Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN BESAR

PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI

OLEH:
DIO ALIF ANANTA S
08051281924036
KELAS B
KELOMPOK 1

DOSEN PENGAMPU:
GUSTI DIANSYAH, S. Pi., M. Sc
DR. WIKE AYU EKA PUTRI, S. Pi., M. Si

LABORATORIUM OSEANOGRAFI DAN INSTRUMENTASI


KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang lautan dan segala
aspeknya. Sifat-sifat fisika dan kimia air laut, dinamika air laut yang dipengaruhi
oleh gaya astronomis, meteorologist dan geologis, zat-zat yang terlarut dan
kehidupan organisme yang hidup di dalam laut, dan lain-lain di antaranya
merupakan cakupan dalam ilmu ini. Fisika oseanografi adalah ilmu yang
mempelajari tentang fenomena fisika yang terjadi di lautan dan interaksinya
dengan atmosfer dan daratan, misalnya sifat-sifat fisik air laut, pasang surut,
gelombang, sirkulasi air laut, percampuran massa air dan iklim di laut
(Haristiyanti et al. 2017).
Perairan Indonesia secara geografis terletak diantara dua Samudra besar
yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Kondisi ini membentuk suatu sistem
sirkulasi lintasan massa air dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia. Sistem
sirkulasi massa air hangat dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia yang
relatif dingin yang melawati perairan Indonesia, dikenal dengan arus lintas
Indonesia (Arlindo). Arlindo terjadi karena muka air Samudra Pasifik lebih tinggi
dari pada muka air Samudra Hindia. Hal ini menyebabkan terbentuknya gradien
tekanan sehingga arus mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia. Arus
yang mengalir ini melewati beberapa wilayah di perairan Indonesia salah satunya
adalah Selat Makassar (Putra et al. 2020).
Jumlah simpanan karbon organik global yang ditemukan dalam tanah,
sekitar 1.400- 1.600 Pg C (1 Pg = satu miliar ton) pada kedalaman satu meter
pertama dan tambahan sekitar 500 -1.000 Pg C pada satu meter berikutnya, adalah
sekitar dua kali jumlah karbon pada atmosfer (770 Gt), dan tiga kali jumlah
karbon pada vegetasi (560 Gt). Sebagai gudang penyerapan atau penyimpanan
karbon (carbon sinks) terbesar ketiga setelah lautan dan penyerapan geologi
(geologic sinks) - yang terdiri dari bahan bakar fosil - pada planet bumi, tanah
memiliki potensi perluasan penyerapan karbon dan memungkinkan suatu cara
yang prospektif dalam mitigasi peningkatan CO atmosfer (Siringoringo, 2018).
Laut merupakan sebuah kawan perairan yang menutupi hampir 2/3 dari
total luas permukaan Bumi. Hal yang membedakan air laut dengan sungai adalah
kandungan gramnya, dimana rata-rata kandungan garam air laut mencapai nilai 35
per mil. Terdapat berbagai macam tori yang menjelaskan mengapa kandungan
garam yang terdapat pada air laut sangat tinggi. Salah satunya menjelaskan bahwa
air laut berasal dari ait laut terbentuk karena lepasnya molekul air dari bola api
Bumi milyaran tahun lalu Selain luas wilayahnya yang besar laut juga mempunyai
peranan sebagai penyerap zat CO2 yang ada di atmosfer dan mengganti menjadi
O2 berkat fitoplankton yang ada pada ekosistem laut serta berperan dalam
mengendalikan iklim dunia (Firdaus, 2017).
Sistem sirkulasi air laut yang diakibatkan oleh adanya pasang surut, arus,
dan gelombang pada daerah pesisir pantai sangat efektif dalam menggerakkan
material sedimen dan mineral. Khususnya pada perairan dangkal dan kawasan
yang berada di pesisir. Dinamika ini disebut dengan penyebab morfologi yang
dapat bervariasi secara spasila ataupun temporal. Dinamika dinamika ini dapat
terjadi pada kawasan pantai dikarenakan adanya akibat tekanan dari gelombang
dan arus. Hal ini merupakan suatu proses yang seimbang dan terus berjalan secara
kontinu (tanpa henti). Dinamika ini juga mempengaruhi adanya distribusi dan
penyebaran sedimen yang ada pada lautan (Kalay et al. 2018).
Keberadaan sedimen dalam batas tertentu merupakan bagian dari dinamika
keseimbangan alami di sungai. Keberadaan sedimen yang berlebih dapat
mempengaruhi karakteristik dan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan
kehidupan manusia, seperti banjir dan penurunan kualitas air. Sebagi contoh,
kedalaman sungai berkurang apabila terjadi sedimentasi. Hal ini berdampak pada
pengurangan kapasitas tampang sungai, atau dengan kata lain kemampuan sungai
dalam mengalirkan air semakin kecil (Hambali dan Apriyanti, 2017).
Oseoanografi merupakan ilmu yang berhubungan dengan cabang ilmu
lainnya, salah satunya adalah kimia. Perpaduan anatara ilmu oseanografi dengan
kimia disebut dengan oseanografi kimia. Oseanografi kimia merupakan ilmu yang
membahas mengenai reaksi-reaksi kimia yang terjadi baik di dalam maupun di
dsar laut. Selain itu, oseanografi kimia ini juga mempelajari mengenai analisis
sifat-sifat dari air laut ataupun masalah-masalah kimiawi air laut. Oseanografi
kimia juga bersangkutan kandungan kimia yang menyusun air laut (Firdaus,
2017).
Salah satu tolok ukur kesuburan perairan adalah kandungan bahan organik
di dalamnya. Bahan organik dalam jumlah tertentu akan berguna bagi perairan,
namun apabila jumlah yang masuk berlebihan, maka akan mengganggu
peruntukan perairan. Gangguan yang dimaksud berupa pendangkalan dan
penurunan kualitas air. Sedimentasi atau pendangkalan di wilayah pelabuhan akan
menyebabkan kapal tidak bisa bersandar atau berlayar. Alternatif yang sering
dilakukan oleh pihak pelabuhan untuk mengatasi pendangkalan dan
mempertahankan kedalaman operasional adalah pengerukan. Kenyataannya
pengerukan bukan saja menjadi pemecah masalah sedimentasi, bahkan akan
meningkatkan kekeruhan yang pada akhirnya menyebabkan penurunan jumlah
spesies avertebrata (Yolanda et al. 2019).
Pemanasan global merupakan salah satu isu lingkungan yang sangat
penting dan saat ini menjadi perhatian berbagai pihak. Penyebab utama terjadi
pemanasan global adalah meningkatnya gas-gas rumah kaca, terutama sisa
pembakaran yang mengudara seperti karbon dioksida dan metana. Pemanasan
global mempunyai dampak yang sangat besar terhadap dunia dan kehidupan
semua makhluk hidup di muka bumi. Selain itu peran hutan mangrove sebagai
penyerap dan penyimpan karbon sangat penting dalam rangka mengatasi masalah
efek gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global (Tidore et al. 2018).
Sedimen yang terkontaminasi akan berdampak pada spesies akuatik, rantai
makanan dan akhirnya pada kesehatan manusia. Dampak sosial ekonomi terhadap
para nelayan yang menggantungkan hidupnya pada mencari ikan adalah semakin
jauhnya wilayah operasi penangkapan ikan yang berimbas pada peningkatan biaya
operasional. Proses sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan bahan organik
dalam sedimen laut. Namun pada kondisi toksik, jumlah senyawa organik yang
terendap di sedimen dapat berkurang akibat keberadaan oksigen di perairan
(terjadi oksidasi) (Pourabadehei dan Mulligan, 2017).
Peningkatan gas rumah kaca (greenhouse gas/GHG), terutama karbon
dioksida (CO2), 2 merupakan faktor utama yang berkontribusi dan berdampak
besar terhadap perubahan iklim pada abad ke-21. Proses antropogenik yang paling
penting dan bertanggung jawab atas pelepasan CO ke 2 atmosfer adalah oksidasi
bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas alam) dan perubahan tataguna lahan
atau deforestasi. Lepasnya karbon (C) ke atmosfer mempunyai efek ganda pada
lingkungan. Pertama, penurunan kualitas atau produktivitas tanah yang
mempengaruhi efisiensi penggunaan pasokan (input) bahan organik; mengurangi
hasil pertanian; dan memperburuk kerawanan pangan. Kedua, peningkatan
konsentrasi GHG di atmosfer mempercepat pemanasan global (Siringoringo,
2018).
Secara alamiah konsentrasi bahan organik dalam perairan bervariasi untuk
masing-masing bentuk senyawanya, namun dalam kondisi tertentu dapat terjadi
keadaan di luar batas untuk kategori perairan tertentu. Kondisi yang dimaksud
antara lain terjadinya pembuangan limbah yang melewati batas konsentrasi yang
telah ditentukan oleh instansi yang berwenang yang menyebabkan terjadi
penurunan kualitas perairan yang berdampak negatif terhadap biota yang hidup di
perairan tersebut (Patty dan Akbar, 2019).
Sedimentasi terjadi apabila banyaknya sedimen yang terangkut lebih besar
dari pada kapasitas sedimen yang ada. Sungai selalu berubah-ubah baik bentuk,
aliran, pengangkutan sedimen dan kekasaran dasar sungai, hal ini disebabkan
karena factor sifat-sifat aliran air, sifat-sifat sedimen, dan pengaruh timbal balik
(inter-action). Intensitas hujan, tipe tanah, penggunaan lahan, topografi sungai,
karakteristik sedimen dan karakteristik hidrolika sungai merupakan factor-faktor
umum yang menyebabkan sedimentasi (Fitrian et al. 2021).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat di
bidang elektronika dan instrumentasi telah memungkinkan diciptakannya alat-alat
ukur yang bekerja secara tepat dan praktis. Serat optik dikembangkan menuju
kearah sistem sensor yang dimodifikasi dan digunakan sebagai perangkat yang
berinteraksi langsung dengan lingkungan. Penerapan serat optik sebagai sensor
salah satunya dapat digunakan untuk pengukuran TSS air. Serat optik memiliki
banyak kelebihan seperti kecepatan, tahan terhadap pengkaratan, dan harga relatif
terjangkau. Sistem sensor serat optik dirancang dengan menggunakan serat optik
multimode step index. Bagian sensor penginderanya dilakukan dengan
memodifikasi kabel serat optik, dimana pada bagian tengahnya mengganti
cladding asli dengan TSS air (Fatimah et al. 2019).
Oseanografi terdiri dari dua kata: oceanos yang berarti laut dan graphos
yang berarti gambaran atau deskripsi (bahasa Yunani). Secara sederhana
oseanografi diartikan sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut. Dalam bahasa
yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan
(eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala fenomenanya (Setiawan, 2017).
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa memahami cara penentuan kadar air kering tanah.
2. Mahasiswa memahami cara penentuan ukuran butir sedimen.
3. Mahasiswa memahami cara mengelompokkan ukuran butir sedimen.
4. Mahasiswa menghitung statistik ukuran butir sedimen (mean, sorting,
skweness dan kurtosis).
5. Mahasiswa menganalisis kondisi sedimen berdasarkan ukuran butirnya.
6. Mahasiswa memahami metode pengukuran C-organik.
7. Mahasiswa memahami cara analisis Total Suspended Solid (TSS) di kolom
perairan.
8. Mahasiswa memahami cara menganalisis data Total Suspended Solid (TSS).
9. Mahasisma memahami cara menghitung gelombang yang dibangkitkan oleh
angin.
10. Mahasisma memahami cara menghitung transpor sedimen akibat pengaruh
gelombang.
11. Mahasiswa memahami cara menganalisis pengaruh energi gelombang
terhadap kestabilan pantai.

