Anda di halaman 1dari 82

PEDOMAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO

CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK - UMUM


Pangan Steril Komersial yang Diolah dan Dikemas Secara Aseptik

Jakarta : Direktorat Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru


Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2019

ISBN XXXXXXXX
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk elektronik, mekanik, fotocopi, rekaman atau
cara apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari Badan POM RI

Diterbitkan :
Direktorat Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat, 10560
Telepon (62-21) 4241781, Faks (62-21) 4241781
Email : steril.komersial@pom.go.id

Tim Penyusun :
Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP
Dra. Chairun Nissa, Apt.
Fitri Kristiana, STP
Endah Nur Wulan SP
Tyas Setyaningsih
Dinar Yoggy Pindarto
Retno Priyandani
Akhmad Fahmi Hikmatiyar
Mellisa Suhandi
PEDOMAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO
CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK - UMUM
Pangan Steril Komersial yang Diolah dan Dikemas Secara Aseptik

Jakarta : Direktorat Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru


Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2019

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk elektronik, mekanik, fotocopi, rekaman atau
cara apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari Badan POM RI

Diterbitkan :
Direktorat Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat, 10560
Telepon (62-21) 4241781, Faks (62-21) 4241781
Email : steril.komersial@pom.go.id

Tim Penyusun :
Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP
Dra. Chairun Nissa, Apt.
Fitri Kristiana, STP
Endah Nur Wulan SP
Tyas Setyaningsih
Dinar Yoggy Pindarto
Retno Priyandani
Akhmad Fahmi Hikmatiyar
Mellisa Suhandi
1 PENDAHULUAN
1.1. Maksud dan Tujuan
Pedoman CPPOB Proses ini menjelaskan tentang pengendalian
proses pada langkah-langkah pengolahan utama. Bagian ini
dimaksudkan agar industri memahami tahapan-tahapan yang ada di
dalam pengolahan pangan steril komersial yang diolah dan dikemas
secara aseptik terutama tahapan perlakuan panas dan pengemasan.
Persyaratan CPPOB terdiri atas 3 (tiga) tingkatan, yaitu "harus"
(shall), ”seharusnya" (should), dan "dapat" (can), yang diberlakukan
terhadap semua ruang lingkup yang terkait dengan proses produksi,
pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan pangan dengan
rincian sebagai berikut:
a. persyaratan “harus” dianggap Kritis ;
b. persyaratan “seharusnya” dianggap Major;
c. persyaratan "dapat" dianggap Minor.

1.2. Kategori Ketidaksesuaian


Apabila saat penerapan sistem PMR ditemukan ketidaksesuaian,
maka temuan tersebut dapat dikategorikan menjadi :
1. Ketidaksesuaian Kritis adalah penyimpangan terhadap
persyaratan “harus” yang mengindikasikan apabila tidak
dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara
langsung dan/atau persyaratan yang wajib dipenuhi.
2. Ketidaksesuaian Major adalah penyimpangan terhadap
persyaratan “seharusnya” yang mengindikasikan apabila tidak
dipenuhi mempunyai potensi atau secara tidak langsung
berpengaruh terhadap keamanan produk pangan.
3. Ketidaksesuaian Minor adalah penyimpangan terhadap
persyaratan “dapat” yang mengindikasikan apabila tidak
dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi mutu
(wholesomeness) produk pangan namun kurang berpengaruh
terhadap keamanan produk pangan dan efisiensi pengendalian
keamanan produk pangan.

2 RUANG LINGKUP
Pedoman CPPOB Proses ini digunakan untuk produk pangan steril
komersial yang diolah dan dikemas secara aseptik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Produk pangan dengan karakteristik
pangan steril komersial namun tidak menerapkan teknologi aseptik
tidak mengikuti ketentuan pada Pedoman ini.

3 DESAIN DAN KONSTRUKSI BANGUNAN, FASILITAS/


SARANA DAN PERALATAN

3.1. Ruang Lingkup


Bagian ini membahas persyaratan dan prosedur untuk memastikan
fasilitas industri (lokasi, sarana jalan, lingkungan pabrik, area
pengolahan) dan fasilitas operasional (fasilitas penyimpanan,
tangga, lift, perpipaan, tangki dan bejana, pompa, pendukung
sarana pengolahan, penerangan, ventilasi, fasilitas karyawan,
peralatan, tempat pencucian alat, tempat pencucian tangan,
drainase dan penanganan limbah, pengaturan suhu, transportasi
produk) memiliki desain, konstruksi, dan beroperasi sesuai dengan
panduan yang dapat meminimalkan kontaminasi.
3.2. Tindakan Pengendalian
Industri harus memastikan bahwa lokasi, fasilitas, peralatan, dan
sarana pelayanan dirancang dan dibangun dengan cara yang sesuai
dengan tujuan pengendalian produk.

3.2.1. Lokasi
Sarana produksi seharusnya berada di area yang bebas dari
asap, debu, bau tak sedap, atau cemaran lain dan tidak rawan
banjir.

3.2.2. Jalan dan Wilayah yang Dilalui oleh Lalu Lintas Kendaraan
Jalan dan area sarana produksi termasuk tempat parkir
seharusnya dikeraskan sehingga sesuai untuk kendaraan dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang baik dan
mudah dibersihkan.

3.2.3. Bangunan dan Fasilitas


3.2.3.1. Bangunan dan fasilitas seharusnya memiliki konstruksi
yang kokoh dan dijaga dalam kondisi baik.
3.2.3.2. Area kerja yang mencukupi seharusnya disediakan
sehingga memungkinkan kinerja yang optimal untuk
semua operasi.
3.2.3.3. Rancangan bangunan dan peralatan seharusnya
memudahkan pembersihan dan pengawasan higiene.
3.2.3.4. Bangunan dan fasilitas seharusnya dirancang agar dapat
mencegah masuk dan bersarangnya hama serta mencegah
masuknya cemaran lingkungan seperti asap, debu, dll.
3.2.3.5. Bangunan dan fasilitas seharusnya dirancang untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang, misalnya dengan
menggunakan partisi, jarak, atau cara lain yang efektif.
3.2.3.6. Bangunan dan fasilitas seharusnya dirancang untuk
memfasilitasi operasi yang higienis dengan cara mengatur
aliran proses dari mulai kedatangan bahan baku sampai
dengan tempat penyimpanan produk akhir. Bangunan dan
fasilitas tersebut seharusnya memiliki suhu yang sesuai
untuk proses dan produknya.
3.2.3.7. Dalam area pengolahan pangan:
a. Lantai, seharusnya terbuat dari bahan kedap air, tidak
menyerap, dapat dicuci, tidak licin dan tidak
mengandung bahan beracun, tanpa retak, dan mudah
dibersihkan dan didesinfeksi. Jika diperlukan, lantai
seharusnya memiliki kemiringan yang cukup sehingga
cairan dapat mengalir ke saluran pembuangan.
b. Dinding, seharusnya dari bahan kedap air, tidak
menyerap, dapat dicuci dan tidak mengandung bahan
beracun, dan berwarna putih atau warna terang
lainnya, misalnya keramik, epoksi, atau bahan lain
yang sesuai. Dinding seharusnya mulus dan tanpa
retak, mudah dibersihkan dan didesinfeksi sampai
ketinggian yang sesuai untuk operasi. Jika diperlukan,
sudut antar dinding, antara dinding dan lantai dan
antara dinding dan langit-langit seharusnya ditutup
rapat dan dibuat melengkung untuk memudahkan
pembersihan.
c. Langit-langit seharusnya dirancang, dibangun dan
disiapkan sedemikian rupa untuk mencegah akumulasi
kotoran dan meminimalkan kondensasi, pertumbuhan
kapang dan pengelupasan dan seharusnya mudah
dibersihkan.
d. Jendela dan bukaan lainnya seharusnya dikonstruksi
untuk menghindari akumulasi kotoran dan dipasang
kasa penahan serangga. Kasa harus selalu dalam
keadaan bersih. Permukaan kusen jendela bagian
dalam, jika ada, seharusnya dibuat miring untuk
mencegah penggunaannya sebagai rak.
e. Pintu seharusnya memiliki permukaan yang halus,
tidak mudah menyerap air dan kelembaban, jika
diperlukan, dapat tertutup sendiri dengan rapat.
f. Tangga (termasuk ladder dan chutes), lift barang (lift
cages) dan struktur tambahan seperti platform,
seharusnya ditempatkan dan dikonstruksi agar tidak
menyebabkan kontaminasi pada pangan.
g. Perpipaan.
Desain perpipaan dirancang agar kebersihan pipa tetap
terjaga dan tidak menjadi sarang hama. Jenis pipa yang
digunakan sesuai dengan karakteristik produk dan
sistem pembersihannya. Sistem perpipaan disarankan
sependek mungkin untuk menghindari penggunaan
sudut siku. Apabila perpipaan menggunakan sistem
gravitasi, maka desain pipa dalam posisi menurun
sesuai dengan karakteristik produk. Untuk mencegah
kontaminasi silang, maka persyaratan perpipaan harus
sebagai berikut:
 Sistem perpipaan dibedakan antara pipa saluran
untuk proses produksi (saluran air proses, pasokan
uap, pasokan udara), pipa saluran untuk
pembersihan, dan pipa saluran untuk pembuangan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah aliran yang tidak
sesuai dan peluang kontaminasi silang. Pembedaan
pipa saluran dapat menggunakan tanda atau warna
yang berbeda;
 Tidak menjadi sumber pencemaran terhadap
pangan, pasokan air, peralatan, dan perlengkapan
yang digunakan serta tidak menyebabkan kondisi
yang tidak saniter;
 Tidak menyebabkan arus alir balik, dan/atau
menimbulkan hubungan antara jaringan pipa yang
membawa air untuk produksi pangan dengan yang
membawa air limbah;
 Tidak menimbulkan penyumbatan pada pipa, kran,
sambungan, katup, dan meteran serta mudah
dijangkau untuk pemeriksaan dan sanitasi.

3.2.3.8. Semua struktur dan fitting di bagian atas (overhead


structure and fitting) pada area pengolahan pangan
seharusnya mudah dibersihkan. Overhead structure and
fitting dipasang sedemikian rupa untuk menghindari
kontaminasi secara langsung atau tidak langsung dari
pangan dan bahan baku yang diakibatkan oleh kondensasi
dan tetesan serta tidak menghambat operasi
pembersihan. Overhead structure and fitting seharusnya
diisolasi jika diperlukan, yaitu untuk mencegah akumulasi
kotoran atau debu pada bagian overhead structure.
3.2.3.9. Tempat tinggal, toilet dan area di mana terdapat hewan
peliharaan seharusnya dipisahkan dan tidak boleh
terhubung dengan area penanganan pangan.
3.2.3.10. Apabila diperlukan, sarana produksi didesain sedemikian
sehingga akses dapat dikontrol, dan hanya dapat diakses
oleh yang berwenang.
3.2.3.11. Penggunaan bahan yang tidak dapat dibersihkan dan
didesinfeksi dengan baik, misalnya kayu dapat
dipertimbangkan jika penggunaannya tidak menjadi
sumber pencemaran.

3.2.4. Tata Letak Bangunan dan Fasilitas


3.2.4.1. Tata letak bangunan dan fasilitas seharusnya diatur sesuai
dengan urutan proses produksi sehingga tidak
menimbulkan alur kerja yang simpang siur dan tidak
mengakibatkan kontaminasi silang pada produk, misalnya
tidak terjadi pencemaran produk olahan oleh bahan baku.
3.2.4.2. Bangunan harus memiliki tata letak atau denah bangunan
yang dapat membedakan antara area dengan tingkat
pengendalian terhadap cemaran, misalnya:
a. Area Perhatian Tinggi (High Care), yaitu suatu area
dengan tingkat higienitas tertinggi dimana terdapat
kemungkinan kontak antara bahan/produk dengan
lingkungan dan personel serta tidak terdapat proses
lanjutan untuk menghilangkan kontaminasi. Hal-hal
yang harus dikendalikan adalah:
 jumlah mikroba yang tumbuh;
 suhu udara;
 kelembaban udara;
 tekanan udara harus positif, dibuktikan dengan
pengukur tekanan atau aliran udara ke luar ruang;
dan
 prosedur higiene dan sanitasi karyawan sebelum
masuk ke ruangan.
b. Area Perhatian Sedang (Medium Care), yaitu suatu
area yang berdekatan dengan area perhatian tinggi
dengan tingkat higienitas satu tingkat di bawahnya dan
di atas area perhatian dasar dimana memungkinkan
terjadinya kontak antara bahan/produk dengan
lingkungan sehingga memungkinkan terjadinya
kontaminasi namun masih terdapat proses lanjutan
yang dapat menghilangkan kontaminasi.
c. Area Perhatian Dasar (Basic Care), yaitu area yang
kebersihannya dikendalikan secara umum namun tidak
terdapat kontak antara bahan/produk dengan
lingkungan.
Pencegahan yang efektif seharusnya dilakukan untuk
mencegah kontaminasi bahan pangan akibat kontak
secara langsung atau tidak langsung dengan bahan dari
tahapan proses sebelumnya.

3.2.4.3. Ruang Ganti, Toilet dan Fasilitas Karyawan


Setiap pabrik seharusnya menyediakan ruang ganti dan
toilet yang memadai dan nyaman. Toilet seharusnya
dirancang sedemikian rupa untuk memastikan
pembuangan limbah secara higienis. Area ini sebaiknya
memiliki penerangan, ventilasi yang baik dan bila perlu
dilengkapi pemanas yang tidak langsung terhubung
dengan area penanganan pangan.
Fasilitas pencucian tangan sebaiknya disediakan
bersebelahan dengan toilet dan akan dilewati karyawan
ketika kembali ke area pengolahan. Jika handuk kertas
digunakan, sebaiknya disediakan tempat sampah yang
cukup di dekat setiap fasilitas pencucian. Keran yang tidak
dioperasikan dengan tangan lebih disarankan. Peringatan
untuk mencuci tangan setelah menggunakan toilet
sebaiknya ditempatkan di lokasi yang mudah dilihat.
Sarana karyawan seperti tempat ganti pakaian kerja, ruang
istirahat, ruang makan/kantin, mushola dan sebagainya
seharusnya dalam keadaan bersih (bebas dari kotoran dan
bau).
Peralatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (PPPK)
seharusnya tersedia lengkap dan dalam jumlah cukup di
luar area pengolahan yang mudah dijangkau.
3.2.4.4. Fasilitas Cuci Tangan di Area Pengolahan
Fasilitas cuci dan pengering tangan yang memadai
seharusnya disediakan dan ditempatkan di lokasi yang
tepat di setiap proses yang memerlukan. Jika diperlukan,
fasilitas untuk desinfeksi tangan juga seharusnya
disediakan. Selain itu, air yang bersih dalam jumlah yang
mencukupi, tempat pembersihan tangan, dan alat
pengeringan tangan yang sesuai sebaiknya disediakan.

