Anda di halaman 1dari 5

Pertanyaan: (Jika 2)

1. Pada slide dijelaskan bahwa hemodialisa adalah salah satu penatalaksanaan untuk pasien
ckd, apa saja indikasi dan kontraindikasinya?
Jawab:
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi hemodialisis segera (emergency) dan
hemodialisis kronik.
a. Indikasi hemodialisis segera

Hemodialisis segera merupakan hemodialisis yang harus segera dilakukan,

indikasinya antara lain :

1) Kegawatan ginjal
Klinis :
-keadaan uremik berat, overhidrasi
-Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
-Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
-Hiperkalemia ( terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K > 6,5 mmol/l)
-Asidosis berat (Ph <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
-Uremia (BUN >150 mg/dL)
-Ensefalopati uremikum
-Neuropati atau miopati uremikum
-Perikarditis uremikum
-Disnatremia berat (Na >160 mmol/L atau <115 mmol/L)
-Hipertermia

2) Keracunan akut (alkohol dan obat-obatan) yang dapat melewati membran

dialisis.

b. Indikasi hemodialisis kronik

Hemodialisis kronik merupakan hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan

seumur hidup pasien dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis dimulai

jika LFG <15 ml/menit. Keadaan pasien yang mempunyai LFG <15ml/menit tidak

selalu sama. Sehingga hemodialisis mulai dianggap perlu jika dijumpai salah satu dari

hal di bawah ini :

1) LFG <15 ml/menit, tergantung gejala klinis


2) Gejala uremia meliputi: letargia, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.
Kontraindikasi dilakukannya hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu, kontraindikasi

absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut adalah apabila tidak

didapatkannya akses vascular. Sedangkan untuk kontraindikasi relatif adalah apabila

ditemukannya kesulitan akses vaskular, fobia terhadap jarum, gagal jantung, dan

koagulopati.

2. Dislide telah dijelaskan bahwa salah satu komplikasi ckd adalah anemia, mengapa ckd
dapat menyebabkan anemia dan bagaimana jika anemia tidak ditatalaksana?
Jawab:
Anemia merupakan kondisi berkurangnya sel darah merah di dalam sirkulasi darah
sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan
. Anemia dapat terjadi pada pasien CKD, yaitu ketika seseorang sudah mengalami
penurunan kerja ginjal menjadi 20 sampai 50 persen dari fungsi ginjal normal. Ketika
ginjal mulai rusak, ginjal tidak dapat memproduksi Erythropoietic Stimulating Factors
(EPO) yang cukup. Eritropoietin merupakan hormon yang memicu sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah merah. Kurangnya eritropoietin menyebabkan sumsum tulang
membentuk lebih sedikit sel darah merah, yang akhirnya menyebabkan anemia. Anemia
cenderung memburuk ketika penyakit ginjal kronik memburuk.

Adapun faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya anemia pada pasien CKD,
antara lain adalah memendeknya umur sel darah merah, inflamasi dan infeksi, hipotiroid,
hiperparatiroid berat, toksisitas alumunium, hemoglobinopati, dan paling sering defisiensi
zat besi dan folat.

Anemia yang terjadi pada pasien CKD dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup
pasien. Selain itu anemia sendiri dapat meningkatkan terjadinya morbiditas dan mortalitas
secara bermakna dari CKD. Apabila anemia pada pasien dengan CKD tidak ditatalaksana
maka dapat meningkatkan risiko terjadinya kejadian kardiovaskular karena beban kerja
jantung yang meningkat sehingga terjadi penebalan jantung sebelah kiri (LVH atau left
ventricular hypertrophy) yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung.

