Pengertian[sunting | sunting sumber]
Istilah untuk drama pada masa penjajahan Belanda di Indonesia disebut dengan istilah tonil.[5] Tonil
kemudian berkembang diganti dengan istilah sandiwara oleh P.K.G Mangkunegara VII.[5] Sandiwara
berasal dari kata dalam bahasa Jawa sandi dan wara.[5] Sandi artinya rahasia, sedangkan wara
(warah) artinya pengajaran.[5] Maka istilah sandiwara mengandung makna pengajaran yang
dilakukan dengan perlambang.[5] Sementaran itu, pengertian drama modern dan tradisional harus
dibedakan. Dalam drama modern, aktivitas drama menggunakan naskah dialog, sedangkan drama
tradisional menggunakan improvisasi dalam dialognya.[6]
Struktur[sunting | sunting sumber]
Drama merupakan sebuah karya yang memuat nilai artistik yang tinggi.[4] Sebuah drama mengikuti
struktur alur yang tertata.[4] Struktur yang tertata akan membantu penonton menikmati sebuah drama
yang dipentaskan. Struktur drama memuat babak, adegan, dialog, prolog dan epilog.[4] Babak
merupakan istilah lain dari episode.[4] Setiap babak memuat satu keutuhan kisah kecil yang menjadi
keseluruhan drama.[4] Dengan kata lain, babak merupakan bagian dari naskah drama yang
merangkum sebuah peristiwa yang terjadi di suatu tempat dengan urutan waktu tertentu.[4]
Adegan merupakan bagian dari drama yang menunjukkan perubahan peristiwa.[4] Perubahan
peristiwa ini ditandai dengan pergantian tokoh atau setting tempat dan waktu.[4] Misalnya, dalam
adegan pertama terdapat tokoh A sedang berbicara dengan tokoh B.[4] Kemudian mereka berjalan ke
tempat lain lalu bertemu dengan tokoh C, maka terdapat perubahan adegan di dalamnya.[4]
Dialog merupakan bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu tokoh dengan
tokoh yang lain.[4] Dialog adalah bagian yang paling dominan dalam drama.[4] Dialog adalah hal yang
membedakan antara drama dengan jenis karya sastra yang lain.[4]
Prolog dan epilog merupakan bingkai dari sebuah drama.[4] Prolog merupakan pengantar untuk
masuk ke dalam sebuah drama.[4] Isinya adalah gambaran umum mengenai drama yang akan
dimainkan.[4] Sementara epilog adalah bagian terakhir dari pementasan drama.[4] Isinya merupakan
kesimpulan dari drama yang dimainkan. Epilog biasanya memuat makna dan pesan dari drama
yang dimainkan.[4]
Elemen[sunting | sunting sumber]
Ada tiga elemen penting dalam drama, diantaranya:
Tokoh, pelaku yang mempunyai peran yang lebih dibandingkan pelaku-pelaku lain,
biasanya dikategorikan dalam sifat protagonis atau antagonis.
Wawacang, dialog atau percakapan yang harus diucapkan oleh tokoh cerita.
Kramagung, petunjuk perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oelh
tokoh. Dalam naskah drama, kramagung dituliskan dalam tanda kurung (biasanya
dicetak miring).[7]
Jenis[sunting | sunting sumber]
Drama tragedi[sunting | sunting sumber]
Drama tragedi merupakan drama yang menceritakan kisah-kisah sedih dari para tokoh mulia. Kisah
di dalam drama tragedi adalah perjuangan tokoh mulia yang menjadi pahlawan untuk menentang
berbagai perlawanan terhadap dirinya. Penentangan ini bersifat tidak adil karena adanya perbedaan
kekuatan. Cerita di dalam drama tragedi sangat serius sehingga menimbulkan rasa kasihan dan
rasa takut.[8]
Melodrama[sunting | sunting sumber]
Melodrama memiliki kisah yang sangat serius. Dalam penceritaannya, muncul berbagai kejadian
secara kebetulan. Cerita di dalam melodrama memunculkan rasa kasihan yang membuat
penontonnya terbawa suasana.[8]