Anda di halaman 1dari 18

STUDIO PERANCANGAN 5

STUDI PRESEDEN
KAJIAN BANGUNAN KOMUNAL

Dosen Pembimbing : Dr. Broto Wahyu Susilo, S.T., M.T.


Nama Kelompok : - (19051010040) Yosa Herlambang
- (20051010043) Nurulhidayah W
- (20051010052) Davina Putri T
- (20051010102) Fairuz Bagus F

FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN


PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
UPN “VETERAN’ JAWA TIMUR
KAJIAN BANGUNAN KOMUNAL

1. Definisi
Merupakan bangunan (wadah) yang bersifat umum, dapat diakses siapa saja,
dimana setiap individu atau kelompok dapat berkumpul, beraktifitas atau berinteraksi
(Carr, 1992) Ruang komunal adalah sebuah setting yang dipengaruhi oleh tiga unsur
selain unsur fisiknya yaitu manusia sebagai pelaku, kegiatan dan pikiran manusia
(Purwanto, 2007). Menurut Newman (1990), ruang komunal dapat membangkitkan
hasrat penghuni menjadi satu komunitas, sehingga dapat dikondisikan sifat
pemakaian, pemeliharaan dan pengawasan secara bersama.

2. Fungsi
Fungsi Bangunan Komunal menurut teori peranan ruang publik yang dinyatakan oleh
Carmona, et al (2008), yaitu:
a. Ekonomi:
- Memberi nilai yang positif pada nilai properti
- Mendorong performa ekonomi regional
- Dapat menjadi bisnis yang baik
b. Kesehatan:
- Mendorong masyarakat untuk aktif melakukan gerakan fisik
- Menyediakan ruang informasi dan formal bagi kegiatan olahraga
- Mengurangi stres
c. Sosial:
- Menyediakan ruang bagi interaksi dan pembelajaran sosial pada segala usia
- Mengurangi resiko terjadinya kejahatan dan sikap anti-sosial
- Mendorong dan meningkatkan kehidupan berkomunitas
- Mendorong terjadinya interaksi antarbudaya

adapun fungsi bangunan komunal yang lainnya yaitu:


- Hunian : Apartemen, Asrama, Hotel, Rumah Susun
- Fasilitas Publik : Kantor Pelayanan
- Fasilitas Transportasi : Stasiun, Bandara
- Fungsi Kesehatan : Rumah Sakit, Panti Rehabilitasi
- Fungsi Kebugaran/Olahraga : Stadion/Gelanggang Olahraga, Spa, Gym
- Fungsi Ekonomi : Pasar, Pertokoan, Perbelanjaan, Mall
- Fungsi Sosial Budaya : Padepokan, Gedung Pertunjukkan/Pagelaran
- Fungsi Pendidikan : Sekolah, Pondok Pesantren
- Fungsi Agama : Masjid, Gereja
- Fungsi Khusus/Keamanan Tinggi : Penjara, Kantor Polisi

3. Jenis-jenis
1. Bangunan Komunal sebagai tempat tinggal
Contoh : Hotel, Asrama, Rumah Susun
2. Bangunan Komunal sebagai fasilitas publik
Contoh : Cafe, Mall, dll.

4. Tipologi Bangunan
Tipologi bangunan didasarkan pada karakter fungsi dan karakter pengguna
(Form follow function). Meskipun didominasi zona publik, namun masih terdapat
zona privat, sehingga harus terlindungi dari area publik (terdapat zona transisi).
Organisasi ruang dipengaruhi oleh type/bentuk massa bangunan. Hirarki
ruang: Publik, semi publik, semi privat, privat, service. Sirkulasi antar ruang
menggunakan pola-pola tertentu: Linier, cluster, radial, terpusat, menyebar, dll
Sesuai dengan karakter sebuah bangunan komunal, maka terdiri dari banyak
massa, yang didusun dengan pola-pola tertentu. Pola tatanan massa sangat
dipengaruhi bentuk tapak, orientasi, dan kontur lahan. Elemen ruang luar dipilih yang
sesuai dengan karakter fungsi bangunan/ kegiatan yang diwadahi

