PENGERTIAN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki
nilai
dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Manajemen ASN
lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai
sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan
perkembangan jaman.
Kedudukan
Berikut beberapa konsep yang ada dalam UU No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
1) Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
2) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
1)
2)
3)
KEWAJIBAN
Manajemen PPPK
Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan,
pengadaan, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan,
disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja dan
perlindungan.
SMART ASN
Pandemi Covid-19 telah mengantarkan dunia pada sebuah masa revoulusioner dengan
berpindahnya sebagian kehidupan manusia menuju dunia tanpa batas, yakni dunia digital. Kita
dipaksa untuk masuk dan mengikuti segala perkembangan yang ada di dunia digital atau sering
disebut dengan istilah Mendadak Digital.
Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh masyarakat digital dapat menggunakan media
digital secara bertanggung jawab. Hal ini termasuk dalam visi misi Presiden Jokowi untuk
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Penilaiannya dapat ditinjau dari etis dalam mengakses
media digital (digital ethics), budaya menggunakan digital (digital culture), menggunakan media
digital dengan aman (digital safety), dan kecakapan menggunakan media digital (digital skills).
Digital skill merupakan Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan
perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.
Digital culture merupakan Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan,
memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK. Digital ethics
merupakan Kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri,
merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette)
dalam kehidupan sehari-hari. Digital safety merupakan Kemampuan User dalam mengenali,
mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran pelindungan
data
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital, berada di
domain ‘single, informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud
kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’ di
mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warganegara dalam
batas-batas ///4formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang
‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital
membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain ‘kolektif,
informal’. Digital Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat menjaga
keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah menyentuh instrumen-
instrumen hukum positif.
Ruang digital adalah lingkungan yang kaya akan informasi. Keterjangkauan (affordances) yang
dirasakan dari ruang ekspresi ini mendorong produksi, berbagi, diskusi, dan evaluasi opini publik
melalui cara tekstual
Telah disusun pula 4 modul yang dibuat untuk menunjang percepatan transformasi digital yaitu:
1. Cakap Bermedia Digital
2. Budaya Bermedia Digital
3. Etis Bermedia Digital
4. Aman Bermedia Digital
4 pilar wajib yang harus dikuasai oleh para peserta CPNS yang terdiri dari etika, keamanan, budaya,
dan kecakapan dalam bermedia digital.
Cara melawan konten negatif diantaranya adalah memverifikasi informasi. Kita wajib melakukan
cross check untuk menguji kebenaran suatu informasi.
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital
Keempat pilar yang menopang literasi digital yaitu etika, budaya, keamanan, dan kecakapan dalam
bermedia digital.
Dalam beraktivitas di internet, terdapat etika dan etiket yang perlu diikuti oleh pengguna. Keduanya
wajib dipahami, ditaati, dan dilaksanakan oleh pengguna selama mengakses layanan internet
(Pratama, 2014: 383). K.Bertens (2014: 470) mendefinisikan etika sebagai sistem nilai dan norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah
lakunya. Berbeda dengan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu berinteraksi dengan
individu lain atau dalam masyarakat (Pratama, 2014: 471). Jadi, etiket berlaku jika individu
berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Sementara etika berlaku meskipun individu
sendirian. Hal lain yang membedakan etika dan etiket ialah bentuknya, etika pasti tertulis, misal
kode etik Jurnalistik, sedangkan etiket tidak tertulis (konvensi). Bab ini membahas tentang etiket
berinternet yang akan diawali dengan penjabaran perbedaan antara etika dan etiket agar diperoleh
kejelasan perbedaan antara konsep keduanya sebagaimana yang terlihat dalam bagan di bawah ini
Kesimpulan :
Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu
mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Setelah mempelajari isi modul dan mengikuti kegiatan pembelajaran di dalamnya, peserta
diharapkan dapat:
a. Memiliki pemahaman mengenai literasi digital;
b. Mengenali berbagai bentuk masalah yang ditimbulkan akibat kurangnya literasi digital;
c. Mampu mengimplementasikan materi literasi digital pada kehidupan sehari-hari bagi peserta;
d. Mampu mengaplikasikan materi literasi digital dana kehidupan sehari-hari bagi peserta;
e. Menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kecakapan, keamanan, etika, dan budaya
dalam bermedia digital.