Anda di halaman 1dari 7

KARTU IDENTITAS KONTAMINAN/ POLUTAN

Nama Kontaminan/Polutan : Karbondioksida (CO2)


Nama Lain : Gas asam karbonat, karbonat anhidrida, es kering (bentuk padat), zat asam
arang.
1. Karakteristik (Sifat Fisik)
 Struktur senyawa:

 Suatu gas tak berwarna, tak


menyala, dan tak berbau, dengan rasa yang sedikit masam, stabil,
tenang dan tidak beracun
 Beratnya 1½ kali lebih berat daripada udara.
 Suhu kritis cukup tinggi yaitu 31oC
 Tekanan kritis 73 atm
 Massa molar: 44,0095 (14) g/mol
 Densitas: 1.600 g/L (padat), 1,98 g/L (gas)
 Titik leleh -57oC
 Titik didih -79oC
 Kelarutan dalam air 1,45 g/L
 Keasaman (pKa): 6,35 dan 10,33
 Viskositas: 0,07 cP pada −78°C
 Momen dipol: nol
 Bentuk molekul linier
 Karbon dioksida adalah molekul kovalen linear.
 Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran
logam seperti magnesium.

2. Sumber (Asal Kontaminan/Polutan)


 Dari alam: atmosfer, hasil respirasi/ekspirasi manusia dan hewan, sumur gas, hasil pembusukan
materi organik.
 Dalam industri diperoleh sebagai hasil samping dalam proses tertentu, seperti fermentasi alkohol
dari gula atau pembuatan gamping:
C6H12O6  2 C2H5OH + CO2↑
CaCO3  CaO + CO2↑
 Hasil pembakaran bahan bakar karbon, hasil dari proses kimia dalam produksi ammonia, gasoline
dan lain-lain.
 Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada
proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis.
 Karbondioksida sebagai hasil samping dari pengilangan ammonia dan hidrogen, di mana metana
dikonversikan menjadi CO2.
 Karbondioksida dihasilkan dari pembakaran kayu dan bahan bakar fosil
 Karbondioksida sebagai hasil samping dari fermentasi gula pada proses peragian bir, wiski, dan
minuman beralkohol lainnya.
 Karbondioksida dihasilkan dari proses penguraian termal batu kapur, CaCO3
 Karbondioksida sebagai produk samping dari pembuatan natrium fosfat

 Karbondioksida secara langsung di ambil dari mata air yang karbon dioksidanya dihasilkan dari
pengasaman air pada batu kapur atau dolomit.

3. Reaksi-Reaksi yang Relevan (Karakter Kimia)


 Karbon dioksida adalah oksida asam dan bereaksi dengan air untuk memberikan asam karbonat.
CO2 + H2O ==> H2CO3
 Karbon dioksida bereaksi dengan alkali untuk memberikan karbonat dan bikarbonat.
CO2 + NaOH ==> NaHCO3 (Natrium bikarbonat)
NaHCO3 + NaOH ==> Na2CO3 (Sodium Carbonate) + H2O
 Karbon dioksida bisa kita dapatkan dengan distilasi udara. Namun cara ini hanya menghasilkan CO 2
yang sedikit. Berbagai jenis reaksi kimia dapat menghasilkan karbon dioksida, seperti reaksi pada
kebanyakan asam dengan karbonat logam. Reaksi antara asam sulfat dengan kalsium karbonat adalah:
H2SO4 + CaCO3 → CaSO4 + H2CO3
H2CO3  H2O + CO2
H2CO3 kemudian terurai menjadi air dan CO2. Reaksi ini diikuti dengan pembusaan atau
penggelembungan.
 Pembakaran dari semua bahan bakar yang mengandung karbon, seperti metana (gas alam), distilat
minyak bumi (bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu akan menghasilkan karbon
dioksida. Sebagai contohnya reaksi antara metana dan oksigen:
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O
 Besi direduksi dari oksida besi dengan kokas pada tungku sembur, menghasilkan pig iron dan karbon
dioksida:
2 Fe2O3 + 3 C → 4 Fe + 3 CO2
 Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta etanol pada proses pembuatan
anggur, bir, dan spiritus lainnya:
C6H12O6 → 2 CO2 + 2 C2H5OH
 Semua organisme aerob menghasilkan CO2 dalam proses pembakaran karbohidrat, asam lemak, dan
protein pada mitokondria di dalam sel. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses pembakaran ini
sangatlah rumit dan tidak bisa dijelaskan dengan mudah. (Lihat pula: respirasi sel, respirasi anaerob,
dan fotosintesis).
Daftar Pustaka http://id.wikipedia.org/wiki/Karbondioksida, diakses tanggal 7 Oktober 2009.