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan kadar air kering tanah.
2. Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan ukuran butir sedimen.
3. Mahasiswa dapat melakukan pengelompokkan ukuran butir sedimen.
4. Mahasiswa dapat mealakukan hitungan statistik ukuran butir sedimen (mean,
sorting, skweness dan kurtosis).
5. Mahasiswa melakukan analisis kondisi sedimen berdasarkan ukuran butirnya,
6. Mahasiswa dapat melakukan metode pengukuran C-organik.
7. Mahasiswa melakukan analisis Total Suspended Solid (TSS) di kolom
perairan.
8. Mahasiswa dapat melakukan analisis data Total Suspended Solid (TSS).
9. Mahasisma dapat menghitung gelombang yang dibangkitkan oleh angin.
10. Mahasisma dapat menghitung transpor sedimen akibat pengaruh gelombang.
11. Mahasiswa dapat melakukan analisis pengaruh energi gelombang terhadap
kestabilan pantai.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kadar Air dan Ukuran Butir Sedimen
Sedimen merupakan suatu proses akumulasi mineral yang diakibatkan
oleh adanya pengendapan dari material maupun partikel lain yang terbentuk
melalui proses kimia yang terjadi di laut. Muatan sedimen yang masuk kedalam
lingkungan perairan melalui media air dan kemudian diendapkan (sedimentasi)
sehingga dengan proses yang terjadi secara terus-menerus pada material tersebut
akan terjadi pengendapan. Proses pengendapan sedimen dapat diperkirakan
berdasarkan sebaran ukuran butir sedimen. Analisis yang digunakan untuk
mendapatkan parameter nilai pada pengukuran butir sedimen seperti rata-rata,
keseragaman butir, skewness dan kurtosis analisa granulometri (Pratiwi et al.
2017).
Material sedimen akan terendapkan oleh proses mekanik arus yang berasal
dari sungai dan atau oleh arus laut. Sedimentasi disuatu lingkungan perairan
terjadi karena terdapat suplai muatan sedimen yang tinggi di lingkungan
tersebut.Faktor oseanografi seperti arus tentu membantu dalam mekanisme
pendistribusian sedimen.Sebaran sedimen mempengaruhi karakteristik jenis
sedimen.Perpindahan sedimen, proses sedimentasi dan distribusi ukuran butir
sedimen sangat dipengaruhi oleh pergerakan arus laut. (Khatib et.al, 2013).
Analisis granulometri salah satu tahapan yang dapat digunakan dalam
menganalisis perubahan ukuran butir, untuk mengetahui proses pengendapan dan
mekanisme transportasi material sedimen serta penentuan distribusi mean, sortasi,
skweness, dan kurtosis. Sortasi ini dapat menunjukan suatu batasan dari ukuran
butir sedimen dan sekaligus dapat menentukan kaeakteristik keanekaragaman dari
ukuran butir sedimentasi setiap populasi material sedime (Iqbal dan Harnani,
2018).
Skewness merupakan suatu nilai yang mengalami ketidakselasaran atau
penyimpangan distribusi perhitungan ukuran butir terhadap distribusi normal.
Adapun distribusi normal suatu ukuran butir sedimen mempunyai jumlah ukuran
butir atau butiran yang lebih dominan lebih besar. Jika di suatu distribusi
mempunyai ukuran butir yang lebih kasar lebih dominan maka nilai perhitungan
akan berdampak negative dan sebaliknya (Pratiwi et al. 2017).
Kurtosis merupakan suatu harga perbandingan antara pemilahan bagian
tengah terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Kurtosis ini dapat menunjukan suatu
derajat dominan atau derajat tertinggi dari kedataran distribusi material sedimen
dengan dibandingkan pada distribusi normal. Ukuran kurtosis ini tidak sering
digunakan dalam pengukuran nilai distribusi material sedimen pada daerah sungai
yang memiliki ukuran material butyl kasar atau dasar sungai (Randa et al. 2021).
Dikarenakan mengandung berbagai macam material pada suatu sedimen,
butiran sedimen digunakan untuk mentukan jenis sedimen yang terdapat pada
suatu wilayah. Hal ini disebabkan karena ukuran butir yang terdapat pada sedimen
dapat menunjukan mudah tidaknya serta banyak sedikitnya sedimen yang
ditranspor agen pengangkut seperti air. Selain itu, butiran yang ada juga dapat
digunakan untuk mengetahui dinamika dan energi di lingkungan pengendapannya.
Bentukan dari butiran sedimen yang ada pada suatu wilayah sanagt beragam dan
tidak berarutan. Terdapat butiran yang berbentuk mendekati bulat sampai dengan
bentuk yang sangat pipih, sehingga tidak mudah untuk mendefinisikan ukuran
dari butiran yang mempunyai bentuk sangat tidak teratur tersebut (Antari et al.
2020).
Selain itu terdapat proses atau mekanisme suspensi yang mempengaruhi
material – material atau butir sedimen yang lebih halus. Dalam hal ini butiran
sedimen yang halus akan mengalami transpotasi secara turbulence sehingga akan
mengalami perubahan secara fisik dari pengendapan menjadi batuan silt dan juga
clay, atau sering disebut dengan silt and clay suspended by turbulence. Tingkat
transfortasi yang terjadi juga akan mempengaruhi fisik dari butiran sedimen. Hal
yang sangat mempengaruhi perubahan ini adalah keresistenan dari material
butiran sedimen, ada sebagian butir masih bisa mempertahankan bentuk atau
morfologi butir walaupun telah mengalami transportasi yang jauh (Iqbal dan
Harnani, 2017).
Tekstur dari sedimen dapat diketahui memlaui proses penyaringan
bertingkat atau sieving. Pada proses ini sampel sampel sedimen yang dimabil akan
terbagi berdasarkan ukuran butirnya. Untuk mentukan ukuran butir sendiri
digunakan skala wentworth yang membagi butiran sedimen menjadi gravel, sand,
silt dan clay. Proses klasisifikasi sedimen berdasarkan nilai butiraannya juga dapat
dilakukan menggunakn diagram segitiga shepahard. Selain itu, butiran sedimen
juga dapat digunkan untuk menentukan berat jenis dari sedimen. Ini dikarenakan
berat jenis sedimen merupakan rasio berat butir partikel sedimen terhadap berat
volume air. Umumnya berat jenis sedimen sekitar 2,65 (Hutari et al. 2018).
2.2 Karbon Organik
Proses pengendapan material terjadi karena faktor transpor material
pelapukan dari daratan ke laut dan faktor transpor material yang terjadi di dalam
laut. Material organik (OM) merupakan salah satu parameter pencemar perairan
yang paling umum dijumpai, karena OM merupakan kumpulan senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi yang dapat
menimbulkan dampak penurunan kandungan oksigen terlarut. Sedimen laut
memiliki kandungan organik dan anorganik baik terlarut atau tersuspensi dengan
tekstur partikel tidak terkonsolidasi (Dewanti et al. 2018).
Kandungan karbon organik dalam sedimen merupakan sumber makanan
penting bagi fauna bentik disertai dengan faktor kimia lainnya yang bervariasi
dengan ukuran partikel sedimen. Kelimpahan karbon organik dapat menyebabkan
berkurangnya kekayaan spesies, kelimpahan, dan biomassa karena penipisan
oksigen dan penumpukan produk sampingan beracun dari amonia dan sulfida
sehingga berperan dalam pengaruh proses fotosintesis. Karbon, yang merupakan
penyusun utama bahan organik, jumlahnya melimpah pada semua makhluk hidup
dan sumber energi bagi semua organisme (Permanawati dan Hernawan, 2018).
Senyawa organik umumnya berasal senyawa karbon yang terbentuk secara
alamiah. Karbon organik (organic carbon/OC) terdiri dari dua tipe, yaitu material
OC dari daratan yang terbawa oleh limpasan hujan atau sungai, dan material OC
dari lautan berupa hasil produksi organisme laut (biogenous) seperti karbonat
biogenik berasal dari foram atau moluska. Contoh senyawa karbon organik yaitu
alkanon, alkanal, propanon, etanol, urea dan lain-lainnya (Permanawati et al.
2019).
Karbon organik memiliki manfaat sebagai parameter kesuburan tanah,
karbon organic terdapat dalam bahan organic (BO), BO butuh tanah untuk
berlindung secara fisik dari proses oksidasi, sedangkan tanah butuh BO untuk
kesuburan fisik, kimia dan biologi. Bahan organik adalah kumpulan beragam
senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses
dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa
anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan
ototrofik yang terlibat dan berada di dalamnya. Bahan organik tersusun oleh
unsur-unsur C, H, O, dan dalam beberapa hal mengandung N, S, P dan Fe.
(Hutasoit et al, 2017).
Salah satu material pembentuk bahan organik yang penting adalah unsur
karbon. Kandungan karbon organik yang terdapat di dalam sedimen menunjukkan
kandungan bahan organik. Kandungan bahan organik tersebut dapat digunakan
untuk mengindinkasikan kuantitas nutrient di dalam sedimen. Berdasarkan
pernyataan tersebut nilai dari karbon organik dapat digunakan sebagai indikator
kesuburan lingkungan laut. Pada awalnya Karbon organik perairan yang bebas
disimpan dalam bentuk lepasan, lama kelamaan akan jatuh ke dasar kemudian
diadsorpsi oleh sedimen. Kadar karbon yang terserap ke dalam sedimen
dipengaruhi oleh ukuran partikel serta jumlah dari adsorben, diamana semakin
luas permukaan adsorben akan semakin tinggi zat yang teradsorpsi (Siregar et al.
2021).
Hutan mangrove adalah hutan yang paling dominan penyimpan karbon
dari hutan lainnya, dengan sebagian besar dialokasikan secara proporsional lebih
banyak karbon di bawah tanah. Pengambilan sampel untuk mengetahui cadangan
karbon pada ekosistem mangrove difokuskan pada bahan organik tanah atau
sedimen pada ekosistem mangrove yang dilakukan dengan metode langsung titik
lokasi pengambilan sampel (Verisandria et al. 2018).
Simpanan karbon tanah (below ground C-stock) adalah jumlah atau berat
karbon yang tersimpan di dalam tanah pada suatu luasan tertentu. Tinggi
rendahnya simpanan karbon tanah ditentukan dari tiga variabel yang saling terkait
yaitu konsentrasi karbon organik, berat jenis tanah, dan kedalaman tanah.
Cadangan karbon secara transparan, konsisten, dapat dibuktikan secara lengkap
dan akurat di atas atau bawah permukaan tanah dengan berbagai metode (Fauziah
et al. 2021).
Karbon organik merupakan salah satu komponen penting sebagai
penyusun kimiawi sedimen. Meskipun komponen organik dapat terdekomposisi
dan dikembalikan sebagian ke komponen anorganik, sebagiannya lagi masih
terpreservasi dan menjadi komponen penting sebagai bagian dari penyusunan
partikel sedimen di perairan. Kberadaan karbon organik ini juga dipengaruhi oleh
proses sedimentasi karena bahan organik yang ada pada kolom periaran juga kan
mengendap dalam sedimen. Namun pada kondisi toksik, jumlah senyawa organik
yang terendap di sedimen dapat berkurang akibat terjadinya peristiwa oksidasi.
Sedimen yang terkontaminasi akan berdampak pada spesies akuatik, rantai
makanan dan akhirnya pada kesehatan manusia (Yolanda et al. 2019).
2.3 Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan tersupensi yang terdiri dari
lumpur dan jasad renik yang berasal dari kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke
dalam air. Sifat fisis suspensi, seperti titik beku atau tekanan uap suspensi padatan
dalam cairan, kurang dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi. Jadi, air
berlumpur membeku pada 0℃ seperti halnya air murni. Partikel tersuspensi
terlalu besar, dan jumlahnya terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah molekul air
dalam campuran sehingga pengaruhnya tidak terukur. Partikel yang menurunkan
intensitas cahaya yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton,
zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan sisa hewan yang sudah mati,
kotoran manusia dan limbah industry (Fatimah et al. 2019).
Padatan tersuspensi total (Total suspended Solid atau TSS) adalah bahan-
bahan tersuspensi (diameter > 1 μm). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang
terbawa ke badan air. Zat padat tersuspensi merupakan bahan pembentuk endapan
yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di
suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih
dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi,
sehingga fotosintesa tidak berlangsung sempurna (Lestari dan Samsunar, 2021).
Salah satu parameter kualitas perairan yang diduga berubah adalah Total
Suspended Solid (TSS). Total Suspended Solid (TSS) merupakan zat padat (pasir,
lumpur, dan tanah liat) atau partikel tersuspensi dalam air dan dapat berupa
komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun
komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel anorganik (Ainy et al. 2021).
Aktivitas pertanian, dan banyaknya lahan hutan yang ditebang untuk
pembangunan wilayah terbangun juga menyebabkan tingginya pencemar, erosi
dan sedimen terbawa arus sampai ke estuari. Terbawanya sedimen sampai ke
estuari menyebabkan adanya TSS di perairan tersebut. Nilai TSS yang tinggi akan
menunjukkan tingkat pencemaran yang tinggi. Hal tersebut dapat mempengaruhi
kondisi fisik perairan dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dari
biota air pada suatu perairan (Fathiyah et al. 2017).
Nilai TSS air dapat diketahui menggunakan metode gravimetri. Metode
gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi
pengendapan. Langkah pengukuran pada gravimetri adalah pengukuran berat.
Analit secara fisik dipisahkan dari semua komponen lainnya maupun dengan
solvennya. Persyaratan yang harus dipenuhi agar gravimetri dapat berhasil ialah
terdiri dari proses pemisahan yang harus cukup sempurna sehingga kualitas analit
yang tidak mengendap secara analit tidak ditentukan dan zat yang ditimbang harus
mempunyai susunan tertentu dan harus murni atau mendekati murni. Baku mutu
air berdasarkan peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001, batas ambang dari TSS
dalam air yaitu 50 mg/L yang diukur dengan metode gravimetric (Fatimah et al.
2019).
Secara spasial dan temporal keberadaan dan kondisi TSS di estuari dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus laut, pasang surut, debit sungai dan
tutupan lahan. TSS merupakan materi padat seperti pasir, lumpur, tanah maupun
logam berat yang tersuspensi didaerah perairan akibat dari pengikisan tanah atau
erosi tanah yang terbawa ke badan air. Kondisi fisik suatu perairan tersebut dapat
diamati dan dipantau dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, karena
kapasitasnya menyediakan informasi spasial dan temporal (Fathiyah et al. 2017).
Kondisi hidrooseanografi (arus, gelombang dan pasang surut)
merupakan aspek yang berpengaruh secara langsung terhadap sebaran TSS,
dimana sirkulasi arus dan gelombang mampu mentransport massa dan
menggerakan TSS pada suatu tempat ke tempat lainnya pada ruang lingkup yang
lebih luas. sementara pasang surut berperan dalam sebaran TSS. Proses sedimen
tersuspensi dipengaruhi oleh proses yang terjadi di lautan seperti pasang surut dan
arus. Tingginya konsentrasi total padatan tersuspensi mengakibatkan
berkurangnya oksigen dalam perairan akibat penurunan aktivitas fotosintesa dari
tumbuhan laut (Ainy et al. 2021).
Limbah tekstil merupakan salah satu limbah cair yang sangat sering
dijumpai dan berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan oleh
tingginya pencemaran air dan derajat kekotoran air menunjukkan adanya zat padat
TSS. Perubahan fisik meliputi penambahan padatan zat organik atau anorganik ke
dalam air untuk meningkatkan kekeruhan, sehingga membatasi penetrasi sinar
matahari ke dalam air. Penurunan penetrasi sinar matahari akan mempengaruhi
proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air (Lestari dan Samsunar, 2021).
2.4 Transpor Sedimen Pengaruh Gelombang
Gelombang laut adalah pergerakan naik turunnya air dengan arah tegak
lurus permukaan air laut yang membentuk kurva sinusoidal. Pada umumnya
gelombang laut disebabkan oleh tiupan angin baik secara langsung atau pun tidak
langsung. Pembentukan gelombang umumnya terjadi di daerah perairan lepas,
saat gelombang terbentuk gelombang tersebut akan bergerak dalam jarak yang
panjang melintasi laut, dengan hanya kehilangan sedikit energinya. Gelombang
merupakan salah satu parameter laut yang domain terhadap laju mundurnya garis
pantai. Gelombang laut berbentuk gelombang transversal dengan membentuk
lembah dan puncak, sama seperti keadaan aslinya di laut (Wakkary et al. 2017).
Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin diatas permukaan
laut dan sebagian lagi oleh tekanan tanggensial pada partikel air. Angin yang
bertiup dipermukaan laut mula-mula menimbulkan riak gelombang (ripples). Jika
kemudian angin berhenti bertiup maka riak gelombang akan hilang dan
permukaan laut merata kembali. Tetapi jika angin bertiup lama maka riak
gelombang akan hilang dan prmukaan gelombang merata kembali. Tetapi angin
ini bertiup lama maka riak gelombang membesar terus sama walaupun pada
akhirnya sampai pada kondisi dimana anginya berhenti bertiup (Kodoatie dan
Syarif, 2010).
Ketika menuju perairan dangkal, gelombang akan mengalami penurunan
kecepatan, dan perubahan bentuk. Penurunan kecepatan dan perubahan bentuk
tersebut diakibatkan karena pengaruh perubahan dari kedalaman laut. Perubahan
bentuk gelombang yang menjalar menuju perairan dangkal dapat diakibatkan oleh
refraksi (pembelokan gelombang sehingga sejajar dengan kontur dasar laut),
difraksi (pembelokan gelombang ke daerah terlindung dari rintangan dengan
mentransfer energi secara tegak lurus), refleksi dan juga gelombang pecah
Gelombang akan pecah karena tidak stabil akibat kecepatannya lebih rendah
dibandingkan dengan kecepatan partikel air (Bayhaqi, 2018).
Transpor sedimen merupakan gerakan sedimen dari satu daerah yang
disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya menuju daerah lain.
Selain gelombang dan arus, laju transpor sedimen juga dapat disebabkan oleh
aktivitas manusia yang berada di daratan. Aktivitas penambangan di sekitar pantai
mempengaruhi sebaran butiran sedimen karena aktivitas ini mensuplai Poorly
Sorted Sediment. Transpor sedimen yang ada di pelabuhan juga dapat disebabkan
karena beberapa faktor seperti arus, pasang surut, gelombang, dan aktivitas
aktivitas pelabuhan seperti kapal (Hutari et al. 2018).
Transpor sedimen merupakan faktor utama yang memicu beberapa
fenomena dinamika pantai. Terjadinya proses transport sedimen sendiri
dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta oseanografi yang sangat fluktuatif.
Analisis mengenai transport sedimen sangat penting, karena dapat memberkan
informasi mengenai besarnya suatu proses atau laju tingkat respon, lokasi sedimen
dan waktu pengendapan atau untuk mengeksplorasi pengaruhberkontribusi
terhadap perubahan morfologi daerah pesisir. Pendekatan transport sedimen yang
dikombinasikan dengan pemahaman geomorfologi pesisir dan distribusi sedimen
menggunakan kerangka geologi dapat memahami perpindahan sedimen dan garis
pantai pada skala waktu saat ini dan masa depan (Wisha dan Gemilang, 2019).
Arus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengangkutan
sedimen di daerah pantai. Sedimen tersebut akan terperangkap di suatu tempat
jika kondisi arus dan oseanografi lainnya tidak dominan dibandingkan gaya
gravitasi. Salah satu fenomena yang diakibatkan oleh pengendapan sedimen yakni
tanah timbul. Tanah timbul merupakan sebuah daratan yang muncul akibat adanya
endapan sedimen yang terbawa oleh arus yang selanjutnya mengalami perubahan
ketinggian permukaan (Dwinanto et al. 2017).
Transpor sedimen oleh aliran air adalah transpor seluruh butir padat (solid)
yang melewati tampang lintang suatu aliran air. Salah satu cara transport sedimen
yaitu dengan transport material dasar. TS material dasar dibagi menjadi dua yaitu
Transpor sedimen dasar (bed load), adalah gerak butir sedimen yang selalu berada
di dekat dasar saluran atau sungai. Butir sedimen bergerak dengan cara bergeser
atau meluncur, mengguling, atau dengan lompatan pendek. Transpor dengan cara
ini umumnya terjadi pada butir sedimen yang berukuran relatif besar. Transpor
sedimen suspensi (suspended solid), adalah gerak butir sedimen yang sesekali
bersinggungan dengan dasar sungai atau saluran. Butir sedimen bergerak dengan
lompatan yang jauh dan tetap didalam aliran. Transpor dengan cara ini umumnya
terjadi pada butir sedimen yang berukuran relatif kecil (Kalay et al. 2018).
III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Sedimentologi Kelautan dilaksanakan secara virtual melalui
aplikasi Zoom mulai dari hari Kamis, Tanggal 16 September 2021 – 9 Desember
2021 Pukul 13.30 WIB sampai dengan selesai. Bertempatan Jln.lintas sumatra
Bengkulu-Padang,DUSUN I AIR DIKIT,MUKOMUKO,BENGKULU.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut
3.2.1 Ukuran Butir dan Kadar Air Sementara
No Alat dan Bahan Fungsi
1 Gelas Ukur 1000 ml Wadah dan pengukur sampel dan air
2 Oven Mengeringkan sampel sedimen
3 Shieve shaker Saringan yang memiliki mesh size mulai dari
yang terkecil hingga terbesar, untuk memisahkan
padatan dan cairan
4 Timbangan analitik Menimbang bahan atau mengukur massa sampel
Sedimen
5 Batang pengaduk Mengambil, mengaduk dan juga dapat
menghomogenkan bahan
6 Spatula Mengambil dan menghomogenkan sampel
7 Pipet volume Mengambil cairan atau larutan pada volume
tertentu dengan ketelitian tinggi
8 Pipet tetes Mengambil larutan dalam jumlah sedikit
9 Gelas kimia Wadah untuk mereaksikan dan menghomogenkan
Larutan
10 Kertas saring 0.45 µm Menyaring sampel sedimen yang akan dianalisis
11 Tissue Membersihkan alat dan bahan
12 Sedimen Bahan yang digunakan
13 Aluminium foil Wadah sampel sedimen
14 Alu dan Mortar Menghancurkan dan menghaluskan bahan
15 Sarung tangan lateks Melindungi tangan saat melakukan
pengayakan dan pemipetan
16 Stopwatch Alat ukur waktu
17 Air Pelarut

