menurut istilah adalah suatu sikap seseorang untuk memilih titik yang seimbang atau adil dalam
menghadapi suatu permasalahan.
Tawazun adalah suatu sikap yang mampu menyeimbangkan diri seseorang pada saat memilih
sesuatu sesuai kebutuhan, tanpa condong atau berat sebelah terhadap suatu hal tersebut.
Dengan kita mensyukuri suatu nikmat dari Allah, yakni berupa jasad, maka kita penuhi kebutuhan
dasar jasad kita, seperti halnya makan, minum, bekerja dan belajar.
Dari hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap tawazun diperlukan oleh setiap Muslim. Seorang
Muslim hendaknya senantiasa menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya, tidak condong pada
salah satu di antaranya.
Jalankan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, membaca Alquran, dzikir, dan lain-lain sebagai bentuk
takwa seorang hamba kepada Allah SWT. Namun tidak mengabaikan hak dirinya dan orang di
sekitarnya.
Dalam QS. Al Qashash ayat 77 yang artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Dalam ayat di atas dijelaskan bagaimana tawazun merupakan, sikap yang mampu menyeimbangkan
diri seseorang pada saat memilih sesuatu sesuai kebutuhan, seimbang antara kebutuhan dunia dan
akhirat, seimbang kebutuhan rohani dan jasmani, seimbang kebutuhan Ilahiah dan aqliah, seimbang
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan beribadah kepada Allah.
Keseimbangan dalam penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan
dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Selain itu, bisa juga diartikan sebagai keseimbangan
antara jasad, akal, dan hati nurani seseorang.
Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah, yakni sudah memiliki tauhid sejak lahir. Namun,
ketauhidan yang dimiliki tersebut juga tergantung pada keluarga yang mengasuh manusia itu sejak
lahirnya hingga dewasa nanti.
Manusia dan agama lslam keduanya merupakan ciptaan Allah yang sesuai dengan fitrah Allah.
Mustahil Allah menciptakan agama lslam untuk manusia yang tidak sesuai Allah Swt.
Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa manusia itu diciptakan sesuai dengan fitrah Allah yaitu memiliki
naluri beragama, agama tauhid Islam dan Allah menghendaki manusia untuk tetap dalam fitrah itu.
Kalau ada manusia yang tidak beragama Islam, itu hanya karena pengaruh lingkungan yang
membesarkan dirinya.
Dalam Hadits diriwayatkan Imam Muslim yang artinya “Setiap bayi terlahir daIam keadaan fitrah
(Islam) orang tuanyalah yang menjadikan ia sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi)”.
Berdasarkan fitrah Allah Swt, manusia dalam Islam mempunyai tiga potensi yaitu al-jasad, ar-ruh,
dan al aql. Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang).
Yang pertama, al-jasad (jasmani).
Jasad/jasmani atau yang biasa kita sebut dengan raga, merupakan suatu amanah dari Allah kepada
manusia untuk dijaga dan dirawat sebaik-baiknya. Maka dari itu kita harus menjaga raga ini dengan
cara memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan fisiologis maupun biologis. Dengan kita mensyukuri
suatu nikmat dari Allah, yakni berupa jasad, maka kita penuhi kebutuhan jasad kita seperti halnya
makan, minum, bekerja dan lain sebagainya
Kedua ar-ruh (rohani).
Rohani atau yang biasa kita kenal dengan jiwa juga merupakan suatu amanah dari Allah yang harus
kita jaga, yakni dengan cara zikrullah atau mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, maka hati/ruh
manusia akan merasa tenang, aman, nyaman dan memiliki suatu semangat untuk melanjutkan
perjalanan hidupnya.
Ketiga, al ‘aql (Akal)
Akal merupakan suatu keistimewaan yang dimiliki manusia merupakan pemberian Allah Swt. Akal
adalah sesuatu yang membedakan manusia dengan hewan, tumbuhan dan makhluk Allah lainnya.
Dengan akal, manusia dapat berfikir dengan baik dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, dapat berfikir untuk menjauhi sifat keji dan munkar, serta dengan akal manusia dapat
memanfaatkan alam sebaik-baiknya, yakni dengan menjadi seorang pemimpin/khalifah di muka bumi
ini.
Seseorang yang mempunyai sikap tawazun sangat bermanfaat untuk dirinya karena ia akan
mendapatkan kebahagiaan hidup, ketenangan ruhani, ketenangan jiwa, kebahagiaan lahir dan batin
sehingga dapat melaksanakan kegiatan dengan baik serta merasakan kenikmatan hidup yang luar
biasa dalam kesehariannya baik suka maupun duka.
Namun banyak dari kita yang tidak bisa bersikap tawazun, karena nafsunya selalu mempunyai sikap
materialistis, Seseorang yang materialis hanya menggunakan jasad saja untuk melakukan segala
kegiatannya. Tanpa berfikir rasa dan atau menggunakan hatinya.
