NAMA KELOMPOK :
1. Faizah Nurdian Ardi (200721100075)
2. Fika Maghfiroh (200721100079)
3. Erni Tri Wahyuni (200721100086)
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Akuntansi
Keuangan Syariah. Makalah yang berjudul “Akuntansi Penghimpunan Dana” untuk
memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang
jaminan karakteristik hukum islam dalam kehidupan sehingga diharapkan dapat
bermanfaat.
Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
segala kritik dan saran guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai
penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan banyak terima
kasih.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul karimah dan
pengetahuan tentang seluk beluk Akuntansi Syariah hendaknya dikuasai sehingga
menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu. Kegiatan Akuntansi Syariah
ini sangat banyak salah satu diantaranya adalah penghimpunan dana yang akan
dibahas dalam makalah ini, sebagai salah satu bentuk aktifitas ekonomi,
pengimpunan dana menjadi hal yang amat sering dilakukan oleh Bank Syariah
dalam berbagai transaksi ekonomi demi memenuhi kebutuhan. Dalam Islam,
menghimpun dana selain dilakukan oleh masyarakat secara ’urf(kebiasaan), juga
dapat ditemukan dasar-dasarnya secara syari’ah sebagaimana ditemukan aktifitas
menghimpun dana yang direkam dan dijustifikasi oleh alQur’an, al-Hadis, dan juga
telah menjadi ijma ulama’ (kesepakatan para ulama). Seiring perkembangan zaman,
menghimpun dana pun mengalami perkembangan dan modifikasi sebagaimana
terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut dengan penerapannya
dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia perbankan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dengan tetap berada dalam bingkai syari’ah.
Dalam bank syariah penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan tidak
membedakan nama produk tetapi melihat pada prinsip yaitu prinsip wadiah (titipan
nasabah) dan prinsip mudharabah (bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak).
Apapun nama produk yang diperhatikan adalah prinsip yang digunakan atas produk
tersebut, hal ini sangat terkait dengan porsi pembagian hasil usaha yang akan
dilakukan antara pemilik dana/ deposan (shahibul maal) dengan bank syariah
sebagai mudharib (pengelola).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimasud dengan penghimpunan dana dalam kaitannya
dengan aktivitas perbankan syariah?
2. Bagaimana mekanisme penghhimpunan dana dalam perbankan
syariah?
3. Apa prinsip yang diterapkan perbankan syariah dalam akutansi
penghimpunan dana ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah akuntansi perbankan syariah
2. Untuk mengatahi cara penghimpunan dana perbankan syariah
3. Untuk mengetahi Prinsip yang diterapkan perbankan syariah dalam akutansi
penghimpunan dana.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penghimpunan Dana .................................................................. 3-5
B. Tabungan Mudharabah .................................................................................. 5-9
C. Giro Mudharabah........................................................................................... 9-11
D. Deposito Mudharabah …………………………………………................... 11-13
E. Tabungan dan Deposito Mudharabah ………………………….................... 13-16
F. Tabungan Wadiah ……………………………………………….................. 16-19
G. Giro Wadiah …………………………………………………….................. 19-21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 23
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sofyan Safri Harahap dkk, Akuntansi Perbankan Syariah,ed. 4. ( Jakarta: LPFE Usakti, 2010), hal. 90.
3
jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri(tidak melalui
pihak ke tiga).
Dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai
agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan
berupa fee.
3. Akad musytarakah yaitu bentuk mudharabah di mana pengelola dana
menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad
musyatarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan usaha,
pengelola dana memiliki modal yang dapat dikontribusikan dalam
investasi, sedang di lain sisi, adanya penambahan modal ini akan dapat
meningkatkan kemajuan investasi. Akad musytarakah ini pada
dasarnya merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad
musyarakah. Dalam mudharabah musyatarakah, pengelola dana
berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga dananya dalam
investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Setelah
penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil usaha antara
pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar
hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai
pemilik dana musyarakah.