3.2.2 Karbon Organik


No Alat dan Bahan Fungsi
1 Neraca analitik Menimbang sampel dan bahan
2 Spektrofotometer Mengukur absorbansi dengan
melewatkan cahaya
3 Labu ukur 100 ml Mengencerkan larutan
4 500 gram tanah ukuran <0,5 mm Bahan yang digunakan
5 Kalium dikromat 9,81 g Bahan yang digunakan
6 Asam sulfat pekat 7,5 ml Bahan yang digunakan
7 Air bebas ion (600 ml) Bahan yang digunakan
8 Larutan jernih atau air suling Bahan yang digunakan
9 12,510 g glukosa p.a Bahan yang digunakan
10 Larutan standar 5000 ppm C Bahan yang digunakan

3.2.3 Total Suspended Solid


No Alat dan Bahan Fungsi
1 Desikator Menghilangkan air
2 Timbangan analitik Menimbang massa
3 Oven Memanaskan sampel
4 Kertas saring Menyaring sampel
5 Gelas beaker Wadah sampel
6 Vacuum pump Mengeluarkan molekul gas
7 Modul Panduan praktikum
8 Sampel air Sampel yang digunakan

3.2.4 Transport Sedimen Pengaruh Gelombang


No Alat dan Bahan Fungsi
1 Laptop Media pengolah data
2 Mouse Menggerakkan kursor
3 Microsoft excel Perangkat lunak pengolah data
4 Ocean Data View Perangkat lunak pengolah data
5 ArcGIS Perangkat lunak pengolah data
6 Data angin Data yang akan diolah

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Kadar Air dan Ukuran Butir Sedimen
Adapun cara kerja pada praktikum Kadar Air dan Ukuran Butir Sedimen
sebagai berikut:
Siapkan Ekmangrab dan plastik, Ambil sampel sedimen secukupnya
menggunakan Ekmangrab di titik stasiun yang telah ditentukan – Masukkan
sampel sedimen kedalam plastik yang sudah disiapkan.
Simpan sampel kedalam lemari pendingin (jika dilaksanakan praktikum langsung
setelah pengambilan sampel, sampel praktikum tidak perlu disimpan di lemari
pendingin)

Keluarkan sampel dari lemari pendingin – Siapkan Oven dan alumunium foil
secukupnya – Lalu, hidupkan oven dan setting suhu oven – Masukkan sampel
tadi kedalam oven – Tunggu hingga sampel cair – Lalu kelurkan dari oven.

Siapkan neraca analitik, alumunium foil, Spatula/Sendok – Hidupkan neraca –


Kalibrasi – Taruh alumunium foil diatas neraca, dan zerokan – Timbang sampel
sebanyak 400 gr – Lalu, masukan sampel kedalam oven – Setting ke suhu 105oC,
oven sampel selama 24 jam

Keluarkan sampel dari dalam oven – Timbang sampel yang sudah kering
sebanyak 100 gr – Tumbuk sampel sedimen hingga halus menggunakan mortar –
Masukkan sampel yang sudah halus kedalam gelas beaker.

Siapkan ayakan, botol spray, gelas ukur 1000 ml, sampel sedimen dan air 1 L –
Lalu, ayak sampel yang sudah ditumbuk sampai denagan ukuran ayakan 38µm
dan sesekali diseprotkan dengan air agar mempermudah turunnya material
sedimen.

Siapkan aluminuim foil yang sudah dibentuk – Kelompokkan sedimen


berdasarkan ukurannya masing-masing – Letakkan dalam alumunium foil dan beri
label nama (catat hasilnya).

Material sedimen yang berukuran > 38 µm dilarutkan menggunakan air –


Masukkan kedalam gelas ukur 1000 ml – Tutup gelas ukur menggunakan
alumunium foil – Diamkan sampel selama 24 jam.

Timbang material sedimen satu persatu dari uk 1mm – 38 µm, Hitung berat awal
sampel (wadah + materian sedimen) dan Kurangin dengan berat akhir sampel
(pure material sedimen) dan catat hasilnya.

Siapkan 10 Erlenmeyer dan 10 kertas saring yang telah dibentuk (timbang setiap
kertas sarinynya) - Lakukan pemipetan menggunakan pipet volume dan
penyaringan menggunakan kertas saring pada larutan sampel selama ± 4,45 jam
(atur waktu mengunakan stofwatch) tanpa jeda sesuai dengan ketentuan yang
sudah ada.

Diamkan sampai kertas saring kering – Timbang kembali berat awal sampel dan
kurangi berat akhir sampel sdan catat hasilnya.
Olah data hasil menggunakan microsoft excel dan lakukan analisa butiran material
dasar.

3.3.2 Karbon Organik


Adapun cara kerja pada praktikum Karbon Organik yaitu sebagai berikut:
Saipkan alat dan bahan – Larutkan 98,1 gr kalium dikromat dengan 600
ml aquades dalam labu ukur – Tambahkan 100 ml asam sulfat pekat – Panaskan
hingga larut sempurna, dan dinginkan – Encerkan kedalam labu ukur 1 L dengan
aquades sampai tanda garis. Dan buat larutan standart 5.000 ppm

Timbang 0,500 gr sampel tanah – Masukkan ke dalam labu ukur – Tambahkan 5


ml kalium dikromat –Homogenkan.

Tambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat (lakukan didalam lemari asam) – Homogenkan


selama 30 menit – Lalu, encerkan dengan aquades biarkan dingin dan diimpitkan.