Fasilitas cuci tangan sebaiknya dilengkapi dengan


keterangan yang mudah dimengerti tentang cara mencuci
atau mensanitasi tangan bagi karyawan sebelum mulai
bekerja, setelah selesai bekerja, atau ketika tangan
mereka menjadi kotor atau tercemar. Penjelasan tersebut
adalah untuk karyawan yang menangani pangan yang
tidak terlindungi, bahan pengemas yang tidak terlindungi,
atau bagian dari peralatan dan perlengkapan yang
bersentuhan dengan pangan.
Jika handuk kertas digunakan, tempat sampah yang cukup
seharusnya disediakan di dekat setiap fasilitas pencucian.
Keran yang tidak dioperasikan dengan tangan lebih
disarankan. Fasilitas seharusnya dilengkapi dengan pipa
pembuangan limbah yang tertutup.

3.2.4.5. Fasilitas Desinfeksi


Dalam kondisi tertentu, fasilitas yang memadai untuk
pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan
kerja seharusnya disediakan. Fasilitas ini seharusnya
terbuat dari bahan tahan korosi, mudah dibersihkan, dan
dilengkapi dengan pasokan air panas dan dingin yang
cukup.
3.2.4.6. Pencahayaan
Pencahayaan alami atau buatan yang cukup seharusnya
disediakan. Bila diperlukan, pencahayaan sebaiknya tidak
merubah warna dan intensitasnya seharusnya sekurang -
kurangnya:
 540 lux di setiap titik pemeriksaan;
 220 lux di ruang kerja;
 110 lux di area lainnya.
Penerangan yang dipasang di area bahan pangan pada
setiap tahap produksi harus terbuat dari jenis yang aman
dan terlindungi untuk mencegah kontaminasi pada pangan
jika pecah. Pelindung yang digunakan tidak mengganggu
atau mengurangi intensitas penerangan. Apabila sumber
penerangan tidak berpelindung, maka spesifikasi sumber
penerangan tersebut dipastikan berasal dari bahan yang
tidak berpeluang mengkontaminasi produk contohnya
lampu LED.
3.2.4.7. Ventilasi
Ventilasi yang memadai seharusnya disediakan untuk
mencegah panas berlebih, kondensasi uap dan debu, serta
untuk menghilangkan udara yang terkontaminasi. Arah
aliran udara seharusnya mengalir dari area bersih ke area
kotor. Bukaan ventilasi seharusnya dilengkapi dengan
saringan atau pelindung lainnya yang tidak mudah
berkarat. Saringan harus mudah dilepas dan dibersihkan.
3.2.4.8. Fasilitas untuk Penyimpanan Limbah
Fasilitas untuk penyimpanan limbah dan sampah organik
sebelum dibuang dari pabrik seharusnya disediakan.
Fasilitas ini seharusnya dirancang untuk mencegah akses
hama ke dalam limbah atau sampah organik dan untuk
menghindari kontaminasi pangan, air minum, peralatan,
bangunan atau jalan di sekitar lokasi pabrik.

3.2.5. Peralatan dan Alat Pendukung (Utensil)


3.2.5.1. Bahan
a. Semua peralatan dan alat pendukung yang digunakan
di area penanganan pangan dan yang akan kontak
dengan pangan seharusnya terbuat dari bahan yang
tidak melepaskan zat beracun, bau atau rasa, tidak
menyerap, tahan terhadap penyok, karat, dan goresan
serta permukaannya halus atau licin dan tidak berpori
sehingga mudah dibersihkan dan didesinfeksi berulang
kali. Stainless steel adalah material peralatan yang
disarankan. Aluminium tidak dianjurkan karena rentan
terhadap reaksi oksidasi dan korosi, terutama dari
bahan kimia pembersih dari alkali.
b. Permukaan seharusnya halus dan bebas dari lubang
dan celah. Penggunaan kayu dan bahan lainnya yang
tidak dapat dibersihkan dan didesinfeksi dengan baik
sebaiknya dihindari kecuali jika penggunaannya tidak
akan menjadi sumber kontaminasi.
c. Peralatan yang kontak langsung dengan pangan
seharusnya tara pangan (food grade) sesuai dengan
persyaratan, terbuat dari bahan yang tidak
memindahkan atau mentransfer zat-zat berbahaya
pada pangan, tahan korosi, tidak bereaksi dengan
bahan kimia, dan tidak mencemari pangan.
d. Peralatan yang telah bersentuhan langsung dengan
bahan baku atau bahan yang sudah terkontaminasi
seharusnya dibersihkan dan didesinfeksi secara
seksama sebelum bersentuhan dengan produk akhir.

3.2.5.2. Desain, Konstruksi dan Instalasi


a. Peralatan harus didesain untuk meminimalkan kontak
antara tangan operator dan produk.
b. Semua peralatan dan alat pendukung seharusnya
dirancang dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah
kontaminasi dan memungkinkan pembersihan dan
desinfeksi yang mudah dan menyeluruh, dan bila
memungkinkan, mudah dilihat saat pemeriksaan.
Peralatan yang tidak dapat berpindah seharusnya
dipasang sehingga memudahkan akses dan
pembersihan yang menyeluruh. Tidak mempunyai
sambungan sehingga kotoran tidak tertahan pada
sambungan tersebut dan tidak mencemari pangan
olahan.
c. Wadah untuk bahan limbah dan sampah organik
seharusnya tahan bocor, terbuat dari logam atau
bahan tahan air lainnya yang mudah dibersihkan atau
sekali pakai dan dapat ditutup dengan rapat.
d. Semua ruang berpendingin seharusnya dilengkapi
dengan alat pengukur suhu atau alat pencatat suhu.
e. Identifikasi Peralatan
Peralatan dan alat pendukung yang digunakan untuk
limbah atau sampah organik seharusnya diberi identitas
dan tidak boleh digunakan untuk produk yang dapat
dimakan.
f. Peralatan yang rusak tidak digunakan dalam proses
produksi dan terdapat program pemantauan kelayakan
peralatan yang kontak dengan pangan.

3.2.6. Pasokan Uap Air


Pasokan uap air ke sistem pengolahan panas seharusnya
cukup untuk menjaga tekanan uap terpenuhi selama
pengolahan termal.

3.2.7. Pasokan Gas Steril


3.2.7.1. Udara, atau gas lainnya seharusnya disaring untuk
mensterilkan dan menghilangkan material asing (debu,
minyak dan sejenisnya). Sterilisasi dapat dicapai dengan
filtrasi ganda dalam satu filter housing atau dua filter
housing terpisah, atau dengan sistem kombinasi seperti
insinerasi diikuti dengan penyaringan.
3.2.7.2. Sistem yang digunakan untuk membawa udara steril
komersial atau gas lainnya ke titik penggunaan seharusnya
dapat disterilisasi sebelum digunakan dan dipertahankan
dalam kondisi steril selama operasi.
3.2.7.3. Filter yang digunakan seharusnya memiliki kemampuan
yang dapat ditunjukkan dan diverifikasi untuk memberikan
tingkat penghilangan mikroba dan material asing yang
diperlukan pada kondisi penggunaan.
3.2.7.4. Filter seharusnya diperiksa sebelum pemasangan awal
atau pemasangan ulang yang dapat mengakibatkan gagal
fungsi.
3.2.7.5. Filter seharusnya tidak terpengaruh oleh gas dengan cara
apa pun yang akan mengurangi fungsi atau
mempersingkat masa kerjanya.
3.2.7.6. Filter yang digunakan untuk sterilisasi komersial
seharusnya dipasang, dipelihara dan diubah sesuai dengan
instruksi produsennya. Kinerja filter seharusnya
diverifikasi secara berkala menggunakan metode uji yang
sesuai dan catatan disimpan.
3.2.7.7. Jika insinerasi digunakan untuk menyediakan udara steril,
faktor-faktor kritis seperti suhu dan laju alir udara
seharusnya dikontrol dan dicatat.
3.2.7.8. Untuk kompresor, direkomendasikan untuk menggunakan
kompresor bebas minyak. Jika terdapat penggunaan oli
untuk kompresor dan ada kemungkinan udara tersebut
bersentuhan dengan produk, oli yang digunakan harus
food grade.
3.2.8. Pasokan Energi Cadangan
Cadangan sumber energi atau pasokan listrik seharusnya
tersedia pada saat dibutuhkan bagi industri yang memerlukan
pasokan energi secara berkesinambungan.

3.3. Prosedur Pemantauan


Pemenuhan terhadap persyaratan dan prosedur harus diperiksa
secara rutin oleh penanggung jawab untuk memastikan konsistensi
dan efektivitas dari program yang berlangsung. Contoh kegiatan
pemantauan: pemeriksaan pra-operasional setiap hari terhadap
peralatan atau fasilitas tertentu, pemeriksaan suhu ruang pendingin
dan ruang lain yang suhunya terkendali, pemeriksaan pemeliharaan
bulanan.

3.4. Prosedur Koreksi


Tindakan koreksi harus meliputi pertimbangan untuk menentukan
penyebab dari ketidaksesuaian tersebut serta mencakup:
a. bagaimana masalah dapat diselesaikan (misalnya perbaikan atau
penggantian peralatan);
b. pencegahan terulangnya masalah (misalnya mengubah desain
peralatan atau sarana, pelatihan kembali pekerja menggunakan
peralatan tertentu).

3.5. Rekaman
Dokumen yang harus disimpan mencakup:
a. tata letak bangunan dan lantai pabrik;
b. desain teknik dan spesifikasi;
c. diagram peralatan dan spesifikasi; dan
d. rekaman pemantauan dan tindakan koreksi.
4 SUPLAI AIR

4.1 Ruang Lingkup


Bagian ini membahas persyaratan air yang digunakan untuk
pengolahan, pembersihan, kebersihan karyawan, dan kegiatan lain
yang diperlukan untuk menjaga higiene tempat, fasilitas, dan
peralatan, serta menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan
dan standar yang ditetapkan.

4.2 Tindakan Pengendalian


4.2.1. Secara umum, penanganan pangan harus menggunakan air
minum yang sesuai dengan peraturan persyaratan kualitas
air minum.
4.2.2. Air bersih dapat digunakan untuk produksi uap,
pendinginan, pemadaman api, atau fungsi lain yang tidak
terkait dengan pangan. Namun, air bersih dapat digunakan
pada area penanganan pangan tertentu selama tidak
menyebabkan bahaya kesehatan.
4.2.3. Air yang disirkulasi ulang atau untuk penggunaan ulang di
dalam pabrik seharusnya diberi perlakuan dan dijaga dalam
kondisi yang tidak menyebabkan bahaya kesehatan dari
penggunaannya serta tidak mengontaminasi bahan baku
dan produk akhir. Air yang disirkulasi ulang seharusnya
memiliki sistem distribusi terpisah yang dapat langsung
diidentifikasi. Sistem resirkulasi harus dialirkan (flushed)
apabila air tersimpan dalam jangka waktu cukup lama dan
setelah perbaikan sistem untuk memastikan tidak adanya
air tergenang, karat, dan bahan lain.
4.2.4. Dalam sistem yang hanya menggunakan panas untuk
mensterilkan kemasan dan air untuk mendinginkan
kemasan sebelum kemasan diisi dengan produk, air harus
disterilkan, didinginkan, dan dikirimkan dalam kondisi steril
ke tempat penggunaan.
4.2.5. Es seharusnya terbuat dari air yang memenuhi kriteria air
minum, dan seharusnya diproduksi, ditangani dan disimpan
sedemikian sehingga dapat mencegah kontaminasi.
4.2.6. Uap air yang kontak langsung dengan pangan atau
permukaan kontak pangan seharusnya tidak mengandung
zat yang berbahaya bagi kesehatan atau dapat mencemari
pangan. Air yang digunakan sebagai bahan baku uap air
yang kontak pangan seharusnya memenuhi persyaratan air
minum.
4.2.7. Air yang tidak ditujukan untuk konsumsi misalnya yang
digunakan untuk produksi uap air, pendinginan,
pemadaman kebakaran dan tujuan lain yang tidak
berhubungan dengan pangan seharusnya dialirkan dalam
jalur yang terpisah (dapat diidentifikasi berdasarkan warna
pipa), dan tidak ada koneksi silang atau aliran balik (back-
syphonage) ke dalam sistem yang mengalirkan air minum
yang dapat mengakibatkan kontaminasi.

4.3 Prosedur Pemantauan


4.3.1. Pemantauan prosedur harus dilakukan secara rutin oleh
penanggung jawab (misalnya pengecekan harian kadar klorin
pada air yang diklorinasi, uji mikrobiologi, dan uji fisik/visual).
4.3.2. Semua jenis air dari berbagai sumber harus diuji sesuai
frekuensi yang ditetapkan, misalkan untuk uji mikrobiologi
setiap 1 bulan serta uji fisik (warna, bau, rasa) dan kimia (TDS,
pH,klorin) dilakukan secara rutin.
4.3.3. Pengujian mikrobiologi harus dilakukan oleh atau di bawah
pengawasan pihak yang memenuhi standardized test serta
dilakukan pada laboratorium yang terakreditasi. Klorin, pH,
dan kekeruhan merupakan parameter yang harus diuji sesuai
dengan metode dan dilakukan oleh orang yang telah
mengikuti pelatihan atau berpengalaman.

4.4 Prosedur Tindakan Koreksi


Tindakan koreksi ditujukan untuk perbaikan, pemantauan,
identifikasi, pengaturan produk yang terkena dampak, dan
mencegah tidak adanya pemantauan/pengendalian.

4.5 Rekaman
Program pengelolaan air harus didokumentasikan dan diterapkan
oleh pemasok air dalam penggunaannya. Hal ini mencakup:
a. penilaian status awal dengan pengisian checklist penilaian
pasokan air;
b. dokumentasi dari rencana pengelolaan air bila dibutuhkan.
Checklist penilaian pasokan air ini digunakan untuk menentukan
apakah sumber air aman dan memenuhi standar, dan apakah
diperlukan adanya perlakuan dan tindakan koreksi.
Rekaman yang harus disimpan adalah:
a. ceklist penilaian pasokan air;
b. manajemen sistem resirkulasi;
c. program pengelolaan air, jika ada;
d. hasil pengujian air (internal dan eksternal); dan
e. rekaman tindakan koreksi dan verifikasi.