4. Perubahan-Perubahan Spesies (Karakter Kimia)


Pada suhu −78,51° C, karbon dioksida langsung
menyublim menjadi padat melalui proses deposisi.
Bentuk padat karbon dioksida biasa disebut sebagai
"es kering". Fenomena ini pertama kali dipantau oleh
seorang kimiawan Perancis, Charles Thilorier, pada
tahun 1825. Es kering biasanya digunakan sebagai zat
pendingin yang relatif murah. Sifat-sifat yang
menyebabkannya sangat praktis adalah karbon
dioksida langsung menyublim menjadi gas dan tidak
meninggalkan cairan. Penggunaan lain dari es kering
adalah untuk pembersihan sembur.
Cairan kabon dioksida terbentuk hanya pada tekanan
di atas 5,1 atm; titik tripel karbon dioksida kira-kira
518 kPa pada −56,6 °C (Silakan lihat diagram fase di
atas). Titik kritis karbon dioksida adalah 7,38 MPa pada 31,1 °C.
 Terdapat pula bentuk amorf karbon dioksida yang seperti kaca, namun ia tidak terbentuk pada
tekanan atmosfer. Bentuk kaca ini, disebut sebagai karbonia, dihasilkan dari pelewatbekuan CO2
yang terlebih dahulu dipanaskan pada tekanan ekstrem (40-48 GPa atau kira-kira 400.000 atm) di
landasan intan. Penemuan ini mengkonfirmasikan teori yang menyatakan bahwa karbon dioksida
bisa berbentuk kaca seperti senyawa lainnya yang sekelompok dengan karbon, misalnya silikon dan
germanium. Tidak seperti kaca silikon dan germanium, kaca karbonia tidak stabil pada tekanan
normal dan akan kembali menjadi gas ketika tekanannya dilepas.
 Pelet kecil dari es kering yang menyublim di udara

 Struktur kristal es kering

 Sebelum menjadi asap, karbon dioksida memang berupa cairan, yakni saat masih tersimpan di
dalam tangki pada suhu minus 27 derajat Celsius. Ketika karbon cair tersebut dilepas ke udara
bebas, perubahan tekanan (tekanan 18 Bar) dan suhu mendadak itu membuatnya berubah menjadi
es kering. Asap putih itu tidak berbau, tidak terasa basah, dan sangat dingin. Dari semburannya
terdapat butiran-butiran lunak seperti jelaga putih. Jika diremas, jelaga itu terasa dingin menggigit
kulit, lalu hilang.
 Karbon dioksida larut dalam air dan secara spontan membentuk H 2CO3 (asam karbonat) dalam
kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi relatif antara CO2, H2CO3, dan HCO3− (bikarbonat) dan
CO32−(karbonat) bergantung pada kondisi pH larutan. Dalam air yang bersifat netral atau sedikit
basa (pH > 6,5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam air yang bersifat basa kuat (pH >
10,4), bentuk karbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan bikarbonat memiliki kelarutan yang
sangat baik. Dalam air laut (dengan pH = 8,2 - 8,5), terdapat 120 mg bikarbonat per liter.