Kesesokan harinya ukur absorbansi larutan jernih dengan spetofotometer dengan


panjang gelombang 561 nm

Buat larutan stanart 0 dan 250 ppm sebagai pembanding, Dan catat hasil dari
semua prosesnya

3.3.3 Total Suspensed Solid (TSS)


Adapun cara kerja pada pada praktimu TSS yaitu sebagai berikut:
a. Gelas Beaker
Gelas beaker 100 ml sebagai wadah sampel dicuci hingga bersih menggunakan air
jernih

Bilas dan dikeringkan

b. Kertas Saring
Keringkan pada oven selama 24 jam pada kisaran suhu 60 oC

Dinginkan dan ditimbang

Hasil timbangan dicatat sebagai berat kering filter (Wo) yang dilakukan tiga kali
pengulangan
c. Prosedur Analisis
Adapun cara kerja prosedur analisis yang dilakukan pada praktikum kali
ini, yaitu:
Saring sampel air menggunakan kertas saring GF/C dan vacum pump

Bagian yang tersaring dikeringkan dengan suhu 103-105 oC selama 1 jam

Kertas saring dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang berulang sampai


dapat berat yang konstan dan diperoleh berat kering sampel dan filter (Wt)

Untuk perhitungan TSS akan menggunakan rumus APHA (1997)

Didapatkan nilai TSS (Total Suspended Solid)

3.3.4 Transpor Sedimen Pengaruh Gelombang


a. Unduh Data Angin
Adapun cara kerja mengunduk data angin pada praktikum Transpor
Sedimen Pengaruh Gelombang yaitu:
Buka ecmwf.int dan login menggunakan akun

Buka menu fore cast, dataset, reanalysis dataset, erainterim, dan download era
interim data

Pilih bulan dan tahun, time select all, step pilih 0 dan 3, parameter pilih U10 meter
danV10 meter

Klik retrieve netcdf

Masukkan area custom sesuai daerah kajian

Pilih grid dan klik retrieve now

Selesai proses maka data terunduh


b. Ekstraksi Data Angin dengan Ocean Data View
Adapun cara kerja ekstraksi data angin dengan Ocean Data View yang
digunakan pada praktikum kali ini, yaitu :
Buka ODV kemudian open data angin yang telah diunduh

Masukkan semua parameter kemudian next - Pindahkan variable U10 dan


V10 ke meta variable kemudian next

Pilih use dummy variable kemudian next - Pilih daerah kajian kemudian
finish - Tekan enter untuk melihat preview data - Export ke ODV spread sheet

c. Sortir Data Menggunakan Microsoft Excel


Adapun cara kerja sortir data menggunakan Microsoft excel yang digunakan pada
praktikum kali ini, yaitu :

Masukkan nilai longitude, latitude, U10, V10 dan fetch

Cari data tambahan lainnya seperti Hmo (M), T(s), Q bulanan, Q tahunan, Q 6
tahun dan lainnya

Buat tabel transport sedimen ratarata

Buat grafik rata-rata

3.4 Analisa Data


Adapun analisa data pada praktikum ini adalah sebagai berikut
3.4.1 Pengolahan sampel
1. Masukan sampel ke dalam wadah alumunium sebanyak 400 gram ke dalam
oven pada suhu 105℃ selama 24 jam
2. Keluarkan sampel dari oven lalu timbang hingga 100 gram

3. Haluskan sampel dengan mortal

4. Buat wadah alumunium sesuai dengan mesh yang digunakan lalu timbang
5. Masukan sampel yang sudah dihaluskan ke dalam Sieve shaker lalu lakukan
pengayakan hingga mesh terakhir

6. Masukan sisa pengayakan ke dalam wadah alumunium yang telah dibuat


sebelumnya

7. Masukan sisa sampel pada mesh terakhir ke dalam gelas ukur yang berisikan 1
liter air
8. Lakukan pemipetan, lalu masukan ke dalam erlemeyer sesuai waktu yang
ditentukan kemudian timbang kertas saring

3.4.2 Pengolahan Microsoft Excel


1. Ubah ukuran mesh menjadi milimeter, lalu masukan berat wadah alumunium

2. Masukan berat alumunium yang sudah dimasukan sampel


3. Gunakan rumus 2 pangkat minus phi untuk mendappatkan nilai diameter

4. Kurangi berat wadah alumunium bersampel dengan berat wadah alumunium

5. Jumlahkan semua berat sedimen sesuai dengan jenisnya


6. Hitung persentasi fraksi setiap jenis

7. Hitung persentasi phi

8. Hitung persentasi komulatif


9. Hitung jumlah totoal dari semua jumlah fraksi, persentasi fraksi dan persentasi
phi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Butiran Sedimen
4.1.1 Hasil Microsoft Excel

Data sampel yang digunakan dalam pengolahan ukuran butir sedimen


diolah Microsoft Excel dengan tujuan agar mempermudah dan meminimalisir
adanya kesalahan dalam proses perhitungan. Data sampel ini didapatkan dari
pengolahan sampel di laboratorium. Dalam proses pengolahannya, metode yang
digunakan untuk mendapatkan nilai dari sampel melalui proses pengayakan atau
dry sieving dan di lanjut dengan pemipetan atau wet sieving. Proses pengayakan
dilakukan dengan menggunakan sieve shaker, merupakan saringan- saringan yang
disusun dari atas kebawah dengan susunan semakin kebawah saringan semakin
rapat.
Gabungan dari masing-masing stasiun yang di gunakan dan ditetapkan
menghasilkan jenis fraksi sedimen yang berbeda-beda melalui tahap pengolahan
yang cukup panjang. Diperlukan nilai-nilai seperti berat total, diameter (mm),
berat awal cawan (Bc), berat kering (Bk) dan berat cawan dan kering (Bc + Bk)
serta nilai phinya agar dapat di kalkulasikan untuk dapat menentukan nilai dari
jumlah fraksi serta % fraksi, % phi, dan % kumulatif. Ukuran butir sedimen
memangakai satuan skala phi (ø) dapat digunakan menghitung parameter statistika
ukuran butir tersebut seperti, diameter rata-rata (Mz: ø) yang merupakan ukuran
partikel sedimen yang berguna untuk menggambarkan, perbedaan jenis, ketahanan
partikel terhadap weathering, erosi dan abrasi, dan proses transportasi dan
pengendapan.
Parameter fisik sedimen merupakan poin penting dalam kegiatan
rekonstruksi lingkungan yang terbentuk di masa kini maupun masa lalu.
Parameter yang dikaji adalah struktur dan tekstur sedimen. Analisis struktur
sedimen yang meliputi kajian pada ciri fisik pelapisan sedimen dan material
permukaan yang dihasilkan waktu proses pengendapan berjalan. Struktur sedimen
dapat memberikan informasi media transport sedimen dan kondisi energi yang
membentuk sedimen.
Sortasi (sorting) dibagi menjadi dua kelompok yaitu well sorted sediment
(terpilih baik) adalah suatu lingkungan pengendapan sedimen disusun oleh besar
butiran relatif sama, mengindikasikan tingkat kestabilan arus dan gelombang
stabil, poorly sorted (terpilih buruk) ialah kekuatan arus dan gelombang pada
lingkungan tersebut tidak stabil. Kemiringan (skewness) memberikan informasi
terhadap simetrisnya suatu kurfa frekuensi.
Kurva frekuensi dibuat dengan cara memplotkan proporsi berbagai ukuran
partikel (%) dengan batas kelas yg dinyatakan dengan unit skala phi. Nilai
Skewness positif menggambarkan kecendrungan kurva sebelah kanan dan
kelebihan partikel-partikel halus, nilai Skewness negatif menggambarkan
kecendrungan kurva sebelah kiri dan kelebihan partikel-partikel kasar. Kurtosis
membentuk kurva (grafik) distribusi normal, tinggi rendahnya atau runcing
datarnya bentuk kurva dapat ditentukan dengan perhitungan.
Pada dasarnya salah satu fungsi dari analisis ukuran butir sedimen yaitu
untuk dapat mengetahui daerah atau lingkungan deposisi atau pengendapan suatu
sedimen. Ukuran dari butir sedimen itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi fisik
sedimen, proses transportasi dan endapan material yang akan bekerja. Analisis
ukuran butir akan memberikan petunjuk penting asalnya sedimen, sejarah
transportasi dan kondisi pengendapan. Distribusi ukuran partikel pada sedimen
dipengaruhi perbedaan ukuran materi induk dan kemampuan aliran pembawa.
Berdasarkan rentang diameter sample yang di gunakan di awal pengolahan
data pada Microsoft Excel sebesar 0.0026 mm – 1 mm. Jika mengacu pada
pengklasifikasian ukuran butir sedimen menurut American Geophysical Unionu
(AGU), dapat disimpulkan bahwasannya sampel yang digunakan ini memiliki
variasi jenis sedimen dari lempung kasar (Coarse Clay, 1/256 mm – 1/512 mm)
naik keatas (semakin memadat dan kasar) hingga menjadi pasir kasar (Coarse
Sand, 1 mm – ½ mm) sesuai dengan data diameter yang di input pada Microsoft
Excel.
4.1.2 Segitiga Shepard