5 PENGENDALIAN BAHAN KIMIA NON PANGAN


5.1. Ruang Lingkup
Bagian ini membahas persyaratan dan prosedur untuk memastikan
bahan kimia disimpan, ditangani, dan digunakan sesuai dengan cara
yang dapat meminimalkan kontaminasi ke makanan, pengemasan,
peralatan dan area pengolahan. Bahan kimia yang dimaksud dalam
bagian ini tidak termasuk BTP serta bahan baku pengolahan.

5.2. Tindakan Pengendalian


5.2.1. Bahan kimia non-pangan harus ditangani dan digunakan
sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel
untuk menghindari pencemaran terhadap bahan dan
produk.
5.2.2. Bahan kimia non pangan harus disimpan dalam rak atau
lemari dan terpisah dari produk bahan, pengemas, maupun
material yang kontak langsung dengan produk.
5.2.3. Bahan kimia non pangan seharusnya disimpan di ruangan
atau lemari terkunci yang hanya digunakan sesuai
peruntukannya, dikeluarkan dan ditangani hanya oleh
petugas yang berwenang dan terlatih atau oleh orang-orang
dibawah pengawasan ketat personel yang terlatih.
5.2.4. Kontainer yang digunakan untuk menyimpan bahan kimia
tidak boleh digunakan untuk menyimpan bahan lain.
5.2.5. Area penyimpanan bahan kimia harus dijaga kebersihannya.
5.2.6. Penanganan yang sangat hati-hati seharusnya dilakukan
untuk menghindari pencemaran terhadap pangan.
Penggunaan bahan kimia berdasarkan petunjuk dari
produsennya dan di bawah pengawasan supervisor.
5.2.7. Kecuali bila diperlukan untuk tujuan higienis atau
pengolahan, seharusnya tidak ada zat yang dapat
mencemari pangan yang digunakan atau disimpan di area
penanganan pangan.
5.2.8. Bahan, produk, maupun kemasan yang terkena bahan kimia
harus dikeluarkan/dibuang karena dapat menyebabkan
kontaminasi.
5.2.9. Peralatan maupun permukaan yang terpapar bahan kimia
harus dibersihkan dan dicuci.
5.2.10. Bahan kemasan yang terkena paparan bahan kimia serta
tidak dapat dibersihkan dan disanitasi secara efektif tidak
dapat digunakan sebagai kemasan produk
5.3. Prosedur Pemantauan
Prosedur pemantauan yang meliputi pemeriksaan penyimpanan
dan pelabelan bahan kimia serta pemantauan penggunaannya
dilakukan untuk melindungi produk dari bahan kimia.
Kesesuaian dengan prosedur harus diperiksa secara teratur oleh
penanggung jawab untuk memastikan konsistensi dan efektivitas
dari program (misalnya pemeriksaan penyimpanan dan pelabelan
bahan kimia serta pemantauan penggunaan bahan kimia).
5.4. Prosedur Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi harus mencakup pertimbangan untuk menentukan
penyebab dari ketidaksesuaian tersebut serta dapat mengatasi:
a. perbaikan pengendalian;
b. identifikasi dan pengaturan produk yang terkena dampak; dan
c. pencegahan penyimpangan berulang.
5.5. Rekaman
Rekaman berikut yang harus disimpan:
a. daftar bahan kimia yang digunakan;
b. lembar informasi bahan kimia lain dari pemasok termasuk
petunjuk penggunaan dan penanganan (MSDS); dan
c. pemantauan, tindakan koreksi, dan verifikasi.

6 PEMBERSIHAN DAN SANITASI

6.1. Ruang Lingkup


Bagian ini membahas persyaratan dan prosedur untuk memastikan
semua area termasuk sarana, fasilitas, dan peralatan dapat
dipelihara agar selalu dalam keadaan higiene. Program sanitasi
terdiri atas program pembersihan dan disinfeksi. Pembersihan
adalah proses penghilangan tanah, residu pangan, kotoran, minyak
atau bahan yang tidak layak lainnya. Disinfeksi adalah reduksi
jumlah mikroorganisme dalam lingkungan menggunakan zat kimia
dan/atau metode fisika sampai pada tingkat yang tidak
membahayakan keamanan atau kelayakan pangan. Program
pembersihan dan sanitasi harus mencakup:
a. area atau peralatan yang akan dibersihkan;
b. instruksi kerja untuk semua prosedur pembersihan dan sanitasi;
c. detergen atau sanitizer yang akan digunakan, konsentrasi,
metode aplikasi, dan waktu kontak yang dibutuhkan;
d. jadwal pembersihan;
e. personel atau staf kebersihan;
f. metode verifikasi dan pemantauan efektifitas dari prosedur
pembersihan dan sanitasi; dan
g. rekaman program pembersihan dan sanitasi.

6.2. Tindakan Pengendalian


6.2.1. Untuk mencegah kontaminasi pangan, kemasan, bahan
kemasan, semua peralatan dan alat pendukung harus
dibersihkan dan didesinfeksi sesuai kebutuhan.
6.2.2. Tindakan pencegahan yang memadai seharusnya dilakukan
untuk mencegah agar pangan tidak terkontaminasi selama
pembersihan atau desinfeksi terhadap ruangan, peralatan
atau pendukung yang diakibatkan oleh air dan deterjen atau
desinfektan dan larutannya. Deterjen dan desinfektan
seharusnya sesuai untuk tujuan yang dimaksudkan dan
seharusnya memenuhi ketentuan yang berlaku. Setiap residu
dari zat-zat tersebut pada bagian permukaan yang kontak
dengan pangan seharusnya dibersihkan dengan pembilasan
menyeluruh menggunakan air yang memenuhi persyaratan
air minum sebelum area atau peralatan tersebut digunakan
kembali untuk penanganan pangan.
6.2.3. Lantai, termasuk saluran pembuangan, fasilitas pendukung,
dan dinding ruangan penanganan pangan seharusnya
dibersihkan secara menyeluruh, segera setelah penghentian
kerja untuk hari itu atau pada waktu lain yang sesuai.
6.2.4. Ruang ganti dan toilet seharusnya dijaga selalu bersih.
6.2.5. Jalan dan pekarangan di sekitar pabrik seharusnya dijaga
kebersihannya.
6.2.6. Prosedur Pembersihan
Prosedur pembersihan mencakup:
a. pembuangan kotoran dari permukaan peralatan dan
perlengkapan yang bersentuhan dengan pangan. Hal ini
dilakukan dengan cara menyikat, menyedot, dan atau
mengerik atau dengan cara lain dan jika diperlukan diikuti
penyiraman dengan air yang memenuhi syarat air minum
dengan suhu yang sesuai;
b. Penggunaan larutan deterjen untuk melarutkan atau
menyuspensikan kotoran dan lapisan mikroba;
c. Pembilasan dengan air yang memenuhi syarat air minum
untuk menghilangkan kotoran dan sisa deterjen; dan
d. Penggunaan bahan pembersih yang tidak merusak
permukaan yang dibersihkan dan tidak mencemari
pangan.
6.2.7. Metode Pembersihan
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan:
a. Proses fisik dengan penyikatan, penyemprotan air atau
penghisap vakum;
b. Proses kimia menggunakan deterjen, basa atau asam; dan
c. Gabungan proses fisik dan kimia. Pembersihan secara fisik
dan kimiawi dapat dibantu dengan pemanasan.
Pemilihan suhu harus sesuai dengan jenis deterjen, sifat
kotoran, dan permukaan yang akan dibersihkan. Suhu yang
tinggi dapat menyebabkan bahan organik sintetik tertentu
menyerap komponen pangan seperti lemak lebih banyak.
Metode pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan
metode kering (dry cleaning) dan/atau metode basah (wet
cleaning). Untuk proses produksi dengan proses
pencampuran kering (dry mixing), metode pembersihan
biasanya dilakukan dengan cara metode kering (dry cleaning)
atau metode basah yang terkontrol (wet controlled cleaning).
Beberapa metode pembersihan yang dapat digunakan:
a. Manual
Membuang kotoran dengan cara menyikat disertai dengan
bahan kimia pembersih termasuk larutan deterjen. Bagian
peralatan dan perlengkapan yang dapat dilepas dan
perlengkapan yang kecil sebaiknya direndam dahulu
dalam bahan kimia pembersih seperti larutan deterjen
sebelum disikat.
b. Pembersihan di tempat/ Clean in place (CIP)
Cara ini dilakukan untuk membersihkan peralatan
termasuk pipa saluran tanpa membongkar peralatan dan
perlengkapan tersebut. Pembersihan dilakukan dengan
menggunakan air dan larutan deterjen. Perlengkapan
harus dirancang dengan baik agar metode ini dapat
digunakan. Untuk membersihkan pipa saluran diperlukan
kecepatan aliran minimum untuk menghasilkan aliran
yang turbulen. Bagian dari perlengkapan yang tidak dapat
dibersihkan dengan cara ini harus dibersihkan dengan cara
lain.
c. Penyemprotan dengan volume dan tekanan yang
disesuaikan
Penyemprotan dengan volume besar dan tekanan rendah
dilakukan dengan menggunakan air atau larutan deterjen
dalam jumlah banyak pada tekanan ± 6,8 bar (100 psi).
Penyemprotan dengan volume kecil dan tekanan tinggi
dilakukan dengan menggunakan air atau larutan deterjen
dalam jumlah sedikit pada tekanan ± 68 bar (1000 psi).
d. Pembersihan dengan busa
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan deterjen
dalam bentuk busa. Busa dibiarkan selama 15 - 20 menit
kemudian disemprot dengan air.
e. Mesin pencuci
Beberapa wadah dan perlengkapan yang digunakan untuk
memproduksi pangan dapat dicuci dengan mesin pencuci
yang menggunakan air panas.
6.2.8. Bahan Pembersih
Jenis bahan pembersih berupa :
a. Senyawa alkali
Senyawa alkali lebih efektif digunakan untuk
menghilangkan sisa bahan organik. Alkalinitas meningkat
saat pH meningkat dari 7 ke 14. Umumnya lemak, minyak,
dan protein dibersihkan dengan pembersih alkali dengan
pH 11 atau diatasnya.
 Alkali kuat misalnya soda kaustik (NaOH), digunakan
untuk membersihkan noda membandel dan
melarutkan protein. Alkali kuat bersifat sangat mudah
larut dan sangat korosif sehingga tidak cocok untuk
pembersihan secara manual. Tingkat korosifitas
dikurangi dengan penambahan silikat.
 Alkali sedang misalnya sodium bikarbonat (NaHCO3)
dan akril aril sulfonat (surfaktan), digunakan untuk
membersihkan tangan dari noda ringan misalnya pada
area pengolahan daging atau unggas.
 Alkali terklorinasi misalnya hipoklorit (ClO-), digunakan
untuk pembersihan Cleaning in Place (CIP) pada pipa,
tangki, sisa lemak, dan protein.
 Heavy-duty alkaline misalnya sodium metasilikat
(Ni2SiO3), sodium karbonat, dan trisodium fosfat,
digunakan untuk menghilangkan sisa minyak pada
permukaan kulit, pembersihan CIP, peralatan
sentrifugasi, perpipaan, drainase, serta pada sistem
pengolahan daging dan unggas. Namun penggunaan
yang tidak terkontrol menimbulkan korosi pada kaleng.
Tingkat korosi dikurangi dengan penambahan sulfit.
b. Asam anorganik dan organik;
Umumnya digunakan untuk menghilangkan sisa mineral
dengan cara melarutkannya. Asam organik lebih tidak
menimbulkan efek korosif daripada asam anorganik.
Selain menimbulkan korosi, asam anorganik juga
mengiritasi kulit.
 Asam kuat bersifat korosif dan menimbulkan gas
beracun. Contohnya: asam hidroklorik, asam
hidroflorik, asam sulfurik, dan asam fosforik. Asam
nitrit dan sulfurik tidak digunakan untuk pembersihan
manual karena sifatnya sangat korosif dan
penambahan kalium kromat berfungsi sebagai inhibitor
korosi. Asam kuat umumnya digunakan untuk
membersihkan permukaan yang berlapis dan sisa
mineral yang menempel pada alat produksi uap atau
boiler. Asam fosforik dan hidroflorik digunakan untuk
membersihkan peralatan yang terbuat dari logam
namun tidak untuk pembersihan secara manual dan
bersifat korosif terhadap bahan stainless steel.
 Asam sedang bersifat sedikit korosif dan menimbulkan
reaksi alergi. Contohnya: asam hidroksi asetat, asam
asetat, dan asam glukonik.
c. Surface active agents atau surfaktan
Umumnya digunakan untuk membersihkan permukaan
peralatan. Surfaktan digolongkan menjadi surfaktan
anionik, non-ionik, kationik, dan amfoterik.
d. Senyawa klorin
Umumnya digunakan untuk menghilangkan sisa
karbohidrat atau pati dan protein. Contohnya: sodium
hipoklorit (ClO-) dan kalium hipoklorit. Laju reaksi senyawa
hipoklorit meningkat saat suhu penggunaan tinggi dan
efektif digunakan pada pH 8.
e. Sequestrants
Sequestrants merupakan agen pengkelat, umumnya
digunakan untuk mengurangi kesadahan air dan
menghilangkan sisa minyak dan permukaan berlemak.

6.2.9. Desinfeksi
Disinfektan merupakan bahan yang digunakan untuk proses
disinfeksi. Persyaratan disinfektan yang digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Dapat membunuh mikroorganisme secara cepat;
b. Stabil dengan adanya bahan organik;
c. Tidak korosif dan tidak meninggalkan warna pada
permukaan;
d. Tidak berbau atau baunya tidak menyengat;
e. Tidak beracun;
f. Mudah larut di dalam air;
g. Mudah dibilas;
h. Stabil selama penyimpanan yang lama dalam bentuk
konsentrat.

