tempat Penyimpanan naskah asli dibawa oleh pemilik naskah. Halaman Bergambar tidak ada, tidak ada penomoran halaman serta tidak ada halaman kosong. C. Ringkasan Isi Teks (paragraf sesuai isi teks) Halaman | rekto berisi teks tentang: Wudhu dan tayamum. Keunikan Manuskrip Imu Fikih Baubau Sulawesi Tenggara Koleksi La Ode Zaeno,” 2020, hitps:/alifi/read/sso/keunikan-manuskrip-ilmu- fikih-baubau-sulawesi-tenggara-koleksi-la-ode-zaenu-b234700p/ Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 9 Halaman 1 verso berisi teks tentang: Thaharah dan Membersihkan tiap-tiap anggota tubuh. Halaman 2 rekto berisi teks tentang: Membersihkan tiap-tiap anggota tubuh, ketentuan mecabut bulu ketiak, memotong kuku dan memendekkan bulu kemaluan. Halaman 2 verso berisi teks tentang: Tata cara memotong kuku, Khitan, dan memanjangkan jenggot. Halaman 3 rekto berisi teks tentang: Ketentuan merawat, mewarnai dan memanjangkan jenggot. Halaman 3 verso berisi teks tentang: Ketentuan warna untuk jenggot Halaman 4 rekto berisi teks tentang: Ketentuan dalam mendengarkan dan menjawab adzan. Halaman 4 verso berisi teks tentang: Kelebihan sholat fardhu. Halaman 5 rekto berisi teks tentang: Keutamaan sholat fardhu berdasrarkan beberapa hadits yang ada. Halaman 5 verso berisi teks tentang: Keutamaan sholat berjama‘ah. Halaman 6 rekto berisi teks tentang: Kumpulan beberapa hadits yang menyatakan keutamaan sholat berjama‘ah. Halaman 6 verso berisi teks tentang: Khusyu‘ dalam sholat serta anjuran melamakan sujud. Halaman 7 rekto berisi teks tentang: Keistimewaan masjid dan orang yang hadir di masjid. Halaman 7 verso berisi teks tentang: Ketentuan seseorang yang ada di dalam masjid. Halaman 8 rekto berisi teks tentang: Aurat dan ketentuan sholat. Halaman 8 verso berisi teks tentang: Niat dan tata cara sholat. Halaman 9 rekto berisi teks tentang: Ketentuan air yang dianggap suci. Halaman 9 verso berisi teks tentang: Ketentuan air yang dianggap suci. Halaman 10 rekto berisi teks tentang: Masalah Haid, nifas dan ketentuan mandi junub. Halaman 10 verso berisi teks tentang: Waktu dianjurkannya mandi junub dan niat tayamum. Halaman 11 rekto berisi teks tentang: Macam-macam ilmu keislaman. Halaman 11 verso berisi teks tentang: Membahas adat dan hukum. Halaman 12 rekto berisi teks tentang: Kumpulan hadits keutamaan menuntu ilmu. Halaman 12 verso berisi teks tentang: Hubungan antara iman dan taqwa. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 10 Halaman 13 rekto berisi teks tentang: Kelebihan orang yang berilmu. Halaman 13 verso berisi teks tentang: Memuat pengertian beberapa macam ilmu keislaman yang ada. Halaman 14 rekto berisi teks tentang: Memuat pengertian beberapa macam ilmu keislaman yang ada. Halaman 14 verso berisi teks tentang: Menggunakan dan memanfaatkan ilmu yang dipunyai. Halaman 15 rekto berisi teks tentang : Takutnya seorang yang alim atau para ulama’ kepada Allah. Halaman 15 verso berisi teks tentang: Syafa‘at ilmu. Halaman 16 rekto berisi teks tentang: Keutamaan menuntut ilmu. Halaman 16 verso berisi teks tentang: Keutamaan menuntut ilmu. Halaman 17 rekto berisi teks tentang: Ketentuan gugurnya thalaq. Halaman 17 verso berisi teks tentang: Ketentuan gugurnya thalaq. Halaman 18 rekto berisi teks tentang: Masalah yang berkaitan dengan pernikahan, Halaman 18 verso berisi teks tentang: Hukum-hukum watiq Halaman 19 rekto berisi teks tentang: Masalah watiq dan kehamilan perempuan. Halaman 19 verso berisi teks tentang: Masa Iddah seorang istri. Halaman 20 rekto berisi teks tentang: Hukum-hukum thalaq. Halaman 20 verso berisi teks tentang: Macam-macam kata thalaq. D. Pertanggungjawaban Edisi Teks yang disunting ini ditulis dalam bahasa Melayu/Indonesia dengan aksara Arab Jawi, tanpa tanda baca dan harakat. Transkripsi (penyuntingan) teks dari aksara Arab-Jawi ke aksara Latin bertujuan untuk memudahkan bacaan bagi kalangan umum. Penyuntingan ini disertai pemberian tanda baca (pungtuasi, titik, koma, tanda hubung dan lain-lain) dan pembagian paragraph.Penyunting mengambil alternatif untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan sepanjang tidak menghilangkan pemahaman konteks teks naskah tersebut. Selain menggunakan transkripsi bunyi kata dalam sistem bahasa Arab ke aksara Latin, suntingan ini juga menggunakan transliterasi huruf dalam aksara Arab ke Latin dengan pedoman Library of Congress.'° "© Penyunting membedakan istilah transkripsi dan transliterasi.Transkripsi adalah pengalihan bunyi kata demi kata dari satu sistem bahasa ke bahasa lain. Sedangkan transliterasi adalah pengalihan bunyi huruf demi huruf dari dua bahasa yang Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani ll Sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam transkripsi, berikut ini adalah beberapa prinsip yang dipakai dalam suntingan ini: a. Susunan teks sesuai dengan struktur aslinya. b. Penomoran halaman diberikan pada awal kata di setiap halaman teks. c. Pembagian paragraf dan pemberian pungtuasi dibuat berdasarkan kesatuan ide untuk memudahkan pemahaman isi teks. d. Kata yang sama tetapi ditulis berbeda dalam teks akan diseragamkan penulisannya dengan memberikan keterangan di aparat kritik atau catatan kaki. Pemakaian huruf besar pada awal kalimat atau penyebutan lain didasarkan pada sistem EYD dalam bahasa Indonesia. f. Berikut ini beberapa simbol atau tanda yang digunakan dalam suntingan teks: untuk menandai batas awal halaman untuk menandai ayat Al-Quran untuk menandai hadits Nabi untuk menandai teks tambahan penyunting untuk menandai teks yang tidak terbaca atau hilang (lacuna) g. Selain tanda-tanda ini, variasi bacaan dalam teks akan langsung dikomentari di dalam catatan kaki. h. Perbaikan kata dan penjelasan maksudnya juga diletakkan di dalam catatan kaki. i. Kata yang merupakan varian arkais atau bentuk lain dari kata yang umum digunakan, akan ditranskripsi seperti pada teks asli lalu diberi penjelasan padanannya dalam catatan kaki ketika kata arkais itu pertama kalinya ditemukan. j. Keterangan tambahan tentang sumber ayat dan surat al-Qur’an serta sumber Hadith diletakkan dalam catatan kaki. k. Tulisan cetak miring (italic) menandai ayat al-Qur’an dan Hadith Nabi dalam teks. 1 Tulisan cetak tebal (bo/d) digunakan untuk menandai judul bab baru, kata kunci penting yang dibahas dan diberikan penjelasan tentangnya pada catatan kaki. 2 berbeda. Dalam konteks ini, transkripsi dilakukan tethadap teks bahasa Melayu dengan aksara Jawi sedangkan transliterasi dilakukan terhadap teks bahasa Arab. Lihat, Henri Chambert-Loir, “Transkripsi sebagai Terjemah” dalam Sadur, (Jakarta: PT. Gramedia, 2009), 799. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani LD m. Kata-kata yang meragukan atau tidak jelas maksudnya, akan dituliskan berdasar pengejaan (spelling) aksara aslinya teks dalam catatan kaki. n. Transliterasi huruf Arab ke Latin dalam suntingan teks ini menggunakan pedoman Library of Congress (LoC), sebagai berikut: Tabel 1 Arabic Romantizaion by LoC Huruf Arab | Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin 7 = & t o b & Zz a t & wee S th é gh zg j 3 f zt h 3& q z kh 3 k 2 d J 1 3 dh e m 2 r g n 5 Zz 3 Ww oe s ° H & sh e > ve $ 6 y ry Diftong: ' a T we a Aw xe a &e Ay Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 13 E, Suntingan Teks Naskah (paragraf sesuai teks korpusnya) /\r/— Tumbuh rambut semu, ada jarang atau tebal, tetapi hendaklah sedikit-sedikit rapikan dibawa itu kepada segala mukanya itu dan mudahlah pada meratakan itu sekira-kira ...'' kita akan ratanya itu. Kemudian maka tegakkan janji. Jika ada pada tanganmu maka pula olehmu akan pula yang kedua ke atas ...'