Penatalaksanaan anemia pada pasien CKD dapat berupa terapi erythropoiesis stimulating
agent (ESA) yang bertujuan untuk mengoreksi anemia renal sampai target hemoglobin
tercapai. Sebelum dilakukan terapi ESA, penderita anemia pada CKD harus dilakukan
pemeriksaan status besi terlebih dahulu. Agar respon eritropoiesis ini optimal, maka harus
mempertahankan status besi yang cukup. Zat besi merupakan zat pembentuk hemoglobin.
Kandungan besi dalam tubuh orang dewasa adalah sekitar 3-5 gram. Dari jumlah tersebut,
sekitar 2 gram terkandung di dalam eritrosit dan prekursornya di sumsum tulang.
Terapi ESA dapat dimulai pada kadar Hb <10g/dl, dengan target setelah pengobatan
harus mencapai Hb kisaran 11-12 gr/dl. Syarat pemberian tidak ada infeksi berat dan tidak
ada anemia defisiensi besi absolut yaitu kadar ST <20% dan FS <200 ng/ml. Bila terdapat
anemia defisiensi besi absolut, harus dikoreksi terlebih dahulu. Terapi ESA diberikan
secara subkutan dan dosis ESA dimulai dengan 2000-5000 IU/kali hemodialisis.

JIKA >2 PERTANYAAN

3. Pada slide disebutkan bahwa etiologi tersering dari ckd adalah dm, bisa dijelaskan
mengapa dm menyebabkan ckd?
Jawab:

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik penyakit hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah. Ada beberapa jenis diabetes melitus yaitu diabetes
melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain dan diabetes melitus
gestasional (kehamilan). Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang diabetes
melitus dimulai dengan adanya mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria umumnya
didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap penting
untuk timbulnya nefropati diabetik yang jika tidak terkontrol kemudian akan berkembang
menjadi proteinuria secara klinis dan berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi
glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal. Pada patofisiologi terjadinya
kerusakan ginjal, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik
dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat
laun akan menyebabkan skleriosis dari nefron tersebut. Mekanisme terjadinya peningkatan
laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik kemungkinan disebabkan oleh

Pada pasien DM akan terjadi dilatasi arteriol aferen oleh efek dari glukosa, yang
diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek
langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C
(PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular
seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. Hiperglikemia
kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein atau
reaksi Mallard dan Browning. Pada awalnya, glukosa akan mengikat residu amino serta
non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai
bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika
proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advenced Glycation End-Product (AGEs) yang
ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti
ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga
pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric
Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pementukan
nodul serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai dengan tahap Dari kadar glukosa yang tinggi
menyebabkan terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan
selaput membran basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran
basalis pada mesangium sehingga lambat laun kapiler-kapiler glomerulus terdesak, dan
aliran darah terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron
yang akan menimbulkan nefropati diabetik. Nefropati diabetik menimbulkan berbagai
perubahan pada pembuluh-pembuluh kapiler dan arteri, penebalan selaput endotelial,
trombosis, adalah karakteristik dari mikroangiopati diabetik dan mulai timbul setelah
periode satu atau dua tahun menderita Diabetes Melitus. Hipoksia dan iskemia jaringan-
jaringan tubuh dapat timbul akibat dari mikroangiopati khususnya terjadi pada retina dan
ginjal. Manifestasi mikroangiopati pada ginjal adalah nefropati diabetik, dimana akan
terjadi gangguan faal ginjal yang kemudian menjadi kegagalan faal ginjal menahun pada
penderita yang telah lama mengidap Diabetes Melitus .

