Anda di halaman 1dari 9

MATERI II

AGAMA DAN MANUSIA

A. Pengertian Agama

Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan
manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar. Para ilmuan agama
dalam mendefinisikan agama sangat bervariasi, bahkan hampir- hampir kesulitan. Karena di
samping persoalan agama, hal ini juga banyak melibatkan persoalan-persoalan sosial, namun
penghayatannya sangat bersifat individual. Sifat individual inilah, yang menyebabkan
tanggapan dan pemahaman terhadap agama tersebut sangat bervariasi bergantung pada
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki setiap individu.
Secara etimologis kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang tersusun dari
kata “a” berarti tidak dan “gam” berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah yang terpadu,
perkataan agama berarti “tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, abadi yang diwariskan
secara terus- menerus dari satu generasi kepada generasi lainnya.1
Pada umumnya, perkataan “agama” diartikan tidak kacau, yang secara analitis
diuraikan dengan cara memisahkan kata demi kata, yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama” berti
“kacau”. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya
dengan sungguh- sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan.
Agama menurut Kamus Besar Indonesia adalah sistem/ prinsip kepercayaan kepada
Tuhan, atau disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban- kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.2
Pengertian agama secara terminologis, menurut beberapa pendapat para ahli adalah
sebagai berikut:
1. Emile Durkheim mengartikan agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang
telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus, kepercayaan-

1
Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hal. 17.
2
Abd Chalik dan Ali Hasan Siswanto, Pengantar Studi Islam, (Kopartais IV Press, 2015), hal. 7.
kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang
tunggal.3
2. John R. Bennet mengartikan agama sebagai penerimaan atas tata aturan terhadap
kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh
manusia sendiri.
3. Frans Dahler mengartikan agama sebagai hubungan manusia dengan sesuatu kekuatan
suci yang lebih tinggi daripada manusia itu sendiri, sehingga ia berusaha mendekatinya
dan memiliki rasa kepadanya.
4. Karl Mark berpendapat bahwa agama adalah keluh kesah dari makhluk yang tertekan
hati dari dunia yang tidak berhati, jiwa dari keadaan yang tidak berjiwa, bahkan menurut
pendapatnya pula bahwa agama dijadikan sebagai candu masyarakat.
5. Para ulama Islam mendefinisikan agama adalah sebagai undang-undang kebutuhan
manusia dari Tuhannya yang mendorong mereka untuk berusaha agar tercapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (K. Soekardji, 1991). 4
Karena begitu banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan oleh para ahli,
Harun Nasution memberikan definisi tentang agama sebagai berikut :
1. Adanya pengakuan terhadap hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus
dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap kekuatan ghaib yang lebih berkuasa dari manusia
3. Mengikatkan diri yang mengandung pengakuan terhadap kekuatan diluar diri untuk
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan ghaib.
5. Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari
kekuatan ghaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan dhaif dan perasaan takut
terhadap kekuatan yang terdapat disekitar manusia.

3
Abd Chalik dan Ali Hasan Siswanto, Pengantar ...,hal. 7.
4
Ali Anwar Yusuf, Studi ..., hal. 19.
8. Ajaran yang diwahyukan Tuhan melalui rasul.

