Anda di halaman 1dari 20

MODUL

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM


KEPERAWATAN
WAT DIII.09 BOBOT 2 SKS (T=2)
KURIKULUM 2013

Oleh :

Oleh
.............................................

Disajikan Pada
Proses Belajar Mengajar Semester I (SATU)
DIPLOMA III Jurusan Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017/2018
A. Kata Pengantar

Puji dan syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas petunjuk,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Modul Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang
menyebabkan arus komunikasi dan transportasi semakin meningkat dan hal tersebut sangat
berpotensi mempengaruhi kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Dampak dari
meningkatnya arus transportasi, dapat meningkatkan tingginya perpindahan penduduk dari
desa ke kota, dari kota ke kota yang lain bahkan dari satu negara ke negara yang lain. Selain itu
tingginya kunjungan turis asing dari satu negara ke negara yang lain, dapat berpotensi
membawa bibit penyakit seingga terjadinya penularan penyakit. Karena itu tidak jarang kita
melihat klien yang dirawat disetiap Rumah Sakit khususnya didaerah-daerah wisata tidak
hanya penduduk lokal/masyarakat Indonesia tetapi juga mereka yang berasal dari manca negara
yang notebene kebudayaan mereka sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat Indonesia.
Untuk itulah diperlukan materi psikososial dan budaya dalam keperawatan dimasukan
kedalam kurikulum pendidikan profesi Ners, agar mahasiswa dapat dibekali dengan ilmu dan
keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien berdasarkan pendekatan
psikososial dan budaya.
Modul ini berisi materi tentang konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup konsep diri, kesehatan spiritual, seksualitas, stress adaptasi, konsep kehilangan,
kematian dan berduka, konsep teoritis Antropologi kesehatan mencakup kebudayaan,
masyarakat rumah sakit dan kebudayaan, etiologi penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respoon sakit/nyeri pasien serta konsep globalisasi dan perspektif transkultural,
diversity dalam masyarakat, teori culture care leininger,pengkajian budaya, aplikasi
transkultural nursing sepanjang daurkehidupan manusia, aplikasi keprawatan transkultural
dalam berbagai masalaha kesehatan pasien.
Semoga Modul ini dapat membantu mahasiswa dan memberi inspirasi dalam
menerapkan penyusunan asuhan keperawatan dengan pendekatan konsep psikososial dan
budaya dari setiap klien yang dirawat di Rumah Sakit maupun di Puskesmas dan semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa.
Penulis,
B. Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar.................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Standar kompetensi ..............................................................................................
Deskripsi Umum
Peta kedudukan modul ..........................................................................................
Petunjuk penggunaan modul .................................................................................
Glosarium ...........................................................................................................
BAB I : Psikososial dan budaya dalam keperawatan ………………………………. 1

C. Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kulian ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep
psikososial dalam praktik keperawatan, konsep antropologi kesehatan dan dapat
menerapkan keperawatan transkultural dalam membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan baik dan benar.
D. Deskripsi Umum
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup konsep diri, kesehatan spiritual, seksualitas, stress adaptasi, konsep kehilangan,
kematian dan berduka, konsep teoritis Antropologi kesehatan mencakup kebudayaan,
masyarakat rumah sakit dan kebudayaan, etiologi penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respoon sakit/nyeri pasien serta konsep globalisasi dan perspektif
transkultural, diversity dalam masyarakat, teori culture care leininger,pengkajian budaya,
aplikasi transkultural nursing sepanjang daurkehidupan manusia, aplikasi keprawatan
transkultural dalam berbagai masalaha kesehatan pasien.
Proses belajar memberikan pangalaman pemahaman tentang psikososial dan budaya dalam
keperawatan melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, penugasan, jigsaw, round club, student facilitator.

