Oleh:
Decequen Putri Setiadi
Kelas
PEMERINTAH PROVINSI
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalwat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Candi Borobudur...................................................................... 3
B. Arsitektur Candi Borobudur.................................................................. 4
C. Relief Candi Borobudur......................................................................... 9
D. Arca Buda di Candi Borobudur............................................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 14
B. Saran...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km
di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha
terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang
diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan
2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki
koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar
teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga
barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha
tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap
tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai
tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat
ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju
pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk
melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari
bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya
melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu
adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan
Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan
melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari
1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14
seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah Candi Borobudur?
2. Bagaimana bentuk arsitektur Candi Borobudur?
3. Bagaimana bentuk relief Candi Borobudur?
4. Bagaimana bentuk arca Buda di Candi Borobudur?
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
b. Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada
dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong
dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan
1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah
dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan
bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam
bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung
Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan
atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung
terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada pagar langkan
terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan
dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling
rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan
diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras
bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.
c. Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief,
mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief.
Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau
tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini
melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala
keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai
nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu
stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini
disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24,
dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar
dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya
sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar.
Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup
7
dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap
sebagai yang paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha. Relief
Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap
tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud
manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun
makhluk yang mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan
boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi
tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian
leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu
pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh
yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari
yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai
bertangkai panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia
baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta
menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur
tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan
masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di
Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk
ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan candi,
bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa,
serta alat transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief
terkenal yang menggambarkan Kapal Borobudur. Kapal kayu bercadik khas
Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera
yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra
Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina
dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang
artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain
relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai,
dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di
sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara
11
nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama)
dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun
sisi-sisi lainnya serupa benar.
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna
sebagai berikut:
1. Karmawibhangga
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi
dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma.
Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai
karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut
bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat.
Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela
manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga
perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan
penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati
(samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai
tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya
bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto
lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum
Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
2. Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-
relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari
turunnya Sang Buddha dari surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan
pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga
pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27
pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut
menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai
persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang
Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan
lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra
12
A. Kesimpulan
Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus
salah satu monumen Buddha terbesar di dunia. Pembangunan candi-candi
Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya,
Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun
candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran
menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk
pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk
memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti
Kalasan berangka tahun 778 Masehi.
Borobudur merupakan mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai
contoh puncak pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa
Buddha di Jawa. Bangunan ini diilhami gagasan dharma dari India, antara
lain stupa, dan mandala, tetapi dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur
lokal; struktur megalitik punden berundak atau piramida bertingkat yang
ditemukan dari periode prasejarah Indonesia.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia
baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta
menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur
tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan
masyarakat Jawa kuno.
B. Saran
Lestarikan dan kembangkan potensi warisan budaya agar Candi
Borobudur yang sebagai peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya ini
mampu memaksimalkan potensi. Sebaiknya upaya-upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menjaga dan melestarikan Candi Borobudur tersebut tetap
menjadi daya tarik terutama dari segi kepariwisataan, arkeologi dan ilmu
pengetahuan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Widya, Dharma. (2000). Riwayat Hidup Sang Budha Gautama. Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Budhis.