Perhitungan didasarkan pada proporsi kandungan ukuran partikel kerikil,


pasir, dan lempung. Sedimen permukaan digolongkan menurut Diagram
Sheppard. Sistem klasifikasi ini berdasarkan Median diameter (Md). Diagram
Sheppard adalah satu contoh diagram rangkap tiga (suatu alat untuk grafik tiga
satuan) sistem komponen berjumlah 100%. Dalam hal ini, komponen-komponen
itu adalah persentase dari kerikil, pasi, lempung yang mengisi sedimen. Tiap
sampel sedimen diplotkan sebagai suatu titik di dalam atau sepanjang sisi-sisi dari
diagram.
Pada dasarnya segitiga shepherd ini digunakan untuk dapat menentukan
jenis fraksi dari seluruh hasil sedimen yang sudah dihitung di tabel sebelumnya.
Setelah dilakukannya kalkulasi pada tabel didapatkan persenan fraksi yang
digunakan dalam penentuan jenis fraksi yang dominan di suatu stasiun atau
berdasarkan daerah sampel yang diambil. Kalkuklasi dari seluruh % fraksi yang di
dapatkan harus mencapai 100 % agar menandakan bahwa perhitungan yang
dilakukan terhadap persebaran sedimen berdasarkan ukuran butirnya sesuai.
Berdasarkan hasil kalkulasi di tabel didapatkan jenis fraksi pasir dengan
jumlah % fraksi sebesar 33.8842 %, kerikil dengan jumlah % fraksi sebesar
2.949%, dan lempung dengan jumlah % fraksi sebesar 14.76 %. Jika
dikalkulasikan ketiga butir hanya mendapatkan persentase sebesar 51.5932 %,
sementara untuk dapat menentukan dominansi persebaran jenis sedimen harus
mencapai 100%.
Kurangnya nilai presentase % fraksi ini menyebabkan titik pertemuan dari
masing-masing jenis sedimen berbeda dan tidak dapat di pertemukan atau
mengalami perpotongan pada segitiga shephard. Berdasarkan hasik yang didapat
ini, kemungkinan terjadinya kesalahan pengambilan data nilai sampel pada saat
proses dry sieving dan wet sieving. Jika disimpulkan untuk mengetahui jenis
sedimen secara spesfik dari segitiga shephard tidak dapat ditentukan karena tidak
adanya titik perpotongan dari ketiga fraksi sedimen. Untuk sedeimen yang
mendominansi pada sampel yaitu pasir dengan nilai fraksi 33.8842%.
Parameter tekstur sedimen termasuk pada analisis granulometri pada
material sedimen yaitu ukuran butir. Ukuran butir dari material sedimen dapat
digunakan untuk pengukuran sedimen saat energi medium pengendapan dan
energi pengendapan pada sebuah cekungan. Material sedimen kasar umumnya
ditemukan di lingkungan dengan energi pengendapan yang lebih tinggi,
sedangkan untuk sedimen halus pada energi pengendapan yang lebih kecil.
Karakteristik dari endapan sedimen tersebut secara fisik akan dipengaruhi
oleh mekanisme dan intensitas pengendapan serta kondisi lingkungan
pengendapan. Keragaman proses geomorfologi yang berasal dari darat dan laut
tentunya dapat menghasilkan ciri lingkungan pengendapan yang beragam.
Analisis struktur sedimen yang meliputi kajian pada ciri fisik pelapisan sedimen
dan material permukaan yang dihasilkan waktu proses pengendapan berjalan.
Analisis ukuran butir sedimen menggunakan parameter nilai sortasi (pemilahan),
skewness (kemencengan), kurtosis (kebundaran) dan mean (rata-rata) untuk
menggambarkan distribusi besar butir material sedimen. Analisis ukuran butir
melalui parameter ukuran sedimen dapat digunakan untuk klasifikasi lingkungan
pengendapan.
Ukuran partikel sedimen merupakan salah satu faktor terpenting dalam
klasifikasi batuan sedimen. Skala Wentworth adalah sebuah skala yang dalam
geologi digunakan untuk mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran
partikelnya. Berdasarkan Skala Wentworth sedimen dapat dikelompokkan
berdasarkan ukuran butirnya, yakni lempung, lanau, pasir, kerikil, koral (pebble),
cobble, dan batu (boulder).
Skala Wentworth menunjukkan ukuran standar kelas sedimen dari fraksi
berukuran mikron sampai beberapa mm dengan spektrum yang bersifat kontinu.
Sedimen dengan ukuran yang lebih halus lebih mudah berpindah dan cenderung
lebih cepat daripada ukuran kasar. Fraksi halus terangkut dalam bentuk suspensi
sedangkan fraksi kasar terangkut pada atau dekat dasar laut, dan partikel yang
lebih besar akan tenggelam lebih cepat daripada yang berukuran kecil.
4.1.3 Deposisi Sedimen
Deposisi atau pengendapan adalah proses geologi di mana sedimen yang
dihasilkan oleh proses pelapukan, ataupun tanah dan batuan ditambahkan ke suatu
lahan yang dataran lebih rendah yang di tansportasikan oleh angin, es, air, dan
gravitasi. Deposisi terjadi ketika kekuatan yang bertanggung jawab untuk
transportasi sedimen tidak lagi cukup untuk mengatasi gaya gravitasi dan gesekan,
menciptakan ketahanan terhadap gerak.
Deposisi juga bisa mengacu pada penumpukan sedimen dari bahan
turunan organik atau proses kimia. Sebagai contoh, kapur dibuat sebagian dari
kerangka kalsium karbonat mikroskopik plankton laut, pengendapan yang telah
menginduksi proses kimia (diagenesis) untuk mendepositkan kalsium karbonat
lebih lanjut. Demikian pula, pembentukan batubara dimulai dengan pengendapan
bahan organik, terutama dari tanaman, dalam kondisi anaerobic.
Biasanya, deposisi ini terjadi karena pengurangan skala besar di kecepatan
yang mengalir dari cepat ke arah menengah. Untuk angin, pengurangan kecepatan
dapat berhubungan dengan variasi dalam pemanasan spasial dan pendinginan
yang menciptakan tekanan gradien dan angin. Dalam air, kecepatan rendah dapat
disebabkan oleh penurunan debit atau perubahan di kelas sungai. Arus glasial es
dapat menjadi lebih lambat jika input curah hujan berkurang atau ketika es
mencair. 
Deposisi juga dapat disebabkan oleh curah hujan partikel dan flokulasi.
Kedua proses ini hanya aktif dalam air. Curah hujan adalah proses di mana ion
terlarut menjadi padat karena perubahan suhu atau kimia dari air.  Flokulasi
adalah proses kimia dimana garam menyebabkan agregasi partikel tanah liat
menjadi massa yang lebih besar yang terlalu berat untuk tetap dilarutkan.
Proses pengendapan sedimentasi terdiri dari beberapa kelompok seperti
Sedimentasi Akuatis yang disebabkan material yang terbawa oleh air, aeolis yang
disebabkan material yang terbawa oleh hembusan angina, marine yang disebabkan
material yang terbawa oleh arus atau gelombang laut, glasial dimana pengendapan
oleh gletser kemudian membentuk lembah. Berdasarkan lokasinya, terdapat
sedimen teristris yang terjadi di daratan, fluvial yang terjadi di dasar sungai dan
menyebabkan pendangkalan, limnis yang terjadi di daerah rawa-rawa, marine
yang terjadi di laut dan lakustris yang terjadi di dasar danau.
4.1.4 Litifikasi
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang
kemudian mengalami pembatuan. Batuan pada dasarnya mengalami sebuah
siklus, dimana dapat terjadinya proses pembentukan sebuah batuan baru dan
penghancuran terhadap batuan itu sendiri. Sebuah proses terjadinya transformasi
sedimen dari yang renggang dan lunak, menjadi sedimen yang padat dan keras
disebut litifikasi.
Proses litifikasi ini dapat berlangsung sangat lama butuh waktu tahunan
dan ada juga yang berlangsung sangat cepat hanya memakan waktu harian, seperti
pada evaporit bataun kapur, fosfor dan batuan vulkanik yang dapat terjadi hanya
dalam waktu mingguan bahkan harian dalam pembentukannya. Pada dasarnya
litifikasi berperan dalam mengurangi raung pori-pori dalam sedimen, proses
terjadinya litifikasi dalam sedimen dapat melalui compaction atau kompaksi.
Compaction atau kompaksi merupakan proses pembentukan batuan padat
dari sedimen lepas atau sedimen diatasnya. Akibat adanya akumulasi tekanan dari
sedimen diatasnya, menyebabkan terjadinya kerapatan butir sedimen dibawahnya,
sehingga membuat mengecilnya volume antar ruang pori-pori pada sedimen.
Alhasil membuat kandungan kadar air yang terkandung di celah antar pori-pori
sedimen terhimpit keluar dan membuat sedimen memadat atau menjadi solid.
Litifikasi dapat terjadi melalui proses lain yaitu cementation atau
sementasi. Cementation atau sementasi merupakan lanjutan proses dari kompaksi
setelah kadar air yang terhimpit keluar dari pori-pori sedimen. Air yang berada
pada pori-pori sedimen mengandung dissolve material yang nantinya material ini
akan tertinggal atau tidak terhimpit keluar mengikuti airnya. Dissolve material ini
akan mennyemen atau merapatkan butiran-butiran sedimen yang telah terdapatkan
tadi. Material ini dapat berupa karbonat, silica, oksida, atau mineral lempung
lainnya. Proses penyemenan dan pemadatan terjadi secara bersamaan. Proses
tersebut menyebabkan kadar air yang terdapat di sedimen akan berkurang, dimana
pada proses tersebut volume dari sedimen akan berkurang sebaliknya densitas dari
sedimen tersbut akan bertambah.
Terbentuknya semen ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara air,
butiran sedimen dan ion yang berasal dari mineral. Semen yang terbentuk akan
mengisi tempat kosong diantara butiran sedimen. Jenis semen yang terbnetuk
dipengaruhi oleh pH, suhu serja jenis mineral yang terdapat pada sedimen.
Terbentuknya semen sendiri biasanya terjadi pada butiran sedimen yang sama.
Ada lagi proses litifikasi yang lain yaitu rekristalisasi. Rekristalisasi
merupakan pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang
berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atau sebelumnya.
Mineral yang kurang stabil mengkristal kembali atau terjadi rekristalisasi, menjadi
yang lebih stabil. Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan batuan
karbonat, batu gamping terumbu yang porous. Mineral aragonite (bahan struktur
koral hidup), lama-kelamaan berekristalisasi menjadi bentuk polimorfnya, yaitu
kalsit. Setelah mengalami perubahan tersebut sedimen menjadi batuan yang
bersifat keras dan kompak dari yang semula urai dan lunak.
Keseluruhan dari seluruh proses liitifikasi ini merupakan bagian dari
fenomena yang jauh lebih besar disebut diagenesis. Diagenesis sendiri mengacu
pada seluruh perubahan baik berupa fisika mau pun kimia terhadap sedimen yang
di endapkan. Diagenesis mencakup rangkaian litifikasi dan metamorphosis.
Diagenesis sering disebabkan oleh proses penguburan atau pengendapan batuan
dan sedimen dengan suhu tertentu serta tekanan tinggi dari segala macam proses
alami yang ada di bumi.
Diagenesis segmen terbentuk diantara butiran lepas dan partikel pada saat
yang sama mengalami pemadatan atau kompaksi dan lapisan sedimen dibawahnya
akan terkompresi. Mineral di dalam pasir dan sedimen terkadang kadang diubah
melalui proses seperti penggantian rekristalisasi dan proses termal dengan
berbagai bahan kimia dan struktur diagenesis termasuk beton, gas alam, dan
minyak bumi. Hal menyangkut dengan litifikasi yaitu indurasi, konsolidasi dan
perifikasi.
Indurasi mencakup segala yang membuat batuan lebih keras, teteapi
batuan ini sudah mengalami litifikasi, proses ini terjadi di waktu yang sama
dengan litifikasi. Konsolidasi adalah istilah yang lebih umum untuk pemadatan
magma atau lava. Dan terakhir perifikasi secara khusus mengacu pada
penggantian baahn organik dengan mineral dalam pembentukan fosil.
4.2 Karbon Organik
Senyawa karbon organik adalah senyawa yang memiliki atom karbon
didalamnya dan berasal dari makhluk hidup serta berkaitan dengan proses
metabolisme dalam makhluk hidup, senyawa karbon organic antara lain ada
karbon, fosfat, dan nitrogen. Karbon organik memiliki manfaat sebagai parameter
kesuburan tanah, karbon organic terdapat dalam bahan organic (BO), BO butuh
tanah untuk berlindung secara fisik dari proses oksidasi, sedangkan tanah butuh
BO untuk kesuburan fisik, kimia dan biologi.
Karbon yang merupakan penyusun utama bahan organik merupakan
elemen atau unsur yang melimpah pada semua makhluk hidup Bahan organik
pada kolom perairan yang terbawa oleh aliran sungai akan mengalami proses
dekomposisi oleh organisme pengurai. Bahan organik di perairan akan dirombak
untuk menjadi bahan anorganik sebagai nutrien penting di perairan. Nutrien
tersebut akan dipergunakan dalam proses produksi oleh produsen perairan dan
sangat menentukan produktivitas primer di perairan. Kemudian terjadi proses fisis
(terbawa oleh aliran sungai) dan proses kimiawi (pertukaran ion). Proses fisis dan
kimiawi inilah yang akan mengalami adsobsi dengan padatan suspensi. Suspensi
tersebut akan turun dan mengendap di sedimen dasar perairan.
Karbon organik yang ada di dasar sedimen dapat terlepas kembali ke
perairan tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran butir sedimen serta
kondisi perairan seperti arus, pasang surut, dissolve oxygen. Penentuan karbon
organik total merupakan bagian penting dari karakterisasi lokasi atau penilaian
ekologis karena dengan ada atau tidaknya dapat sangat mempengaruhi bahan
kimia bereaksi di sedimen. Bahan organik lebih mudah terikat dengan sedimen
dengan butir halus yang menghasilkan karbon organik total lebih melimpah.
Analisis terhadap karbon organik di suatu perairan perlu dilakukan agar
dapat mengetahui perairan tersebut tercemar atau tidak, perhitungan analisis
karbon organik ini dapat dilakukaan dengan mengetahui nilai ppm, kemudian
diaklikan dengan 10/500 lalu di kali dengan fk. Ppm sendri merupakan kadar
contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan
pembacaannya setelah dikoreksi blanko, sementara fk merupakan faktor koreksi
kadar air. 
Karbon organic yang terlalu berlimpah dapat menyebabkan peningkatan
unsur hara sehingga terjadi peningkatan guna perairan yang dapat menyebabkan
terganggunya ekosystem. Disamping itu dapat menyebabkan berkurangnya
kekayaan spesies, kelimpahan, dan biomassa karena penipisan oksigen dan
penumpukan produk sampingan beracun dari amonia dan sulfida sehingga
berperan dalam pengaruh proses fotosintesis, sebaliknya jika karbon organic yang
ada pada sedimen kurang, maka dapat mengurangi sumber makanan yang penting
bagi fauna bentik dan juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman di perairan.
Faktor yang mempengaruhi karbon organic pada sedimen salah satunya adalah
terjadinya variasi pH perairan yang dapat mempengaruhi jaring-jaring makanan
pada perairan.
Karbon organik dapat menimbulkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses
bertumbuh-kembangnya organisme perairan karena kesuburan yang meningkat
dan biasanya mempunyai dampak negatif terhadap biota. Produktivitas perairan
merupakan jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof, yaitu
organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik
dengan bantuan energi matahari, yang terutama dilakukan oleh fitoplankton
melalui proses fotosintesis. Bahan organik tanah dengan limbah karbon, nitrat,
atau fosfat yang rendah akan terlapuk dengan mudah dan cepat, sehingga bahan
organik sangat memungkinkan memiliki nilai yang tinggi sehingga meningkatkan
pula produktivitas perairan
Proses fotosintesis sendiri dipengaruhi konsentrasi klorofil a, serta
intensitas cahaya matahari. Nilai produktivitas perairan dapat digunakan sebagai
indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan. Nilai produktivitas
perairan berbanding lurus dengan banyaknya komposisi bahan organik yang
terdapat di perairan. Ini menunjukan bahwa semakin banyaknya bahan organik
dalam suatu perairan, maka semakin tinggi pula produktivitas perairannya.
Apabilan pada suatu perairan terdapat karbon yang berlebih akan
mengalami eutrofikasi. Eutrofikasi sendiri dapat didefinisikan sebagai proses
pengayaan bahan organik dan nutrisi di perairan. Proses tersebut terjadi karena
terdapat kandungnan nitrat dan fosfat berlebih yang biasanya berasal dari
pembungan limbah yang dilakukan oleh manusia. Proses eutrofikasi yang terjadi
tidak hanya membahayakan kehidupan organisme yang hidup di periaran, tetapi
juga dapat menyebabkan pemansan global. Metana tersimpan di dalam sedimen
akan dikeluarkan kembali ke atmosfer, dimana semakin banyak metana yang
tersimpan maka akan semakin banyak metana yang dikeluarkan.
Kawasan mangrove penting bagi ekosistem, beberapa di antaranya
menjadi tempat mencari makan dan pemijahan berbagai spesies ikan. Selain
fungsinya sebagai tempat berkembang biak dan mencari makan bagi biota,
mangrove juga diketahui memiliki jejak karbon paling tinggi dibandingkan
dengan tipe hutan lainnya. Semakin banyak karbon yang tersimpan di dalam tanah
sebagai karbon organik di dalam tanah, maka dapat mengurangi jumlah karbon di
atmosfer. Peran mangrove dalam Blue Carbon lebih ditekankan sebagai upaya
mangrove memanfaatkan CO2 untuk proses fotosintesis dan menyimpannya
dalam stok biomasa dan sedimen untuk mengurangi pemanasan global dan
perubahan iklim.
Fungsi ekologis hutan mangrove sangat penting dalam upaya mitigasi
pemanasan global, yakni sebagai penyimpan karbon terbaik dibanding semua tipe
hutan lainnya di bumi. Hutan mangrove memiliki peran sebagai penyerap karbon
dioksida (CO2) dari udara sehingga sangat berguna untuk mitigasi perubahan
iklim. Serasah mangrove yang jatuh menjadi sumber nutrien biota perairan dan
unsur hara yang sangat penting menentukan produktivitas perikanan laut.
Keberadaan mangrove di wilayah pesisir berperan sebagai sarana penyerapan
karbon. Fungsi ini memungkinkan mangrove untuk menyimpan karbon dalam
jumlah besar baik di vegetasi maupun bahan organik lain yang ada di mangrove.
Karbon yang dapat disimpan oleh mangrove berada pada kisaran 0,18-673,01 ton
C ha-1.
Serasah daun mangrove sebagai komponen utama dalam produktivitas
primer mangrove merupakan sumber karbon penting dalam proses dekomposisi.
Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik
dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi
serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai
sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan
berbagai organisme akuatik. Semakin besar vegetasi pada hutan mangroveakan
memiliki kemampuan besar untuk Menghasilkan seresah organik yang merupakan
penyusun utama bahan organik dalam tanah. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
produksi serasah mempengaruhi simpanan karbon pada serasah daun mangrove.
4.3 Total Suspended Solid (TSS)
Berat awal
No Sampel Berat akhir (wt) Volume (v) Hasil
(wo)
1 Blangko 1 1.0892 1.0895 30 0.01
2 Blangko 2 1.0887 1.0890 30 0.01
3 Dying 1 1.0887 1.1215 30 1.093333333
4 Dying 2 1.0895 1.1216 30 1.07
5 Kromium 1 1.0888 1.2105 30 4.056666667
6 Kromium 2 1.0925 1.2130 30 4.016666667
7 Mixing 1 1.0899 1.1812 30 3.043333333
8 Mixing 2 1.0913 1.1862 30 3.163333333
9 Effluent 1 1.0962 1.1135 30 0.576666667
10 Effluent 2 1.0875 1.1043 30 0.56