Beberapa disinfektan dan fungsi penggunaannya adalah


sebagai berikut:
Area Spesifik Jenis Disinfektan
Klorin aktif
Permukaan peralatan yang kontak Iodofor
dengan pangan Asam-anionik
Quat
Peralatan dari bahan alumunium Iodofor
Quat
Film bakteriostatik
Asam-anionik
Asam perasetik
Pembersihan CIP Klorin aktif
Iodofor
Klorin aktif
Lantai beton
Quat
Mencegah pembentukan film Iodofor
Fogging Klorin aktif
Lingkungan suhu dingin dan Asam perasetik
berkarbondioksida
Iodofor
Sanitasi tangan di area pengolahan
Alkohol 70%
Iodofor
Sanitasi tangan di ruang pencucian
Quat
Air sadah Iodofor
Air tinggi kandungan besi Iodofor
Tinggi bahan organik Quat
Permukaan berpori Klorin aktif
Quat Iodofor
Peralatan proses (aluminium)
Alkohol 70%
Klorin aktif
Peralatan proses (stainless steel) Iodofor
Alkohol 70%
Karet ban konveyor Iodofor
Dinding ubin Iodofor
Klorin aktif
Dinding
Quat
Pengelolaan air Klorin aktif
Keranjang kayu Klorin aktif

6.2.10. Deterjen
Persyaratan deterjen yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Deterjen yang digunakan harus mempunyai
kemampuan membasahi yang baik, menghilangkan
kotoran dari permukaan, menyuspensi kotoran, dan
mempunyai sifat mudah dibilas, sehingga sisa kotoran
dan deterjen dapat mudah lepas dari perlengkapan.
Jenis, konsentrasi, dan suhu deterjen yang tepat
diperlukan untuk menghilangkan jenis kotoran yang
berasal dari pengolahan pangan tertentu.
b. Deterjen yang digunakan harus bersifat non korosif dan
sesuai dengan bahan lainnya termasuk disinfektan yang
digunakan.
c. Larutan deterjen dingin dapat digunakan untuk maksud
tertentu, tetapi untuk menghilangkan sisa lemak harus
menggunakan larutan panas. Sisa lemak dan protein
pada alat akan menjadi garam mineral yang
membentuk lapisan keras. Untuk menghilangkan
lapisan keras tersebut diperlukan deterjen yang
bersifat asam dan atau basa yang digunakan secara
berurutan. Lapisan ini merupakan sumber pencemaran
yang biasanya tidak terlihat, tetapi dapat dengan
mudah dideteksi dengan sinar ultra violet.

6.2.11. Pengeringan Setelah Pembersihan


Mikroba dapat tumbuh pada perlengkapan yang dibiarkan
basah setelah pembersihan. Oleh sebab itu, perlengkapan
harus dikeringkan secepatnya. Pengeringan dapat dilakukan
secara alami jika memungkinkan. Pengeringan dapat juga
dilakukan dengan tisu atau bahan penyerap lain yang
digunakan hanya untuk sekali pakai. Perlengkapan yang
tidak dapat dibongkar pasang harus dirancang sedemikian
rupa sehingga air tidak dapat tergenang. Untuk bagian-
bagian kecil dari perlengkapan harus disediakan rak
pengering. Perlengkapan yang sulit dikeringkan sehingga
memungkinkan terjadi pertumbuhan mikroba harus
didisinfeksi sebelum digunakan.
6.2.12. Penanggung Jawab Pengendalian Higiene
a. Jadwal pembersihan dan desinfeksi seharusnya dibuat
setiap pabrik untuk memastikan bahwa semua area
dibersihkan dengan tepat, serta memberikan perhatian
khusus terhadap area, peralatan dan bahan yang kritis.
b. Industri dapat menunjuk seorang pegawai yang
tugasnya bertanggung jawab atas kebersihan pabrik.
c. Pegawai tersebut seharusnya memiliki pemahaman
menyeluruh tentang pentingnya kontaminasi dan
bahaya yang timbul.
d. Semua petugas kebersihan seharusnya terlatih tentang
teknik pembersihan.
6.2.13. Kriteria pengendalian
Terdapat kriteria umum terhadap tingkat kebersihan
fasilitas dan permukaan yang terpapar produk yaitu:
a. tidak terdapat kontaminasi secara langsung;
b. permukaan area kerja tidak berdebu;
c. bersih;
d. tidak ada bau menyengat; dan
e. permukaan yang sudah dibersihkan dan disanitasi tidak
mengandung jumlah mikroba melebihi batasan (hal ini
tergantung pada tahapan proses dan produk). Batasan
jumlah cemaran mikroba untuk permukaan yang kontak
dengan bahan mentah yaitu <100 cfu/cm2, namun untuk
permukaan yang terpapar produk jadi memiliki batasan
maksimum lebih kecil (< 2.5-10 cfu/cm2).
6.3. Prosedur Pemantauan
Pemeriksaan rutin untuk menjalankan prosedur dan memantau
efektivitas program pembersihan dilakukan oleh penanggung jawab.
Frekuensi pemantauan harus cukup untuk memastikan program
pembersihan dan sanitasi berjalan secara efektif.
6.4. Prosedur Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi harus mencakup pertimbangan untuk menentukan
penyebab dari ketidaksesuaian tersebut serta ditujukan terhadap:
a. perbaikan pengendalian (misalnya pembersihan ulang dan
peningkatan pemantauan);
b. identifikasi dan pengaturan produk yang terkena dampak; dan
c. pencegahan terulang penyimpangan (misalnya pelatihan ulang
karyawan dan perubahan prosedur).
6.5. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu:
a. rekaman pembersihan;
b. daftar bahan kimia pembersih berupa deterjen atau sanitizer;
c. hasil uji mikrobiologi; dan
d. pemantauan, tindakan koreksi, dan verifikasi.

7 PENGENDALIAN HAMA

7.1. Ruang Lingkup


Bagian ini membahas tentang persyaratan dan prosedur untuk
mengendalikan hama. Hama yang dimaksud meliputi hewan
pengerat, unggas, serangga, kucing, dan anjing.

7.2. Tindakan Pengendalian


7.2.1. Program yang efektif dan berkesinambungan untuk
mengendalikan hama seharusnya tersedia. Pabrik dan area
sekitarnya seharusnya diperiksa secara teratur untuk melihat
ada tidaknya serangan hama.
7.2.2. Jika hama terdapat di area pabrik, tindakan pemberantasan
seharusnya dilakukan. Tindakan pengendalian yang
menggunakan bahan kimia, fisik atau biologi seharusnya
hanya boleh dilakukan oleh atau di bawah pengawasan
langsung personel yang memiliki pemahaman menyeluruh
tentang potensi bahaya terhadap kesehatan akibat
penggunaan bahan ini, termasuk bahaya yang mungkin
timbul dari residu yang tersisa dalam produk.
7.2.3. Pestisida seharusnya hanya boleh digunakan jika tindakan
pencegahan lainnya tidak dapat digunakan secara efektif.
Sebelum pestisida digunakan, perlu dilakukan langkah-
langkah untuk melindungi semua pangan, kemasan, bahan
kemasan, peralatan dan alat pendukungnya dari kontaminasi.
Setelah penggunaan pestisida, peralatan dan alat
pendukungnya yang terkontaminasi seharusnya dibersihkan
secara menyeluruh untuk menghilangkan residu sebelum
digunakan kembali. Petugas yang melakukan pengendalian
hama dengan pestisida seharusnya mengenakan alat
pelindung diri antara lain tutup kepala, kacamata, masker,
sarung tangan, baju dan celana panjang dan sepatu yang
sesuai.
7.2.4. Untuk mencegah masuknya hama ke tempat produksi
seharusnya dilakukan tindakan-tindakan berikut ini:
a. bangunan pabrik/tempat produksi dijaga agar selalu dalam
keadaan terawat dengan kondisi baik untuk mencegah
masuknya hama;
b. lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan masuknya
hama diberi penutup;
c. jendela, pintu, dan ventilasi dilapisi dengan kasa dari
kawat untuk menghindari masuknya hama;
d. hewan tidak boleh berkeliaran di lingkungan dan di
tempat produksi; dan
e. limbah atau sampah disimpan dalam kontainer tertutup
yang secara teratur dikumpulkan dan dibuang.
7.2.5. Industri dapat bekerja sama dengan pest control pihak ketiga
untuk mengembangkan dan menerapkan sistem
pengendalian hama (misalnya menyiapkan perangkap,
program penyemprotan) dan memantau tempat. Industri
bertanggung jawab untuk memastikan pihak ketiga
melakukan tugasnya dan memenuhi persyaratan untuk
melakukan program tersebut.
7.2.6. Rekaman dan evaluasi tentang hasil pengendalian hama yang
memuat tindak lanjut terhadap rekomendasi dari evaluasi
hasil pengendalian hama tersebut harus disimpan.
7.2.7. Infestasi hama harus ditangani dengan segera.
7.2.8. Perlakuan secara kimia, fisik, atau biologis harus dilakukan
tanpa menimbulkan ancaman terhadap keamanan atau
kelayakan pangan. Berikut ini adalah contoh metode
pengendalian hama.
a. Penggunaan pestisida
Persyaratan penggunaan pestisida untuk pengendalian
hama antara lain:
 penanganan, penggunaan, dan penyimpanan bahan
kimia harus diperhatikan [Lihat bab Pengendalian
Bahan Kimia Non Pangan];
 pengendalian bahan kimia untuk hama harus dilakukan
oleh orang yang memiliki kemampuan dan atas
persetujuan industri;
 insektisida yang memiliki residu harus dihindari
penggunaannya pada area pengolahan atau
permukaan yang terpapar produk makanan; dan
 apabila terdapat peralatan atau permukaan kontak
makanan yang terpapar bahan kimia (misalnya setelah
penyemprotan), maka harus dilakukan pembersihan.
b. Penggunaan umpan hama
Persyaratan penggunaan umpan hama antara lain:

 umpan atau jebakan hama ditempatkan pada lokasi


yang tidak menyebabkan risiko kontaminasi, produk
racun hewan pengerat hanya dapat digunakan untuk
jenis pengumpan tertutup (tidak terekspos lingkungan
luar);
 ada pengecekan secara teratur terhadap umpan atau
jebakan hama yaitu:
 lokasi yang tepat dan kotak umpan dibersihkan;
 adanya petunjuk terperangkapnya hama; dan
 dalam kondisi yang baik dan dapat diidentifikasi
keberadaannya.

 jebakan serangga termasuk lampu UV, feromone, dan


alat penarik lainnya:
 dibuat dengan cara yang mampu memfasilitasi
pengambilan dan pemusnahan serangga;
 tidak menyebabkan kontaminasi udara; dan
 tidak ditempatkan pada lokasi dimana serangga
dapat jatuh pada produk, kemasan, atau permukaan
yang kontak dengan produk.
7.3. Prosedur Pemantauan
Kesesuaian dengan prosedur harus diperiksa secara teratur oleh
penanggung jawab untuk memastikan konsistensi dan efektivitas
dari program.
7.4. Prosedur Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi harus mencakup pertimbangan untuk menentukan
penyebab dari ketidaksesuaian tersebut serta menuju pada:
a. perbaikan pengendalian;
b. identifikasi dan pengaturan produk yang terkena dampak; dan
c. pencegahan terulang hilangnya pengendalian.

Ketika terjadi kontaminasi dari hama, maka:


a. produk yang terkontaminasi tidak dapat dikonsumsi oleh
manusia;
b. permukaan yang kontak dengan produk harus dibersihkan dan
disanitasi untuk digunakan kembali; dan
c. bahan kemasan terkontaminasi yang tidak dapat dibersihkan dan
disanitasi tidak dapat digunakan untuk mengemas makanan.
7.5. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu:
a. identitas agen pembasmi hama;
b. lokasi atau letak umpan atau jebakan;
c. daftar bahan kimia yang digunakan untuk pembasmian hama;
d. nama, jumlah, dan tujuan penggunakan bahan kimia pembasmi
hama; dan
e. rekaman pemantauan, tindakan koreksi, dan verifikasi.
8 PERBAIKAN DAN PEMELIHARAAN
8.1. Ruang Lingkup
Bagian ini membahas persyaratan dan pengendalian untuk
perbaikan dan pemeliharaan bangunan, fasilitas, dan peralatan
untuk memastikan mereka dipertahankan dalam kondisi yang baik
dan higiene.

8.2. Tindakan Pengendalian


Tindakan pengendalian dari program ini mencakup dokumentasi
program, praktek higiene, serta memantau peralatan yang rusak
selama proses pengolahan.
8.2.1. Dokumentasi Program
Program perbaikan dan pemeliharaan harus mencakup
informasi berikut:
a. identitas dari penanggung jawab;
b. program pemeliharaan dan prosedur rutin;
c. prosedur untuk kerusakan alat dan fasilitas;
d. tindakan koreksi;
e. prosedur untuk inspeksi kerja perbaikan dan pemeliharaan
yang telah diselesaikan; dan
f. rekaman.
Pekerjaan perbaikan dan pemeliharaan harus dilakukan
dengan cara yang dapat meminimalisasi kontaminasi bahan,
produk, kemasan, peralatan, dan area pengolahan.
8.2.2. Praktek Higiene
Praktek higiene diterapkan dalam aspek:
a. perbaikan dan pemeliharaan harus dilakukan dengan cara
yang dapat meminimalkan kontaminasi bahan baku,
produk, kemasan, peralatan, dan lingkungan pengolahan;
b. sebelum program perbaikan dan pemeliharaan dijalankan
terhadap bangunan, fasilitas, maupun peralatan, seorang
ahli harus menilai potensi dari upaya perbaikan dan
pemeliharaan terhadap kontaminasi bahan, produk,
kemasan, peralatan, dan lingkungan pengolahan serta
menempatkan pengendalian yang tepat untuk
meminimalkan paparan terhadap kontaminasi. Berikut
pertimbangan dalam menilai potensi atau risiko
kontaminasi:
 jenis dan tingkat pekerjaan (misalnya perbaikan besar
atau kecil, potensi kontaminasi udara);
 potensi paparan produk, kemasan, atau peralatan
terhadap kontaminasi dan tindakan proteksi;
 jenis produk dan pengolahan yang terkena (misalnya
produk area ready to eat dengan area pengolahan);
 pergerakan pekerja; dan
 pemeliharaan peralatan dan sarana yang digunakan.
c. pemeliharaan bangunan, fasilitas, dan peralatan serta
perbaikan kecil dapat dilakukan selama pengolahan hanya
bila dilakukan dengan cara yang higienis yaitu bahan,
produk, kemasan, dan peralatan terlindungi dari
kontaminasi;
d. personel pemeliharaan harus memenuhi persyaratan
untuk kebersihan karyawan sesuai dengan area kerjanya,
termasuk pembatasan akses, praktik higiene, dan
persyaratan pakaian pelindung;
e. bahan kimia yang digunakan selama pemeliharaan dan
perbaikan harus mendapat persetujuan dan instruksi
pabrik. Industru hanya menggunakan bahan yang sudah
disetujui untuk pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan;
f. alat yang digunakan untuk perbaikan dan pemeliharaan
tidak boleh menyebabkan kontaminasi pada bahan,
produk, atau kemasan. Peralatan harus segera dikeluarkan
dari area setelah pemeliharaan atau perbaikan selesai.
Peralatan harus disimpan di tempat yang telah ditentukan;
dan
g. setelah selesai dilakukan perbaikan dan pemeliharaan,
penanggung jawab harus memeriksa:
 kesesuaian fasilitas atau peralatan yang telah
diperbaiki;
 semua alat pemeliharaan dan bagian peralatan (seperti
mur dan baut) yang dikeluarkan dari area perbaikan
untuk mencegah kontaminasi produk;
 kebersihan area pengolahan yang terpapar; dan
 penyimpanan rekaman pemeriksaan.
8.2.3. Kerusakan Alat Selama Pengolahan
Apabila terdapat peralatan yang rusak selama pengolahan
dan perbaikan tidak dapat dilakukan dengan cara higienis,
maka:
a. peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari lingkungan
pengolahan selama produksi tetap berlangsung; dan
b. produk, bahan, dan kemasan yang berpotensi
terkontaminasi ketika perbaikan harus dilindungi dari
kontaminasi atau dikeluarkan dari area perbaikan.