? bawa itu serta engkau jarangkan sekali antara jarimu itu dan sapu olehmu akan kedua tanganmu serta kedua sikumu dan kaifiyah banyak kedua tanganmu. Tangan itu bahwa engkau temukan belakang sekali jari tanganmu yang kanan itu dengan perut. Sekali jarimu kiri itu sekira-kira tiada mempunyai sekali hujung anak jarimu itulah daripada salah satu daripada dua pihak akan lentang telunjukmu yang kiri. Kemudian engkau lalukan akan tanganmu yang kiri pada sekira-kira itu ke atas belakang lenganmu yang kanan, hingga sampai kepada sikumu. Kemudian, maka engkau balikkan akan perut tanganmu yang kiri itu di atas lenganmu yang kanan, padahal engkau lalukan akan dia kepada pergelangganmu dan engkau lalukan perut ibu tanganmu yang kiri atas belakang ibu tanganmu yang kanan. Kemudian maka engkau perbuat pada menyapu tanganmu yang kiri itu, seperti pada yang demikian kemudian maka engkau usap dua tapak tanganmu dan selat- selatnya olehmu akan antara segala selang jarimu itu, dan dalam maksud dengan kaifiyah ini supaya menghasilkan akan meratakan menyapu akan kedua tanganmu itu hingga dua sikumu dengan satu palu jua. Maka jika tiada rata dengan yang demikian itu, maka ratakan olehmu dengan dua kali palu atau lebih hingga rata, hanya menyapu. kedua tangan itu dan hendaklah engkau sembahyang dengan satu tayamum itu akan satu fardu dan barang yang engkau kehendaki, daripada beberapa sembahyang sunnah. Maka jika engkau kehendaki akan sembahyang fardu yang lain, maka engkau mulai pula tayamum yang lain. "" Tidak bisa membacanya. "2 Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 14 Bermula kafiyah tayamum pada hadits yang besar iru seperti kafiyah tayamum, pada hadits yang kecil jua. Bermula yang membatalkan tayamum itu tiga perkara. Pertama sekalian yang membatalkan air sembahyang yang telah terdahulu. Kedua melihat akan air yang suci, menyucikan pada yang lain daripada ketika sembahyang. /Ivi Ketika ...!9 adapun bahagian yang ketiga daripada thaharah itu maka yaitu thaharah dengan fadhilah badan yakni bersuci daripada yang cemar-cemar akan badan. Jika suci sekalipun dan bersuci daripada suatu jaza’ badan yang membawa aib akan badan. Dan di dalamnya itu dua fadhilah (A/-fadila al-awalu saifu thaharatu al- jasadi ‘ani al-wasakhara). Bermula pasal yang pertama pada menyatakan menyuci akan jasad daripada segala yang cemar-cemar, yaitu seperti yang disebutkan oleh Imam Al-Ghazali rahmatu al-allahu ta’ala di dalam Ihya’ Ulumuddin, delapan tempat. Pertama, cemar-cemar yang berhimpun pada rambut kepala yaitu sunnah menyucikan rambut kepala itu daripada daki yang di kepala dengan dibasahi dengan suatu yang menghilangkan akan dakinya itu, seperti sabun atau ...'4 atau barang sebagainya. Dan sunnah menyucikan rambut kepala itu daripada karat dengan bersemir dan dengan dibubuhi minyak dan adalah Rasulullah sha al-allahu ‘alaihi wasalam. Membubuhi minyak pada rambutnya dan menyisir akan rambutnya berselang-selang hari. Kedua, cemar yang berhimpun pada telinga, yaitu sunnah menyucikan akan lipatan telinga daripada dakinya. Dan daripada suatu suatu yang cemar-cemar di dalam lubang telinga. Ketiga, sunnah menyucikan suatu yang berhimpun di dalam hidung seperti ingus dan dakinya dan daripada yang berhimpun, daripada menyapu semua itu dengan dimasukkan air kedalam hidung dan dikeluarkan akan dia. Keempat, sunnah menyucikan dan yang berhimpun di dalam mulut dan atas giginya yabg berselang-selang. Ketika dengan berkumur-kumur dan dengan selah-selatnya akan gigi dengan bersiwak seperti yang telah lalu bicaranya itu. Kelima, sunnah menyucikan jenggot daripada yang cemar-cemar dan daripada kutu dengan dibasahinya, bersisirnya dan ® Tidak bisa membacanya. “ Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 15 dengan dibubuhinya minyak dan adalah Rasulullah sha al-allahu ‘alaihi wasala. Pada suatu masa menyisir jenggotnya di dalam sehari dua kali. Keenam, sunnah menyucikan daki yang cemar-cemar di lipatan yang di belakang sekali ...'5 jari tangan kirinya yang demikian itu disuruh akan dia oleh Rasulullah sha al-allahu ‘alaihi wasalam. Ketujuh, sunnah menyucikan daki yang cemar-cemar di kepala sekali jari tangan dan daki yang di bawah kuku. Kedelapan, sunnah /2r/ menyucikan sekali daki yang berhimpun pada sekali badan dengan digosok dengan sabun atau dengan ...'° , serta mandi dan harus menyucikan daki badan itu dengan memasukkan ke dalam ... dengan syaratnya. (ALfashalu al-tsani fi iza-al-lati ajza’u al-ma’biti lilbadani ). Bermula pasal yang kedua pada menyucikan, mengingatkan akan sekali jaza’ yang member aib bagi badan, yaitu seperti yang disebutkan oleh Imam Al-Ghozali rahmatu al-allahu ta’ala di dalam ihya’ ulumuddin, delapan perkara. Pertama, rambut kepala dan tiada mengapa menyukur rambut kepala itu bagi orang yang tiaa berkehendak menyucikan akan kepalanya. Dan tiada mengapa meninggalkan akan dia bagi seorang yang berkehendak menyisir akan dia dan membubuhi minyak akan dia. Dan tiada bercukur itu melainkan pada tiga perkara yaitu, pada haji dan umrah dan kanak-kanak yang ...!7 diperintahkan pada hari yang ketujuh atau lainnya. Dan makruh menyukur setengah rambut dan meninggalkan setengahnya. Kedua, sisi dan sunnah ...'* sisi dan membagi jenggot dengan diratakan dengan gunting, dan tiada mengapa menanjakkan dua hujung sisi seperti yang di bawah akan dia oleh Saidina Umar radia-al-allahu ‘anhu. Ketiga, rambut ketiak dan sunnah menyabut bulu ketiak pada tiap-tiap empat puluh hari sekali dan memudahlah munyukur akan dia. Jika ia tiada beradat menyabut akan dia karena pada menyabut itu terkadang menyakiti akan dia. 'S Tidak bisa membacanya. ‘© Tidak bisa membacanya. "” Tidak bisa membacanya. 'S Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 16 Karena maksud hendak munyucikan daripadanya dan demikian itu memudah ia dengan dicukur dengan dikapur dan seyogyanya jangan ditakhirkan daripada empat puluh hari. Keempat, bulu ari-ari dan sunnah ...'° akan dengan dicukur atau dikapur dan seyogyanya jangan ditakhirkan daripada empat puluh hari. Kelima, kuku dan sunnah menggerat kuku itu karena sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. Bagi Abu Hurairah (Ya abi hurairata aglim dzafaraka faina al- syaitana yaq’udu ala ma dzali minha). Artinya Hai Abu Hurairah kerat olehmu akan kukumu maka karena syaitan itu duduk atas yang telunjuk daripadanya kata Imam Al-Ghozali rahmatu al-allahu ta’ala di dalam ihya’ ulumuddin, (Wa law kana tahta al-dzafira wasamhu fala yamin'a dzalika shahatu al-washawa’ ima lanah la yamni’ wa shala limai’ au lianahu yati hal nivahu jaha). /2v/— Artinya jikalau dibawah kuku itu cemar daki maka yaitu tiada meyakinkan akan sampai air karena bahwa yang demikian itu dimudahkan di dalamnya oleh syara’ karena hajat. Karena adalah Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. menyuruh mengerat akan kuku dan menukar ia akan orang yang melihat ia akan cemar-cemar yang di bawah kuku orang arab. Padahal jika tiada menyuruh akan mengulangi akan sembahyang mereka itu. Bermula kaifiyah mengerat kuku dengan itu bahwa dimulai akan mengeratnya itu pada telunjuk yang kanan, kemudian maka jari tengah, kemudian maka jari_ manis, kemudian maka kelingking tangan kanan. Maka kelingking tangan kiri, kemudian maka jari manis, kemudian maka jari tengah, kemudian maka telunjuk yang. kiri, kemudian maka ibu tangannya yang kiri kemudian maka disudahinya dengan ibu tangan yang kanan. Adapun kaifiyah mengerat kuku kaki itu didahului dengan kelingking yang kanan dan sudahi dengan kelingking yang kaki yang kiri dengan tertibnya itu demikian oleh Imam Al-Ghazali rahmatu al- allahu ta’ala akan kaifiyah mengerat kuku tangan dan kaki itu tersebut didalam ihya’ ulumuddin. Keenam, pusat maka yaitu seyogyanya dikarat akan dia, kemudian daripada diperintahkan. Ketujuh, khitan al walid dan seyogyanya bahwa ditakhirkan khitan itu daripada hari yang ketujuh daripada peranakan hingga tanggal giginya °° Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 17 itu kan menyala akan bahwa dikata Imam Al-Ghozali rahmatu al- allahu ta’ala (Fahuwa ahabu ilaia wa aba’du ‘an al-khathir) artinya mengtakhirkan khitan hingga tanggal giginya kanak-kanak itu terlebih kepadaku dan terlebih jauh daripada berbahaya dan sabda Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam. (AL-khitanu sunnatun al-lirijalu wa makaramatu al-nisa’) artinya bermula khitan itu bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan. Bermula hukum berkhitan itu wajib atas orang yang aqil baligh sama dia laki-laki atau perempuan pada madzhab Imam kita Syafi’l radhiya-al-allahu ‘anhu. Kedelapan, jenggot kata ...2°, ( ‘qjibu al-rijalu). Artinya ajib ...7' bagi seorang laki-laki yang berakal yang panjang jenggotnya betapa tiada mengambil ia daripada jenggot itu maka menjadikannya akan dia atas duduknya maka kerena pertumpahan di dalam tiap-tiap suatu itu terlebih baik bermulamakruh di dalam jenggot itu. 3r/ Di dalam jenggot itu Sembilan perkara, pertama menghitamkan jenggot yang putih karena menyerupai bagi orang yang muda, ada baginya itu dicela oleh Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. (| khairu tsababakum min tatsbatihi _ bitsifahukum matsiwahukum min tatsbatihi tsababakum ). Artinya sebail orang muda kamu itu yaitu orang yang menyerupai dengan orang tua kamu, Dan sejahat-jahat orang tua kamu itu seorang yang menyerupai dengan orang muda kamu. Kata Imam al Ghazali rahmatu al-allahu ta’ala Bermula ... ” dalam hadits itu dengan diserupakan orang muda, dengan orang tua itu yaitu serupa pada kelakuan orang tua yang berakal. Bukan diserupakan orang tua pada memutihkan jenggot dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam.(al-aswada hashaba ahlal al- anar ) artinya bermula menghitamkan akan jenggot yang putih itu yaitu hinanya ahli nar. Dan suatu riwayat itu (al-hashaba bi al- aswada khashaba al-kafira) artinya bermula berhinanya jenggot dengan hitam itu yaitu hinanya orang kafir dan di karena inilah kata setengah ulama haram menghitamkan jenggot yang putih itu melainkan karena Perang Sabil, maka yaitu tiada haram. Kedua makruh memutihkan jenggot yang hitam dengan belerang supaya 2" Tidak bisa membacanya. 2" Tidak bisa membacanya. 2 Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 18 kelihatan tua, maka ditakdzimkan oleh akan dia. Karena yang demikian itu di kehendakan oleh syara’. Ketiga makruh mencabut uban-uban itu dengan sabdanya ( Huwanuril al-mu'minun nurul al- Hah wa al-righabata ‘an righabati ‘an al-nur) artinya bermula uban itu yaitu nur nukmin nur Allah dan barangsiapa benci daripada uban dan daripada itu niscaya benci akan nur. Keempat makruh mencabut sekali jenggot atau setengahnya karena ditanya hadits dari pada sabdanya Umar Bin Khattab (al-madinatu syahadatan man kana yantiful al hasitu). Artinya bermula Negeri Madinah itu jadi saksi pada hari kiamat akan seorang yang mencabut akan jenggot. Kelima makruh mengurangkan jenggot daripada adat yang pertengahan dan melebihi dari pada adat yang pertengahan. Karena sabda Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam. ( khairul al-sauri ausathaha) artinya bermula sebaik-baik pekerjaan itu pertengahan. Keenam makruh menyisir jenggot karena bergantikan supaya dipuja oleh orang /3v/ akan dia. Ketujuh makruh meninggalkan menyisir jenggot ...7> sunnah supaya dikata oleh orang akan dia zahid atau salah. Dan kata Basyar Al-Hafi ( fil al-lahyati syarkana tarsi yahmadu al-ajala al-nas wa tasyrikahu mataftalah lasyahira al-dzahada) artinya didalam jenggot itu syara’, yakni syara’ khafi yaitu riya. Pertama menyisiri akan dia karena dipuja orang. Kedua menyatakan akan dia berkusut- kusut, karena menyatakan akan zahid daripada dunia. Kedelapan makruh nilik kepada hitam jenggot atau putihnya dengan tilik ‘ajib dan daripada menilik akan jaza’ segala bedanya. Segala peringai dan segala perbuatan dengan tilik ‘ajib itu yaitu dicela oleh syara’, lagi makruh terkadang membawa kepada haram. Kesembilan harus memerahkan jenggot dan mengkuningkan akan dia, karena perang sabil supaya menghitamkan akan kapur. Maka jika tiada yang demikian itu maka yaitu dicela oleh syara’, dan kata ulama’ sunnah memerahkan jenggot atau mengkuningkan akan dia, jikalau bukan karena menghitamkan akan kapur sekalipun dengan ...*4 mengikut kata Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. (_ al-shafarat al- muslimina wa al-khamarat hashaba al-mu'minina) artinya bermula mencelak jenggot dengan kuning itu yaitu maka muslimin, dan ® Tidak bisa membacanya. 2 Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 19 mencelak jenggot dengan merah itu yaitu bagi mu’minin. Dan dalam mereka itu mencelak jenggot merah itu dengan hitam dan mencelak jenggot kuning itu dengan ...° , dan haram menghitamkan jenggot yang putih dan dalam setengah ulama’ mencelak jenggot dengan hitam karena perang sabil, Dan demikian itu mengapa dengan dia apabila”® tiada di dalamnya hawa nafsu dan syahwat wabil al-llahi al- taufik wal al-hidayah. Babul al-tsalasa fi sarira al-shalatu. Bermula bab yang ketiga pada menyatakan ruhsanya sembahyang, dan di dalamnya itu beberapa pasal. Al-Fasalul al-awal fi fadhail al-ashalati wal al- sujudi wal al-jama’ati wal al-adzani wa ghairiha. Bermula pasal pertama, menyatakan segala kelebihan sembahyang dan sujud dan kelebihan berjama’ah dan kelebihan yang lainnya. Fadhilah /4r/ delapan itu suatu kelebihan yang sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam.( tsalatsatun yaumil al-giyamati ‘ala kutsbani min misaki sau aswada liyahmahikum hisabu linalahum fazagha hata yafazagha mima bainal al-nas ), artinya tiga orang pada hari kiamat di atas tempat yang tinggi daripada Kasturi yang hitam padahal mereka itu tiada memendekkan akan mereka itu oleh hisab dan tiada mencapai akan mereka itu oleh suatu yang ditakuti hingga selesaikan daripada hisab antara segala manusia pada hari qiyamat. Rajulun qira’al al-qurana ayati gha wajhil al-allah ta’alau imama linas wahum rashuna bih. Pertama seorang laki-laki yang membaca Qur’an karenanya berkehendak semata-mata bagi dzat Allah Ta’ala. Dan jadinya imam ia dengan segala manusia, dan dalam mereka itu ridha dengan dia. Warajulun ayatila bil al-rizqi fil al- dunya falama dzalika ‘an ‘amalal al-akhirat.Dan kedua laki-laki yang dapat bila dengan jadi hamba orang di dalam dunia, maka tiada masy’ul akan dia oleh demikian daripada beramal akhirat . Warajulun azani fil al-masjidi wa du’au lil al-allahi ta’ala ibtigha’T wajhil al- allah ‘azza wajala. Dan ketiga laki-laki yang di dalam masjid dan menyeru akan manusia berbuat ibadah akan Allah 7a’ala. Karena berkehendakia semata-mata bagi dzat Allah Ta’ala ‘azza wajala. Dan °S Tidak bisa membacanya. 26 Benar niatnya sah. Keterangan tulisan berada di luar teks. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 20 sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( yadu al-rahmani ‘ala rasil al-mu'adzini hata yafarigha min adzanih ). Avtinya bermula tangan rahmat Allah 7a’ala, itu berpaling atas kepala orang bang itu hingga selesai daripadanya dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam, (laisaha saul al-mua’dzini jina wa unsa wala syaiul al- syayadilah yaumal al-giyamah ). Artinya tiada menengar akan suara orang yang itu, oleh jin dan tiada menengar manusia dan tiada menengar oleh suatu melainkan naik saksi baginya pada hari giyamat. Maka apabila menengar engkau akan bang maka kata olehmu seperti yang dikata oleh orang yang bang itu, melainkan pada katanya hayya ‘alal al- shalah dan hayya ‘alal al-falah itu. Maka kata olehmu /a haula wala quwwata il al-la bil al-allahil al-‘aliyyil al-adzimi dan demikian lagi orang patuh, maka engkau kata seperti yang dikata oleh orang yang patuh itu, melainkan pada katanya pada patuh shalat. Maka engkau kata agaamahal al-allahu wa adamaha maa daamatis al-samawati_ wal al-ardh waja‘alani /4v/ minal al-shalihin ahliha. Dan demikian lagi pada bang subuh engkau kata oleh orang bang itu melainkan pada katanya hayya ‘alal al- shalah dan hayya ‘alal al-falah maka kata olehmu Ja haula wala quwwata il al-la bil al-allahil al-'aliyyil al-adzimi dan pada katanya al-shalatu khairu minal al-naum maka dikata olehmu shadaqta wabararta dan baca olehmu pada ketika selesai daripada bang itu. A/- allahumma rabba haadzihid al-da'watit al-taammah. Wa al-shalaatil al-qaa-imah. Aati syaidana_ muhammadal al-wasiilata wal al- fadhiilah, wab'atshu al-magaamam_ al-mahmuudal_al-_ ladzii wa'adtahu ya ar hama al-rahimin. Artinya Hai Tuhanku , dengan berkata had seorang bang sempurna ini. Dan dengan berkata sembahyang yang berdiri olehmu akan Nabi Muhammad akan tempat yang tinggi, di dalam surga dan