E. Peta Kedudukan Modul


.................................................................................................................
F. Petunjuk Penggunaan Modul
Untuk lebih cepat memahami materi yang terdapat dalam modul ini, setiap mahasiswa
perlu mencermati beberapa petunjuk penggunaan sebagai berikut :
1. Siapkan hati dan pikiran kita untuk memulai dan mempelajari setiap pokok bahasan
yang terdapat modul ini
2. Jangan tergesa-gesa membaca materi yang ada dalam modul ini, sebaliknya bacalah
setiap item yang terdapat dalam modul ini dengan cermat, sehingga apa makna
yangterkandung dalam setiap pokok dan sub pokok bahasan dapat dimengerti dengan
baik dan benar
3. Pada saat saudara membaca modul ini, siapkan terlebih dahulu alat tulis dan buku
catatan, sehingga ketika saudara membaca dan menemukan ada hal-hal penting, maka
saudara segera mencatat dalam buku catatan yang sudah disiapkan
4. Jika menemukan istilah yang tidak dimengerti, silahkan cari di kamus dan atau
diinternet sehingga saudara dapat mengerti maksud dari istilah tersebut
5. Sebaiknya ketika saudara membaca modul ini, ajaklah teman saudara sebagai teman
untuk berdiskusi sehingga materi yang dibaca dapat dipahami dan dapat dijelaskan
kepada teman atau kepada dosen pada saat dilakukan quis
6. Jika ada materi yang tidak dapat dipahami setelah berdiskusi dengan teman-teman,
catatlah materi tersebut untuk selanjutnya dapat ditanyakan kepada dosen pengampu
mata kuliah pada saat dikelas.
7. Buatlah rangkuman materi untuk setiap pokok dan sub pokok bahasan untuk membantu
memudahkan saudara mendalami materi.
8. Khuusus untuk pokok bahasan tentang asuhan keperawatan berbasis transkultural
hendaknya saudara melatih diri dengan membuat kasus-kasus semu dan atau kasus
nyata hasil pangkajian saudara dilahan praktik.

G. Glosarium
...................................................................................................................
BAB I : PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
Konsep Diri Dan Kesehatan Spiritual

A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep diri dan kesehatan spiritual mencakup
pengertian konsep diri, macam konsep diri, komponen konsep diri, pengertian
spiritual, dimensi spiritual, keterkaitan antara spiritual-kesehatan-sakit, factor yang
mempengaruhi spiritualitas, pasien yang membutuhkan dukungan spiritual, masalah
kebutuhan spiritual, macam-macam distress spiritual dan askep spiritual.

2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian konsep diri dan komponen konsep diri
b. Mampu menjelaskan pengertian spiritual
c. Mampu menjelaskan keterkiatan antara spiritual-kesehatan-sakit
d. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi spiritual
e. Mampu menjelaskan pasien yang membutuhkandukungan spiritual
f. Mampu menjelaskan masalah kebuthan spiritualdan macam-macam distres
g. Mampu menyusun askep spiritual
B. Penyajian
1. Uraian materi konsep diri
a. Pengertian konsep diri
Konsep Diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungan
dengan orang lain (Stuart & Sundeen 2005).
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisikal, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual (Keliat, 2005).
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberi kita
kerangka acuan yang mempengaruhi manejemen kita terhadap situasi dan hubungan
kita dengan orang lain (Potter & Perry, 2005)
b. Macam-macam konsep diri
Dua macam konsep diri adalah sebagai berikut :

1) konsep diri negatif : peka pada kritik, responsif sekali pada pujian, hiperkritis,
cenderung merasa tidak disenangi orang lain, bersikap pesimitis pada
kompetensi.

2) konsep diri positif : yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara
dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan
perilaku tidak selalu disetujui oleh orang lain, mampu memperbaiki diri.

c. Hal-hal yang perlu dipahami tentang konsep diri adalah :

1) Dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain.


2) Ditandai dengan kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan(positif).

3) Negatif ditandai dengan hubungan individu dan sosial yang mal adaptif.

4) Merupakan aspek kritikal yang mendasar dan pembentukan perilaku individu.

d. Hal-hal yang penting dalam konsep diri adalah :

1) Nama dan panggilan anak.

2) Pandangan individu terhadap orang lain.

3) Suasana keluarga yang harmonis.

Penerimaan keluarga
e. Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga
Diri (Self esteem), Peran (Self Rool) dan Identitas(self idencity).

1) Citra Tubuh (Body Image)

Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari
maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan
pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak
anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan
mereka. Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari,
minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan
perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).

2) Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah


laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang
yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih.
Ideal diri akan mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan
norma-norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan
penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu
individu mempertahankan kemampuan menghadapi konflik atau kondisi yang
membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan
keseimbangan mental.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang
yang dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu.
Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan
tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri
akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada
usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya
kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
2) Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati
dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat,
berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya
negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau
tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga
diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat
mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami
perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya
sendiri.

3) Peran

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial.
Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi
pada tiap waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal
diri.

4) Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu
dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda
dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat
akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya.
Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan
berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan
percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan
menerima diri

Daftar Pustaka

Keliat, Budi Anna, Dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Stuart, Gail & Sundeen, Sandra. 2005. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC
2. Uraian Materi konsep spiritual
a. Pengertian spiritual

Spiritualitas merupakan sesuatu yg di percayai oleh seseorang dlm hubunganya


dgn kekuatan yg lebih tinggi (tuhan), yg menimbulkan suatu kebutuhan serta
kecintaan thdp adanya Tuhan dan permohonan maaf atas segala kesalahan yg
pernah diperbuat.

Tdk selamanya dgn tuhan à animisme dinamisme .

Menurut Burkhardt (1993) Spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:

a) Berhubungan dgn sesuatu yg tdk diketahui atau ketidakpastian dlm kehidupan.

b) Menemukan arti dan tujuan hidup.

c) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dlm diri


sendiri.

d) Mpy perasaan keterikatan dgn diri sendiri dan dengan Yg Maha Tinggi.

e) Stoll (1989)

b. Dimensi spiritual

Spiritualitas sbg konsep dua dimensi: dimensi VERTIKAL adalah hubungan dgn
Tuhan atau Yang Maha Tinggi yg menuntun kehidupan seseorang, sedangkan
dimensi HORIZONTAL adalah hubungan seseorang dgn diri sendiri, orang lain
dan dgn lingkungan.

(Carson, 1989). Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau


mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa
percaya dgn Tuhan
c. Keterkaitan antara spiritual-kesehatan-sakit

Keterkaitan spiritualitas- kesehatan –sakit, keyakinan spiritual sngat penting krn


dpt mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku selfcare klien.

Pengaruh dari keyakinan spiritual yg perlu dipahami adalah sebagai berikut:


1) Menuntun kebiasaan hidup

Praktik tertentu pd umumnya yg berhubungan dgn pelayanan keseh mungkin


mpyai makna keagamaan bagi pasien.

Sebagai contoh, ada agama yg menetapkan makanan diit yg boleh dan tidak
boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana ada agama yg melarang
cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk terapi medik atau
pengobatan.
2) Sumber dukungan

Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya.

Dukungan ini sangat diperlukan untuk dpt menerima keadaan sakit yg dialami,
khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yg lama dgn
hasil yg blm pasti.

Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktik keagamaan lainnya
sering membantu memenuhi kebutuhan spiritual yg juga merupakan suatu
perlindungan terhadap tubuh.

3) Sumber kekuatan dan penyembuhan

individu cenderung dpt menahan stress baik fisik maupun psikis yg luar biasa
karena mempunyai keyakinan yg kuat. Keluarga klien akan mengikuti semua
proses penyembuhan yg memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan bahwa
semua upaya tersebut akan berhasil.

4) Sumber konflik

Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dgn
praktik kesehatan.

Misalnya ada orang yg memandang penyakit sebagai suatu bentuk hukuman


karena pernah berdosa.

Ada agama tertentu yg menganggap manusia sebagai makhluk yg tidak berdaya


dlm mengendalikan lingkungannya, oleh karena itu penyakit diterima sbg nasib
bukan sebagai sesuatu yg harus disembuhkan

d. Faktor yg mempengaruhi spiritualitas

1) Perkembangan; semakin dewasa idealnya semakin matang tingkat spiritualitas


seseorang

2) Keluarga; memiliki peran yg sangat penting dalam memenuhi kebutuhan


spiritual, individu yg di besarkan dalam keluarga agama islam cenderung 90%
islam.