8.3. Prosedur Pemantauan


Kesesuaian dengan prosedur harus diperiksa secara teratur oleh
pihak yang berwenang untuk memastikan konsistensi dan
efektivitas dari program.
8.4. Prosedur Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi harus mencakup penilaian untuk menentukan
penyebab ketidaksesuaian yang memperhatikan:
a. bagaimana masalah dapat diselesaikan (misalnya perbaikan atau
penggantian alat);
b. identifikasi dan pengaturan terhadap produk yang terkena
dampak; dan
c. pencegahan terulang hilangnya pengendalian (misalnya
perubahan tata letak peralatan dan fasilitas, pelatihan ulang
karyawan dengan peralatan tertentu).
8.5. Rekaman
Dokumen yang harus disimpan:
a. lembar kerja perbaikan dan pemeliharaan;
b. lembar pemeriksaan pre-operasional; dan
c. rekaman pemantauan, tindakan koreksi, dan verifikasi.
9 KALIBRASI ALAT UKUR
9.1. Ruang Lingkup
Bagian ini membahas persyaratan dan pemantauan kalibrasi dari
alat ukur untuk memastikan keakuratan pengukuran. Alat ukur yang
dimaksud meliputi: pengukur suhu/alat perekam suhu, pengukur
tekanan, pengukur waktu, pengukur aliran, timbangan, unit
pengendalian suhu, detektor logam, pH meter, aw meter, dan
instrumen khusus lainnya.
9.2. Tindakan Pengendalian
9.2.1 Kalibrasi alat ukur harus dilakukan secara konsisten dan
berkala untuk menjamin alat ukur yang digunakan akurat dan
presisi.
9.2.2 Perangkat pengukur
Perangkat atau alat pengukur harus:
a. memiliki akurasi, presisi, dan kondisi penggunaan yang
sesuai untuk pekerjaan yang dilakukan;
b. dikalibrasi terhadap standar acuan yang menunjukkan
ketertelusuran kalibrasi untuk standar nasional atau
internasional pengukuran (jika tersedia), atau (jika tidak
ada seperti standar yang sudah ada) dikalibrasi sesuai
referensi dari justifikasi Tim PMR; dan
c. terdapat identifikasi (misalnya menggunakan nomor seri)
untuk memungkinkan ketertelusuran kalibrasi dan
mengidentifikasi status kalibrasi.
9.2.3 Program kalibrasi
9.2.3.1. Industri harus mendokumentasikan program kalibrasi
yang mencakup:
a. daftar alat ukur dan tanda identifikasinya;
b. frekuensi kalibrasi untuk setiap pengukuran;
c. metode kalibrasi untuk setiap perangkat pengukuran,
jenis, dan instruksi produsen;
d. orang atau lembaga yang melakukan kalibrasi;
e. tanggal kalibrasi dan faktor koreksi ditempelkan pada
alat pengukur;
f. kesalahan maksimum yang diizinkan sebelum
pengambilan tindakan koreksi;
g. tindakan koreksi yang harus diambil saat perangkat
pengukur tidak memenuhi kriteria; dan
h. rekaman untuk disimpan. Rekaman aktivitas kalibrasi
harus mencakup hal- hal berikut:
 identifikasi dan letak peralatan;
 tanggal;
 petugas kalibrasi;
 hasil kalibrasi; dan
 tindakan koreksi kalibrasi.
9.2.4 Metode kalibrasi
9.2.3.1. Standar acuan (misalnya termometer referensi atau acuan
bobot) harus memiliki sertifikat kalibrasi sebelum dapat
digunakan.
9.2.3.2. Sertifikat harus dikeluarkan oleh pihak terakreditasi atau
lembaga.
9.2.3.3. Perangkat yang digunakan untuk melakukan pengukuran
kritis (yaitu untuk pemantauan batas kritis), termasuk
termometer referensi, detektor logam, dan timbangan
harus dikalibrasi oleh lembaga terakreditasi, atau
produsen peralatan harus memberikan jaminan atau
garansi akurasi instrumen. Pemeriksaan rutin alat ukur
dalam pabrik harus dilakukan terhadap standar atau
referensi dengan frekuensi yang teratur dan ditetapkan
oleh personel yang terampil.
9.3. Prosedur Pemantauan
Pihak yang bertugas harus melakukan pengecekan rutin untuk
memenuhi prosedur yang ada.
9.4. Prosedur Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi yang diambil harus mencakup penilaian untuk
menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut dan menuju pada:
a. tindakan yang harus diambil saat alat pengukur rusak atau
menghasilkan bacaan yang tidak konsisten;
b. identifikasi dan pengaturan dari produk ketika alat pengukur
tidak terkalibrasi; dan
c. pencegahan terulangnya kehilangan pengendalian (misalnya
dengan pelatihan kembali personel yang terlibat).
9.5. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu:
a. identifikasi, lokasi, dan status kalibrasi alat;
b. sertifikat akurasi atau kalibrasi;
c. rekaman pelatihan kalibrator internal; dan
d. pemantauan, tindakan koreksi, dan rekaman verifikasi.
10 KESEHATAN KARYAWAN DAN PRAKTEK HIGIENE
10.1. Ruang Lingkup
Bagian ini membahas tentang persyaratan dan prosedur untuk
memastikan personel/karyawan sehat secara medis untuk
melakukan tugas-tugas mereka dan praktik-praktik higienis
dilaksanakan oleh seluruh personel. Personel mencakup semua
pekerja, kontraktor penyedia layanan, dan pengunjung.

10.2. Tindakan Pengendalian


10.2.1. Pelatihan Higiene
Industri seharusnya mengadakan pelatihan yang memadai
dan berkelanjutan tentang penanganan pangan yang
higienis dan higiene karyawan untuk semua personel yang
menangani pangan sehingga mereka memahami tindakan
pencegahan yang diperlukan untuk mencegah kontaminasi
pangan.
10.2.2. Pemeriksaan Kesehatan
Karyawan yang kontak dengan pangan harus menjalani
pemeriksaan kesehatan sebelum dipekerjakan. Pemeriksaan
kesehatan tambahan terhadap karyawan yang menangani
pangan harus dilakukan bila terdapat indikasi klinis atau
epidemiologis.
10.2.3. Penyakit Menular
Manajemen seharusnya berhati-hati untuk memastikan
bahwa tidak ada karyawan yang diijinkan untuk bekerja di
area penanganan pangan dalam kapasitas apa pun dimana
ada kemungkinan orang tersebut secara langsung atau tidak
langsung mengontaminasi pangan dengan mikroba
patogen. Karyawan tersebut adalah karyawan yang
diketahui atau diduga menderita, atau menjadi pembawa
penyakit yang mungkin ditularkan melalui pangan atau saat
menderita luka terinfeksi, infeksi kulit, atau diare. Karyawan
tersebut seharusnya segera melaporkan kepada
manajemen.
10.2.4. Cedera
Karyawan yang terluka seharusnya tidak boleh melanjutkan
menangani pangan atau permukaan yang kontak dengan
pangan sampai luka tersebut dilindungi dengan plester
kedap air yang dijamin kuat, dan berwarna mencolok.
Fasilitas Pertolongan Pertama pada Kecelakaan yang
memadai seharusnya disediakan untuk tujuan ini.
10.2.5. Pencucian Tangan
Setiap karyawan saat bertugas di area penanganan pangan
seharusnya mencuci tangannya secara berkala dan dengan
seksama menggunakan cairan pembersih tangan dengan air
bersih yang mengalir. Jika ada kemungkinan kontaminasi,
karyawan seharusnya mencuci tangan di antara tahapan
penanganan produk pada setiap tahapan pengolahan yang
berbeda.
Tangan seharusnya selalu dicuci sebelum mulai bekerja,
setelah menggunakan toilet, setelah menangani bahan yang
terkontaminasi dan kapanpun diperlukan. Setelah
menangani bahan apapun yang mungkin mampu
menularkan penyakit, tangan seharusnya segera dicuci dan
didesinfeksi. Peringatan cuci tangan seharusnya dipasang di
tempat yang mudah terbaca. Pengawasan yang memadai
untuk memastikan kepatuhan dengan persyaratan ini
seharusnya tersedia.

10.2.6. Kebersihan Karyawan


Setiap karyawan, saat bertugas di area penanganan pangan
seharusnya memelihara kebersihan pribadi, dan pakaian
pelindung termasuk penutup kepala dan alas kaki.
Karyawan yang langsung menangani pangan dengan tangan
harus melepas semua perhiasan dan asesoris tangan.
Karyawan yang menangani bahan baku atau produk
setengah jadi yang dapat mengontaminasi produk akhir
seharusnya tidak boleh bersentuhan dengan produk akhir
kecuali karyawan tersebut telah mengganti pakaiannya
dengan pakaian pelindung yang bersih.

10.2.7. Perilaku Karyawan


Setiap perilaku yang dapat mengakibatkan kontaminasi
pangan, seperti makan, merokok, mengunyah atau praktik
yang tidak higienis seperti meludah, harus dilarang di area
penanganan pangan. Selain itu barang pribadi dan pakaian
seharusnya tidak disimpan di area penanganan pangan.
10.2.8. Sarung Tangan
Sarung tangan, jika digunakan dalam penanganan produk
pangan, seharusnya dijaga dalam kondisi baik, bersih dan
saniter. Penggunaan sarung tangan tidak membebaskan
operator dari mencuci tangan secara menyeluruh.
10.2.9. Pengunjung
Manajemen seharusnya mengambil tindakan pencegahan
agar pengunjung yang masuk ke area penangan pangan
tidak menimbulkan pencemaran pangan.
10.2.10. Pengawasan
Tanggung jawab untuk memastikan kepatuhan oleh semua
karyawan dengan semua persyaratan 10.2.1 – 10.2.9
seharusnya secara khusus dilakukan oleh personel
pengawas yang kompeten.

10.3. Prosedur Pemantauan


Pihak yang bertugas harus melakukan pemeriksaan rutin
untuk memenuhi prosedur yang ada untuk memastikan
konsistensi dan efektivitas dari program (misalnya dengan
pemeriksaan harian pekerja terhadap pakaian pelindung dan
praktik higiene).

10.4. Prosedur Tindakan Koreksi


Tindakan koreksi yang diambil harus termasuk penilaian untuk
menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut dan harus menuju
pada:
a. tindakan yang harus diambil saat personel atau karyawan tidak
memenuhi prosedur;
b. identifikasi dan pengaturan produk yang terkena dampak; dan
c. pencegahan terulang kembalinya masalah (misalnya pelatihan
kembali personel yang terlibat).