5. Karakter ruang-ruang
Pembagian zona ruang pada Asrama Pelajar dan Mahasiswa didasarkan sifat -
sifat kegiatan yang akan diwadahi. Kegiatan yang akan diwadahi diantaranya adalah :
1. Public
- Taman
- Tempat Parkir
2. Semi Privat
- kegiatan hunian putra
- kegiatan hunian putri
- hunian tamu
- kegiatan servis / pelayanan
- kegiatan penunjang yang mempunyai sifat / karakter yang berbeda,
3. Privat
- Kamar tidur
4. Service
- Toilet bersama
- Ruang janitor
- Gudang
sehingga kegiatan - kegiatan tersebut dikelompokkan menurut sifatnya agar
kegiatan yang sifatnya berbeda tidak saling menganggu antara satu dengan lainnya,
dan masing - masing kegiatan dapat berjalan dengan lancar

6. Standar Dan Persyaratan Ruang Bangunan Komunal


Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan suatu standart acuan yang sering
di gunakan untuk atau tata cara perencanaan. Penyediaan Fasilitas dan Aksesibilitas
hubungan ke, dari, dan di dalam Bangunan Gedung harus mempertimbangkan
ketersedianya:
a. hubungan horizontal antar ruang/antar bangunan
b. hubungan vertikal antarlantai dalam Bangunan Gedung
c. sarana evakuasi.
Sumber : PERMENPUPR NO 14 2017
Tentang PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG

7. Hubungan Horizontal Antarruang/Antarbangunan


A. Pintu
Pintu masuk/keluar utama Bangunan Gedung Umum memiliki lebar efektif
bukaan paling sedikit 90 cm, dan pintu lainnya memiliki lebar efektif bukaan
paling sedikit 80 cm.

B. Selasar
Selasar harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh
pengguna kursi roda atau 2 orang berpapasan paling sedikit 140 cm.
C. Koridor
Koridor harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh
orang sesuai fungsi dan kebutuhan yang ada.

8. Hubungan Vertikal Antar Lantai dalam Bangunan Gedung


a. Tangga
Tangga merupakan komponen hubungan vertikal antar lantai. Tangga
mempunyai banyak jenis salah satunya tangga umum yang di desain dengan
Tinggi anak tangga (optride/riser) tidak lebih dari 18 cm dan tidak kurang dari
15 cm. dan Lebar anak tangga (antride/tread) paling sedikit 30 cm. Jika,
disediakan lebih dari 1 tangga umum, maka jarak antartangga diperhitungkan
sesuai dengan jumlah Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan
Gedung paling jauh 40 m.

b. Ram
Awalan/akhiran ram tidak disarankan berhadapan langsung dengan
pintu masuk/keluar Bangunan Gedung. Setiap ram dengan panjang 900 cm
atau lebih harus dilengkapi dengan permukaan datar (bordes) sebagai tempat
beristirahat. Ram harus dilengkapi dengan 2 lapis pegangan rambat (handrail)
yang nyaman dan menerus di kedua sisi dengan ketinggian 65 cm untuk anak-
anak dan 80 cm untuk orang dewasa.
c. Lift
Lift barang/servis merupakan sarana transportasi vertikal pada
Bangunan Gedung yang digunakan untuk mengangkut barang atau untuk
kegiatan pelayanan lainnya.

9. Sarana Evakuasi
a. Jarak Standart ke Pintu Exit
 Akses eksit harus terproteksi dari bahaya kebakaran.
 Akses eksit harus bebas dari segala hambatan/halangan seperti pagar
penghalang, gerbang,
 furnitur, dekorasi, atau benda yang menghalangi pintu keluar, akses
kedalamnya, jalan keluar darinya, atau visibilitas daripadanya.
 Akses eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah
ditemukan dan dikenali.
 Akses eksit 1 arah menuju ke 1 eksit, lebar minimal akses eksit harus
paling sedikit bisa dilalui oleh kursi roda.
b. Exit Pelepasan
Exit pelepasan harus mudah terlihat dan memiliki akses langsung ke ruang
terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung dan jarak paling jauh antara eksit
pelepasan dan ruang terbuka di luar Bangunan Gedung harus tidak melebihi 10 m