5. Perpindahan (Jejak di Sistem dan Lingkungan air, udara atau tanah)


a. Perpindahan di sistem
CO2 diangkut di darah dengan tiga cara yang berbeda:
 Kebanyakan (sekitar 70% – 80%) dikonversikan menjadi ion bikarbonat HCO3− oleh enzim
karbonat anhidrase di sel-sel darah merah, dengan reaksi
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3−.
 5% – 10% larut di plasma
 5% – 10% diikat oleh hemoglobin sebagai senyawa karbamino
 CO2 yang diangkut hemoglobin tidak terikat pada tempat yang sama dengan oksigen. Ia
bergabung dengan gugus terminal-N pada empat rantai globin. Namun, karena efek alosterik
pada molekul hemoglobin, pengikatan CO2 mengurangi jumlah oksigen yang dapat diikat.
Penurunan pengikatan karbon dioksida oleh karena peningkatan kadar oksigen dikenal
sebagai efek Haldane dan penting dalam traspor karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru.
Sebaliknya, peningkatan tekanan parsial CO2 atau penurunan pH akan menyebabkan
pelepasan oksigen dari hemoglobin, dikenal sebagai efek Bohr.
b. Perpindahan di lingkungan udara

Gambar 1. Siklus Karbon

 Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:


Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon dioksida
menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak
menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang
mengalami pertumbuhan yang cepat.
Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO 2 akan lebih mudah
larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang
membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut (lihat
bagian solubility pump).
Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme
membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang
karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran
karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).
Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan
karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat
tidak memiliki efek netto terhadap CO 2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk
terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang
sebaliknya (reverse reaction).
 Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi
eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya)
menjadi karbon dioksida dan air.
Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa
karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida
jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan
karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu
bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang
sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab
utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida,
dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan menghasilkan
juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke
atmosfer.
Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas
tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas
ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer
akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan memberikan
hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon
dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun.

6. Efek Toksikologi
 Karbondioksida ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida
di atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini
disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva, membentuk larutan asam karbonat
yang lemah. Sensasi ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air
berkarbonat (misalnya Coca Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk
kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan.
 Karbon dioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan menurunnya gaya kontraktil.
 Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume di udara, ia bersifat narkotik ringan dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan menyebabkan penurunan daya
dengar.
 Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan volume, ia menyebabkan stimulasi pusat
pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan
sesak napas.
 Pada konsentrasi delapan persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram,
tremor, dan kehilangan kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit.

 Keracunan karbon dioksida akut dikenal sebagai lembap hitam. Karbon dioksida yang lebih berat
yang dikeluarkan mendorong oksigen keluar, menyebabkan kematian.
Daftar Pustaka http://id.wikipedia.org/wiki/Karbondioksida, diakses tanggal 7 Oktober 2009.

7. Identifikasi (Kualitatif)
 Untuk membuktikan adanya CO2 dalam suatu gas, dapat digunakan Ca(OH) 2 atau air barium
Ba(OH)2:
Ca(OH)2 + CO2  CaCO3↓ + H2O
Putih
Ba(OH)2 + CO2  BaCO3↓ + H2O
Putih
Daftar Pustaka ArsyaGramedia Pustaka Utama.

8. Identifikasi (Kuantitatif termasuk prinsip dasar reaksi dan kerja instrumen/alat)


 Gas buangan CO2 banyak dihasilkan oleh pabrik pembuat bata, genteng keramik, ubin keramik,
kapur, besi dan semen, akibat dari pembakaran bahan bakar padat atau cair. Jenis bahan bakar yang
digunakan ikut menentukan besarnya factor emisi atau gas buangnya yang dapat berupa CO, CO 2,
H2S atau N2O. Dampak yang terjadi dari gas buang pabrik bahan bangunan selain polusi udara juga
kesuburan tanah sekitar pabrik yang umumnya tanah produktif. Kadar emisi CO 2 masih akan terus
bertambah sejalan dengan perkembangan perumahan di kawasan perkotaan. Perhitungan analisa
emisi CO2 masih akan dilakukan di Balai Penelitian Keramik yang hasilnya akan dikonversikan
dengan volume (melalui SNI Analisa Biaya Konstruksi ) bahan terpasang hasil survey lapangan dan
pabrik. Pengujian emisi CO2 dilakukan dengan menggunakan alat ANOMETER yang dapat
menganalisa kandungan gas dari bahan bakar yang diuji.
 Penentuan kadar CO2 yang terserap dengan metode acidi-alkalimetri diawali dengan pengambilan
10 ml sampel, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya ke dalam sampel
ditambahkan 3 tetes indikator PP. Setelah itu, dilakukan titrasi dengan larutan HCl sampai warna
merah muda hilang. Sehingga untuk kebutuhan titran dicatat sebanyak a ml. Kemudian sampel yang
telah ditritasi tadi ditambahkan 3 tetes indikator MO, selanjutnya dititrasi kembali dengan HCl
sampai terjadi perubahan warna. Kebutuhan titran dicatat sebanyak b ml. Setelah diketahui jumlah 4
titran yang dibutuhkan dapat dihitung kadar CO2 yang terserap. Perhitungan kadar CH4 termurnikan
dilakukan dengan program Hysys.
Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh hubungan % mol CO 2 terabsorbsi dengan waktu pada
tiap laju alir NaOH, ditunjukkan dalam gambar. 2.

Gambar 2. Hubungan mol CO2 sisa dengan waktu pada tiap laju alir NaOH
Sisa CO2 terabsorbsi pada laju alir 1,12 ml/s minimal sebanyak 0,0667 mol, sisa CO 2 terabsorbsi
pada laju alir 2,75 ml/s minimal sebanyak 0,0767 mol, sisa CO 2 terabsorbsi pada laju alir 4,25 ml/s
minimal sebanyak 0,0867 mol, sisa CO2 terabsorbsi pada laju alir 5,67 ml/s minimal sebanyak
0,0967 mol dan sisa CO2 terabsorbsi pada laju alir 7,625 ml/s minimal sebanyak 0,1117 mol.
Terlihat bahwa semakin besar laju alir NaOH, jumlah CO 2 terserap semakin kecil. Hal ini
dikarenakan pada operasi absorbsi dengan laju alir besar, waktu kontak antara NaOH dengan CO 2
untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil. Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan
transfer massa yang terjadi lebih sedikit dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit.

9. Perundang-undangan yang terkait dan tuntutan yang diberlakukan


 Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300ppm) sampai dengan 0,06%
(600 ppm) bergantung pada lokasi.
 Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat menyatakan bahwa paparan
karbondioksida rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama waktu kerja 8 jam sehari tidak boleh
melebihi 5.000 ppm (0,5%). Batas aman maksimum untuk balita, anak-anak, orang tua, dan individu
dengan masalah kesehatan kardiopulmonari (jatung dan paru-paru) secara signifikan lebih kecil.
Untuk paparan dalam jangka waktu pendek (di bawah 10 menit), batasan dari Institut Nasional untuk
Kesehatan dan Keamanan Kerja Amerika Serikat (NIOSH) adalah 30.000 ppm (3%). NIOSH juga
menyatakan bahwa konsentrasi karbon dioksida yang melebihi 4% adalah langsung berbahaya bagi
keselamatan jiwa dan kesehatan.
 Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no: KEP 45/ MENLH/ 1997 tentang
indeks pencemaran udara, dengan menimbang bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. Maka ditetapkan
keputusan menteri Negara lingkungan hidup tentang indeks standar pencemar udara.
 Pasal 1 ayat 1
Indeks Standar Pencemar Udara adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan
kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap
kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk
hidup lainnya .
 Pasal 4 ayat 2
Parameter Indeks Standar Pencemar Udara sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) meliputi :
a. Partikulat (PM10)
b. Karbondioksida (CO2)
c. Sulfur dioksida (SO2).
d. Nitrogen dioksida (NO2).
e. Ozon (O3)
 Berdasarkan lampiran keputusan menteri negara lingkungan hidup no. 45/ MENLH/ 10/ 1997
menyatakan kategori, rentang serta penjelasannya.
KATEGORI RENTANG PENJELASAN
Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi
kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada
tumbuhan, bangunan atau nilai estetika
Sedang 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada
kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada
tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika.
Tidak sehat 101 – 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia
ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa
menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai
estetika
Sangat tidak 200 – 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada
sehat sejumlah segmen populasi yang terpapar
Berbahaya 300 – lebih Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat
merugikan kesehatan yang serius.