3) Ras/suku; di indonesia timur à irian jaya mayoritas beragama kristen aceh


mayoritas islam

4) Agama yg di anut; keyakinan pd agama ttt dpt menentukan arti pentingnya


kebutuhan spiritual

5) Kegiatan keagamaan; kegiatan agama dpt mengingatkan keberadaan dirinya dgn


tuhan, dan sll mndekatkan diri kpd penciptanya
e. Pasien yg membutuhkan dukungan spiritual

1) Pasien kesepian; Pasien dalam keadaan sepi dan tdk ada yg menemani akan
membutuhkan bantuan krn mereka merasakan tdk ada kekuatan selain kekuatan
tuhan, tdk ada yg menyertainya kecuali Tuhan.

2) pasien ketakutan dan cemas; adanya ketakutan dan kecemasan dpt menimbulkan
perasaan kacau, yg dpt membuat pasien membuutuhkan ketenangan pd dirinya,
dan ketenangan yg plg bsar adlh bersama tuhan.

3) pasien yg harus mengubah gaya hidup; pola gaya hidup dpt mengacaukan
keyakinan individu bila ke arah yg lbh buruk dan sebaliknya

f. Masalah kebutuhan spiritual

Distress spiritual à suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau
beresiko mengalami gangguan dalam kepercyaan atau sistem nilai yg
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan.

g. Macam – macam distres Spiritual

1) Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang yang
dicintai atau dari penderitaan yang berat

2) Spiritual yang khawatir yaitu terjadinya pertentangan kepercayaan dan sistem


nilai seperti adanya aborsi

3) Spiritual yang hilang yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan dalam


kegiatan keagamaan.

h. Asuhan keperawatan spiritual

Pengkajian :

1) Sumber kekuatan : Tuhan atau yg lain

2) Data umum : agama yg di anut pasien / keyakinan

3) Bagaimana pasien melaksanakan keyakinanya, ada masalah?

4) Apakah sakit atau terluka mempengaruhi keyakinan anda?

5) Apakah anda mempunyai pemimpin spiritual?

6) Apakah anda butuh pemimpin spiritual?

7) Faktor yg mempengaruhi à kematian, sakit, kecacatan, dsb

8) Faktor yang menyebabkan masalah spiritual. Kehilangan salah satu bagian


tubuh, beberapa penyakit terminal, tindakan pembedahan, prosedur invasif dll
9) Kaji tanda distres di atas

Diagnosa Keperawatan :

1. Distress spiritual b.d anxietas

Definisi : gangguan pada prinsip hidup yang meliputi semua aspek dari
seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis

— 2. Koping inefektif b.d krisis situasi

Definisi : ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadap stressor,


pilihan respon untuk bertindak secara tidak adekuat dan atau ketidakmampuan
menggunakan sumber yang tersedia

Batasan karakteristik

Mayor (harus terdapat)

a. mengalami gangguan dlm sistem kepercayaan

Minor (mungkin terdapat)

a. menunjukkan kekecewaan atau putus asa

b. memilih tdk melakukan kebiasaan upacara keagamaan

c. bertanya ttg arti kehidupan, kematian dan penderitaan

d. mengungkapkan bahwa ia tdk memiliki alasan untuk hdp

Faktor yg berhubungan

a. kehilangan bagian atau fungsi tubuh

b. sakit terminal

c. penyakit2

d. nyeri

e. trauma/terluka

f. keguguran

g. amputasi

h. pembedahan/operasi

i. hambatan untuk melakukan ritual spiritual


INTERVENSI Diagnosa 1

a. kaji adanya indikasi ketaatan dalam beragama

b. tentukan konsep ketuhanan klien

c. kaji sumber-sumber harapan dan kekuatan pasisien

d. dengarkan pandangan pasien tentang hubungan spiritiual dan kesehatan

e. nilai dampak situasi kehidupan terhadap peran

f. evaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan

g. anjurkan klien menggunakan tehnik relakssi

h. berikan pelatihan ketrampilan sosial yang sesuai

i. libatkan sumber – sumber yang ada untuk mendukung pemberian pelayanan


kesehatan

EVALUASI

Evaluasi thdp masalah spiritual dpt di nilai dari

Mampu beristirahat dengan tenang

Menyatakan penerimaan keputusan moral

Mengekspresikan rasa damai

Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka

Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa bersalah dan ansietas

Menunjukkan prilaku lebih positif

Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya

Daftar Pustaka
a. Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi
Kesehatan, Cetakan Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
b. Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural,
Cetakan Pertama, Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
c. Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan
dalam Perspektif Ilmu Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama,
Yogyakarta.
d. Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Pendekatan Transkultural”, Edisi I, EGC, Jakarta
e. Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
f. Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
g. Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing :
Concepts,Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies

4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi konsep diri dan kesehatan spiritual
melalui buku-buku maupun jurnal.
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi konsep diri dan
kesehatan spiritual untuk di presentasikan

C. Penutup
1. Evaluasi dan Kunci Jawaban
a. Jelaskan pengertian konsep diri
b. Jelaskan macam-macam konsep diri, komponen konsep diri
c. Jelaskan pengertian konsep kesehatan spiritual
d. Jelaskan dimensi spiritual, keterkaitan spiritual-kesehatan dan sakit
e. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas

2. Lembar Kejra Mahasiswa .


Mata Kuliah ......................
Semester : ....................... SKS : ................
Minggu ke : ...................... Tugas ke : ..................

1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
KEGIATAN PEMEBELAJARAN 2 & 3
Konsep Seksual, Konsep Stres Adaptasi, Konsep Kehilangan, Kematian Dan Berduka

A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep seksualitas mencakup : pengertian,
sikap terhadap seksualitas, respon seksual, kehamilan dan seksualitas, masalah yang
berhubungan dengan seksualitas, seksualitas dalam keperawatan, konsep stres
adaptasi mencakup : pengertian, manifestasi stress, factor yang mempengaruhi,
adaptasi, proses keperawatan stress management untuk perawat.

2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian seksualitas
b. Mampu menjelaskan respon seksual
c. Mampu menjelaskan kehamilan dan seksualitas
e. Mampu menjelaskan masalah yang berhubungan seksualitas
f. Mampu menjelaskan seksualitas dalam keperawatan
g. Mampu menjelaskan pengertian stres adaptasi
h. Mampu menjelaskan manifestasi stres
i. Mampu menjelaskan faktor penyebab stres
j. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi stres
k. Mampu menyusun proses keperawatan stres mamagement.