c. Pintu Exit
Bangunan Gedung dengan ketinggian sedang dan tinggi serta Bangunan
Gedung Umum di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit
yang tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya.
d. Sarana dan Prasarana pendukung Evakuasi
Gambar dan tulisan pendukung evakuasi harus dapat terbaca dengan jelas.
serta menunjukkan tata letak lantai terhadap orientasi bangunan yang benar dan
menekankan pada jalur penyelamatan (dalam kaitannya dengan lokasi pembaca),
koridor penyelamatan dan eksit menggunakan kata, warna, dan tanda arah yang tepat.

10. Standar Persyaratan Lingkungan


Peraturan pemanfaatan ruang Kota Surabaya yang diatur dalam Peraturan
Walikota Surabaya Nomor 75 Tahun 2014 tentang pedoman teknis pengendalian dan
pemanfaatan ruang dalam rangka pendirian bangunan di Kota Surabaya.
a. Garis Sepadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah Garis
Sempadan Pagar, yang ditetapkan dalam rencana kota.
1. Garis sepadan bangunan pada lingkungan yang lebarnya lebih dari 2 m
sampai dengan 4 m, maka panjang GSB ditetapkan 2 m.
2. Lingkungan dengan lebar jalan lebih dari 4 m dampai dengan 6 m,
maka panjang GSB ditetapkan sepanjang 3 m.
3. Lingkungan dengan lebar jalan lebih dari 6 m, maka GSB yang
ditentukan mempertimbangkan ukuran kavling dan peruntukan lahan
serta ketentuan GSB yang telah diterbitkan di sekitar lokasi dan
mempertimbangkan pengawasan jalan.
4. Pada saluran/drainase yang lebarnya lebih dari 2 m sampai dengan 4 m,
maka panjang GSB ditetapkan 2 m.
5. Pada saluran yang lebarnya lebih dari 4 m sampai dengan kurang dari 6
m , maka panjang GSB ditetapkan 3 m.
6. Pada bangunan dengan fungsi untuk perdagangan, jasa, atau fasilitas
umum. Bangunan dengan panjang lahan setelah terpotong GSP paling
sedikit 20 m, GSB belakang disesuaikan dengan kebutuhan pemohon
dan sekurang-kurangnya 3 m.
7. Bangunan dengan panjang lahan setelah terpotong GSP paling sedikit
20 m, GSB belakang disesuaikan dengan kebutuhan pemohon dan
sekurang-kurangnya 3 m.
8. Pada bangunan kurang dari sama dengan 40 m yang berada di posisi
pojok dan KDB kurang dari 50 % dari keseluruhan lahan, maka tidak
dipersyarat GSB samping dan belakang.
9. Pada bangunan bertingkat tinggi, yang berada di posisi pojok dan KDB
kurang dari 50% dari keseluruhan lahan, maka GSB Samping dan
Belakang disesuaikan dengan kebutuhan pemohon dan sekurang-
kurangnya 3 m.

b. Garis Sepadan Pagar (GSP)


Garis Sempadan Pagar yang selanjutnya disingkat GSP adalah garis rencana
jalan yang ditetapkan dalam rencana kota.
1. Pada jalan dengan fungsi arteri, kolektor dan lokal ketentuan GSP mengacu pada
rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya;
2. Pada jalan lingkungan yang baru, GSP ditentukan minimal 6 m;
3. Pada jalan lingkungan yang sudah terbentuk dan tidak memungkinkan untuk
diterapkan ketentuan GSP sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka GSP
ditentukan sekurang-kurangnya 3 m dan/atau mempertimbangkan kondisi
eksisting serta integrasi rencana jalan di sekitarnya.

c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Untuk wilayah surabaya KDB untuk bangunan dengan sistem tunggal KDB
maksimumnya adalah 60%, sedangkan untuk bangunan dengan sistem blok KDB
maksimumnya 50%. Peraturan ini diatur di dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun
2018 Tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Surabaya Tahun
2018-2038.

d. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)


KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Untuk KLB ini diambil berdasarkan lebar jalan dan fungsi dari bangunan itu sendiri.
Untuku apartemen/kondominium KLB yang diizinkan sesuai yang diatur dalam Perda
No 8 tahun 2018 yaitu:
● Untuk lebar jalan ≥ 16 meter : 4,8 poin
● untuk lebar jalan 10 meter sampai dengan ≤ 16 meter : 4,2 poin

e. Koefisien Daerah Hijau (KDH)


KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka
di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Sesuai dengan Perda No 8 tahun
2018 KDH minimum untuk bangunan dengan fungsi apartemen/ flat/ rusun komersial
adalah 10%.

11. Kajian Kegiatan

KEGIATAN STANDAR DINAS PU

A. KEGIATAN HUNIAN

· Berada di Lt.1 dan berikutnya - 1 Unit


1. Beritirahat Hunian terdiri atas: 1 Ruang Multifungsi, 2
Rg Tidur, 1 KM/WC, dan Rg Service (Dapur
2. Berkumpul bersama
dan Cuci). Dengan total luas maks. 30 m².
keluarga
· Penutup dinding KM/WC dengan
3. Mencuci baju pasangan keramik tinggi maksimum adalah
1.80 meter dari level lantai.
4. Menjemur pakaian · Penutup meja dapur dan dinding meja
dapur dengan keramik. Tinggi maks.
5. Memasak pasangan keramik dinding meja dapur 0.6m
dari lv meja dapur.
6. Makan
· Elevasi KM/WC dinaikkan terhadap
7. MCK elevasi unit hunian, hal ini berkaitan dengan
mekanikal-elektrikal untuk menghindari
8. Parkir (penghuni) sparing air bekas dan kotor menembus pelat
lantai.

B. KEGIATAN PUBLIK

· Setiap lantai bangunan rusuna bertingkat


1. Berkumpul dengan tinggi harus disediakan ruang bersama yang
tetangga (berdiri maupun dapat berfungsi sebagai fasilitas
duduk) bersosialisasi antar penghuni.
· Ukuran koridor/selasar sebagai akses
2. Bermain
horizontal antar ruang dipertimbangkan
3. Melaksanakan acara berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan
hajatan jumlah pengguna, minimal 1.2 m.
· Railling/pegangan rambat balkon dan
selasar harus mempertimbangkan faktor
privasi dan keselamatan dengan
memperhatikan estetika sehingga tidak
menimbulkan kesan masif/kaku, dilengkapi
dengan balustrade dan railing.

C. KEGIATAN KOMERSIL

· Ruang komersial terletak di lantai dasar


Berjualan bangunan rumah susun
· Penutup dinding KM/WC menggunakan
1. Menyiapkan barang pasangan keramik dengan tinggi maksimum
dagangan adalah 1.80 meter dari level lantai.
· Penutup meja dapur dan dinding meja
2. Memasak dapur menggunakan keramik. Tinggi
maksimum pasangan keramik dinding meja
3. Mencuci piring dapur adalah 0.60 meter dari level meja
dapur.
4. Melakukan transaksi jual-
beli

Berbelanja

5. Memilih barang

6. Makan/minum

7. Melakukan pemba- yaran

D. KEGIATAN PENGELOLAAN DAN SERVIS

· Seluruh instalasi utilitas harus melalui


Administrasi shaft, perencanaan shaft harus
memperhitungkan estetika dan kemudahan
1. Pengelola perawatan.
· Rg. Mekanikal & elektrikal dirancang
2. Parkir (pengelola) secara terintegrasi dan efisien, dengan sistem
yang dibuat seefektif mungkin.
· Lt. dasar dipergunakan untuk fasos, fasek
Servis
dan fasum (Ruang Unit Usaha, Ruang
Pengelola, Ruang Bersama, Ruang Penitipan
3. Pemeliharaan Anak, Ruang Mekanikal-Elektrikal,
prasarana dan sarana lainnya, antara lain
tempat penampungan sampah/kotoran.)
4. Peralatan