Pada percobaan praktikum total suspended solid ini, digunakan lima


sampel dengan masing-masing berjumlah dua yang terdiri dari blangko, dying,
kromium, mixing, effluent. Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah
karbon organik dari seluruh sampel ini adalah ((Wt-Wo)/30)*1000. Wo adalah
berat awal atau bias disebut dengan berat kering filter yang di gunakan, sementara
wt merupakan berat akhir atau berat kering sampel dan filter, untuk volume yang
digunakan sebesar 30 ml dan digunakan sama pada seluruh sampel. Hasil yang di
dapatkan sangat bervariasi dengan rentang 0.01 – 4.056 g/ml. Hasil TSS terbesar
berasal dari sampel Kromium 2 dan hasil terkecilnya dari Blangko 1.
Total Suspended Solid adalah material tersuspensi (diameter >1 µm) yang
tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45 µm atau lebih besar
dari ukuran partikel koloid. Total Suspended Solid terdiri dari lumpur, tanah liat,
pasir halus, bahan organik tertentu, sel- sel mikroorganisme dan jasad renik yang
sebagian besar disebabkan karena pengikisan tanah atau erosi tanah yang
menyebabkan terbawa ke badan air.
Total Suspended Solid (TSS) merupakan tempat berlangsungnya reaksi-
reaksi heterogen, yang berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling
awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.
TSS yang tinggi pun dapat menimbulkan dampak lain. Nilai konsentrasi padatan
tersuspensi total yang tinggi dapat menurunkan aktivitas fotosintesa tumbuhan
laut baik yang mikro maupun makro sehingga oksigen yang dilepaskan tumbuhan
menjadi berkurang dan mengakibatkan ikan-ikan menjadi mati. Sehingga apabila
konsentrasi TSS yang ada pada badan sungai terus bertambah dan mengalir ke
lautan lepas dalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan kualitas perairan.
Total Suspended Solid menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan
tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. Analisa Total Suspended Solid
(TSS) digunakan sebagai metode untuk mengetahui jumlah dan sebaran material
tersuspensi pada suatu daerah perairan. Total Suspended Solid (TSS) digunakan
sebagai salah satu parameter yang digunakan untuk pengukuran kualitas air.
Kadar sedimen tersuspensi akan berkaitan dengan laju sedimentasi yang
terjadi dimuara sungai. Konsentrasi dan komposisi sedimen tersuspensi akan
bervariasi secara temporal dan spasial tergantung pada faktorfaktor fisik yang
mempengaruhinya. Faktor fisik yang mempengaruhi distribusi konsentrasi
sedimen tersuspensi terutama adalah pola sirkulasi air, pengendapan gravitional,
deposisi, dan resuspensi sedimen. Akan tetapi pola sirkulasi air merupakan faktor
yang paling penting dalam pengaruh terhadap TSS.
Nilai kecerahan akan rendah jika kekeruhan atau kandungan TSS-nya
tinggi, sebaliknya akan tinggi jika kekeruhan atau TSS-nya rendah. Padatan
tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota air, dari dua sisi. Pertama,
menghalangi atau mengurangi penetrasi cahaya kedalam kolom air sehingga
menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air lainnya, yang
selanjutnya berarti mengurangi pasokan oksigen terlarut. Kedua, secara langsung
kandungan padatan tersuspensi yang tinggi dapat mengganggu biota. Faktor
tambahan dari TSS ini dimana tingkat kekeruhannya juga termasuk Colored
Dissolved Organic Matter (CDOM) atau biasa disebut sebagai material organik
berwarna yang terlarut dan Fluorescent Dissolved Organic Matter (FDOM) atau
material organik berpendar yang terlarut, dan campuran lainnya
Berdasarkan hasil perhitungan yang didapat, jika merujuk kepada
keputusan NO. 02/Men KLH/1988 tentang pedoman bakumutu lingkungan
normal total suspended solid didalam air harus lebih kecil dari 0,07 g/ml. Jika
dibandingkan antara hasil masing-masing sample dengan baku mutu, maka dapat
disimpulkan sekitar 60% dari sampel yang digunakan sebagai percobaan hasilnya
sudah melebihi batas baku mutu perairan.
V KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini, yaitu:


1. Metode analisis buter sedimen digunakan untuk mengetahui ukuran butir
dan jenis fraksi sedimennya.

2. Ukuran butir sedimen dapat mempengaruhi proses sedimentasi,


transport sedimen dan dekomposisi.
3. Segitiga shepherd digunakan untuk menentukan dominansi jenis sedimen
pada suatu sampel perairan.
4. Terdapat 6 sampel yang memiliki nilai TSS melebihi baku mutu yang
ditetapkan.
5. Karbon organik yang berlebih dapat menyebabkan eutrofikasi,
digunakannya mangrove untuk menyeimbangkan kadar karbon di perairan
terutama di pesisir.
DAFTAR PUSTAKA
Ainy K, Siswanto AD, Nugraha WA. 2021. Sebaran Total Suspended Solid (TSS)
di Perairan Sepanjang Jembatana Suramadu Kabupaten Bangkalan.
KELAUTAN Vol. 4(2): 158-163

Antari AV, Suryoputro AAD, Atmodjo W, Sentiyono H, Maslukah L. 2020.


Analisis ukuran butir sedimen di Perairan Muara Sungai Kali Bodri,
Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Indonesian Journal of
Oceanography Vol. 2(3): 37-42

Bayhaqi A. 2018. Gelombang tsunami dan dampaknya. Oseana Vol. 40(2): 53-61

Dewanti, Putri N, Muslim, Retno W. 2018. Analisis Kandungan Karbon Organik


Total (KOT) Dalam Sedimen di Perairan Sluke Kabupaten Rembang.
Oseanografi Vol. 5(2): 202-210

Dwinanto AW, Purba NP, Harahap SA, Syamsudin ML. 2017. Pola Arus dan
Transpor Sedimen pada Kasus Pembentukan Tanah Timbul Pulau
Puteri Kabupaten Karawang. Perikanan dan Kelautan Vol. 8(2): 152-
160

Fathiyah N, Pin TG, Saraswati R. 2017. Pola Spasial dan Temporal Total
Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa
barat. Industrial Research Workshop and National Seminar Politeknik
Negeri Bandung. Bandung: 26-27 Juli 2017. 513-521
Fatimah A, Harmadi, Wildian. 2019. Perancangan Alat Ukur TSS (Total
Suspended Solid) Air Menggunakan Sensor Serat Optik Secara Real
Time. Ilmu Fisika Vol. 6(2): 67-72

Fauziah, Fiqa AP, Lestari DA, Budiharta S. 2021. Carbon-stock estimation in


three types of coal post-mining reclamation at East Kutai Regency,
East Kalimantan. Penelitain Kehutanan Wallacea Vol. 10(2): 189-197

Firdaus L. 2017. Oseanografi Pendekatan Dari Ilmu Kimia, Fisika, Dan Geologi.
Yogyakarta: leutikaprio. Hlm 17-25

Fitrian AP, Taofiqurohman A, Mulyani Y, Pamngkas W. 2021. Penentuan Tipe


Pantai di Kawasan Pantai Wisata Batu Karas, Kabupaten
Pangandaran, Jawa Barat. Buletin Oseanografi Marina Vol. 10(3):
242-250

Hambali R, Apriyanti Y. 2017. Studi Karakteristik Sedimen dan Laju Sedimentasi


Sungai Daeng – Kabupaten Bangka Barat. Fropil Vol. 4(2): 165-174

Haristiyanti, Syarif E, Maddatuang. 2017. Analisis Karakteristik Kedalaman


Perairan, Arus, Dan Gelombang di Pulau Dutungan Kabupaten Barru.
Scientific Pinisi Vol. 1(1): 44-55

Helfinalis. 2018. Sedimen dan manfaatnya. OSEANA Vol. 43 (1): 37-43

Hutari PZ, Johan Y, Negara BFSP. 2018. Analisis sedimentasi di Pelabuhan Pulau
Balai Kota Bengkulu. Enggano Vol.3 (1): 129-143

Hutasoit SR, Yuliasan S, Yusuf M. 2017. Distribusi Kandungan Karbon Organik


Total dan Fosfat di Perairan Sayung, Kabupaten Demak. Oseanografi
Vol. 3(1):74-80

Iqbal M, Harnani. 2017. Penentuan Lingkungan Pengendapan dan Mekanisme


Transportasi Sedimen Dengan Analisis Granulometri pada Formasi
Seblat Cekungan Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan dan Pengabdian pada Masyarakat.
Pangkalpinang: 7 Oktober 2017. 301-306

Kalay DE, Lopulissa VF, Noya YA. 2018. Coastline Slope Analysis and Sediment
Distribution of Waai Village Waters, District of Salahutu, Maluku
Province. TRITON Vol. 14(1): 10-18

Lestari A, Samsunar S. 2021. Analisis Kadar Padatan Tersuspensi Total (TSS)


dan Logam Krom Total (CR) pada Limbah Tekstil di Dinas
Lingkungan Hidup. Journal of Chemical Research Vol. 6(1): 32-41
Patty SI, Akbar N. 2019. Sebaran horizontal fosfat, nitrat, dan oksigen terlarut di
Perairan Pantai Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Ilmu Kelautan
Kepulauan Vol. 2(1) : 14-25

Permanawati Y, Hernawan U. 2018. Distribusi Karbon Organik Dalam Sedimen


Inti di Perairan Lembata, Laut Flores. Geologi Kelautan Vol. 16(1):
51-56

Permanawati Y, Prartono T, Atmadipoera AS, Zuraida R., Chang Y. 2019. Rekam


Sedimen Inti Untuk Memperkirakan Perubahan Lingkungan Di
Perairan Lereng Kangean. Geologi Kelautan Vol. 14(2): 65-77

Pourabadehei M, Mulligan CN. 2017. Resuspension of sediment, a new approach


for remediation of contaminated sediment. Environment Pollution
Vol. 213(5): 63-75

Pratiwi MW, Muslim, Suseno H. 2017. Studi Sebaran Sedimen Berdasarkan


Tekstur Sedimen di Perairan Sayung Demak. Oseanografi Vol. 4(3):
608 – 613

Putra TWL, Kunarso, Dwi ART. 2020. Distribusi Suhu, Salinitas Dan Densitas Di
Lapisan Homogen Dan Termoklin Perairan Selat Makassar.
Oceanography Vol. 2(2): 1-11

Randa AM, Patandianan EA, Marisan I. 2021. Sebaran Sedimen Berdasarkan


Analisis Ukuran Butir di Sepanjang Sungai Nuni Kabupaten
Manokwari Provinsi Papua Barat. Manajemen Riset dan Teknologi
Universitas Karimun Vol. 3(1): 8-17

Setiawan A. 2017. Pengenalan Data Oseanografi. Hidrosfir Vol. 2(3): 85-94

Siregar TA, Satriadi A, Atmodjo W, Muslim, Handoyo G. 2021. Sebaran karbon


organik total dalam sedimen dasar di Muara Sungai Jajar, Kabupaten
Demak. Indonesian Journal of Oceanography Vol.3 (2)

Siringoringo HH. 2018. The Important Roles of Managing Carbon Sequestration


in Soils. Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 11(2): 175-192

Tidore F, Rumengan A, Sondak CFA, Mangindaan REP, Runtuwene HCC,


Pratasik SB. 2018. Estimation of Carbon (C) Content in Mangrove
Leaves From Lansa Village, Wori Sub-District, North Minahasa
District. Pesisir dan Laut Tropis Vol. 2(1): 53-58

Verisandria R, J. Schaduw, C. Sondak, M. Ompi, A. Rumengan, J. Rangan. 2018.


Estimasi Potensi Karbon Pada Sedimen Ekosistem Mangrove Di
Pesisir Taman Nasional Bunaken Bagian Utara. Pesisir dan Laut
Tropis Vol. 1(1): 81-97
Wakkary AC, Jasin MI, Dundu AKT. 2017. Studi karateristik gelombang pad
daerah pantai desa Kalinaung Kabupaten Minahasa Utara. Sipil Statik
Vol. 5(3): 167-174

Wisha UJ, Gemilang WA. 2019. Estimasi transpor sedimen di perairan


Kecamatan Brebes, Jawa Tengah berdasarkan laju sedimentasi dan
pendekatan model numerik. Geologi Kelautan Vol.17 (1) : 49-62

Yolanda Y, effendi H, Sartono B. 2019. Konsentrasi C-organik dan substrat


sedimen di perairan Pelabuhan Belawan Medan. JPLB Vol.3 (2) : 300-
308

LAMPIRAN
Link drive Microsoft Excel Ukuran Butir Sedimen
https://drive.google.com/drive/folders/1Jlrz3AgbHVrtl21QMiorhAq2ZggSLFbP?
usp=sharing

Perhitungan Tabel TSS

Anda mungkin juga menyukai