Apabila terjadi kontaminasi dari darah manusia atau bagian tubuh


(hasil ekskresi, dsb), berikut tindakan yang harus dilakukan:
a. produk yang terkena dampak harus dipertimbangkan layak
dikonsumsi manusia atau tidak;
b. permukaan yang kontak dengan produk harus dibersihkan dan
disanitasi sebelum digunakan kembali; dan
c. bahan kemasan yang terkena dampak harus dihindari
penggunaannya untuk kemasan produk apapun.
10.5. Rekaman
Rekaman berikut yang harus disimpan yaitu:
a. sertifikat kesehatan/ hasil pemeriksaan kesehatan;
b. pencatatan bila terjadi cedera;
c. buku catatan pengunjung; dan
d. pemantauan (termasuk jadwal pemeriksaan kesehatan berkala),
tindakan koreksi, dan catatan verifikasi.
11 PELATIHAN DAN KOMPETENSI
11.1. Ruang Lingkup
Bagian ini membahas persyaratan untuk pelatihan dan kompetensi
personel untuk memastikan bahwa mereka memiliki keterampilan
dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas.
11.2. Tindakan Pengendalian
Tindakan pengendalian dalam program ini mencakup:
a. penentuan identitas personel berupa posisi dan tugas;
b. deskripsi keterampilan atau kompetensi yang dibutuhkan oleh
pekerja;
c. pengembangan program pelatihan;
d. penyimpanan rekaman pelatihan; dan
e. proses penerimaan karyawan baru.
11.2.1. Penentuan identitas personel
Penentuan identitas Tim PMR mencakup nama dan posisi
antara lain:
a. manajer harian atau orang yang bertanggung jawab
untuk menjalankan PMR sehari–hari;
b. orang yang memiliki wewenang mengesahkan PMR;
dan
c. orang yang mengerjakan tugas-tugas PMR mencakup:
pemantauan, tindakan verifikasi dan koreksi.
11.2.2. Deskripsi keterampilan atau kompetensi yang
dibutuhkan
Industri harus mendokumentasikan keterampilan atau
kompetensi yang dibutuhkan untuk posisi tertentu.
Berikut kompetensi yang dapat didokumentasikan dalam
uraian tugas dan catatan pelatihan.
Manajer harian atau orang yang memiliki wewenang
terhadap PMR harus mengerti dan memahami PMR
dengan baik dan memiliki kompetensi sebagai berikut:
a. memiliki pengetahuan tentang keamanan pangan,
prosedur higiene, dan praktik–praktik higienis;
b. memiliki pengetahuan tentang persyaratan peraturan
yang relevan termasuk tanggung jawab yang berkaitan
dengan pengembangan dan penerapan PMR;
c. memiliki pengetahuan teknik dan pengalaman dalam
pabrik pengolahan pangan steril komersial yang
diproses dan dikemas secara aseptik; dan
d. mampu bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif
dengan pekerja dan regulator.
Orang yang bertanggung jawab untuk mengembangkan
dan meninjau aplikasi HACCP dalam PMR setidaknya
pernah mengikuti pelatihan HACCP dan harus memiliki
pengetahuan tentang prinsip-prinsip HACCP dan
bagaimana penerapannya.
Pekerja yang melakukan tugas-tugas utama termasuk
pemantauan, tindakan korektif, dan verifikasi harus
memiliki kompetensi sebagai berikut:
a. memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
melaksanakan tugas tertentu; dan
b. mengetahui dan memahami serta mampu secara
konsisten bekerja sesuai dengan praktik-praktik
higienis.
11.2.3. Pengembangan program pelatihan
Industri harus memastikan bahwa kemampuan dan
keterampilan dari orang- orang yang terlibat dalam tugas-
tugas utama memiliki dampak signifikan terhadap
kesesuaian dengan tujuan produk. Industri harus
mengembangkan program pelatihan yang meliputi
identifikasi keterampilan yang dibutuhkan untuk tugas-
tugas penting, pemeliharaan keterampilan, pemantauan
prosedur tindakan perbaikan, dan pencatatan. Pelatihan
yang dilakukan dapat berupa in house training, pelatihan
sambil bekerja (on the job training), atau kursus pelatihan
dari luar. Instruksi dan tugas yang jelas harus ditulis secara
relevan dan disediakan untuk karyawan.
11.2.4. Penyimpanan rekaman pelatihan
Industri harus menyimpan rekamanan yang menunjukkan
bahwa keterampilan, prestasi, dan pemeliharaan
dilaksanakan secara efektif.
11.2.5. Karyawan baru harus diberikan pelatihan mengenai
deskripsi pekerjaan mereka, persyaratan kesehatan,
praktik-praktik higiene, dan prosedur sebelum mulai
bekerja. Pekerja baru harus diawasi hingga cukup terlatih
untuk melakukan tugas yang diberikan.
11.3. Prosedur Pemantauan
Pihak yang bertugas harus melakukan pemeriksaan rutin untuk
memenuhi prosedur yang ada untuk memastikan konsistensi dan
efektivitas dari program.
11.4. Prosedur Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi yang diambil harus termasuk penilaian untuk
menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut dan harus
mengarah pada upaya pencegahan terulangnya kesalahan (misalnya
dengan pelatihan ulang personel yang terlibat dan peninjauan
kembali prosedur yang ada jika diperlukan).
11.5. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu :
a. rekaman pelatihan setiap personel;
b. salinan hasil/sertifikat pelatihan; dan
c. pemantauan, tindakan koreksi, dan catatan verifikasi.

12 PELABELAN

12.1. Ruang Lingkup


Bagian ini membahas mengenai persyaratan pelabelan produk.
12.2. Tindakan Pengendalian
Tindakan pengendalian yang diambil dalam program ini mencakup:
a. prosedur pelaksanaan program;
b. persyaratan pelabelan;
c. perubahan label; dan
d. petunjuk dan informasi produk kepada konsumen.
12.2.1. Prosedur pelaksanaan program
Industri harus mengembangkan prosedur untuk
memastikan bahwa:
a. label dirancang untuk memenuhi peraturan, jelas,
mudah dibaca.
b. semua informasi tercetak pada label atau kemasan
adalah benar dan akurat;
c. klaim pada label produk yang akurat dan bukti yang
tersedia untuk mendukung klaim;
e. label yang benar diterapkan untuk setiap unit produk;
f. label disimpan dengan cara yang mempertahankan
mereka dalam kondisi baik; dan
g. label yang rusak atau usang dibuang dengan cara yang
tepat.
12.2.2. Perubahan label
Apabila status kriteria produk untuk pengolahan berubah,
maka pelabelan dan dokumen pendukung harus direvisi
untuk mencerminkan status baru (kemasan termasuk
pelabelan harus diganti).
12.2.3. Petunjuk dan informasi produk
Petunjuk dan informasi produk ditempatkan dengan cara
ditempel ataupun dicetak langsung pada kemasan, dengan
syarat tidak mudah lepas dan luntur atau rusak, mudah
dibaca, dan keterangannya benar dan tidak menyesatkan.
12.2.4. Pengkodean produk
 Setiap kemasan seharusnya ditandai dengan kode
identifikasi alfanumerik yang permanen, terbaca, dan
tidak memengaruhi integritas kemasan. Ketika
kemasan tidak memungkinkan diberi kode dengan
emboss atau dengan tinta, label seharusnya ditandai
dengan cara lain, dan dipasang dengan kuat pada
kemasan.
 Kode seharusnya mengidentifikasi produk, produsen
di mana produk dikemas, tahun, dan tanggal, dan jika
mungkin waktu pada hari itu ketika produk dikemas.
 Kode memungkinkan identifikasi dan pemisahan lot
selama produksi, distribusi, dan penjualan. Pelaku
industri dapat menggunakan sistem kode untuk
mengidentifikasi alur produksi dan/atau mesin yang
digunakan. Sistem tersebut, jika didukung dengan
catatan yang memadai, akan menjadi berguna pada
saat investigasi.
 Identifikasi lot pada kotak dan keranjang pengiriman
sebaiknya dilakukan.
12.3. Prosedur Pemantauan
Pihak yang bertugas harus melakukan pemeriksaan rutin untuk
memenuhi prosedur yang ada untuk memastikan konsistensi dan
efektivitas dari program (misalnya pemeriksaan label harian dan
pemeriksaan desain label baru).
12.4. Prosedur Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi yang diambil harus termasuk penilaian untuk
menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut dan harus
mengarah pada upaya pencegahan terulangnya kesalahan (misalnya
dengan pelatihan ulang personel yang terlibat dan peninjauan
kembali prosedur yang ada jika diperlukan).
12.5. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu:
a. pemeriksaan kesesuaian label;
b. salinan label yang memenuhi persyaratan dan sudah disetujui
oleh Badan POM;
c. rekaman pengujian umur simpan;
d. petunjuk konsumsi dan informasi produk; dan
e. pemantauan, tindakan koreksi, dan catatan verifikasi.

13 KEMAMPUAN TELUSUR DAN PENARIKAN PRODUK

13.1 Ruang Lingkup


Bagian ini membahas persyaratan dan prosedur penelusuran serta
pemantauan inventaris bahan baku, kemasan, bahan kemas, produk
antara dan produk jadi serta penarikan produk. Penarikan produk
dapat dilaksanakan secara sukarela atas inisiatif sendiri oleh
produsen, importir atau distributor atau secara wajib atas perintah
Badan POM.
13.2 Tindakan Pengendalian
13.2.1. Industri harus mendokumentasikan dan menerapkan sistem
ketertelusuran yang :
a. memungkinkan untuk mengidentifikasi semua bahan
baku, kemasan, bahan kemas, produk antara serta
produk jadi.
b. memungkinkan pergerakan bahan baku dan bahan-
bahan lain untuk ditelusuri dari pemasok; dan pihak
kedua atau perusahaan dimana produk dikirim untuk
diolah lebih lanjut, dikemas, disimpan, maupun
didistribusikan.
13.2.2. Industri juga harus mempertimbangkan untuk
mengembangkan prosedur untuk ketertelusuran bahan
kemas dan label. Hal ini akan memungkinkan ketertelusuran
kemasan dan label yang rusak. Industri harus
mendokumentasikan dan menerapkan prosedur untuk
pengendalian persediaan.
13.2.3. Jika produk ditarik karena adanya bahaya, maka produk lain
yang diproduksi pada kondisi yang sama dan yang mungkin
mengandung bahaya harus dievaluasi dan jika perlu ditarik.
Jika perlu, dilakukan penyebaran informasi penarikan
produk terhadap masyarakat (peringatan publik).
13.2.4. Bila penarikan dilakukan atas inisiatif sendiri, maka industri
harus memberikan laporan/informasi kepada Badan POM RI
yang berisi antara lain:
a. nama pangan/jenis, nama dagang, nomor pendaftaran,
nomor batch/kode produksi, ukuran (berat/isi bersih)
dan identifikasi lain;
b. jumlah produksi;
c. jumlah produk yang telah didistribusikan sampai dengan
dilakukan penarikan;
d. daerah pemasaran: provinsi, kabupaten/ kotamadya,
kecamatan, dan desa/kelurahan;
e. jumlah produk yang ditarik;
f. alasan mengapa produk tersebut ditarik dari peredaran;
dan
g. kemungkinan bahaya yang akan atau telah terjadi
terhadap kesehatan masyarakat.
13.2.5. Catatan persediaan/catatan stok harus dipelihara untuk
semua bahan baku, produk jadi, produk yang dikembalikan
dan produk yang tidak memenuhi kriteria. Semua produk
keluar harus diidentifikasi secara jelas dan disertai dengan
dokumentasi.
13.2.6. Catatan yang mengidentifikasi distribusi awal dari produk
akhir seharusnya dipelihara untuk memfasilitasi pemisahan
lot pangan tertentu, yang mungkin telah terkontaminasi
atau tidak layak untuk dikonsumsi.
13.2.7. Sistem ketertelusuran, penarikan dan pemusnahan produk
harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

13.3 Prosedur Pemantauan


Pihak yang bertugas harus melakukan pemeriksaan rutin untuk
memenuhi prosedur yang ada untuk memastikan konsistensi dan
efektivitas dari program termasuk dengan mengadakan simulasi
ketertelusuran dan simulasi penarikan secara berkala.

13.4 Prosedur Tindakan Koreksi


Tindakan koreksi yang diambil harus termasuk penilaian untuk
menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut dan harus
mengarah pada upaya pencegahan terulangnya kesalahan (misalnya
dengan pelatihan ulang personel yang terlibat dan peninjauan
kembali prosedur yang ada jika diperlukan).

13.5 Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu :
a. rekaman kedatangan bahan;
b. rekaman monitoring selama proses produksi,
c. simulasi ketertelusuran dan simulasi penarikan secara berkala;
dan
d. pemantauan, tindakan koreksi, dan catatan verifikasi.
14 PENANGANAN PRODUK SUB-STANDAR DAN KELUHAN
KONSUMEN

14.1. Ruang Lingkup


Bagian ini membahas persyaratan dan prosedur penanganan
produk yang tidak sesuai serta keluhan konsumen.
14.2. Tindakan Pengendalian
14.2.1. Produk yang tidak sesuai (tidak memenuhi kriteria)
14.2.1.1. Prosedur untuk identifikasi, penanganan, penyimpanan,
dan pengaturan produk tidak sesuai. Prosedur harus
memfasilitasi penelusuran dan persediaan produk yang
tidak sesuai harus didokumentasikan.
14.2.1.2. Produk yang tidak sesuai harus ditangani dan disimpan
sedemikian rupa agar tidak menyebabkan kontaminasi dan
kerusakan produk lainnya;
14.2.1.3. Produk yang tidak sesuai harus diidentifikasi secara jelas
dan dipisahkan dari produk lain hingga pengaturannya
ditentukan. Produk yang tidak sesuai ini dapat dipisahkan
dari produk lain dengan penyimpanan di area yang
terpisah atau dengan membungkus produk dengan plastik;
dan
14.2.1.4. Pengaturan produk yang tidak sesuai harus ditentukan
berdasarkan penilaian dari faktor-faktor seperti:
keamanan produk dan kesesuaian, jumlah produk yang
terpapar, apakah produk tersebut telah dirilis untuk
distribusi atau tidak, dan apakah produk tersebut dapat
diolah kembali menjadi produk yang aman.
14.2.2. Keluhan Konsumen
14.2.2.1. Keluhan konsumen tentang kualitas suatu produk
sebaiknya dicatat oleh sales dan karyawan lainnya yang
berhubungan dengan penjual wholesale dan retail serta
distributor. Catatan/rekaman tersebut harus dijaga.
Keluhan ini dapat menjadi acuan untuk melakukan
penarikan produk yang beredar di pasaran.
14.2.2.2. Ketika keluhan diterima dari konsumen, informasi yang
harus dicatat adalah sebagai berikut:
a. rincian nama dan kontak orang yang memberikan
keluhan;
b. kode batch dan informasi tanggal;
c. informasi tentang produk; dan
d. rincian lainnya tentang penyakit yang timbul akibat
pangan tersebut (jika ada).
14.2.2.3. Konsumen harus diminta untuk menyimpan produk dan
kemasan yang bermasalah karena hal ini mungkin
diperlukan dalam tindak lanjut berikutnya. Industri harus
segera menyelidiki penyebab masalah tersebut.
14.3. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu :
a. daftar produk yang tidak sesuai;
b. tindak lanjut terhadap produk yang tidak sesuai;
c. rekaman keluhan konsumen;
d. tindak lanjut terhadap keluhan konsumen.
15 PENANGANAN KEADAAN DARURAT
15.1. Ruang Lingkup
Bagian ini membahas langkah-langkah dalam membuat dan
mempertahankan program penanganan keadaan darurat yang
komprehensif. Keadaan darurat yang dimaksud dalam bagian ini
adalah setiap keadaan yang tidak direncanakan yang dapat
menyebabkan kematian atau cedera yang signifikan kepada
karyawan, pelanggan, atau masyarakat atau keadaan yang dapat
mematikan bisnis, mengganggu proses produksi, menurunkan
keamanan dan mutu produk pangan, menyebabkan kerusakan fisik
bangunan atau lingkungan, atau mengancam keuangan perusahaan
atau citra publik. Beberapa keadaan yang termasuk kedalam
keadaan darurat yaitu :
a. kehilangan daya (mati listrik);
b. kebakaran;
c. ledakan;
d. kejadian yang berkaitan dengan bahan-bahan berbahaya;
e. banjir;
f. angin ribut;
g. hujan badai;
h. gempa bumi;
i. kegagalan akses komunikasi;
j. gangguan keamanan sipil; dan
k. hilangnya pemasok atau pelanggan utama.
15.2. Tindakan Pengendalian
15.2.1. Persyaratan umum untuk tempat kerja
15.2.1.1 Persyaratan desain dan konstruksi jalan keluar darurat
Jalan keluar darurat merupakan salah satu kelengkapan
yang harus ada pada bangunan. Dalam situasi darurat,
jalan keluar darurat berfungsi sebagai jalur evakuasi
karyawan. Jalan keluar darurat yang dibangun mengikuti
persyaratan sebagai berikut :
 desain jalan keluar darurat harus dibuat sedemikian
rupa agar tahan lama;
 jumlah jalan keluar darurat harus disesuaikan dengan
jumlah pegawai, luas bangunan, dan tata letak
bangunan;
 ukuran tinggi dan lebar jalan keluar darurat harus
memenuhi persyaratan dan dapat digunakan untuk
pergerakan pegawai secara maksimal;
 pintu jalan keluar darurat harus menggunakan engsel
samping yang mengayun ke arah jalan keluar untuk
memudahkan pergerakan pegawai; dan
 jalan keluar darurat harus mengarah ke daerah
lapang di luar bangunan dengan luas yang cukup
untuk memuat seluruh pegawai.