5. Keamanan dan parkir

6. Servis

E. KEGIATAN PUBLIK DI LUAR BANGUNAN

· Lt. dasar dipergunakan untuk fasos, fasek


1. Bermain dan fasum (Ruang Unit Usaha, Ruang
Pengelola, Ruang Bersama, Ruang Penitipan
2. Duduk bersantai
Anak, Ruang Mekanikal-Elektrikal,
3. Olahraga prasarana dan sarana lainnya, antara lain
tempat penampungan sampah/kotoran.)
· Luas ruang yang memadai untuk
menampung kegiatan di dalam ruang publik.
· Keamanan bagi anak-anak yang bermain
di ruang publik

F. KEGIATAN PARKIR

· Setiap bangunan rusun bertingkat tinggi


1. Parkir (penghuni) diwajibkan menyediakan area parkir dengan
rasio 1 (satu) lot parkir kendaraan untuk
2. Parkir (pengelola)
setiap 5 (lima) unit hunian yang dibangun.
3. Parkir (tamu)

12. Lighting (pencahayaan)


Pencahayaan dibentuk oleh kata dasar yaitu cahaya. Cahaya adalah energi
yang terpancar kesemua arah dan menyebar ke area yang lebih besar ketika keluar
dari sumbernya. Ketika menyebar, cahaya juga berbeda intensitas menurut jarak dari
sumbernya (Ching, 2011).
Pencahayaan terhadap suatu ruangan atau objek dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan.

A. Pencahayaan Alami

Menurut Satwiko (2004) dalam Astuti (2016) cahaya alami merupakan cahaya yang
didapatkan suatu objek dari sinar matahari secara langsung dari awal matahari terbit hingga
terbenam. Pencahayaan alami juga dapat diartikan sebagai pencahayaan yang berasal dari
sumber alam, pada umumnya dikenal sebagai cahaya matahari (SNI, 2011). Pencahayaan
alami dibedakan menjadi dua yaitu sunlight dan daylight. Berdasarkan ketentuan yang ada
dalam SNI tentang pencahaayan, Pencahayaan alami harus memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut,

1. Pencahayaan alami dalam bangunan gedung harus memenuhi ketentuan SNI


tentang tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung.

2. Dalam pemanfaatannya, radiasi yang ditimbulkan oleh cahaya matahari


langsung ke dalam bangunan gedung harus dibuat seminimal mungkin untuk
menghindari timbulnya peningkatan temperatur pada ruang dalam bangunan.

3. Cahaya langit bukaan transparan pada bangunan harus diutamakan daripada


cahaya matahari langsung.

4. Cahaya alami di siang hari harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya


sebagai alternatif cahaya tambahan untuk mengurangi penggunaan energi
listrik pada bangunan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sistem terkait.

B. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan berdasarkan SNI-6197 tahun 2011 adalah pencahayaan yang


dihasilkan oleh sumber cahaya buatan manusia (selain dari cahaya alami). Pencahayaan
buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau
saat kebutuhan pencahayaan alami tidak mencukupi untuk menerangi sebuah ruang. Dalam
menentukan pencahayaan buatan dalam suatu ruangan haruslah memenuhi standar yang ada,
dalam hal ini adalah SNI. Setiap fungsi ruang tentu memiliki perbedaan aktifitas dan
kebutuhan akan pencahayaan. Untuk itu ditetapkan Tingkat pencahayaan minimal. Tingkat
pencahayaan yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari tingkat pencahayaan pada table
berikut.