B. Unsur-unsur Agama dan Kritik

Setelah diuraikan pengertian dasar dan definisi agama, maka dari uraian-uraian
tersebut dapat diambil sarinya berupa unsur-unsur agama yang terkandung didalamnya.
Menurut Harun Nasution menyimpulkan bahwa unsur-insur agama ada empat, yaitu :
1. Adanya kekuatan gaib, dimana manusia merasa lemah dan berhajat kepada kekuatan
gaib tersebut untuk minta pertolongan sehingga perlu mengadakan hubungan baik
berupa mematuhi perintah dan menjauhi larangannya.
2. Kenyakinan manusia bahwa kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak tergantung pada
hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut.
3. Respons emosional dari manusia berupa rasa takut atau cinta yang karenanya mengambil
bentuk penyembahan atau pemujaan yang berbentuk cara hidup tertentu dalam
masyarakat.
4. Adanya paham kudus dan suci pada kekuatan gaib dalam bentuk kitab suci yang berisi
ajaran-ajaran agama.
Terhadap unsur-unsur agama yang telah dikemukakan Harun Nasution tersebut,
maka Rasyidi berpendapat bahwa memang unsur-unsur tersebut ada pada semua agama,
hanya saja beliau mengadakan perbedaan antara agama samawi dan agama alami, yaitu
sebagai berikut :
1. Unsur agama yang berupa kekuatan gaib memang ada pada semua agama, hanya saja
dalam agama Islam (khususnya) disamping percaya pada kekuatan gaib, juga percaya
pada alam gaib yang tidak terjangkau oleh panca indra dan Islam menganggap Allah bukan
sekedar kekuatan gaib tetapi dzat tertentu (sifatnya) seperti antara lain sifat Rahman dan
Rahim.
2. Unsur kedua bahwa kesejahtraan hidup manusia tergantung pada hubungan baiknya
dengan kekuatan gaib maka dari pertanyaan tersebut seolah-olah pada kekuatan gaib
tersebut bersifat authority, dimana manusia harus menyusuaikan diri dengannya,
keadaan mana memang betul ada pada agama alami, sedang dalam agama samawi
khususnya Islam, maka memang betul bahwa hubungan baik dengan Allah
mengakibatkan kesejahtraan dunia akhirat, tetapi sifatnya authority.
3. Unsur ketiga yaitu respons emosional. Menurut Rasyidi sebaiknya diganti dengan attitude
(sikap) emosional, dimana menurutnya memang sikap manusia tunduk pada kekuatan
gaib itu berasal dari dalam dirinya sendiri, hal itu ada dalam agama samawi khususnya
agama Islam.
4. Mengenai paham sacred (kudus/suci) sebagai unsur agama, dimana karena Tuhan itu suci,
maka manusia harus berusaha tetap suci untuk dapat kembali ke sisi-Nya. Manurut
Rasyidi bahwa dalam agama Islam, manusia di samping harus suci, juga diperintahkan
untuk selalu berbuat baik.5
Berdasarkan uraian dan sanggahan Rasyidi terhadap pendapat Harun Nasution, maka
dapatlah diketahui bahwa antara kedua beliau terdapat perbedaan pendapat, yang letaknya
pada perbedaan tempat berpijak, dimana Harun Nasution membuat generalisasi pada dua
bagian yang sebenarnya berbeda yaitu pada unsur a dan b, beliau mengenggap sama pada
agama alami dan samawi ; sedang untuk unsur c dan d beliau menyamakan kedua unsur
tersebut pada agama Islam dan Kristen. Adapaun Rasyidi berpijak pada differensial agama
alami dan samawi bahkan antara tiap-tipa agama samawi, yaitu Islam dan non-Islam.

C. Klasifikasi Agama

Menurut sumber ajarannya agama dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:


1. Agama samawi (agama Wahyu)
Agama samawi adalah agama yang diwahyukan dari Allah (Tuhan) melalui
malaikat-Nya kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia. Contoh agama
wahyu adalah Yahudi, Nasrani dan Islam.
Ciri- ciri agama Samawi adalah:
1. Agama samawi dapat dipastikan kelahirannya.

5
Rasjidi, Koreksi Terhadap Harun Nasution Tentang Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya , (Jakarta:
Bulan Bintang, 1977), hal. 17.
2. Disampaikan melalui utusan atau Rasul Allah yang bertugas menyampaikan dan
menjelaskan lebih lanjut wahyu yang diterimanya dengan berbagai cara dan upaya.
3. Memiliki kitab suci yang keotentikannya bertahan tetap.
4. Sistem berpikirnya tidak inheren dengan berfikir tiap segi kehidupan masyarakat,
malahan menuntut supaya sistem merasa dan berfikir mengabdikan diri kepada
agama
5. Ajarannya serba tetap, tetapi tafsiran dan pandangannya dapat berubah dengan
perubahan akal menyesuaikan konteks.
6. Konsep ketuhanannya monoteisme mutlak.
7. Kebenaran prinsip- prinsip ajarannya tahan terhadap kritik akal: mengenai alam nyata
dalam perjalanan ilmu satu demi satu terbukti kebenarannya, mengenai alam ghaib
dapat diterima akal
8. Sistem nilai ditentukan oleh Allah sendiri yang diselaraskan dengan ukuran dan
hakikat kemanusiaan.
9. Melalui agama wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan dan peringatan
kepada manusia dalam pembentukan insan kamil ( sempurna) yang bersih dari
dosa.6

2. Agama ardhi ( agama budaya)


Agama ardhi adalah agama yang bukan berasal dari Allah dengan jalan diwahyukan
tetapi keberadaannya disebabkan oleh proses antropologis yang terbentuk dari adat
istiadat kemudian melembaga dalam bentuk agama.7 Contoh agama ardhi adalah Kong Hu
Cu, Budha, aliran kepercayaan dan Hindu.
Ciri- ciri agama ardhi adalah:
1. Agama ardhi tidak dapat dipastikan kelahirannya
2. Tidak mengenal utusan atau Rasul Allah
3. Tidak memiliki kitab suci

6
Ali Anwar Yusuf, Studi ..., hal. 19.
7
Ibid ..., hal. 19.
4. Sistem berfikirnya inheren dengan berfikir tiap segi kehidupan
5. Ajarannya berubah seiring perubahan masyarakat yang menganut, atau oleh filosofnya
6. Konsep ketuhanannya dinamisme, animisme, politeisme paling tinggi monoteisme nisbi
7. Kebenaran prinsip ajarannya tak tahan terhadap kritik akal, mengenai alam nyata satu-
satu ketika dibuktikan keliru oleh ilmu dalam perkembangnnya, mengenai alam ghaib
tak termakan oleh akal
8. Nilai agama ditentukan oleh manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman dan
penghayatan masyarakat penganutnya
9. Pembentukan manusia disandarkan pada pengalaman dan penghayatan masyarakat
penganutnya yang belum tentu diakui oleh masyarakat lain.
D. Mengapa Manusia Beragama

Pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam banyak hal, baik
mengenai sesuatu yang tampak maupun yang ghaib, dan juga keterbatasan dalam
memprediksi apa yang akan terjadi pada dirinya dan orang lain, dan sebagainya. Oleh karena
keterbatasan itulah maka manusia perlu memerlukan agama untuk membantu dan
memberikan pencerahan spiritual kepada dirinya. Manusia membutuhkan agama tidak
sekedar untuk kebaikan dirinya dihadapan Tuhan saja, melainkan juga untuk membantu
dirinya dalam menghadapi bermacam-macam problematika yang kadang-kadang tidak
dapat diselesaikan. Di sinilah manusia diisyaratkan oleh diri dan alamnya bahwa Zat yang
lebih unggul dari dirinya, yang maha segala-galanya, seperti yang dijelaskan oleh para
antropolog bahwa agama merupakan respons terhadap kebutuhan untuk mengatasi
kegagalan yang timbul akibat ketidakmampuan manusia untuk memahami kejadian-kejadian
atau peristiwwa-peristiwa yang rupa-rupa nya tidak dapat diketahui dengan tepat.8
Selain daripada itu agama juga memberi isyarat kepada manusia dan alam bahwa ada
Zat yang lebih unggul, Zat yang maha segala-galanya, yang disitu manusia perlu bersandar
kepada-Nya melalui medium agama. Dengan kata lain perlu bersandar dan berpasrah
(tawakal) kepada-Nya melalui agama karena agama menjadi tempat bagi kita untuk

8
Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008), hal. 45.
mengadu dan berkomunikasi dengan Tuhan. Kepasrahan kita kepada Tuhan didasarkan pada
suatu ajaran bahwa manusia hanya bisa berusaha, Tuhan yang menentukan.

Menurut Yusuf Al-Qardhawi (1996) ada beberapa faktor-faktor kebutuhan


terhadap agama dalam kehidupan manusia antara lain sebagai berikut :

1. Kebutuhan Akal terhadap Pengetahuan tentang Hakikat Terbesar dan Tunggal


Agama yang pertama kali mengenalkan kepada manusia: dari mana dia berasal
semula dan akan kemana dia pergi setelah kehidupan di dunia. Agama pula yang
mengenalkan kepada manusia: untuk apa dia diciptakan dan mengapa dia tercipta.
Jelaslah, segala yang berkenaan dengan perikehidupan manusia, jawabannya adalah ada
dalam agama.
2. Kebutuhan Fitrah Manusia
Secara fitri, manusia tidak akan merasa puas dengan apa yang diperolehnya ia
merasa kebimbangan dalam jiwanya, kelaparan rohaninya dan akan merasa kehausan
fitrahnya. Dengan meyakini agama atau kepercayaan manusia akan merasakan
ketenangan, ketentraman dan kedamaian yang hakiki dalam hidupnya.
3. Kebutuhan akan Kesehatan dan Kekuatan Jiwa
Peran agama dalam hidup manusia adalah sebagai tiang yang memberikan
kekuatan, harapan dan ketabahan di saat mengalami kesempitan dan penderitaan.
4. Kebutuhan Moral
Peran agama untuk mendorong manusia untuk bermoral atau melakukan
kebaikan dan menghargai hak- hak orang lain, sehingga tercipta suasana hidup yang
disiplin dan harmonis.9

E. Fungsi Agama Bagi Kehidupan


1. Sebagai pembimbing dalam hidup, pengendali utama kehidupan manusia adalah
kepribadiannya yang mencakup segala unsur pengalaman pendidikan dan keyakinan
yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu

9
Ali Anwar Yusuf, Studi ..., hal. 27-29.
kepribadian yang harmonis, di mana segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman
yang menentramkan jiwa maka dalam menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis
ataupun rohani dan sosial akan mampu menghadapi dengan tenang.
2. Penolong Dalam Kesukaran, Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah imannya)
akan menghadapi cobaan/kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan cenderung
menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang. Beda halnya
dengan orang yang beragama dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan menerima
setiap cobaan dengan lapang dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan yang
menimpa dirinya merupakan ujian dari Tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan
kesabaran karena Allah memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan
kemampuannya. Selain itu, barang siapa yang mampu menghadapi ujian dengan sabar
akan ditingkatkan kualitas manusia itu.
3. Penentram Batin, jika orang yang tidak percaya akan kebesaran Tuhan tak peduli orang
itu kaya apalagi miskin pasti akan selalu merasa gelisah. Orang yang kaya takut akan
kehilangan harta kekayaannya yang akan habis atau dicuri oleh orang lain, orang yang
miskin apalagi, selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup. Lain
halnya dengan orang yang beriman, orang kaya yang beriman tebal tidak akan gelisah
memikirkan harta kekayaannya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan itu merupakan
titipan Allah yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu.
Bahkan sewaktu-waktu bisa diambil oleh yang maha berkehendak, tidak mungkin
gelisah. Begitu juga dengan orang yang miskin yang beriman, batinnya akan selalu
tentram karena setiap yang terjadi dalam hidupnya merupakan ketetapan Allah dan
yang membedakan derajat manusia dimata Allah bukanlah hartanya melainkan
keimanan dan ketakwaannya.
4. Pengendali moral, setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan
setiap ajaran agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat diperhatikan
dan di junjung tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah tinggi, dalam
Islam diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali tidak diperintah
untuk meminta dihormati. Islam mengatur hubungan orang tua dan anak dengan begitu
indah. Dalam Al-Qur’an ada ayat yang berbunyi: “dan jangan kau ucapkan kepada kedua
(orang tuamu) uf!!”. Selain itu Islam juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan
moral, mulai dari berpakaian, berperilaku, bertutur kata hubungan manusia dengan
manusia lain (hablum minannas atau hubungan sosial). Termasuk di dalamnya harus
jujur, jika seorang berkata bohong maka dia akan disiksa oleh api neraka. Ini hanya
contoh kecil peraturan Islam yang berkaitan dengan moral. Masih banyak lagi aturan
Islam yang berkaitan dengan tatanan perilaku moral yang baik, namun tidak dapat
sepenuhnya dituliskan disini.

Anda mungkin juga menyukai