Pola investasi terikat (mudharabah muqayyadah) dapat dilakukan dengan cara
channeling dan executing. Pola channeling adalah apabila semua risiko
ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko
apa pun. Pola executing adalah apabila bank sebagai agen juga menanggung
risiko. Dana mudharabah muqayyadah yang disalurkan dengan pola executing
disajikan dalam neraca bank syariah, sedangkan dana mudharabah yang
disalurkan dengan pola channeling, disajikan dalam laporan investasi terikat dan
terpisah dari neraca bank syariah.2
Mudharabah adalah muamalat yang halal dalam islam dan mempunyai syarat-
syarat yang ditetapkan islam (karakteristik transaksi mudharabah) yaitu :
1. Dana Mudharabah
Dana Mudharabah yang dihimpun harus dalam bentuk uang tunai dan
bukan piutang serta dinyatakan dengan jelas jumlahnya dan harus
diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannnya melakukan
usaha.
2. Keuntungan
Pembagian keuntungan harus didasarkan sesuai dengan nisab yang
disepakati pada awal dan dituangkan dalam akad. Nisab keuntungan
berdasarkan perjanjian yang disetujui pada awal kontrak dan tidak ada
jaminan kapada shahibul maal bahwa shahibul maal akan memperoleh
2
Rizal Yaya dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, ed. 2. (Jakarta:
Salemba Empat, 2018), hal. 57.
4
keuntungan. Dalam hal usaha yang dijalankan mengalami kerugian,
dan kerugian tersebut bukan kesalahan/kelalaian mudharib, maka
kerugian itu akan ditanggung oleh shahibul maal. Mudharib hanya
akan menanggung kerugian dari segi waktu dan tenaga saja. Jika suatu
mudharabah mengalami kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya
ditanggung pemilik modal, dan pengusaha tidak mendapat apa apa dari
mudharabah itu. Dan jika tidak untung, maka pemilik modal hanya
dapat kembali jumlah modalnya, dan pengusaha tidak mendapat
apa apa.
3. Peranan Bank Syariah dalam pencampuran harta dan ber mudharabah
dengan pihak ketiga, merupakan hal penting dalam bidang operasinya.
Karena bank adalah “badan perantara” antara unit kelebihan dan unit
kekurangan, dimana dalam perantaraan itu umat diperlukan pandangan
bahwa hubungan langsung antara kedua unit itu amat sukar
diwujudkan tanpa perantara bank karena sebab-sebab tertentu.3
3
Sofyan Safri Harahap dkk, Akuntansi Perbankan Syariah,ed. 4. ( Jakarta: LPFE Usakti, 2010), hal. 92.
4
Indria Widyastuti, “ANALISIS AKUNTANSI PENGHIMPUNAN DANA DENGAN PRINSIP WADIAH
DAN MUDHARABAH DI PERBANKAN SYARIAH”. MONETER, VOL. I NO. 1 APRIL 2014, hal. 60.
5
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/46/PBI/2005 tentang akad
penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dalam
bentuk tabungan berdasarkan akad Mudharabah berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut :
1. Bank bertindak sebagai pengelolah dana dan nasabah bertindak
sebagai pemilik dana .
2. Dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah
nominal.
3. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan
dalam bentuk nisbah.
4. Pada akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib
menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan
oleh bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka
penutupan rekening.
5. Nasabah tidak diperbolehkan menarik dana diluar kesepakatan.
6. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan atau
deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi
haknya.
7. Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah
tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan
8. Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam
perundang-undangan yang berlaku.5
Adapun penjelasan secara singkat perbedaan antara tabungan Mudharabah
dengan tabungan Wadiah diantaranya:
5
IKIT, S.E., M.E.I. , Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah, ed. 1. ( Yogyakarta: Deepublish,
Februari 2015), hal. 207.
6
tanpa ada pemotongan.
8
Sedangkan pengertian Giro menurut Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 adalah simpanan berdasarkan akad wadiah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek, Bilyet Giro,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan.
Ada 2 jenis aplikasi giro dalam perbankan yaitu: giro yang tidak
dibenarkan secara syariah yaitu giro yang berdasarkan perhitungan
bunga. Aplikasi giro ini terdapat dalam perbankan konvensional baik
bank umum dan bank pembiayaan rakyat. Sedangkan aplikasi giro
yang dibenarkan secara syariah yaitu giro yang berdasarkan prinsip
Mudharabah dan Wadiah.6
Giro Mudharabah harus mengikuti Fatwa Dewan Syariah Nasional
tentang Mudharabah. Akad Mudharabah menurut peraturan Bank
Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 adalah penanaman dana dari pemilik
dana (shahibul maal) kepada pengelolah dana (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan
metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi
pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Ketentuan umum dalam Giro berdasarkan akad Mudharabah
menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor.
01/DSN-MUI/IV/2000 diantaranya adalah:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai Shahibul Maal
atau pemilik dana dan Bank Syariah bertindak sebagai
Mudharib atau pengelolah dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai Mudharib bank syariah dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk
didalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank syariah sebagai Mudharib menutup biaya operasional
giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi
haknya.
6. Bank syariah tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
6
IKIT, S.E., M.E.I. , Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah, ed. 1. ( Yogyakarta: Deepublish,
Februari 2015), hal. 86.
9
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/2005 tentang akad
penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah menjelaskan dalam
kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan
Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1. Nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal)
dan Bank bertindak sebagai pengelolah dana (mudharib).
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan
akad Mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta
dinyatakan jumlah nominalnya
4. Nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang
ditetapkan oleh bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah
kecuali dalam rangka penutupan rekening.
5. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk
nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
6. Pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada
saldo terendah setiap akhir bulan laporan.
7. Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
8. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.7
Akuntansi giro mudharabah pada prinsipnya sama dengan
akuntansi giro wadiah. Pembeda antara akuntansi giro mudharabah
dengan giro wadiah yang sudah dibahas adalah dalam hal insentif
yang diterima oleh nasabah. Dalam giro wadiah, insentif yang
diterima adalah bonus giro wadiah yang bersifat sukarela dan tidak
disyaratkan di muka. Adapun insentif yang diterima nasabah giro
mudharabah adalah bagi hasil dalam persentase tertentu yang harus
dibayar oleh bank secara periodik sesuai dengan tingkat
keuntungan bank syariah.8
7
IKIT, S.E., M.E.I. , Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah, ed. 1. ( Yogyakarta: Deepublish,
Februari 2015), hal. 191.
8
Rizal Yaya dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, ed. 2. (Jakarta:
Salemba Empat, 2018), hal. 106.
10
Sebagai contoh, pada tanggal 5 Maret 20XA Haniya, nasabah giro mudharabah Bank
Peduli Syariah (BPS), menerima imbalan bagi hasil atas rekening gironya sebesar
Rp45.000. Dengan demikian, jurnalnya adalah sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
05/03/XA Db Hak pihak ketiga atas bagi hasil 45.000
Kr Giro mudharabah – Haniya 45.000
05/03/XA Db Giro mudharabah – Haniya 9.000
Kr Titipan kas negara – pajak giro 9.000
11
f. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
Fasilitas yang diperoleh untuk deposito mudharabah ialah:
1) Menggunakan sertifikat deposito atau bilyet deposito
2) Minimum jumlah investasi ditentukan oleh bank; mempunyai
jangka waktu (1,3,6,12,24 bulan, dst)
3) Kontrak berakhir pada saat jatuh tempo, tetapi diperpanjang
(ARO)
4) Bagi hasil diberikan pada saat jatuh tempo, interim bagi hasil
dapat diberikan setiap periode yang diperjanjikan.
5) Nisbah bagi hasil yang lebih, tetapi tidak boleh kurang dari
nisbah yang diperjanjikan , kelebihan bagi hasil atas nisbah
dianggap bonus.
6) Jumlah investasi tergantung pada proyek biasanya dalam jumlah
besar.
Berikut ini merupakan contoh transaksi dari deposito mudharabah
Transaksi Terkait Deposito Mudharabah
Bank Murni Syariah (BMS) menerima setoran atas nama Bunda Dolly
01 Sep Rp5.000.000 sebagai investasi deposito mudharabah untuk jangka
20XA waktu satu bulan dengan nisbah 60% untuk nasabah dan 40% untuk
BMS.
Berdasarkan perhitungan distribusi pendapatan, bagi hasil yang akan
30 Sep
dibayar untuk kelompok deposito mudharabah adalah sebesar
20XA
Rp15.000.000.
Dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah kepada Bunda Dolly
04 Okt sebesar Rp40.000 dan atas pembayaran tersebut dipotong pajak
20XA sebesar 20%. Pembayaran bagi hasil dilakukan ke rekening
tabungan mudharabah atas nama pemilik yang sama*.
05 Okt Bunda Dolly mencairkan deposito mudharabah. Pencairan dilakukan
20XA secara tunai.
*Dalam praktik perbankan, bagi hasil deposito dapat dibayarkan ke berbagai rekening
sesuai permintaan nasabah deposito, antara lain ke tabungan mudharabah, giro wadiah,
penambah saldo deposito periode berikut, atau rekening nasabah di bank lain.
Jurnal untuk transaksi kasus di atas adalah sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/09/XA Db. Kas 5.000.000
Kr. Deposito mudharabah – Bunda Dolly 5.000.000
12
Db. Hak pihak ke-3 atas bagi hasil –
30/09/XA 15.000.000
deposito mudharabah*
* Hak pihak ke-3 atas bagi hasil dicadangkan sebagai beban yang masih harus dibayar
setiap bulan. Besar pencadangan ini mempunyai dua alternatif. Pertama, dicadangkan
sebesar total bagi hasil yang akan dibayarkan selama 1 bulan penuh pada bulan jatuh
tempo. Kedua, dicadangkan sebesar porsi bagi hasil yang hanya menjadi beban pada
akhir bulan pencatatan. Kemudian saat pembayaran bagi hasil pada saat jatuh tempo,
mengakui adanya tambahan hak pihak ke-3 (biaya bagi hasil).
** Terdapat sedikit perbedaan dalam mekanisme penyaluran bagi hasil tabungan dengan
bagi hasil deposito. Pada tabungan, bank memasukkan semua bagi hasil untuk tabungan
terlebih dahulu sebelum memotong pajak PPh Pasal 4 (2) agar nasabah bisa melihat
besar masing-masing bagi hasil dan pajak. Adapun bagi hasil deposito yang disalurkan
kepada nasabah bersifat neto karena sudah dipotong langsung.
14
Dari tabungan mudharabah Rp. yy
Kr titipan kas negara Rp. yy
16
Pihak penyimpan dana sebagai penerima kepercayaan berarti bahwa ia tidak
diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dlam penitipan terjadi kehilangan
atau kerusakan pada barang atau aset titipan, selama hal ini bukan akibat dari
kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memlihara barang atau
aset titipan. Biaya penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagai
kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan. Dengan prinsip ini, pihak
penyimpan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang/aset yang
dititipkan melainkan hanya menjaganya10.
Wadiah yadh adh dhamamah
Nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah
untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan
bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai
hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut.
Wadiah yadh adh dhamamah ini mempunyai implikasi hukum yan sama dengan
qardh, maka nasabah menitipakan dan bank tidak boleh saling menjanjikan
untuk membagi hasilkan keuntungan harta tersebut. Bank diperkenankan
memberi bonus kepada pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan di muka.
Adapun ketentuan umum Tabungan Wadiah sebgai berikut:
a. Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang bersifat titipan
murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat(on call)
b. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan
barang menjadi hak milik atau tangguungan Bank. Sedangkan
nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung
kerugian.
c. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta
sebagai intensif selama tidak diperjanjikan dalam akad
pembukaan.
Para ahli perbankan tempo dulu memberikan pengertian tabungan merupakan
simpanan sementara, maksudnya simpanan untuk menunggu apakah untuk
investasi (antara lain dalam bentuk deposito), untuk keperluan sehari-hari atau
konsumsi yang dapat ditarik sewaktu-waktu dalam bentuk giro.
Namun, dengan dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia yaitu SK Dir BI
Nomor 22/63/Kep Dir tgl 01-12-1989 dan SE Nomor 22/133/UG tgl 01-12-
1989, dimana dalam ketentuan tersebut syarat-syarat penyelenggaraan tabungan
(IKPI), yaitu:
a. Penarikan hanya dapat dilakukan dengan mendatangi bank atau
ATM,
10
Suwartini, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia 2018) hal. 41
17
b. Penarikan tidak dapat dilakukan dengan cek, bilyat giro atau surat
perintah pembayaran lain yang sejenis,
c. Bank hanya menyelenggarakan tabungan dalam rupiah,
d. Ketentuan mengenai penyelenggaraan tabungan ditetapkan sendiri
oleh masing-masing bank, dan
e. Bank penyelenggara tabungan diperkenankan untuk menetapkan
sendiri, yakni
Cara pelayanan sistem administrasi, setoran, frekuensi
pengambilan, tabungan pasif dan persyaratan lain;
Besarnya suku bunga, cara perhitungan, dan pembayaran bunga
serta pemberian insentif termasuk undian;
Nama tabungan yang diselenggarakannya
Ketentuan inilah yang membuat banyak bank kreatif, sehingga menghilangkan
karakteristik tabungan yang sebenarnya. Banyak bank yang menetapkan
tabungan dapat ditarik setiap saat sehingga dari segi penarikan tidak dapat
dibedakan antara tabungan dan giro.
Dalam prinsip syariah sebenarnya tabungan juga merupakan simpanan
sementara untuk menentukan pilihan apakah untuk investasi atau untuk
konsumsi yang dapat ditarik setiap saat. Tabungan yang dapat ditarik setiap saat
tersebut mempergunakan prinsip wadiah. Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasioanal ditetapkan ketentuan tentang tabungan wadiah (Himpunan Fatwa,
Edisi kedua, hal 14) sebagai berikut:
Bersifat simpanan
Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan
kesempatan
Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk
pemberian(athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Jadi, tabungan wadiah merupakan tabungan dengan prinsip wadiah inilah
yang dapat diberikan ATM atau kartu sejenisnya.
Ketentuan dan persyaratan Tabungan Wadiah
Untuk memberikan kemudahan dalam memberikan pelayanan kepada
nasabah tabungan wadiah, maka terdapat beberapa ketentuan dan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon nasabah. Persyaratan dan
ketentuan tabungan wadi’ah disamping untuk meningkatkan pelayanan, juga
untuk menjaga keamanan serta keuntungan bagi nasabah.11
a. Pembukaan tabungan wadi’ah
b. Jumlah setoran minimum
c. Jumlah penarikan
11
Sartini,.opcit. hal 43
18
d. Saldo tabungan wadi’ah
e. Bonus tabungan wadi’ah
f. Penutupan
Rukun dan Syarat Tabungan Wadi’ah
Adapun Rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan
prinsip wadiah adalah sebagai berikut:
a. Barang yang dititipkan : syarat barang yang dititipkan adalah barang atau
benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara.
b. Orang yang menitipkan barang/penitip : disyaratkan bagi penitip dan
penerima titipan sudah baligh, berakal, serta syarat-syarat lain yang sesuai
dengan syarat-syarat berwakil.
c. Orang yang menerima titipan/penerima titipan : disyaratkan bagi penitip
dan penerima titipan sudah baligh, berakal, serta syarat-syarat lain yang
sesuai dengan syarat-syarat berwakil.
d. Ijab Qobul 12: Pernyataan serah terima (shighah ijab dan qabul wadiah)
disyaratkan pada ijab qabul ini dimengerti oleh kedua belah pihak, baik
dengan jelas maupun samar.13
12
Lantip Susilowati, dkk, Akuntansi Syariah, (Jakarta: Alim’s Publishing, 2019) hal. 18.
13
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h.206.
19
Giro wadiah merupakan giro yang dijalankan berdasarkan akad wadi’ah, yakni
titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
a. Ketentuan umum giro wadi’ah:
1) dana wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial
dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal
dana wadi’ah tersebut.
2) Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik
atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan
imbalan atau tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif
untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan
dimuka.
3) Pemilik dana wadi’ah dapat menarik kembali dananya sewaktu-
waktu (on call), baik sebagian atau seluruhnya.
20
4. Alat perintah bayar lainnya
Selain media tersebut diatas giro juga dapat ditarik dengan menggunakan
alat perintah pembayaran lainnya seperti surat kuasa, maupun surat pemindah
bukuan. 14
Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota A (bank yang
sama) sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Giro wadiah Rp xx
Nasabah menerima bilyet giro senilai Rp xx dari nasabah bank lain. Bilyet tersebut
kemudian dicairkan untuk dimasukkan ke rekening giro nasabah
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Giro wadiah Rp xx
Nasabah menggunakan bilyet giro untuk menstranser dana kepada nasabah giro wadiah
bank cabang kota A (bank yang sama) sebesar Rp xx
Giro wadiah Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Nasabah menggunakan bilyet giro untuk menstranser dana kepada nasabah giro dari
bank lain (bank yang berbeda) sebesar Rp xx
Giro wadiah Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
14
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktik Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,2003) hal. 105
21
Dipotong giro wadiah nasabah untuk untuk administrasi sebesar Rp xx dan untuk pajak
sebesar Rp yy (20% dari bonus yang diterima nasabah)
Giro wadiah Rp xx
Pendapatan administrasi giro wadiah Rp xx
Giro wadiah Rp yy
Titipan kas negara Rp yy
22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Produk tabungan terbagi menjadi dua, yaitu tabungan wadiah dan tabungan
mudharabah. Instrumen giro terbagi menjadi dua juga, yaitu giro wadiah dan
mudharabah. Sedangkan pada deposito, perbankan syariah hanya menggunakan prinsip
mudharabah. Dari sistem mudharabah itu, pihak bank akan mendapatkan keuntungan
dari kegiatan usaha yang dikelolanya berdasarkan presentasi bagi hasil yang telah
ditetapkan dan disetujui antara pemilik atau penyimpan dana dengan bank.
23
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan Safri Harahap dkk, 2010. Akuntansi Perbankan Syariah,ed. 4. Jakarta: LPFE
Usakti, hal. 90.
Rizal Yaya dkk, 2018. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer,
ed. 2. Jakarta: Salemba Empat, hal. 57.
Sofyan Safri Harahap dkk, 2010. Akuntansi Perbankan Syariah,ed. 4, Jakarta: LPFE
Usakti, hal. 92.
Widyastuti Indria, “Analisis Akuntansi Penghimpunan Dana Dengan Prinsip Wadiah
Dan Mudharabah Di Perbankan Syariah”. Moneter, Vol. I No. 1 April 2014,
hal. 60.
IKIT, S.E., M.E.I. , 2015. Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah, ed. 1.
Yogyakarta: Deepublish, Februari , hal. 207.
Rizal Yaya dkk, 2018 Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer,
ed. 2. Jakarta: Salemba Empat, hal. 106.
Prasetyo Aji, Akuntansi Keuangan Syariah: Teori, Kasus, & Pengantar Menuju Praktik.
Yogyakarta: CV. Andi Offset. hal. 50-55.
Suwartini, 2018 Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia. hal. 41
Lantip Susilowati, dkk, 2019. Akuntansi Syariah, Jakarta: Alim’s Publishing, hal. 18.
Nawawi Ismail, 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Bogor: Ghalia
Indonesia, h.206.
Zulkifli Sunarto, 2003. Panduan Praktik Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul
Hakim,2003 hal. 105
24