10. Ide-ide Penanganan (Preventif dan Kuratif)


a. Preventif
 Penggunaan bahan bakar fosil sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah
karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit
bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun
demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon
dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan
limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.

b. Kuratif
 Penghijauan dengan menggunakan tumbuhan yang dalam proses pertumbuhan dapat
mengurangi jumlah CO2 pada udara karena tumbuhan yang berada pada tahap pertumbuhan
sajalah yang merupakan penyerap bersih CO2. Sebagai contoh, hutan tumbuh akan menyerap
berton-ton CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang akan menghasilkan CO 2 dari pernafasan
dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang dia gunakan untuk biosintesis tumbuhan.
Walaupun demikian, hutan matang juga penting sebagai buangan karbon, membantu menjaga
keseimbangan atmosfer bumi. Selain itu, fitoplankton juga menyerap CO 2 yang larut di air
laut, sehingga mempromosikan penyerapan CO2 dari atmosfer.
 Memproduksi semen penyerap CO 2 seperti yang pernah dilakukan di London yang masih
belum dipatenkan, proses pembuatannya menggunakan magnesium silikat sehingga tidak
menghasilkan CO2. Proses produksinya juga berjalan pada temperatur yang lebih rendah yakni
650 C. Hasil akhir menunjukkan bahwa semen mampu menyerap CO 2 lebih banyak, sekitar
1,1 ton. Sehingga proses keseluruhannya adalah carbon negative, mampu menyerap 0,6 ton
CO2 dari udara setiap ton semen yang digunakan.
 Pengembangan teknologi CCS (Carbon Capture and Storage). Teknologi ini pada dasarnya
adalah memisahkan dan menyimpan kandungan CO2 yang terbentuk akibat pembakaran bahan
bakar fosil. Pemisahan CO2 dari campuran gas yang terbentuk akibat pembakaran bahan bakar
fosil disebut carbon capture (penangkapan karbon). Saat ini ada tiga cara yang dapat dilakukan
dalam pemisahan karbon yaitu metoda sebelum pembakaran, metoda setelah pembakaran, dan
metoda pembakaran Oxyfuel. Metoda sebelum pembakaran (pre-combustion) adalah metoda
pemisahan karbon dari campuran hydrogen dan CO2 akibat pembakaran yang tidak sempurna
dari gas alam. Hidrogen kemudian dibakar untuk menciptakan tenaga listrik. Metoda setelah
pembakaran (post-combustion) adalah metoda penangkapan tekanan rendah dari CO 2 dari gas
setelah pembakaran. Ini dilakukan pada pembangkit listrik yang besar dan juga proses-proses
industri. Metoda pembakaran Oxyfuel adalah metoda yang mengganti proses pembakaran
dengan cara membakar bahan bakar fosil dengan oksigen murni . Proses pembakaran dengan
cara ini hanya menghasilkan CO2 dan air yang sangat mudah dipisahkan nantinya. Setelah
penangkapan karbon, proses berikutnya adalah penyimpanan dari CO2 itu sendiri.
Ada tiga alternatif yang dapat dilakukan dalam penyimpanan CO2.
1.   Memasukkan CO2 ke dalam tanah terutama pada lapangan-lapangan minyak dan gas yang bertekanan
rendah sehingga nantinya mampu diharapkan untuk membantu mendapatkan minyak dan gas dalam
jumlah yang lebih besar dari sebelumnya. Proses ini banyak dilakukan pada tahapan EOR
(Enhanced Oil Recovery) di sumur-sumur minyak yang telah berproduksi. Resiko dari cara ini
adalah mungkinnya terjadi kebocoran sehingga CO2 nantinya dapat terlepas kembali ke atmosfer.
Ini dapat terjadi karena berat jenis gas CO2 yang relative kecil.
2.   Memasukkan CO2 ke bawah dasar lautan terutama yang mempunyai kedalaman lebih dari 3000
meter. Pada kedalaman ini, berat jenis dari CO 2 akan cukup besar dan dapat lebih besar dari air
sehingga CO2 susah untuk menerobos ke atas dan menyebabkan terjadinya kebocoran.
3.   Melakukan mineral karbonisasi yatu dengan mereaksikan CO 2 dengan magnesium atau kalsium
oksida sehingga mampu menghasilkan mineral-mineral karbonat.

Anda mungkin juga menyukai