15.2.1.2 Pemeliharaan, pengamanan, dan fitur operasional untuk


jalan keluar darurat.
Bagian ini menetapkan persyaratan untuk penerangan
jalan keluar darurat, tanda jalan, dan pemeliharaan. Selain
itu, bagian ini juga menetapkan persyaratan untuk sistem
alarm dan prosedur kerja selama proses pembangunan,
perbaikan, dan perubahan. Pemeliharaan jalan keluar
darurat yang dilakukan secara tepat dapat membantu
proses evakuasi berjalan dengan baik. Pemeliharaan yang
harus dilakukan pada jalan keluar darurat adalah sebagai
berikut :
 lapisan cat yang tahan api harus digunakan pada jalan
keluar darurat dan kondisinya harus dipelihara secara
berkala;
 jalan keluar darurat beserta alat-alat pelindung dari api
harus selalu ada, terutama pada saat bangunan sedang
dalam proses perbaikan dan perubahan;
 alarm darurat harus ada dan kondisinya harus dicek
secara berkala serta dipelihara;
 petunjuk jalan keluar darurat harus disediakan didalam
bangunan dengan ukuran dan warna huruf yang sesuai
serta pencahayaan yang cukup;
 pintu jalan keluar darurat harus memiliki tanda tulisan
yang sesuai;
 jalan keluar darurat harus didesain sedemikian rupa
agar tidak melewati ruangan-ruangan yang memiliki
tingkat bahaya yang tinggi; dan
 jalan keluar darurat harus terbebas dari segala macam
dekorasi, hiasan, pintu yang terkunci/ rusak, dan jalan
buntu.
15.2.1.3 Pertolongan pertama
Untuk menangani segala macam kecelakaan yang mungkin
terjadi di tempat kerja, tim medis dan alat pertolongan
pertama harus selalu ada.
Tim medis yang dibentuk dan alat pertolongan pertama
yang disiapkan harus disesuaikan dengan kemungkinan
kecelakaan yang terjadi di tiap-tiap tempat kerja. Industri
juga harus menyediakan fasilitas yang sesuai untuk
menangani kecelakaan yang terjadi secepat mungkin.
15.2.1.4 Alat pemadam api
Alat pemadam api sangat penting untuk memadamkan
kebakaran kecil yang mungkin terjadi dan untuk
membantu menahan penyebaran api hingga bantuan
pemadam kebakaran tiba. Berikut merupakan hal-hal yang
mengatur tentang tata letak alat pemadam api,
penggunaan, pemeliharaan, dan pengujian :
 penempatan alat pemadam api harus didasarkan
pada kategori bahaya suatu ruangan di industri; alat
pemadam api harus diletakkan pada tempat yang
mudah terjangkau agar pegawai dapat mengambil
dengan mudah di saat keadaan darurat terjadi;
 alat pemadam api yang disediakan harus sesuai
dengan standar dan sudah teruji;
 alat pemadam api harus dipelihara secara berkala
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; dan
 industri harus menyediakan program pelatihan
penggunaan alat pemadam api untuk pegawai.
15.2.1.5 Sistem alarm darurat
Sistem alarm darurat digunakan sebagai alat untuk
menandakan situasi darurat kepada pegawai dan untuk
memulai proses evakuasi secepat mungkin. Alarm darurat
yang dipasang di industri harus mengikuti aturan sebagai
berikut :
 alarm darurat harus dipasang pada setiap titik
bangunan agar seluruh pegawai dapat mendengar
ketika alarm berbunyi;
 seluruh peralatan dan suku cadang yang digunakan
pada sistem alarm darurat harus sesuai dengan
standar dan sudah teruji; dan
 industri harus membuat prosedur dan instruksi
kepada seluruh pegawai mengenai cara
membunyikan alarm dan arti dari setiap bunyi alarm.

15.2.2 Persyaratan tambahan bagi tempat kerja


15.2.2.1 Prosedur penanganan keadaan darurat
Untuk mempersiapkan diri terhadap segala kejadian yang
mungkin terjadi, prosedur penanganan keadaan darurat
harus ada untuk mencegah terjadinya korban jiwa dan
kerusakan. Prosedur penanganan darurat harus dibuat
dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. seluruh kejadian darurat yang mungkin terjadi di
tempat kerja dan lingkungan sekitarnya harus
diidentifikasi;
b. prosedur penanganan keadaan darurat harus
dipersiapkan secara tertulis dan dibagikan ke seluruh
pegawai dan atau ditempelkan pada beberapa sudut
bangunan. Prosedur yang dibuat paling sedikit harus
memuat :
 prosedur pelaporan kebakaran;
 prosedur untuk evakuasi darurat, termasuk jenis-
jenis evakuasi yang ada dan jalan keluar darurat
yang tersedia;
 prosedur untuk menentukan pegawai yang
bertanggung jawab dalam mengatur proses
evakuasi;
 prosedur untuk mengatur pegawai setelah proses
evakuasi selesai dilaksanakan;
 prosedur untuk mengatur pegawai yang memiliki
wewenang dalam melakukan pertolongan pertama;
dan nama dan kontak penanggung jawab prosedur
penanganan keadaan darurat agar pegawai dapat
meminta penjelasan lebih lanjut mengenai prosedur
yang ada.
c. Segala macam perubahan yang terjadi pada prosedur
penanganan keadaan darurat harus diinformasikan
kepada seluruh pegawai; dan
d. Industri harus memberikan pelatihan kepada pegawai
yang diberi tanggung jawab untuk mengatur proses
evakuasi.
15.2.2.2 Prosedur pengendalian kebakaran
Prosedur ini mengharuskan pegawai memiliki kemampuan
dalam mengenali alat dan bahan yang dapat menjadi
sumber api atau menyebarkan api dengan mudah yang
disimpan di tempat kerja. Dengan adanya prosedur ini
diharapkan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya
kebakaran atau penyebaran kebakaran dengan mudah.
Prosedur ini mencakup beberapa hal seperti :
a. rencana pengendalian kebakaran harus tersedia secara
tertulis;
b. rencana pengendalian kebakaran harus memuat :
 pengendalian bahan-bahan yang dapat memicu api
atau menyebarkan api dengan mudah dan cara
penyimpanannya;
 peralatan pengendalian kebakaran;
 prosedur pemeliharaan alat-alat yang memproduksi
panas untuk mengurangi kemungkinan menjadi
sumber kebakaran; dan
 penunjukan pegawai yang bertanggung jawab
dalam memelihara peralatan untuk mengurangi
kemungkinan menjadi sumber kebakaran.
c. pelatihan pegawai dalam menghadapi kebakaran.

15.2.2.3 Prosedur kehilangan daya (mati listrik)


Industri sebaiknya memiliki sumber listrik cadangan
(genset) yang dapat mencukupi kebutuhan daya listrik
minimum untuk gudang beku dan gudang dingin. Industri
harus memiliki prosedur penanganan bahan baku, produk
antara dan produk jadi yang terdampak dari kehilangan
daya.

15.3. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan yaitu :
a. rekaman pemeliharaan jalan keluar darurat;
b. rekaman pemeliharaan alat pemadam api;
c. rekaman simulasi tanggap darurat; dan
d. rekaman penanganan bahan baku, produk antara dan produk
jadi terdampak dari kelilangan daya.
16 PENGOLAHAN KEMBALI

16.1. Ruang Lingkup


Bagian ini membahas terkait upaya pengolahan kembali produk
antara yang tidak sesuai dengan persyaratan mutu dan juga
pengemasan ulang. Untuk produk yang sudah terkemas sebaiknya
tidak dilakukan pengolahan kembali. .

16.2. Tindakan Pengendalian


16.2.1. Industri harus menyediakan prosedur yang menjelaskan
apakah produk dapat dikategorikan sebagai produk yang
dapat diolah kembali menjadi produk yang aman untuk
dikonsumsi atau dapat dikemas kembali. Untuk pengolahan
kembali, harus ditentukan langkah proses dan metode
penambahan, termasuk yang diperlukan tahap pra-
pemrosesan.
16.2.2. Produk yang akan diolah atau dikemas kembali harus
disimpan, ditangani dan digunakan sedemikian rupa
sehingga keamanan produk, kualitas, ketertelusuran dan
kepatuhan terhadap peraturan dipertahankan.
16.2.3. Produk yang akan diolah atau dikemas kembali harus
dilindungi dari paparan mikrobiologis, bahan kimia atau
benda asing kontaminasi.
16.2.4. Persyaratan pemisahan untuk pengolahan kembali (mis.
Alergen) harus didokumentasikan dan dipenuhi.
16.2.5. Pengolahan kembali harus diidentifikasi secara jelas dan /
atau diberi label untuk memungkinkan penelusuran.
Catatan keterlacakan untuk pengolahan kembali harus
terawat.
16.2.6. Klasifikasi alasan pengolahan kembali harus dicatat (misal
Nama produk, tanggal produksi, shift, garis asal, umur
simpan).
16.2.7. Jika kegiatan pengerjaan ulang melibatkan mengeluarkan
produk dari paket yang diisi atau dibungkus, kontrol harus
dilakukan tempat untuk memastikan penghapusan dan
pemisahan bahan kemasan dan untuk menghindari
kontaminasi produk dengan materi asing.
16.3. Rekaman
Rekaman yang harus disimpan mencakup informasi:
a. klasifikasi produk yang diolah/ dikemas ulang beserta alasan;
b. identitas; dan
c. jumlah.
17 MANAJEMEN DAN PENGAWASAN

17.1 Ruang Lingkup


Bagian ini membahas persyaratan PMR terkait sistem pengawasan
di suatu industri meliputi audit pemasok, audit internal dan kajian
manajemen.

17.2 Tindakan Pengendalian


Audit Pemasok
17.2.1. Pemilihan pemasok bahan baku, bahan kemas, kemasan
dan jasa dilakukan teliti, audit terhadap pemasok,
pengawasan prosedur yang dilakukan oleh pemasok, dan
pengevaluasian secara periodik harus dilakukan oleh
industri untuk memastikan bahwa pemasok yang
digunakan/dipilih memilikinya kemampuan/spesifikasi
untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kesesuaian
bahan baku, bahan kemas, kemasan dan jasa yang
diterima harus diverifikasi sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan.
17.2.2. Beberapa hal yang dimasukkan ke dalam prosedur
tersebut termasuk:
a. penilaian kemampuan pemasok untuk memenuhi
spesifikasi terhadap kualitas dan keamanan pangan
b. deskripsi tentang bagaimana pemasok dinilai, termasuk
audit pemasok dan sertifikasi pihak ketiga yang sesuai;
c. memantau kinerja pemasok, dan mencakup kesesuaian
dengan spesifikasi bahan atau produk, pemenuhan
persyaratan COA, dan hasil audit pemasok.
Audit Internal
17.2.3. Audit internal harus dilakukan oleh orang yang terampil
dengan frekuensi yang cukup untuk memastikan
kesesuaian dan kelanjutan PMR, dan memungkinkan
identifikasi dan tindakan koreksi yang cepat.
17.2.4. Orang yang bertanggung jawab untuk melakukan audit
internal harus memiliki kemampuan audit, pemahaman
tentang operasi, proses, dan sistem pendukung PMR, dan
pemahaman yang baik tentang persyaratan peraturan
yang relevan.
17.2.5. Auditor harus bisa mengambil tindakan koreksi yang tepat
jika diperlukan dan dapat berkomunikasi secara efektif
dengan regulator, manajer, dan karyawan.
17.2.6. Frekuensi audit internal program dapat berbeda-beda
tergantung pada faktor-faktor seperti pentingnya program
khusus pada keamanan produk dan operasi higienis,
frekuensi ketidaksesuaian, efektivitas program,
keterampilan dan pelatihan personel melaksanakan
program tertentu, dan biaya melakukan audit. Sebagai
contoh, program CPPOB yang meliputi kebersihan dan
sanitasi (misalnya pembersihan dan sanitasi, perbaikan
dan pemeliharaan) dan pengendalian proses terutama
pada titik-titik pengendalian kritis, harus diverifikasi pada
frekuensi yang lebih tinggi (misalnya setiap 2-4 minggu).
Program lain, seperti kalibrasi, pengendalian dokumen,
ketertelusuran, dapat diaudit dengan frekuensi yang lebih
rendah.
Tim PMR harus meningkatkan frekuensi audit ketika
ketidaksesuaian terjadi berulang kali atau program ini
tidak efektif. Selain audit internal berkala, review terhadap
keseluruhan PMR harus dilakukan setidaknya setiap tahun
sekali, dan ketika perubahan signifikan terhadap produk,
proses, atau tempat yang dibuat, PMR, atau bagian dari
program tidak bekerja secara efektif.
17.2.7. Indikasi bahwa PMR atau bagian dari program tidak
bekerja secara efektif meliputi:
a. serangkaian atau tren ketidaksesuaian dari hasil uji
produk;
b. keluhan pelanggan;
c. penarikan kembali produk;
d. hasil yang tidak dapat diterima pada audit verifikasi
eksternal; dan
e. terjadi pelanggaran terhadap regulasi terkait pangan.
17.2.8. Tim PMR harus menyimpan catatan pemeriksaan yang
dilakukan selama audit internal dan tindakan perbaikan
yang dilakukan. Audit internal terdiri dari tinjauan catatan,
pemeriksaan secara langsung, dan konfirmasi kekurangan
atau ketidaksesuaian dari audit terakhir telah diperbaiki.
17.2.9. Catatan harus ditinjau untuk kelengkapan dan keakuratan
informasi yang diperlukan, kesesuaian tindakan perbaikan
yang dilakukan; setiap tren, bahaya baru, masalah
berulang; dan kesesuaian dengan prosedur pengendalian
yang didokumentasikan.
17.2.10. Pemeriksaan secara langsung harus mencakup
pengamatan kinerja dan kesesuaian pekerja terhadap
praktek higienis dan pengendalian proses, tata cara,
kesesuaian terhadap parameter proses yang ditetapkan
seperti waktu pengolahan dan suhu, dan status higienis
internal dan eksternal lingkungan, fasilitas tempat dan
peralatan.
17.2.11. Semua kekurangan yang ditemukaan pada saat audit
harus ditindaklanjuti. Ketika terdapat ketidaksesuaian dan
terjadi berulang, Tim PMR harus mengambil tindakan
berikut:
a. menyelidiki dan menentukan kemungkinan penyebab
ketidaksesuaian;
b. mengambil tindakan koreksi yang tepat untuk
mendapatkan kembali pengendalian dan mencegah
terulangnya masalah;
c. meningkatkan pengawasan sistem; dan
d. meninjau bagian yang relevan dari PMR dan melakukan
perubahan jika diperlukan.
Kajian Manajemen
17.2.12. Manajemen tingkat puncak seharusnya meninjau ulang
sistem manajemen mutu perusahaan pada selang waktu
yang telah ditentukan untuk memastikan kesesuaian,
kecukupan, dan efektivitasnya. Tinjauan ini harus
mencakup penilaian terhadap peluang untuk peningkatan
sistem manajemen mutu dan kebutuhan untuk mengubah
sistem manajemen mutu, termasuk di dalamnya yaitu
kebijakan mutu dan sasaran mutu.
17.2.13. Masukan-masukan pada proses peninjauan manajemen
harus mencakup informasi sebagai berikut :
a. hasil audit;
b. tanggapan konsumen;
c. kinerja proses dan kesesuaian produk;
d. status tindakan pencegahan dan perbaikan;
e. tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya;
f. perubahan yang dapat mempengaruhi sistem
manajamen mutu; dan
g. rekomendasi untuk perbaikan.