kelebihan dan yang ketinggian olehmu akan dia. Akan mereka itu kepujian pada hari qiyamat yang engkau janjikan akan dia. Hai Ya Tuhanku, yang terlebih kasih akan hambanya daripada segala orang yang kasih. Al-fadhilatul Al-maktubih, ini kelebihan sembahyang fardhu. Firman Allah Ta ‘ala. {Inna al-shalati kanat ‘alal al-mu'minina kitaba mauquta}. Artinya bahwa sembahyang yang lima waktu itu dalam fardukan lagi daripada di waktu akan atas segala orang mu’min dan sabda Nabi Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( khamsu shalatin Kitabahunna ‘azza wajalla ‘alal al-‘ibadi faman ja’a bihanna lim Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 21 yudhiyya’ minhunnna syai’an istikhfa fan bihaqgahinna liman kana lahu ‘inda al-allah ‘ahdun an yudkhilahul al-jannah, wa man lam ya'ti bihinna falaisalahu ‘inda al-allahi ‘ahdun, insya ‘adzdzabahu, wa in sya adzkhalahu al-jannah ), Axtinya lima sembahyang memfardukan Allah ‘azza wajala atas hambanya maka barangsiapa datang ia dengan padahal tiada menghilangkan ia daripada suatu, karena peringai-peringai akan haknya niscaya adalah baginya hak atas Allah Ta’ala. Bahwa memasukkan ia akan dia kedalam surga-Nya, dan barangsiapa tiada mendatangkan ia dengan sembahyang lima waktu itu maka tiada dibaginya pada Allah Ta’ala. hak yang dijanjikan, Jika menghadap Allah Ta’ala. akan menyiksa akan dia maka saksinya dan jika, menghadap ia akan memasukkan akan dia kedalam surga. Maka dimasukkan akan dia, dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( inna shalati fi kafaratan”’ ) ‘5t/ ( kafaratan lima baina ma jum’atu al-kabairu). Artinya sembahyang yang lima waktu itu kafarat yang menghapuskan bagi dosa yang antara tiap-tiap suatu daripada sembahyang yang lima waktu itu. Selama ia menjauh akan segala dosa yang besar dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( baina wa baina al-liman fagiina al-syahwa al-gatinah wal al-shubhi laita yastat’unaha ) artinya antara kamu dan antara munafik itu hadir sembahyang isya’ dan sembahyang subuh padahal mereka itu tiada kuasa hadir akan yang demikian itu. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( al-shalatu ‘imaduddin fiman tarkaha fagad hadza madina). Artinya bermula sembahyang itu tiang agama maka barangsiapa meninggalkan, akan dia maka sesungguhnya merubahkan ia akan agama. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( man yaqil al-allahu wahuwa mudhi’u al-shalati lam bi'ya dil al-allah bisyia hasanatih) . Artinya barangsiapa ...7° padahal ia menghilangkan sembahyang yakni, meninggalkan akan sembahyang niscaya tiada menerima Allah Ta’ala. akan suatu daripada amal kebajikannya yang lainnya, daripada sembahyang fardhu itu. Ddan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( inna awwala ma yangilu fihi yaumul al-giyamati_ min ‘amali al-shalatu— mafatu wajdzata qaimah qilatih wasairu ‘amalihi wa ini wajdzata nagshituhu 7 Tulisan “Kafaratan” berada diluar teks. 28 Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 22 ridati ‘aimah wasairu amali ). Artinya bahwa pertama ditolak didalamnya pada hari qiyamat daripada amal hamba Allah Ta’ala. Yaitu sembahyang maka jika didapat akan sempurnanya niscaya diterima akan dia, dan diterima segala amalnya dan jika didapat akan dia kurang niscaya ditolaknya atasnya, dan sekalian amalnya. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. (Ya Abi Hurairah, marhalaka bil al-shalatu faina al-allah yatika bil al-rizqi min haitsu lisahli yahtasibu). Artinya Hai Abu Hurairah, suruh olehmu akan ahlimu dengan sembahyang maka karena bahwasannya Allah Ta‘ala mendatangkan akan dikau denganrizqi sekira-kira tiada dapat engkau sahaya, dan tiada dapat engkau kira-kira. Dab lagi sabda Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam. ( mantaraka shalatu mata'madu fagad bari min dzamatih Muhammad sha al-allahu ‘alaihi wasalam). /Sv/ Artinya barangsiapa meninggalkan akan sembahyang padahal disengaja maka, sesungguhnya telah lepas daripada tanggungan. Nabi Muhammad sha al-allahu ‘alaihi wasalam. ( Matsalil al-shalatu al- maktubih kamatsalil al-maizana min aufi astagi). Artinya pada sembahyang yang fardhu itu umpama_ neraca, _ barangsiapa menyempurnakan akan dia niscaya sempurna ia, dan lagi sabdaa Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam (Inna rijalun min umati yaqaumina ila al-shalatu wa ruku’ahma wa sujuda huma wahida wa ina mubina shalatuhuma mubuna al-samai wa al-ardh ). Avtinya bahwasanya dua orang laki-laki daripada umatku sesungguhnya berdirinya keduanya itu kepada sembahyang. Padahal ruku’ keduanya dan sujud keduanya itu satu, dan bahwasanya barang yang antara sembahyang kedua itu yaitu, barang yang antara langit dan bumi. Kata Imam Al-Ghazali rahmatu al-allahu ta’ala dan mengisyaratlan Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam, kepada khusuyu’ didalam sembahyang itu terlebih martabatnya itu, dan sembahyang yang kurang itu sebab tiada didalamnya itu khusyu’. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( uswaun al-nisa’sarigatu min sariga min sholatu ). Artinya bermula yang terlebih jahat manusia yang mencuri itu, yaitu seorang yang mencuri daripada sembahyang. Yakni orang yang tiada menyempurnakan sembahyang seperti dia mengerjakan ditangguhkan didalam sembahyang, seperti yang makruh atau yang haram. Maka yaitu seperti mencuri pada pihak ditangguhkan akan dia. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( amma yakhlugal al-ladzi yahaula wajhahu fi al-sahalatu Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 23 ina yahaula al-allah wajhahu wajhi himara ). Artinya tiada katakana seorang yang memalingkan ia mukanya didalam sembahyang. itu bahwa memalingkan Allah Ta’ala aka mukanya itu muka himar. Fadhilahtul al-jama’ah, ini kelebihan sembahyang berjama’ah sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( man shala arba’ina yaumal al-shalatu fi jama‘ati layafwatuhu minha takbirata al-ihram kutibalahw? baraatu min nifagi wabaraatu mina al-nar ). Artinya barang siapa sembahyang empat puluh hari akan sembahyang lima waktu di dalam berjama’ah, padahal tiada baginya waktu akan dia daripada segala sembahyang itu satu takbiratul ihram serta Imam*° /6r/ imam niscaya suratkan baginya dua kelepasan. Pertama lepas ia daripada munafik dan kedua lepas ia daripada api neraka. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( man shala al-‘isyai fi jama ‘ati fakaannama shala nishfu bil al-laili wa man shala al-shubuhi fi jama’ati fakaannama shala al-laila kulliha_). Avtinya barangsiapa sembahyang ‘isya di dalam berjama’ah maka seolah-olah sembahyang ia setengah malam, dan barang siapa sembahyang subuh di dalam berjama’ah =maka_ seolah-olah_ ~sembahyang semalam-malam kelebihannya. Dan kata Syaidina Abdullah bin Abbas ( man sami’a al-nnidai tsumma falam yujibu lam yuridu khairu walam yuridu bih). Artinya barangsiapa mengafirkan bang maka tiada ...°! yakni tiada ia berjama’ah, niscaya tiada berkehendak ia kebajikan. Dan tiada dikehendaki akan dia oleh kebajikan. Kata Ibnu al-Magari, di dalam matan raudhah dan di dalam syarihnya ( far’i yajauza fadhilaha ayyal al-jama’ati bishalatu fi baiti au yakhauha bizaujati wawalada, au rafiqa waghairuhuma, au aqiliha atsanani wahiyya fil al-baiti au nahaumi afdhala minal al-nafira au bimasjidu wal al-masjida fadhala min ghairiha ayya falishaltu fiiha afahala min ghairiha waakisiruha jama’atu afdhalu wain ba’idal al- liman ta’adzala al-masjidu al-gariba minhu lafthu bimahliku nahmama, au sajidharul al-nass bihadhuruh au kanal al-imamul al- ?° Berniat sah. Keterangan tulisan berada di luar teks *’ Tulisan” Imam “ berada di luar teks. Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 24 aktsaru laya’tagida wajibuhu ya'dhil al-rakina au kana bitad’a balil al-nafiru au ha hadza afdhala wain satwaba ayyul al-masjida inna fi al-jama_ati fala agriba intihyai matan wabi’adhi syarihuha_). Artinya ini suatu Fari’ dan dapat fadhilah sembahyang berjama’ah di dalam rumahnya atau seumpamanya dengan istrinya, atau dengan hambanya atau dengan orang yang lain daripada mereka itu. Karena sekurang- kurang berjama’ah itu dua orang, dan sembahyang berjama’ah di dalam rumahnya, atau seumpamanya itu terlebih afdhal daripada sembahyang seorang di dalam masjid. Dan sembahyang di dalam masjid itu afdhaldaripada lainnya, dan masjid yang terlebih banyak orang yang berjama’ah itu terlebih afdhal daripada yang sedikit. Dan jikalau jauh sekalipun melainkan apabila ...