Sebaliknya ada juga seseorang panthaisme, yaitu orang yang hanya mengedepankan jiwa/ruh/hati
saja, tanpa akal dan jasad. Semua diserahkan pasrah tawakkal hanya kepadaNya.
Dan yang ekstrim adalah seseorang yang atheis, hanya mengandalkan akal pikiran/rasio belaka
tanpa melibatkan hati maupun kekuatan raganya. Semua sikap dan tindakannya berdasarkan logika
tanpa menghadirkan jiwa dan mengolah rasa di dalam hatinya.
Contoh ketiga orang di atas, adalah orang yang tidak bisa bertawazun dan jauh dari rasa bahagia,
nyaman ataupun ketenangan dalam hidupmya.
Pada dasarnya seseorang yang tidak bersikap tawazun sudah bisa diketahui sejak awal. Menjadi
orang yang bijak itu satu keharusan, karena jika menjadi orang bodoh akan mengetahui musibah
setelah terjerumus dalam musibah. Menjadi orang awam akan mengetahui musibah saat terjerumus
dalam musibah. Dan menjadi orang yang bijak, mengetahui musibah sebelum datangnya.
Oleh karena kita harus pandai membaca isyarat alam dalam diri, keluarga, masyarakat dan dakwah
sebagaimana keteladanan sikap tawazun Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw adalah pribadi yang ideal dijadikan model atas pelaksanaan konsep tawazun. Beliau
adalah orang yang memiliki keimanan yang kuat, pemimpin dan ahli ibadah yang zuhud, ahli strategi
perang yang sangat berani, panglima yang gigih, teguh dan agung. Di lingkungan keluarga, beliau
adalah sebaik-baik pemimpin keluarga sekaligus guru, senantiasa berbuat baik dan sayang terhadap
istri, anak-anak maupun seluruh kerabat.
Sahabat Abu Bakar Assiddiq adalah sosok sahabat yang baik di kalangan masyarakat, keluarga dan
saudaranya. Ketika Rasulullah Saw diboikot sebenarnya beliau bukan termasuk yang diboikot, tetapi
beliau selalu mengikuti Rasulullah Saw.
Seseorang yang membangun sikap tawazun harus berkesinambungan dengan terus menerus
menetapkan niat.
“Innamal a’maalu bin niaat…”(HR. Bukhori & Muslim)
artinya sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya. Jadi kita harus mempunyai niat
yang benar untuk apapun yang akan kita kerjakan termasuk bersikap tawazun harus diniatkan Lillahi
ta’ala semata-mata karena Allah Swt.
Karenanya penting sekali seseorang untuk membuat program agenda harian, mingguan ataupun
bulanan sesuai dengan kemampuan dirinya, yaitu :
1. Merencanakan/mengagendakan semua kegiatan yang akan dilakukan atau kegiatan yang
bermanfaat dan berguna setiap harinya sesuai dengan kemampuan. Artinya membuat rencana
kegiatan yang menurut kita dapat kita kerjakan dan terjadwal dengan baik dan benar.
2. Melaksanakan apa yang sudah direncanakan dalam agenda perencanaan.Dengan
merencanakan kegiatan sesuai kemampuan, selanjutnya kita melaksanakan apa yang telah
direncanakan. Jangan menunda-nunda kegiatan tersebut. Sebaiknya kita mendahulukan
kegiatan yang paling penting atau yang lebih mudah untuk dikerjakan sesuai skala prioritas.
3. Selanjutnya dalam melakukan kegiatan itu harus terus berkesinambungan atau
kontinyu.“Amal (Kebaikan) yang disukai Allah ialah yang langgeng meskipun sedikit”
(HR. Bukhori). Amal yang sedikit yang penting berkesinambungan dari pada amal yang
banyak namun tidak berkesinambungan dan berkelanjutan.
4. Terakhir melakukan Instropeksi.
“Sesungguhnya Allah Swt merentangkan tanganNya pada malam hari memberi kesempatan
taubat bagi para pelaku kesalahan pada siang hari dan merentangkan tanganNya pada siang
hari memberi kesempatan taubat bagi pelaku kesalahan pada malam hari, sampai kelak
matahari terbit dari barat(kiamat). “(HR. Bukhori). Orang yang selalu instropeksi dan mawas
diri akan membawa keselamatan pada diri dan keluarganya.
Jadi, perlu digarisbawahi bahwa sikap tawazun sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh setiap
muslim. Seorang muslim hendaknya menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya, tidak hanya
condong pada salah satu di antaranya.
Menjalankan kewajiban ibadah seperti sholat, berpuasa, membayar zakat, membaca Alquran,
berzikir, berinfaq, sodaqoh, belajar, bekerja dan berdoa sebagai bentuk takwa seorang hamba kepada
Allah Swt. Namun tidak mengabaikan hak-hak dirinya, keluarga, saudaranya, masyarakat dan orang di
sekitarnya.