Fungsi ruang Tingkat Kelompok Warm Warmwhite Coolday


pencahayaan renderasi light
(lux) warna <3300K 3300-5300 k
>5300 k

RUANG KOMUNAL

Ruang resepsionis 300 1 atau 2 * *

Lobi 350 1 * *
Ruang serba guna 200 1 * *

Ruang rapat 300 1 * *

Ruang makan 250 1 * *

Kafetaria 200 1 * *

Kamar tidur 150 1 atau 2 * *

Koridor 100 1 * *

Dapur 300 1 * *

RUANG HUNIAN

Ruang makan 250 1 atau 2 *

Teras 60 1 atau 2 * *

Ruang tamu 150 1 atau 2 *

Ruang kerja 300 1 * *

Ruang tidur 250 1 atau 2 * *

Kamar mandi 250 1 atau 2 * *

Dapur 250 1 atau 2 * *

RUANG KOMERSIL

Area jual besar 500 1 atau 2 * *


Area jual kecil 300 1 atau 2 * *

Area kasir 500 1 atau 2 * *

Toko kue dan 250 1 * *


makanan

Toko elektronik 250 1 atau 2 * * *

Toko buku dan 300 1 * * *


alat tulis

Toko pakaian 500 1 * *

Toko olahraga 250 1 * * *

Pasar swalayan 500 1 * *

Standar Nasional Indonesia tentang pencahayaan

(Sumber: SNI -6197-2011)

Keterangan:

· Tanda ♦ artinya dapat digunakan.

· Pengaruh warna, kelompok 1 : Ra indeks 81% ~ 100%;

· Pengaruh warna, kelompok 2 : Ra indeks 61% ~ 80%;

· Pengaruh warna, kelompok 3 : Ra indeks 40% ~ 60%;

· Pengaruh warna, kelompok 4 : Ra indeks < 40%.

13. Temperature (Suhu)

Temperature adalah suatu ukuran dingin atau panas keadaan atau sesuatu. Satuan ukur
dari temperatur di Indonesia adalah derajat celcius, namun secara global mayoritas
menggunakan derajat Fahrenheit. (Sarsinta, 2008). Sedangkan menurut Wirastuti dkk, 2008,
temperature adalah panas atau dinginnya suatu udara. Perubahan temperature udara
disebabkan oleh adanya kombinasi kerja antara udara, perbedaan kecepatan proses
pendinginan dan pemanasan suatu daerah oleh jumlah kadar air dan permukaan bumi.

Dalam Azizah (2014) landasan teori kenyamanan termal bagi masyarakat Indonesia
adalah

a) Daerah nyaman fisik manusia, untuk tipe udara diam (kecepatan angin 0
m/detik), dapat dicapai pada kondisi bersuhu 21-27 oC dan berkelembaban
20-70 %.

b) Daerah nyaman fisik manusia, untuk tipe udara bergerak (kecepatan


angin 0,1-1,0 m/dt), daerah nyaman dapat dicapai pada kondisi bersuhu
25-35 oC dan berkelembaban 5-85 %.

Untuk mencapai kenyamanan termal yang baik maka perlu adanya proses
pengondisian udara. Pengondisian udara adalah upaya dalam Sistem pengkondisian udara
yang digunakan untuk mengatur suhu udara dan kelembaban yang nyaman di dalam ruangan.

14. Sounds (Suara/Bunyi)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Bunyi adalah sesuatu yang terdengar
(didengar) atau ditangkap oleh telinga baik itu nada, laras (pada alat musik atau nyanyian dan
sebagainya). Bunyi juga dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mengganggu atau biasa
disebut bising. Menurut Sears & Zemansky (2004: 58), definisi umum dari bunyi (sound)
adalah sebuah gelombang longitudinal yang merambat dalam suatu medium (padat, cair atau
gas). Bentuk dan cara menghasilkan gelombang bunyi dapat diilustrasikan dari getaran
selaput atau diafragma suatu pengeras suara.

Kepmen Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, menyatakan


bahwa ambang batas kebisingan hotel standarnya 55 dB dan tempat rekreasi standarnya 70
dB. dalam hal ini kafe dapat digolongkan dalam tempat perdagangan dan jasa, sehingga
bunyi yang ada didalam kafe tidak boleh melebihi standar yaitu 70 dB.
Standar kebisingan fungsi ruang

(Sumber : Kepmen Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan)

Pada dasarnya sifat-sifat bunyi sama dengan sifat-sifat gelombang longitudinal, yaitu
dapat dipantulkan (refleksi), dibiaskan (refraksi), dipadukan (interferensi), dan dapat
dilenturkan (difraksi). Dengan demikian bunyi dapat di modifikasi atau diatur sesuai dengan
kebutuhan yang ada, Sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang sudah
ditentukan oleh pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai