DI SUSUN OLEH :
FANNY TRIANTI
20176523025
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
PRODI DIV KEPERAWATAN PONTIANAK
2021
1
BAB 1 KOSEP KEBUTUHAN PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau gagal ginjal kronik (GGK) adalah
kondisi saat fungsi ginjal menurun secara bertahap karena kerusakan ginjal.
Secara medis, gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai penurunan laju
penyaringan atau filterasi ginjal selama 3 bulan atau lebih.
Di dalam setiao ginja terdapat unit penyaring atau nefron yang terdiri
dari glomerulus menyring cairan dan limbah untuk dikeluarkan, serta
mencegah keluarnya sel darah merah dan molekul besar yang berbentuk
protein. Selanjutnya, saat darah melewati unit penyaring ubulus, mineral yang
dibutuhkan tubuh disaring kembali sedangkan sisanya dibuang sebagai
limbah.
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml/menit/1,73 m2)
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 mL/menit/1,73m2
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal
2
2. ETIOLOGI
3. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara
C Long, 1996: 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
3
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448)
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
4
Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama
ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot
ekstremitas).
e.Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
5. KOMPLIKASI
1. Kelebihan cairan
Selama ini banyak orang yang beranggapan bahwa banyak minum
akan membuat ginjal sehat. Hal ini ternyata tidak sepenuhnya benar,
jika seseorang dengan fungsi ginjal yang masih baik minum 2-3 liter
air dalam sehari memang baik untuk ginjalnya. Tetapi jika seseorang
dalam kondisi memiliki gejala penyakit ginjal minum 5-6 liter dalam
sehari, hal tersebut bisa berbahaya. Karena bisa menyebabkan kadar
garam di dalam tubuh berkurang, dan bisa membuat seseorang lemah
atau bahkan kejang-kejang.
5
Seseorang dengan penyakit ginjal kronis, memiliki dengan
pembuangan cairan yang ada di dalam tubuhnya. Sehingga ketika ia
minum air dalam jumlah yang banyak, tidak semua air yang ia
minum keluar dan malah menumpuk di pembuluh darah, dan
membuat jantung menjadi bekerja lebih keras.
2. Hiperkalemia
Komplikasi ini merupakan keadaan di mana kalium yang ada di
dalam darah seseorang tinggi. Kalium yang tinggi ini, akan membuat
jantung bekerja dengan tidak sempurna. Sehingga menyebabkan
gangguan pada jantung, yang bisa berujung pada kematian
mendadak. Pada orang dengan gangguan fungsi ginjal kronis,
kemampuannya untuk membuang kalium sangatlah rendah.
Sumber kalium bisa didapatkan dari buah-buahan dan juga sayuran,
sehingga dokter menyarankan kepada orang dengan penyakit ginjak
kronis untuk tidak mengonsumsi buah-buahan dalam jumlah yang
banyak.
3. Metabolik Asidosis
Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur elektrolit, cairan, dan juga
asam basa di dalam darah. Jika fungsi tersebut terganggu, maka
darah akan asam dan pH darah akan turun. Jika pH darah turun,
maka akan membuat pembuluh darah melebar, dan juga kontraksi
jantung menjadi terganggu. Jika hal tersebut tidak dikendalikan,
maka akan membawa dampak yang sangat buruk
4. Gangguan Mineral dan Tulang
Penyakit ginjal kronik yang sudah lama dibiarkan, bisa menganggu
mineral dan juga tulang. Asupan kalsium yang kurang, bisa
menyebabkan tulang menjadi mudah patah. Orang dengan penyakit
ginjal kronis, memiliki tulang yang tidak kuat dan mudah patah,
karena gangguan tulang yang dialaminya.
5. Hipertensi
Hipertensi bisa membuat seseorang terkena penyakit ginjal, tetapi
penyakit ginjal kronis juga bisa menyebabkan hipertensi. Karena
gangguan glomeruler, seseorang bisa mengalami hipertensi.
Hipertensi juga bisa disebabkan karena terlalu banyak cairan atau
tekanan darah yang naik.
6
6. Anemia
Anemia disebabkan karena kurangnya hormon eritrokosit, sehingga
kemampuan sum-sum tulang untuk membentuk darah juga akan
berkurang.
7. Dislipidemia
Gangguan kolesterol ternyata juga bisa mengganggu. Pada orang
dengan gangguan ginjal kronik bisa mengalami kolesterol yang
tinggi.
8. Disfungsi Seksual
Untuk seseorang yang berusia muda dan memiliki penyakit ginjal
kronis, terutama pria, terkadang sering merasakan cepat lelah saat
melakukan hubungan intim.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi
maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis
ataupun kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan lab.darah
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
c. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan
ini berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
d. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
e. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia, terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
g. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
7
h. Hipoalbuminemis dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
i. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
j. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
k. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.
