Karbondioksida secara langsung di ambil dari mata air yang karbon dioksidanya dihasilkan dari
pengasaman air pada batu kapur atau dolomit.
Sebelum menjadi asap, karbon dioksida memang berupa cairan, yakni saat masih tersimpan di
dalam tangki pada suhu minus 27 derajat Celsius. Ketika karbon cair tersebut dilepas ke udara
bebas, perubahan tekanan (tekanan 18 Bar) dan suhu mendadak itu membuatnya berubah menjadi
es kering. Asap putih itu tidak berbau, tidak terasa basah, dan sangat dingin. Dari semburannya
terdapat butiran-butiran lunak seperti jelaga putih. Jika diremas, jelaga itu terasa dingin menggigit
kulit, lalu hilang.
Karbon dioksida larut dalam air dan secara spontan membentuk H 2CO3 (asam karbonat) dalam
kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi relatif antara CO2, H2CO3, dan HCO3− (bikarbonat) dan
CO32−(karbonat) bergantung pada kondisi pH larutan. Dalam air yang bersifat netral atau sedikit
basa (pH > 6,5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam air yang bersifat basa kuat (pH >
10,4), bentuk karbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan bikarbonat memiliki kelarutan yang
sangat baik. Dalam air laut (dengan pH = 8,2 - 8,5), terdapat 120 mg bikarbonat per liter.
6. Efek Toksikologi
Karbondioksida ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida
di atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini
disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva, membentuk larutan asam karbonat
yang lemah. Sensasi ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air
berkarbonat (misalnya Coca Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk
kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan.
Karbon dioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan menurunnya gaya kontraktil.
Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume di udara, ia bersifat narkotik ringan dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan menyebabkan penurunan daya
dengar.
Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan volume, ia menyebabkan stimulasi pusat
pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan
sesak napas.
Pada konsentrasi delapan persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram,
tremor, dan kehilangan kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit.
Keracunan karbon dioksida akut dikenal sebagai lembap hitam. Karbon dioksida yang lebih berat
yang dikeluarkan mendorong oksigen keluar, menyebabkan kematian.
Daftar Pustaka http://id.wikipedia.org/wiki/Karbondioksida, diakses tanggal 7 Oktober 2009.
7. Identifikasi (Kualitatif)
Untuk membuktikan adanya CO2 dalam suatu gas, dapat digunakan Ca(OH) 2 atau air barium
Ba(OH)2:
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3↓ + H2O
Putih
Ba(OH)2 + CO2 BaCO3↓ + H2O
Putih
Daftar Pustaka ArsyaGramedia Pustaka Utama.
Gambar 2. Hubungan mol CO2 sisa dengan waktu pada tiap laju alir NaOH
Sisa CO2 terabsorbsi pada laju alir 1,12 ml/s minimal sebanyak 0,0667 mol, sisa CO 2 terabsorbsi
pada laju alir 2,75 ml/s minimal sebanyak 0,0767 mol, sisa CO 2 terabsorbsi pada laju alir 4,25 ml/s
minimal sebanyak 0,0867 mol, sisa CO2 terabsorbsi pada laju alir 5,67 ml/s minimal sebanyak
0,0967 mol dan sisa CO2 terabsorbsi pada laju alir 7,625 ml/s minimal sebanyak 0,1117 mol.
Terlihat bahwa semakin besar laju alir NaOH, jumlah CO 2 terserap semakin kecil. Hal ini
dikarenakan pada operasi absorbsi dengan laju alir besar, waktu kontak antara NaOH dengan CO 2
untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil. Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan
transfer massa yang terjadi lebih sedikit dan jumlah CO2 yang terserap juga lebih sedikit.
b. Kuratif
Penghijauan dengan menggunakan tumbuhan yang dalam proses pertumbuhan dapat
mengurangi jumlah CO2 pada udara karena tumbuhan yang berada pada tahap pertumbuhan
sajalah yang merupakan penyerap bersih CO2. Sebagai contoh, hutan tumbuh akan menyerap
berton-ton CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang akan menghasilkan CO 2 dari pernafasan
dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang dia gunakan untuk biosintesis tumbuhan.