*? masjid yang hampir itu daripada sebab ghalibnya, atau ada imam masjid yang banyak orang berjama’ah itu tiada meng’itikadkan akan wajib setengah rukun sembahyang, atau setengah syarat sembahyang, atau imam /ov/ orang yang ...>° seperti mu’tazal atau ridha masjid itu atau di imami itu pasuk, maka masjid yang sedikit orang yang berjama’ah itu afdhal daripada banyak itu, tetapi sembahyang seorang disini afdhal. Maka jika bersamanya di dalam berjama’ah itu, maka masjid yang hampir kepadanya itu afdhal. Fadilahil al-sujud, ini kelebihan sujud. Sabda Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam ( mina qaribal al-ibadai ila al-allah bitsaia afdhala min sujudi khafiya ). Artinya tiada mengafirkan seorang hamba Allah kepada Allah Ta’ala dengan suatu muslim yang terlebih afdhal daripada sujud yang khafiya. Dan sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam (ma min yasjudul al-allah sujudahu al-irfi'ahul al- allah biha darajatu wahaty ‘anhu khatiatu). Artinya daripada seorang muslim padahal sujud ia bagi Allah Ta’ala segala sujud mengagungkan akan dia oleh Allah Ta’ala dengan dia akan derajat, dan mengagungkan ia daripadanya dengan dia akan dosanya, daripada kesalahan. Dan satu riwayat hadits Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( anrijalu gala rasulu al-allah sha al-allahu ‘alaihi wasalam du’li al- allah andi saja’alani min ahli- yatsufa ‘atika waina yarizqani markhafatika fi | al-jannati faqila ‘ala bika syaratu sujuda ). Artinya dak bisa membacanya. » Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 25 bahwasannya dalam seorang laki-laki bersembah bagi rasulu al-allah sha al-allahu ‘alaihi wasalam dengan katanya ...* olehmu akan Allah Ta’ala bahwa, menjadikan ia akan daku daripada orang yang abli syafa’atmu. Dan bahwa member rizqi akan daku bersama-sama akan diaku di dalam surga, maka sabdanya Thulaihah olehmu akan daku dengan membanyakkan sujud . Dan kata Syaidina Abu Hurairah radi al-allahu ‘anhu ( aqrabu mayakuna al-‘ibadi ila al-allah adza sujuda Sakatsiru wal al-ladzi’an ‘indaka ). Artinya bermula yang terlebih hampir daripada hamba Allah kepada Allah Ta’ala itu apabila ia sujud, maka banyakkan oleh kamu ...°* ketika itu. Fadhilatul al-khusyu’, ini keleihan khusyu’ yakni hadir hati di dalam sembahyang. Firman Allah Ta’ala { walatakun min al-ghafilin }. Artinya jangan kamu jadikan diri kamu itu daripada orang yang lalai di dalam sembahyang. Dan lagi Firman Allah Ta’ala { latagribul al-shalatu waintumu sakariya hata ta’lamu mata’lamuna }. Artinya jangankah hampir akan sembahyang , padahal kamu mabuk hingga mengetahui kamu akan yang kamu kata itu. Yakni mereda dengan itu, yaitu mabuk sebab kebanyakkan cita-cita di dalam hatinya akan dunia dan kebanyakkan kasih*® /7r/ kasih di dalam hatinya akan dunia. Demikianlah kata Imam Al-Ghazali rahmatu al-allahu ta‘ala di dalam hya’ Ulumuddin, ia nukil daripada ulama’ dan sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( layandzuru al-allah ilaya shalatu maalimu yahdharul al-rijalu fiha qalibuha ma’a badanuha). Artinya tiada menolak Allah Ta’ala kepada sembahyang, seperti selama tiada meghadirkan oleh orang laki-laki di dalam sembahyang itu, hatinya kepada Allah Ta’a/a serta badannya. Dan lagi dan sabda Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam ( idza shalati shalatu fashala shalatu maudi’u linafsihi wa maudi’u lahwaahu wasairi maulahu ). Artinya apabila sembahyang engkau akan satu sembahyang, maka engkau perbuat sembahyang yang meninggalkan. Artinya sembahyang meninggalkan ™ Tidak bisa membacanya. 2 Tidak bisa membacanya. ** Tulisan ” kasih “ berada di luar teks. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 26 bagi dirinya, dan meinggalkan bagi hawanya. Yakni meninggalkan barang disukanya padahal lalu hadir hatinya itu kepada Tuhannya. Fadhilatu banial al-masjidu wa wamaudhi'ul al-shalatu, ini suatu kelebihan berbuat masjid dan mendarus, tempat sembahyang. Firman Allah Ta’ala { innama ya’muru sujjada al-allah min amana bil al-allahi wal al-yaumil al-akhiri }. Artinya hanyasannya orang yang membukakan masjid Allah Ta’ala, dan meramaikan akan dia itu. Orang yang percaya akan Allah akan Allah Ta’ala, dan percaya dengan hari qiyamat yang kemudian. Dan sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam (— min baina masjida al-allah walau sufahashira qathiatu sabni al-allah qashira fil al-jannatu ). Artinya ...°” barangsiapa membuat tempat sembahyang karena Allah Ta’ala, dan jika adanya kecil seperti sarang burung sekalipun niscaya memperbuat Allah Ta’a/a baginya miliki di dalam surga. Dan firman Allah Ta’ala di dalam kitabnya yang dahulu- dahulu. {ima buyuti fil al-ardhil al-masjidu wa in zaquriya fiha ‘amaruha fathawayal al-‘ibadati tathharu fii baituhu tsuma arani fii sativa fahaqga ‘alal al-mazuwaluna ya kariimu ziaraha}. Artinya bahwasanya rumahku di bumi itu yaitu segala masjid, dan bahwasannya orang yang ziarah akan daku di bumi itu yaitu, orang yang meramaikan akan masjid dan ...* membanyakkan akan dia. Maka yang terbaik dan yang terlebih dapat kemenangan itu yaitu bagi hambaku yang bersuci di rumahnya. Kemudian maka pergi ziarah pada rumahku yaitu masjid, maka adalah hak atas orang yang ziarah itu. Yaitu bahwa melainkan ia akan orang yang ziarah, Dan sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam (_idza raaitumul al-jibalu yafiu ) /Tvi (al-masjidu fa syahidu walama bil al-imani ), Artinya apabila engkau lihat akan seorang laki-laki yang beradat ia pergi ke masjid. Maka naik skasi kamu bagi nya dengan beriman. San lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam (_al-ashalatu sajaml al-shalatul fil masjiidu ). Arvinya tiada sempurna sembahyang fardhu orang yang dekat masjid itu melainkan, di dalam masjid serta berbuat jama’ah. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam (_ bakti fil al- » Tidak bisa membacanya. 2 Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 27 akhiril al-zamani nassun min umati yatunal al-masjidu figa’idu wa nafiiha khaliga dzakarihimal al-ldiina wa jibul al-ladunya li tuja lisauhum faliisaul al-allah fiihima hajatah ). Artinya lagi akan datang pada akhir zaman manusia daripada umatku mendatangi mereka itu akan masjid. Maka duduk mereka itu di dalam pehimpunan bekeliling, padahal menyebut mereka itu akan dunia dan kasih akan dunia. Maka jangan kamu duduk berhimpun akan mereka itu , maka tiada bagai Allah Ta’ala merekat itu hajat . Dan sabda Abu Thalib (| man jalisu fil al-masjidu fainama yajlisu rabbuha fama haqgah ina yagaulu il khairi ). Artinya barangsiapa duduk di dalam masjid, maka hanya sesungguhnya adalah ia duduk pada hadirat Tuhannya. Maka tiada haknya berkata ia melainkan kebajikan. Dan kata Imam Al-Ghazali rahmatu al-allahu ta’ala (wayarwiya fil al-asyri aufil al-khaiir al- haditsa fil al-masjidu yakulul al-hasanatu kama yaqulu _al- bahhiimatul al-hatsiina ). Artinya diriwayatkan oleh ulama’ di dalam atsar, yakni di dalam perkataan shahabat Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam, atau di dalam Khabar yakni di dalam hadits Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam. Bermula berkhabar-khabarkan tiada di dalam masjid itu mereka itu memakan ia akan kebajikan, seperti memakan binatang akan rumput-rumput. Dan kata Anas Bin Malik radhia al-allahu ‘anhu (man saraja fil al-masjidu sarajal al-linan nazalal al- malaikatuhu al-arasyi bisatafafirun lahu mada ami fii dzalikal al- masjidu dhuahu ). Artinya barangsiapa memasang pelita di dalam masjid, maka senantiasa segala malaikat dan malaikat yang menunggang arsy memintakan ampun baginya, selama ada pada masjid itu cahaya pelita itu. Sah dan makruh masuk ke dalam masjid barang yang memakan suatu yang membusukkan bau mulut. Yaitu memakan bawang putih dan bawang merah dan barang lainnya. Dan lagi makruh berbuat suatu di dalam masjid, dan lagi makruh jual dan beli di dalam masjid ini. Semuanya jadi tiada dijadikan*? /8r/ dijadikan akan masjid itu seperti pekan. Maka jika dijadikan yang demikian itu maka yaitu haram. Demikianlah disebutkan Syehul al- islam di dalam syarah rudiya, ia nukil daripada ‘Izuddin Bin Abdul Salam dan haram berludah di dalam masjid, dan kafaratnya itu ditanam di dalam masjid. Tetapi yang olehnya sapu akan dia hingga * Tulisan “dijadikan” berada di luar teks. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 28 hilang ia. Dan tiada mengapa tidur di dalam masjid dan mengambil air sembahyang di dalamnya, dan memakan di dalamnya semuanya itu. Jika tiada menyakiti akan orang yang di dalam masjid itu. Fadhilatul al-tsaniyah kaifiyah al-a’malul al-dzahiraru man al-shalatu. Bermula pasal yang kedua pada menyatakan ibadah yang dhohir yaitu daripada sembahyang. Bermula akan sembahyang tiga belas perkara. Pertama berdiri batal, maka apabila selesai engkau bersuci daripada hadats besar dan hadats kecil, dan suci pula pada badan dan pada kain dan pada tempat sembahyang, dan selesai pula menutupi aurat yang antara pusat dan lutut pada hak laki-laki. Dan pada hak perempuan yang sahaya orang adapun aurat perempuan yang merdeka yaitu, sekalian tubuhnya melainkan mukanya dan telapak tangannya dan belakang tanganya hingga pergelangan. Maka hadap olehmu akan kiblat, padahal berdiri batal dan tanda kepalamu, serta engkau sempatkan telekung itu pada tempat sujud itu. Dan renggangkan kaki sejengkal, dan baca olehmu { Qul a’udu birabbi al-nass} hingga akhirnya supaya terpelihara ada pada was-was syaithan. Dan hadirkan hatimu kepada Allah Ta ‘ala, dan kosongkan hatimu daripada was-awas pekerjaan dunia, dan engkau tolak dengan mata hatimu seolah-olah adalah sengaku di hadapan Tuhanmu. Karena Allah Ta‘ala tiada menerima sembahyang hambanya itu, melainkan dengan hadir hati kepada-Nya, serta merendahkan diri dan menghinakan diri. Maka apabila hadir hatimu serta Allah Ta’ala , maka ucap olehmu akan gamat. Dan jika engkau diharpkan orang yang hadir yang hendak mengikuti akan diaku sembahyang, maka hendaklah engkau banggakan dan hendaklah engkau jahrkan sekira-kira didengar oleh yang hendak mengikuti itu inilah atas kata Imam Al-Ghazali rahmatu al-allahu ta’ala . Dan demikianlah sunnah yang bagi orang yang sembahyang sendirinya, jika ia menengar bang orang lain sekalipun, tetapi memudahlah ia bang ini sekira-kira disengar oleh sendirinya, inilah perkataan setengah fugaha’, kemudian maka ucap olehmu akan gamat. /8v/ Dan rukun kedua yaitu niat, bahwa engkau sebut dengan lidah daripada sembahyang dhahir ( ushali fardha al-dzuhri arba’an raka‘ati adaan li al-llahi ta’ala ). Dan engkau niatkan di dalam hatimu sah jika menunaikan sembahyang fardhu dzuhur empat raka’at karena Allah Ta’a/a, Dan niat sembahyang ashar itu ( ushali fardha Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 29 al-‘ashri arba’an raka’ati adaan li al-llahi ta’ala ). Artinya sah jika menunaikan sembahyang fardhu ‘ashar empat raka’at karena Allah Ta’ala. Dan niat pada sembahyang maghrib itu ( ushali fardha al- maghribi tsalatsa raka‘ati adaan li al-llahi ta’ala ). Artinya sah menunaikan sembahyang fardhu maghrib tiga raka’at karena Allah Ta‘ala. Dan niat pada sembahyang ‘isya itu ( ushali fardha al-‘isyai arba’an raka’ati adaan li al-llahi ta’ala ), Artinya sah jika menunaikan sembahyang fardhu ‘isya empat raka’at karena Allah Ta’ala, Dan niat pada sembahyang shubuh itu ( ushali fardha al- shubuhi raka’ataini adaan li al-llahi ta’ala ). Artinya sah jika menunaikan sembahyang fardhu shubuh dua raka’at karena Allah Ta’ala. Dan dikarena yang ketiga sakbiratul al-ihram, maka hendaklah engkau pusatkan niat itu daripada permulaan al-yagil al-ilah hingga ri akbar dan sunnah, rengkau angkatkan kedua tanganmu itu hingga berbetulan kedua bahumu, sekira-kira berbetulan kedua ibu tanganmu itu dengan ujung telingamu yang di bawah. Dan berbetulan ujung jari kedua tanganmu itu dengan ujung telingamu yang di atas. Dan adalah kedua tapak tanganmu itu mengadap kiblat, serta terbuka keduanya itu. Maka apabila tapak kedua tanganmu seperti yang demikian itu, maka engkau ucap takbir itu serta engkau hadirkan niat yang tersebut itu, dan engkau turunkan kedua tanganmu itu diatas pusatmu, dan dibawah dadamu. Padahal engkau taruh tanganmu yan kanan itu di atas tanganmu yang kiri, dan engkau mencarakan telunjukmu dan jari tanganmu diatas tanganmu yang kiri. Dan engkau ...*° jari manismu dan ...“' dan ibu tanganmu kepada pegelangan yang kiri. Dan rukun yang keempat, membaca fatihah dan sunnah dahulu daripada membaca fatihah iru engkau baca iftitah, yaitu ( al-allahu akbar kabirau wal-alhamduli al-allahi katsira wa subhana al-allahi bukrata waashiila wajahtu®) "Tidak bisa membacanya. “! Tidak bisa membacanya. * Tulisan “wajahtu” berada di luar teks. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 30 /9r/ yang fardhu sekali jika ****? hanya sekali jua dan jika dikehendaki akannya tiga kali, maka kemudian daripada tiga kali dengan tiada diniatkan pada tangan akan ..."* . Maka jadilah air musta’mal. Dan demikian lagi orang junub yang sudah berniat akan mandi junub, maka dimasukkan suatu daripada engkau anggotanya atau tangan kedalam air itu dengan tiada diniatkan tangannya akan ...“5, maka jadilah air itu musta’mal suci jua tiada menyucikan. Dan demikian lagi orang junub atau orang tiada berwudhu, maka menyelam ia ke dalam air yang kurang dari dua qulah. Kemudian maka berniatlah ia dalam air itu mandi junub, atau mengambil wudhu, maka hasillah mandi junubnya. Dan wudhunya kemudian jikalau hilang pula wudhunya atau junub pula ia tatkala itu ia lagi dalam air jua, maka diulangi pula mandi junubnya, atau wudhunya itupun hasillah keduanya daripadanya. Karena ia belum punya_ berciri daripada air itu“, maka jadilah air itu muata’mal. Dan demikian lagi jikalau dapat badanya seseorang, maka apabila ia ****” daripada air itu najis pada dua tempat, maka dibasahnya dengan air yang kurang dari dua qulah ***** itu daripada tempat yang di atas kepada tempat yang di bawahnya, maka sucilah kedua tempatnya ****? bercuci daripada badannya itu musta’mal jua. Dan demikian lagi jikalau mengalami ***° anggota orang junub kepada anggotanyakan najis, maka hilanglah najis itu ***5' ia junub dan sucilah anggotanya itu. “® Tulisan tidak terbaca bagian teks berlubang sedikit, + Tidak bisa membacanya. *8 Tidak bisa membacanya “© Maka apabila berciri daripada air itu sah. Keterangan tulisan berada di luar teks. “7 Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek +8 Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. * Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. *° Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. 5! Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 31 Jika sudah berciri air itu ***** musta’mal jua. Dan demikian lagi jika air yang kurang daripada /9v/ dua qulah, apabila berciri air yang terpakai pada anggotanya. Jika pada penglihatannya tiada berciri air itu daripada engkau anggotanya sekalipun, maka pada hakimnya berciri jua seperti air orang yang mengambil wudhu itu, maka air itu lilah daripada tangan. Maka mengubahnya atau dari kaki lima puluh tatanya, maka air itu musta’mal jua. Tetapi tiada mengapa jika air itu berciri daripada badannya orang junub, maka jatah air itu dari kepalanya. Keduanya melainkan jika jatah air yang dari kepalanya itu sampai kepada kaki, maka air itu musta’mal jua. Pasal pada menyatakan air yang najis apabila jatuh suatu najis kedalamnya, air yang kurang daripada dua qulah maka air najislah selama ada berubah air itu atau tiada. Dan apabila di air itu dua qulah, jika jatah kedalam najis tiada jadi najis air itu, melainkan jika berubah rasanya atau warnanya atau baunya, jika sedikit sekalipun ubahnya maka air itu najislah. Dan demikian juga jikalau jatah suatu najis yang serupa dengan air ke dalam air yang dua qulah, seperti kemudian yang hilang baunya. Maka ditakdirkan kepada yang mengampuni dia itu, maka ditakdirkan pada yang menyampuri air itu pada sifat yang terkuras. Maka dibandingkan pada sepatutnya warna da’wat dan pada baunya seperti ****? kasturi dan pada rasanya seperti rasa jua, maka ditakdirkanlah pada yang menyampuri air ***** . Daripada segala sifat yang tersebut itu, jikalau diubahkannya akan air itu. Jika sedikit sekali #55 najislah. Jika tiada berubah, maka air itu suci menyucikan jua. Dan demikian ****° najis ke dalam air yang dua qulah, maka berubah air itu. Kemudian telah hilanglah ubahnya ***57 atau dengan ® Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek © Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. ** Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. SS Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek %6 Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. 7 Tulisan tidak terbaca bagian teks _hilang karena robek. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 32 dicampurkan ke dalamnya air yang lain, jikalau air yang akan najis sekalipun ***58 /10r/ itu sembilan tahun. Bermula haram pada orang haid itu delapan perkara. Pertama sembahyang selama ada fardhu atau sunnah lagi tiada wajib menggadhakan sembahyang itu. Kedua puasa fardhu atau sunnah tetapi wajib atas perempuan yang haid itu mengqadhakan puasa yang fardhu. Ketiga membaca suatu daripada Qur’an. Keempat menyentuh Qur’an dan ...°° akan dia. Kelima berhenti di dalam masjid atau berulang-ulang di dalamnya. Keenam thawaf pada Baitullah, selama thawaf fardu atau thawaf sunnah. Ketujuh jima’ dahulu daripada mandi dan jika telah putus darah haid sekalipun. Kedelapan menyentuh pada yang antara pusat perempuan itu dan lututnya dengan tiada ..., dan jika tiada dengan syahwat sekalipun. Karena firman Allah Ta‘ala { fa’tazilul al-nisa’a fil al-mahiish }. Avtinya maka kamu jauhi akan perempuan kamu itu pada ketika ia haid. Dan kedua yang mewajibkan mandi atas perempuan nifas yaitu keluar darah, kemudian daripada beranak. Dan sekurang-kurang nifas itu seperti ludahnya dan sebanyak-banyaknya itu enam puluh hari dan enam puluh malam dan ghalibnya itu empat puluh hari, empat puluh malam. Ketiga yang mewajibkan mandi atas perempuan wiladah itu yakni beranaknya jika tiada keluar darah nifas, maka memudahlah ia dengan mandi nifas itu jua. Bermula haram atas orang yang junub itu lima perkara. Pertama sembahyang, kedua thawaf, ketiga membaca Qur'an, keempat menyentuh mushaf atau ...°' akan dia, kelima berhenti di dalam masjid atau berulang-ulang di dalamnya. S* Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek ® Tidak bisa membacanya. Tidak bisa membacanya. 6! Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 33 Bermula haram atas orang yang berhadas kecil itu tiga perkara. Pertama sembahyang, kedua thawaf, ketiga menyentuh mushaf dan Faedah bermula mandi yang sunnah itu sebelas perkara. Pertama mandi bagi orang yang hendak hadir sembahyang jama’ah dan masuk waktunya itu, kemudian daripada terbit fajar. Kedua mandi pada hari raya kecil dan hari raya besar, dan sunnah mandi pada hari raya yaitu membawa bagi segala manusia yang alim dan masuk waktunya itu, kemudian daripada tengah malam ketika mandi karena haram haji atau umrah. Keempat /10v/ mandi karena wuguf di Arafah dan masuk waktunya itu gelincir matahari. Kelima mandi karena waktu di Muzdalifah. Keenam mandi karena masuk tanah Mekah atau tanah haram. Ketujuh mandi tiga hari di hari tasyrik karena melontar jumrah yang tiga dan masuk waktu yang ketika gelincir matahari pada tiap-tiap harinya itu. Kedelapan mandi karena thawaf Wada’ atas satu ...°. Kesembilan mandi karena masuk islam bagi orang yang kafir yang tiada junub. Kesepuluh mandi karena sembuh daripada gila. Kesebelas mandi bagi orang yang memandikan mayit. Demikian lagi disebutkan oleh Imam Al-Gazali rahmatu al-allahu ta’ala di dalam Ihya’ Ulumuddin wa al-allahu al- mu 'afiqqul al-shawab. Fadhilal al-tsalitsa fii kaifiyah al-tayamumi. Brmula pasal ketiga pada menyatakan kaifiyah tayamum, maka apabila lemah engkau daripada memakai air. Karena ketiadaan air demikian daripada engkau menuntut akan dia atau karena suatu yang menangguhkan daripada sampai kepada air itu, daripada binatang yang buas atau ada orang yang hendak mengabisi akan dia. Padahal menangguhkan akan diaku daripada sampai air itu atau air hadir , tetapi engkau berkehendak kepadanya karena, dihukum atau karena ...° ...% atau ® Tidak bisa membacanya. © Tidak bisa membacanya. Tidak bisa membacanya. 5 Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 34 ada air tetapi ...°° orang yang lainnya, padahal tetap tiadadijual akan dia, melainkan lebih daripada harga yang beradat. Waktu itu atau pada tempat itu, atau ada bagimu luka atau bagimu penyakit yang engkau akan binasa dirimu itu atau sembahyang fardhu. Kemudian maka engkau sahaja debu yang suci lagi tiada bercampur dengan suatu. Maka engkau pula atasnya dengan dua tapak tanganmu, maka engkau sapukan dengan keduanya itu akan segala mukamu, srgala ratakan niatkan olehmu ketika itu mengharuskan akan sembahyang fardhu engkau niatkan ( nawaitu al-tayamuma listibahati shalatul al-gharidh ). Artinya sahajaku tayamum karena mengharuskan sembahyang fardhu, dan tiada wajib menyampaikan debu itu pada tempat tumbuh rambut” /11r/ ***68 ( al-muslimina bijannah ila al-anbiya'i wal al-mursaina wal al-auliya al-bihil al-shalihiina aamiin ), Artinya kemudahan mengampuni Allah Ta‘a/la_baginya, dan bagi ibu bapaknya, dan bagi segala muslimin dengan berkata ... segala anbiya’, dan rasul, dan segala auliya’ al-allahul al-shalihiina aamiin. Kanat sunatul al- fiwamiatu fatsaltsuna warabi'ina min hijriyah nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. Al-humu al-allahu ta’ala fi qadii ina tarjima kitabu Imam al-fugaha’ al-‘amiliina waqud watul al-shaufihil al-mahaqgina hujjatul al-islam Al-Ghazali_ rahmatu al-allahu ta’ala al-musamiya iblibal al-ihya’ ‘ulumu al-ddina al-jami’a bainal al-syari’atuhu wal al-tharigatuhu wal al-tadhimina fihi ‘ilmu ushulul al-ddin wa wal al- Sugaha wal al-tashu fil al-nafi'atihi biikalimal al-jawi ma’a yaadati Suida nafisah yantifa’i bihi man al-ma'rifatu lima bikalimal al-‘arabi. Artinya tatkala adalah tahun 1193 tahun daripada hijriyah Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam, maka mengilhamkan Allah Ta‘ala di dalam hatiku bahwa aku terjemahkan akan kita imam fuqaha’ yang mengamalkan ilmunya, dan ikut ulama Syafi'i yang muhaqgin yaitu hajjatul Islam. Al Ghazali rahmatu al-allahu ta’ala yang dinamakan kitab itu dengan bab Jhya’ Ulumuddin. Yaitu mentashir Jhya’ 66 Tidak bisa membacanya. © Tulisan “ tumbuh rambut” berada di luar teks. * Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. © Tidak bisa membacanya. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 35 Ulumuddin yang menghimpunkan ia antara syariat dan thariqah, yang terkadang di dalamnya itu ilmu ushuluddin dan ilmu figih dan tasawuf yang memberi manfaat bagi orang yang menjalani jalan akhirat. Padahal aku-aku terjemahan kitab ini dengan bahasa jawa serta aku tambahi dengan beberapa faedah yang baik-baik, supaya manfaat dengan dia orang yang tiada mengetahui baginya itu dengan bahasa Arab, Wasamiyyatu siral al-malikin fii ‘ibadati rabbil al-‘alamiina . Dan aku namai dengan syiraal al-malikin ya ibadatul al-‘alamiin. Nafi'ana al-allah bihi waiyyakumu wal al-muslimiina kana nafi’a bi shalihanuhu jauahu kariima la haula /I1v/ wala aqwail al-bail al-allah al-shalil al-‘adziim artinya mudah- mudahan memberi manfaat Allah Ta’ala ***" akan daku dan akan kamu dan akan segala muslimin seperti memberi manfaat ia akan dengan akhirnya, karena bahwasanya Allah Ta'ala itu murah lagi mulia, dan tiada dia daripada menjadi maksiat dan tiada apanya punya pada perbuatan bakti, melainkan dengan anugerahnya hanya Allah Ta’ala, ia yang Maha Tinggi dan maha besar. Waina saja’alahu khalisa lauhabuhul al-karimi wafuzasajanatul al-na’ima. Mudah- mudahan menjadikan Allah Ta‘a/a akan dia tulus ikhlas bagi Tuhan Yang Maha Melihat. Dan dapat kemenangan sering yang umat nikmati. Wahuwa yastamilu ‘ala muqadimatu warabi’atu agimul al- gasimal al-awwalu fi bihayani ushulu al-ddin wahuwal al-I’tigadi duatu wa fii bayanil al-tha’ati wal al-qasimul al-tsani fil al-‘adati wal al-qasimul al-tsalisau fil al-mahalikati wal al-qasimul al-rabi'a fil al- manajiyati. Yaitu melengkapi atau suatu mugqadimah dan empat bagian, bermula bagian yang pertama pada menyatakan ilmu ushuluddin yaitu suluk etika ahlussunnah wal jama’ah, dan menyatakan segala taat yakni ibadah yang dhahir. Dan bagian yang kedua menyatakan adat yakni pada menyatakan hukum adab yang berlaku pada adat seperti, makan dan minum dan bernikah dan bersahaya, membawahi kehidupan di dalam dunia dan mengetahui yang haram dan halal. Dan pada menyatakan tiada berhujah sahabat dan yang lain seperti yang lagi dia datang insya Allah Ta‘ala. Dan bagian ketiga pada mengatakan yaitu membinasakan yaitu segala maksiat yang lahir dan maksiat yang batin, seperti orang lagi akan 7° Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 36 datang katanya itu dan bahagia. Keempat pada menyatakan munjiyat yakni yang melapisi melangsungkan daripada yang membutuhkan akan kami itu, yaitu segala ibadah yang batil seperti yang lagi akan dia datang mendatangkan katanya, kata itu dan khatamah yakni kemudahan wal al-allahul al-muwaffig. Al-mugadimatu fi dunya fadhilal al-‘ilmu wa fitha”!. /12r/ ***7? Pasal bermula mugadimah itu pada menyatakan kelebihan ilmu, dan di dalam muqadimah itu beberapa pasal. Al-faslul al-awalu fi fadhilatul al-ilmi wal al-ta’alamu wal al- ta‘aliimu. Bermula pasal yang pertama pada menyatakan kelebihan ilmu yang memberi manfaat dan kelebihan orang yang menuntut ilmu, dan kelebihan orang yang mengajarkan ilmu. Adapun kelebihan ilmu dan maka yaitu beberapa daripada ayat firman yang amat banyak. Dan seperti firman Allah Ta’ala { yarfa'ul al-dziina amanu minkum wal al-dziina utul al-‘ilma darajat}. Artinya mengangkatkan Allah Ta‘ala akan mereka yang percaya ia akan Allah Ta’ala, dan mereka yang berilmu itu akan beberapa derajat. Kata Syaidina Abdullah bin Abbas, bermula dengan ilmu itu di atas derajat orang mukmin tujuh ratus derajat, dan di antara tiap-tiap derajat itu sekira-kira perjalanan lima ratus tahun. Dan seperti daripadanya firman Allah Ta‘ala { kullihal yastawil al-ladzina ya'lamuna wal al-ladzina liya’lamuna innama yatadakaru ulil al-babb}. Artinya ketahui kata olehamu ya Muhammad ulil al-babb, adakah bersamaannya mereka yang mempunyai ilmu dan bersamaannya orang yang alim itu dengan orang yang jahil, hanya ingat akan Allah Ta‘ala yang mempunyai akal dan Sunnah. Daripada itu firman Allah Ta‘ala { innama yakhasyiya al-allah min ibadatil al- ‘ulama’}. Artinya hanyasanya mereka yang takut akan Allah Ta‘ala itu yaitu hamba yang ‘alim. Dan seperti daripada firman Allah Ta‘ala { watilka amtsali nadhirabuha linnass wamayagqilahul al-'alamuna}. Artinya demikian itu segala misal yang diumpamakan bagi manusia, dan tiada mengetahui akan dia melainkan orang yang ‘alim. Dan seperti daripada firman Allah Ta‘ala { syahida al-allahu annahul al- lamul al-huwa wal al-malaikatuhu wa awwalul al-‘ilmun }. Artinya ™ Tulisan “wafiiha” berada di luar teks. ” Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 37 naik saksi Allah Ta’ala bahwasannya tiada Tuhan melainkan dia dan naik saksi pula akan ketuhanan-Nya itu oleh malaikat dan orang yang mempunyai ilmu. Dan kata /12v/ Imam Al-Ghazali rahmatu al-allahu ta’ala di dalam Thya’ Ulumuddin maka tanyalah olehmu akan itu ini ***”> memulai Allah Ta’ala saksi akan ketuhanan-Nya itu dengan diri-Nya mengirimkan ia dengan malaikat akan saksi yang kedua. Dan mengirimkan ia dengan orang yang mempunyai ilmu akan saksi yang ketiga. Bahwasanya tiada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah Ta‘ala dan memudahlah dengan yang tersebut di dalam itu ini akan kemuliaan ilmu itu, dan kelebihannya dan kebesarannya. Dan demikianlah dalil yang sah menunjukkan akan kelebihan ilmu itu beberapa haditsnya Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam. Dan seperti daripadanya sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( al-‘ulmadu waratsatul al- anbiya’). Artinya bermula ‘alim itu memusakai ia akan anbiya’ dan telah maklum bahwasanya tiada martabat yang mulia itu, dan atasnya martabat anbiya’. Dan demikian pula martabat orang yang mempusakai akan mereka itu, maka tiada martabat kemuliaan yang tinggi daripada martabat mereka itu. Dan seperti daripada sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( afdhalal al-nassu al-mu'minal al- ilmul al-ddina ina ihtiyaju al-allah naga’u wain istaqunai ‘anhu a’niya nifsuhu). Axtinya bermula yang terlebih afdhal daripada manusia yaitu daripada mukmin yang ‘alim, yang apabila dikehendaki orang kepadanya, niscaya memberi manfaat ia akan dia. Dan jika terkaya orang daripadanya, niscaya terkaya dirinya daripada orang. Dan seperti daripada sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( al- imanu ‘aryan walibasahu walia al-allah ta’ala al-taqwai waraminatul al-hayya watsamaratahul al-‘ilmu). Artinya bermula iman_ itu bertelanjang dan pakaiannya itu takut dan Allah Ta’ala dan perhiasan itu malu, dan bahwasanya itu ilmu. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( aqrabul al-nassu min darajatuuhu nubuwati ahlul al-ilmun wa ahlul al-jahad amana ahlul al-ilmu fayadilul al-nass ‘ala ma ja’ata buhal al-risala wama ahlil al-jahadi fujahidu wa aba sayafihuma ‘ala majaatul al-risala). Artinya bermula manusia ” Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan Diah Saharani 38 /13r/ ***74 yang terlebih hampir kepada derajat ‘anbiya itu yaitu orang yang mempunyai ilmu dan orang yang perang sabil. Adapun orang yang mempunyai ilmu itu maka yaitu menunjukkan mereka itu akan manusia atas agama, dapat ditapakan dengan dia oleh Rasulallah sha al-allahu ‘alaihi wasalam. Adapun orang yang Perang Sabil itu maka yaitu perang mereka itu akan kafir karena meninggikan akan agama islam, yang didatangkan dengan dia oleh Rasulallah sha al-allahu ‘alaihi wasalam. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( al-‘ilmu amina al-allah fil al-ardh ). Artinya bermula orang alim itu percaya Allah Ta‘ala di dalam bumi. Dan lagi sabda Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam (yasfa’u yaumal al-giyamati al-anbiya’ tsumal al-‘ilmu tsumal al-syuhadaa). Artinya lagi akan memberi syafaat pada hari kiamat oleh ‘anbiya, kemudian maka ulama, kemudian syuhada’. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( yastafafiru al- ‘ilmu ma fil al-samawati wama fil al-ardh ). Artinya mendapat ampun. kepada Allah Ta‘a/a bagi orang ‘alim itu oleh segala malaikat yang di dalamnya, tujuh petala langit dan segala isi bumi. Dan lagi sabda Nabi sha al-allahu ‘alaihi wasalam ( man tafgahu fi dini al-allah kafahu hamdu rizqahu min haitsu latahsib). Artinya barangsiapa belajar ilmu fiqih padahal ia berkehendak mendirikan agama Allah Ta‘ala, niscaya memudahi Allah Ta‘ala akan dia, akan segala yang diciptanya dan memberi rizki, dan dia daripada sekira-kira tiada dikira-kiranya, dan tiada usahanya yakni memudahkan Allah Ta‘ala, rizkinya dengan tiada usahanya dan tiada dibicarakannya. Dan lagi sabda Nabi sha al- allahu ‘alaihi wasalam ( afdhalul al-‘ilmu ‘alal al-‘ibadi kafadhila ‘ala adaniya min rajulu’> ashabii). Artinya bermula kelebihan orang yang ‘alim atas orang yang “abid itu seperti kelebihanku atas sekurang-kurang laki-laki daripada sahabatku. Yakni muradh dengan orang yang ‘alim itu yaitu orang yang mengetahui ilmu ushuluddin dan mengetahui ilmu figih dan mengetahui pula ilmu thariqah, /13v/ dan ilmu hakikat, dan ilmu muradh dengan orang yang “abid itu, yaitu orang yang mengetahui ilmu syariat. Yakni orang yang mengetahui akan ilmu syariat yang lahir jua yaitu ilmu ushuluddin dan ilmu figih, mengamalkan akan dia pada tiada ia mengetahui akan ilmu syariat yang batin baik ilmu thariqah dan ilmu hakikat, karena orang 7 Tulisan tidak terbaca bagian teks hilang karena robek. 7S Tulisan “rajulu” berada di luar teks. Pembahasan Thaharah, Pewarnaan Rambut dan Pernikahan

Anda mungkin juga menyukai