2. Urine
a. Urine rutin
b. Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
a. ECG
b. ECO
4. Radiodiagnostik
a. USG abdominal
b. CT scan abdominal
c. BNO/IVP, FPA
d. Renogram
e. RPG (retio pielografi)
7. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
1) Dialysis
a) Peritoneal dialysis
8
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency, sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD (Continues Ambulatory Peritonial
Dialysis).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan
dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar
tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan
masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka
dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena
(fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. Pada
hemodialisa, darah penderita mengalir melalui suatu selang
yang dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke
dalam dialyzer.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam
dialyzer maka diberikan heparin. Di dalam dialyzer, suatu
selaput buatan yang memiliki pori-pori memisahkan darah
dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimia
yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan
dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah
metabolic, dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui
selaput dan masuk ke dalam dialisat. Tetapi sel darah dan
protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput
buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke
dalam tubuh penderita. Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat
efisiensi yang berbeda-beda. Mesin yang lebih baru sangat
efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih
pendek (2-3 jam), sedangkan mesin yang lama memerlukan
waktu 3-5 jam. Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis
perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
9
Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Reaksi
anafilaksis yg Alergi terhadap zat di dalam mesin
berakibat fatal Tekanan darah rendah
(anafilaksis)
Tekanan darah
Terlalu banyak cairan yang dibuang
rendah
Perdarahan
usus, otak, Penggunaan heparin di dalam mesin untuk
mata atau mencegah pembekuan
perut
10
2. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal
11
B. ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)
1. PRIMARY SURVEY
a) Airway
Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
meletakan tangan di atas mulut atau hidung, Potency jalan nafas,
keadekwatan expansi paru, kesimetrisan, Auscultasi paru.
b) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinan karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). Inspeksi:
Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek anathesi
yang berlebihan.
c) Circulation
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d) Disability : berfokus pada status neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik
dan tanda-tanda vital.
Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e) Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
12
2. SECONDARY SURVEY
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Sesak napas, kencing sedikit bahkan tidak dapat kencing, gelisah, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, kembung, mulut terasa kering,
rasa lelah, napas berbau (ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit
1. Riwayat penyakit sekarang : diare, muntah, perdarahan, luka
bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
2. Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit gagal ginjal akut,
infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-
obat nefrotoksik, benigna prostatic hyperplasia, prostatektomi.
3. Riwayat penyakit keluarga : adanya penyakit keturunan Diabetes
Mellitus atau hipertensi.
d. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
napas cepat dan dalam (kussmaul), dyspnea.
e. Body Systems :
1. Pernapasan (B 1 : Breathing)
Gejala : napas pendek, dispnea nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda ; takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk produktif
dengan/tanpa sputum.
2. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi nyeri dada atau
angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecenderungan perdarahan.
3. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolet sampai
koma.
4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
13
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
5. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis
erosiva dan diare
6. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan
lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan
manajemen kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama. Oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang, dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala : peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis, kuku rapuh.
14
3. Pola Eliminasi
Eliminasi urine :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat sampai tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung.
Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : diare atau konstipasi.
4. Pola tidur dan istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5. Pola aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas sehingga
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise.
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6. Pola hubungan dan peran
Gejala : kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
7. Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami
neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak,
klien mengalami disorientasi/tidak.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
9. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,
15
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : penurunan libido, amenorhea, infertilitas.
10. Pola mekanisme koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif/adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung,
perubahan kepribadian.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam
melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
12. Pemeriksan fisik
a. Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas
ureum.
b. Dada : pernapasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut : adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas : edema pada tungkai, spatisitas otot.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Gangguan perfusi jaringan
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
4. Perubahan pola napas
5. Intoleransi aktivitas
6. Kerusakan intregritas kulit
7. Kurang pengetahuan
16
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung
(beban jantung yang meningkat)
Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan KH :
Pasien dapat mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah
dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
a.Auskultasi bunyi jantung dan paru
R : Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin yang disebabkan oleh disfungsi ginjal
c.Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, beratnya (skala 0-10)
R : HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R : Kelelahan dan dapat menyertai GGK
18
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan : Integritas kulit dapat terjaga dengan KH : Mempertahankan
kulit utuh, menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
R : Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udema
R : Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R : Menurunkan tekanan pada udema , jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R : Mengurangi pengeringan, robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R : Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit
20
DAFTAR PUSTAKA
WOC CKD. (2016) id.Scribe.com Di akses pada 26 Maret 2021 pukul 15.20.
https://www.google.com/search?
q=woc+ckd&safe=strict&sxsrf=ALeKk01QzQm7Nneyr4rfySc7IsnbbNQ2tg:1616
746503733&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiJj6
21