4. Pemeriksaan awal apa saja yang dapat dilakukan untuk mengetahui gangguan fungsi
ginjal?
Jawab:
Pemeriksaan laboratorium dapat mengidentifikasi gangguan fungsi ginjal lebih awal.
Metode pemeriksaan yang dilakukan dengan mengukur zat sisa metabolisme tubuh yang
diekskresikan melalui ginjal seperti ureum dan kreatinin. Hal ini dapat membantu dalam
mencegah dan merupakan tahap awal untuk mencegah progresivitas gangguan ginjal
menjadi gagal ginjal.
Ginjal sehat mampu menyaring protein agar tidak keluar ke dalam urin, tetapi bila
ginjal sudah terganggu, protein dapat bocor ke dalam urin dan ini bisa dijadikan sebagai
indikator adanya gangguan fungsi ginjal.
Kreatinin merupakan zat buangan yang berasal dari aktivitas otot dan ‘dibuang’ dari
darah oleh ginjal, tetapi bila ginjal sudah terganggu kadar kreatinin dapat meningkat dalam
darah. Kadar kreatinin dalam darah dapat dipakai untuk menghitung laju filtrasi
glomerulus (LFG).
Ureum atau blood urea nitrogen (BUN), yaitu tes yang digunakan untuk menentukan
kadar urea nitrogen dalam darah yang merupakan sisa zat metabolisme protein, dan zat ini
seharusnya dibuang melalui ginjal. Hal ini merupakan tanda dari ggk.

5. Apakah gagal ginjal bisa disembuhkan?


Penyakit ginjal akut kemungkinan dapat pulih, tetapi tergantung penyebab dan terapi
yang diberikan. Sedangkan pada penyakit ginjal kronik, fungsi ginjal makin lama
makin menurun dan dapat menjadi penyakit ginjal stadium akhir. Tetapi penyakit ggk
dapat dikontrol dengan cara mengendalikan tekanan darah dan keadaan lainnya yang
dapat mempengaruhi perburukan penyakit ginjal. Dengan cara minum obat secara
teratur, batasi asupan cairan dan perhatikan pola makan

6. Mengapa penderita PGK perlu membatasi asupan kalium, fosfat dan asupan garam?
Kalium adalah sejenis mineral yang dibutuhkan tubuh dan bisa kita peroleh
dari makanan. Seperti halnya garam natrium dan air, kalium juga diatur kadarnya
dalam tubuh oleh ginjal. Karena itu, ginjal yang rusak dapat berakibat kadar kalium
dalam darah meningkat, sehingga pembatasan kalium dari makanan mungkin
diperlukan agar kadar kalium tidak berlebihan. Kadar kalium yang berlebihan dapat
menimbulkan masalah seperti gangguan irama jantung yang dapat berakibat fatal.
Fosfat banyak ditemukan pada produk susu (susu, keju, dan yogurt), kacang-
kacangan kering, dan coklat. Konsumsi makanan tersebut dapat meningkatkan kadar
fosfat dalam darah. Lebih jauh lagi, peningkatan kadar fosfat dalam darah dapat
mengakibatkan berkurangnya kekuatan tulang pada penderita PGK.
Garam (natrium) bersifat menahan air. Jika Anda mengurangi asupan garam,
cairan dalam tubuh juga tidak terlalu banyak menumpuk. Pembengkakan tangan dan
kaki yang sering terjadi karena cairan tubuh berlebihan juga akan berkurang. Kerja
jantung dan paru-paru juga menjadi lebih ringan sehingga mengurangi keluhan sesak
dan sulit bernapas. Selain itu, jika Anda mengurangi garam, rasa haus juga akan
berkurang sehingga otomatis tidak terlalu banyak minum air.

7. Berapa sering kebutuhan hemodialisis?


Pada umumnya kebutuhan hemodialisis (HD) antara 10-12 jam setiap minggu
atau bahkan sampai 15 jam. Pada HD awal biasanya dilakukan 3 kali dalam
seminggu masing masing 3 jam yang dinaikkan secara bertahap sesuai kebutuhan.
Apabila sudah stabil dapat dilakukan minimal 2 kali seminggu masing masing selama
5 jam.

8. Idealnya pelaksanaan hemodialisis? Apakah bila pasien sudah rutin, dia bisa
menjarangkan frekuensi hemodialisa?
3 kali seminggu, tergantung keadaan pasien, tapi idealnya seminggu 3 kali
batas penurunan fungsi ginjal dimana sudah menimbulkan gejala adalah sebesar 75-
85 %, gejala muncul jelas bila sudah dibawah 25 %

Anda mungkin juga menyukai