B. Penyajian
1. Uraian Materi Seksualitas
a. Pengertian seksualitas
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999). Sedangkan menurut WHO
dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang
kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual,
erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan
dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas
tidak sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi
personal, dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu
untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi. Identitas dan
konsep diri seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri individu
tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita, dan
pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya
membantu dalam membentuk individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana
mereka memilih berhubungan seksual dengan orang lain. (Bobak: 2004)
2 aspek seksualitas:
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah
sebagai berikut:
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya
alat kelamin
c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan
perempuan
d. Hubungan kelamin
2. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll
b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
c) Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
b. Fungsi Seksualitas
1) Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya
keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia
sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini
adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya dianggap layak
dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.
2) Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan
atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan
kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme.
3) Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara
bersama-sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini
adalah esensi dari keintiman seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat
keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara khusus,
resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau
kehilangan kendali dapat memadamkan gairah pasangan.
4) Menegaskan maskulinitas atau feminitas
Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena
sebab lain (mis., saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan),
kita mungkin menggunakan seksualitas untuk tujuan ini.
5) Meningkatkan harga diri
Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara
umum dapat meningkatkan harga diri.
6) Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek
maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya
berada dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk
mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering
merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut
mungkin dilakukan dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual,
menentukan bentuk pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses
menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat terus
menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga
merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa
“berpacaran”.
7) Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-wanita
adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini
paling relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak
kasus penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan
dari dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat
keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu
ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu
sebagai pengganti wanita lain.
8) Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan
sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.
9) Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan,
misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual.
Adanya resiko tersebut menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan
terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran
adanya resiko akan memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah
menghindari resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang
berkaitan dengan persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk
individu yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan
yang dicari.
10. Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh
keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan,
sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu
bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional komitmen untuk
hidup bersama. ( Glasier: 2005 )
c. Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik,
mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi
yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya
misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam batasan yang
diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak
adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai
bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN,
2006).
d. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa
tahap yaitu:
1) Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks
dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan
bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil
menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
2) Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air
besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya
tercapai.
3) Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat
kelaminnya.
4) Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah
terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan
adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas
tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
5) Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai
berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus
berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan
dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai
tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan perhatian
orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai
mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum
mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki,
memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan. (chandranita :2009)
Berkembangnya seksualitas dan pertalian seksual
a) Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan
penegasan identitas gender dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi
perubahan-perubahan di tubuh yang berlangsung tanpa dapat diduga
sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan dampak pada
reaktivitas emosi.
b) Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman
dalam pertalian seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh “pengalaman
barunya”. Pada tahap inilah membangun komunikasi yang baik menjadi
sangat penting untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual. Apabila
pasangan tidak mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya
mengetahui apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan
maka akan muncul masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.
c) Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan
lebih lanjut akan penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya
mengalami penurunan keinginan seksual dan kapasitas untuk menikmati seks
menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya perubahan-perubahan fisik
dan mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah
satu periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila
pasangan obesitas belum mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk
mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah
jangka panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah
seksual pihak wanita.
4) Usia paruh baya
Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi
hambatan yang berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam
hubungan seksual telah lama hilang. Bagi banyakorang halini tidak
menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk kenyamanan
intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan
mereka. Tetapi bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan
memakan korban. Pada keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya
akan mudah menyebabkan kelelahan dan memadamkan semua antusiasme
spontan untuk melakukan aktivitas seksual. Hubungan intim menjadi jarang
dilakukan dan sebagai konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam
hubungan pasangan tersebut.
Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi
terutama adalah masalah ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada
wanita. Proses penuaan memang menimbulkan dampak pada seksualitas
tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini lebih kecil
kemungkinannya meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana
atau kesehatan reproduksi (Glasier: 2005)
e. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-
turut. “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing
fase, dan hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual
:
1) Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase
kegembiraan meliputi:
a) Peningkatan ketegangan otot
b) Peningkatan denyut jantung
c) Perubahan warna kulit
d) Aliran darah ke daerah genital
e) Mulainya pelumasan Vagina
f) Testis membengkak dan skrotum mengencang
2) Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa
perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:
a) Fase kegembiraan meningkat
b) Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
c) Klitoris menjadi sangat sensitive
d) Testis naik ke dalam skrotum
e) Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah
f) Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
3) Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan
fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki
karakteristik seperti berikut:
a) Kontraksi otot tak sadar
b) Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
c) Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim
berirama
d) Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan
ejakulasi
e) Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
4) Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara
perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan
relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak
memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan
kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan
sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang
dari fase refraktori akan sering meningkat.
f. Dimensi seksualitas
Seksualitasmemiliki dimensi-dimensi.Dimensi-dimensi Seksualitasseperti
sosiokultural,dimensi agamadanetik,dimensi psikologisdandimensi biologis (Perry
& Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan
apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara
global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan
menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk
cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap
merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual,
dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai
dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan
ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan
norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan
menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana
seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka melakukan
hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan
hubungan seks.
2) Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan
seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum
sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional
tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan
seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik
internal.
3) Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang
sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati
perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama
pada anak-anaknya.
Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus
dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual
berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka
tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki
dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4) Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan
yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah
dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual.
Ketika hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk
karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali
saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan
perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami
pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan
karakteristik seks sekunder.
g. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
1) Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya
sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh
banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat.
Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara
masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang,
pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi
karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga
formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai
media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada
anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur
dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama
perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-
anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-
jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si
anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-
pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan
terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat
itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak
menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan
jenisnya.
2) Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini
dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup,
sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan
pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik
minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan
gairah seks.
3) Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai
perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik
menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser
proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan
menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan
dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan
kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual
antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak
bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak
juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan,
ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
4) Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap
seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi
berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan

Anda mungkin juga menyukai