17.3 Rekaman
Rekaman yang harus disimpan mencakup informasi:
a. prosedur pemilihan pemasok;
b. rekaman/catatan penerimaan bahan;
c. evaluasi dan monitoring pemasok;
d. pemantauan, tindakan koreksi, dan verifikasi;
e. laporan audit internal;
f. rekaman tinjauan manajemen PMR;
g. rekaman aktivitas verifikasi; dan
h. ketidaksesuaian hasil uji produk.
18 PENGOLAHAN LIMBAH
18.1. Ruang Lingkup
Bagian ini membahas pengolahan limbah dan juga produk samping.
Limbah meliputi limbah padat/kering, limbah cair, limbah produksi
atau sisa-sisa produksi sedangkan produk samping adalah produk
sekunder yang berasal dari suatu proses produksi.

18.2. Tindakan Pengendalian


18.2.1. Pabrik seharusnya memiliki sistem penanganan dan
pembuangan limbah yang efisien dan selalu berfungsi
dengan baik.
18.2.2. Limbah produksi atau sisa-sisa produksi maupun limbah
kering atau padat seharusnya dikumpulkan dan ditangani
dengan baik.
18.2.3. Wadah untuk limbah bahan berbahaya seharusnya terbuat
dari bahan yang kuat, diberi tanda, dan tertutup rapat
untuk menghindari terjadinya tumpah yang dapat
mencemari produk.
18.2.4. Semua saluran pembuangan limbah seharusnya cukup
memadai untuk membuang beban maksimum dan memiliki
konstruksi yang dapat mencegah kontaminasi pasokan air
minum.
18.2.5. Saluran drainase di dalam area pengolahan dirancang dan
dipelihara dengan baik dan tertutup sehingga tidak
memungkinkan risiko infestasi hama atau kontaminasi
silang dari limbah. Sistem drainase di dalam area
pengolahan dirancang agar tidak menyebabkan adanya
genangan air.
18.2.6. Limbah seharusnya ditangani sedemikian rupa untuk
menghindari kontaminasi pangan atau air minum.
Penanganan limbah seharusnya mencegah akses oleh
hama.
18.2.7. Limbah seharusnya dibuang dari area penanganan pangan
dan area kerja lainnya sesuai keperluan dan paling sedikit
setiap hari.
18.2.8. Segera setelah pembuangan limbah, kemasan yang
digunakan untuk penyimpanan dan peralatan apapun yang
kontak dengan limbah seharusnya dibersihkan dan
didesinfeksi.
18.2.9. Area penyimpanan limbah juga seharusnya dibersihkan dan
didesinfeksi.
18.2.10. Produk samping seharusnya disimpan sedemikian rupa
untuk menghindari kontaminasi pangan. Produk samping
seharusnya dikeluarkan dari area kerja sesuai keperluan
dan dilakukan setidaknya setiap hari.

18.3. Rekaman
Rekaman berikut yang harus disimpan:
a. rekaman monitoring pengolahan/ penjualan/ pengeluaran/
pemusnahan limbah; dan
b. rekaman hasil pengujian limbah
19 PENGENDALIAN DOKUMEN DAN PENCATATAN

19.1. Ruang Lingkup


Bagian ini membahas mengenai persyaratan untuk mengendalikan
dokumen-dokumen PMR dan penyimpanannya.

19.2. Tindakan Pengendalian


19.2.1. Industri harus melaksanakan prosedur untuk memantau
dokumen dan rekaman serta memastikan bahwa dokumen
yang ada adalah terkini dan merefleksikan pengoperasian
yang aktual.
19.2.2. Setiap dokumen yang menjadi bagian dari PMR harus:
a. mudah dibaca;
b. terdapat tanggal atau ditandai untuk mengidentifikasi
versinya;
c. disahkan (ditandatangani) sebelum digunakan, baik
secara langsung atau dalam sistem pengendalian
dokumen, oleh Tim PMR, manajer harian, atau
seseorang yang ditunjuk untuk melakukan hal tersebut
dalam sistem pengendalian dokumen;
d. tersedia dalam bentuk yang mudah diakses bila
diperlukan oleh orang yang bertanggung jawab dalam
program ini; dan
e. disimpan dalam jangka waktu tertentu. Untuk rekaman
terkait produksi (dari penerimaan bahan baku, bahan
kemas, kemasan hingga distribusi produk) harus
disimpan minimum sesuai dengan umur simpan produk.
19.2.3. Industri seharusnya memiliki fasilitas dokumentasi atau
pencatatan meliputi:
a. Profil industri harus didokumentasikan secara tertulis.
b. Rekaman pemantauan tahap-tahap kritis yang memuat
pengendalian terhadap tahapan kritis dalam proses
produksi sesuai batas kritis yang ditetapkan. Untuk
sterilisasi, pencatatan meliputi suhu di bagian outlet
hoding tube, perbedaan tekanan (jika generator produk
ke produk digunakan), pencatat tekanan balik (jika
sistem pemantauan tekanan balik digunakan), laju aliran
produk, tekanan pada tangki aseptik, dan kinerja dari
penutup uap maupun katup-katup.
c. Rekaman kalibrasi dan instrumen;
d. Rekaman pelatihan karyawan;
e. Rekaman kesehatan karyawan yang memuat jadwal
pemeriksaan kesehatan karyawan dan tindak lanjut
terhadap hasil pemantauan atau pemeriksaan karyawan;
f. Rekaman spesifikasi bahan (termasuk bahan baku
pangan, bahan tambahan pangan, bahan penolong
(processing aids), zat gizi, zat non gizi dan kemasan);
g. Rekaman pengujian fisiko-kimia bahan (termasuk bahan
baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan penolong
(processing aids), zat gizi, zat non gizi dan kemasan);
h. Rekaman pengujian mikrobiologi bahan (termasuk bahan
baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan penolong
(processing aids), zat gizi, zat non gizi dan kemasan);
i. Rekaman pengujian fisiko-kimia produk akhir;
j. Rekaman pengujian mikrobiologi produk akhir;
k. Rekaman distribusi produk akhir;
l. Program penelusuran produk akhir, dapat berupa sistem
pemberian tanda, kode, dan identitasi produk;
m. Penarikan produk;
n. Catatan tindakan koreksi yang pernah dilakukan
terhadap: 1) ketidaksesuaian proses produksi yang
ditetapkan; 2) ketidaksesuaian penerapan cara produksi
pangan olahan yang baik; 3) ketidaksesuaian persyaratan
batas maksimum cemaran mikrobiologi dan kimia
berdasarkan peraturan perundangan; dan 4)
ketidaksesuaian terhadap persyaratan mutu produk yang
ditetapkan;
o. Program pemeliharaan pabrik (bangunan, drainase dan
peralatan) termasuk catatan pembersihan dan sanitasi;
p. Program pengendalian hama ; dan
q. Program audit internal dan pemasok.
19.2.4. Perubahan seperti penambahan proses yang tidak
tercantum dalam prosedur sebelumnya membutuhkan
evaluasi dan persetujuan registrasi. Perubahan dokumen
yang telah direvisi dan disetujui harus dilaporkan secara
tertulis.
19.2.5. Perlu adanya sistem penomoran revisi apabila terjadi
perubahan/revisi/update dokumen. Program pendukung
termasuk pencegahan kontaminasi silang harus
didokumentasikan dalam bentuk catatan
Perubahan/amandemen yang dilakukan terhadap PMR dapat
dikategorikan sebagai perubahan minor atau penting (signifikan).
Berikut merupakan contoh perubahan yang dikategorikan sebagai
perubahan penting pada PMR:
a. membuat perubahan major terhadap fasilitas atau peralatan
yang dapat berakibat terhadap kesesuaian bahan baku ataupun
produk terhadap standar produksi yang telah ditentukan;
b. memindahkan peralatan proses produksi ke tempat yang baru;
c. melakukan proses produksi terhadap bahan baku yang tidak
termasuk dalam program PMR, kecuali :
 Produk atau proses produksi sama; dan
 Dokumen bahan baku terkait dengan identifikasi faktor risiko
dan analisa bahaya menunjukkan bahwa semua faktor risiko
pada bahan baku telah ditelusuri secara setara dengan
program PMR.
d. menambah atau memodifikasi proses produksi, kecuali :
 modifikasi proses yang dilakukan tidak berbeda nyata dengan
proses yang telah ada; dan
 dokumen proses produksi terkait dengan identifikasi faktor
risiko dan analisa bahaya menunjukkan bahwa semua faktor
risiko pada proses produksi tersebut telah ditelusuri secara
setara dengan program PMR.
e. melakukan perubahan yang dapat menyebabkan faktor risiko
baru atau mempengaruhi faktor risiko yang telah ada.

Perubahan memerlukan evaluasi oleh verifikator PMR. Industri


dapat melakukan konsultasi kepada verifikator PMR atau tenaga
ahli dalam membuat keputusan mengenai perubahan yang
dilakukan.

19.3. Prosedur Pemantauan


Prosedur seharusnya secara rutin (berkala) diperiksa dan dievaluasi
oleh penanggung jawab untuk memastikan kekonsistenan dan
efektivitas program. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penandatangan pada dokumen maupun rekaman.

19.4. Prosedur Tindakan Koreksi


Tindakan perbaikan harus memuat penilaian untuk menentukan
penyebab dan tingkat ketidaksesuaian, pengaruh terkaitnya pada
dokumen lain atau catatan dan program, dan tindakan yang
diperlukan untuk mencegah terulangnya masalah (misalnya
pelatihan kembali personel yang terlibat, meninjau ulang prosedur
dan melakukan amandemen jika diperlukan).

19.5. Rekaman
Rekaman atau catatan yang harus disimpan setidaknya dalam dua
tahun terakhir tercantum dalam Lampiran. Rekaman yang harus
dijaga adalah sebagai berikut:
a. daftar dokumen yang menyusun PMR (daftar induk dokumen);
b. pendaftaran amandemen; dan
c. rekaman CPPOB dan pengendalian proses, termasuk rekaman
pemantauan, tindakan perbaikan, dan verifikasi.
20 LABORATORIUM

20.1 Ruang Lingkup


Bagian ini membahas terkait kebutuhan pengujian di laboratorium
baik untuk bahan baku, kemasan, bahan kemas, produk antara dan
produk jadi.

20.2 Tindakan Pengendalian


20.2.1. Pengujian produk harus dilakukan bila diperlukan untuk
menunjukkan pencapaian batas ketentuan yang relevan
atau batas yang didefinisikan dalam PMR.
20.2.2. Industri seharusnya memiliki sampling plan untuk
memudahkan pelaksanaan program pengujian.
20.2.3. Industri sebaiknya memiliki akses ke laboratorium yang
digunakan.
20.2.4. Prosedur laboratorium yang digunakan sebaiknya
mengikuti metode standar yang tervalidasi agar hasil dapat
dipertanggungjawabkan.
20.2.5. Laboratorium pengujian mikroba patogen seharusnya
terpisah dengan baik dari area penanganan pangan.
20.2.6. Uji inkubasi, misalnya, 10 hari pada 35°C ± 3,0°C (95°F ± 2
5°F) seharusnya dilakukan pada sampel kemasan yang
mewakili produk dari masing-masing kode; catatan hasil uji
pada setiap lot seharusnya dipelihara, diparaf, dan disetujui
manajemen. Catatan ini seharusnya disimpan dan
melakukan tindakan yang sesuai. Kombinasi waktu/suhu
lainnya dapat digunakan oleh industri.
20.2.7. Frekuensi dan tipe kontrol pengujian akan bervariasi
tergantung pada jenis produk pangan dan juga kebutuhan
manajemen. Kontrol tersebut seharusnya menolak semua
pangan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Jika
memungkinkan, sampel yang mewakili produksi seharusnya
diambil untuk menilai keamanan dan mutu produk.
20.3 Rekaman
Rekaman berikut yang harus disimpan:
a. hasil pengujian baik internal maupun eksternal;
b. hasil uji inkubasi; dan
c. pemantauan, tindakan koreksi, dan verifikasi.

Anda mungkin juga menyukai