Walaupun demikian, hutan matang juga penting sebagai buangan karbon, membantu menjaga
keseimbangan atmosfer bumi. Selain itu, fitoplankton juga menyerap CO 2 yang larut di air
laut, sehingga mempromosikan penyerapan CO2 dari atmosfer.
Memproduksi semen penyerap CO 2 seperti yang pernah dilakukan di London yang masih
belum dipatenkan, proses pembuatannya menggunakan magnesium silikat sehingga tidak
menghasilkan CO2. Proses produksinya juga berjalan pada temperatur yang lebih rendah yakni
650 C. Hasil akhir menunjukkan bahwa semen mampu menyerap CO 2 lebih banyak, sekitar
1,1 ton. Sehingga proses keseluruhannya adalah carbon negative, mampu menyerap 0,6 ton
CO2 dari udara setiap ton semen yang digunakan.
Pengembangan teknologi CCS (Carbon Capture and Storage). Teknologi ini pada dasarnya
adalah memisahkan dan menyimpan kandungan CO2 yang terbentuk akibat pembakaran bahan
bakar fosil. Pemisahan CO2 dari campuran gas yang terbentuk akibat pembakaran bahan bakar
fosil disebut carbon capture (penangkapan karbon). Saat ini ada tiga cara yang dapat dilakukan
dalam pemisahan karbon yaitu metoda sebelum pembakaran, metoda setelah pembakaran, dan
metoda pembakaran Oxyfuel. Metoda sebelum pembakaran (pre-combustion) adalah metoda
pemisahan karbon dari campuran hydrogen dan CO2 akibat pembakaran yang tidak sempurna
dari gas alam. Hidrogen kemudian dibakar untuk menciptakan tenaga listrik. Metoda setelah
pembakaran (post-combustion) adalah metoda penangkapan tekanan rendah dari CO 2 dari gas
setelah pembakaran. Ini dilakukan pada pembangkit listrik yang besar dan juga proses-proses
industri. Metoda pembakaran Oxyfuel adalah metoda yang mengganti proses pembakaran
dengan cara membakar bahan bakar fosil dengan oksigen murni . Proses pembakaran dengan
cara ini hanya menghasilkan CO2 dan air yang sangat mudah dipisahkan nantinya. Setelah
penangkapan karbon, proses berikutnya adalah penyimpanan dari CO2 itu sendiri.
Ada tiga alternatif yang dapat dilakukan dalam penyimpanan CO2.
1. Memasukkan CO2 ke dalam tanah terutama pada lapangan-lapangan minyak dan gas yang bertekanan
rendah sehingga nantinya mampu diharapkan untuk membantu mendapatkan minyak dan gas dalam
jumlah yang lebih besar dari sebelumnya. Proses ini banyak dilakukan pada tahapan EOR
(Enhanced Oil Recovery) di sumur-sumur minyak yang telah berproduksi. Resiko dari cara ini
adalah mungkinnya terjadi kebocoran sehingga CO2 nantinya dapat terlepas kembali ke atmosfer.
Ini dapat terjadi karena berat jenis gas CO2 yang relative kecil.
2. Memasukkan CO2 ke bawah dasar lautan terutama yang mempunyai kedalaman lebih dari 3000
meter. Pada kedalaman ini, berat jenis dari CO 2 akan cukup besar dan dapat lebih besar dari air
sehingga CO2 susah untuk menerobos ke atas dan menyebabkan terjadinya kebocoran.
3. Melakukan mineral karbonisasi yatu dengan mereaksikan CO 2 dengan magnesium atau kalsium
oksida sehingga mampu menghasilkan mineral-mineral karbonat.