Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Dosen Fasilitator :
Puteri Indah Dwipayanti, S.Kep. Ners., M.Kep

Oleh :
Nurul Wilkyis ( 0118030 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Koagulasi
Intravaskular Diseminata” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh
alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah keperawatan maternitas. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan makalan ini berlangsung sehingga
dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat
kekurangannya.

Mojokerto, 27 November 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN
A. Konsep Medis Koagulasi Intravaskular Diseminata............................................................5
B. Konsep Asuhan Keperawatan Koagulasi Intravaskular Diseminata...................................5
BAB III. PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................................................21
B. Saran..................................................................................................................................21
Daftar Pustaka................................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hemostasis merupakan suatu mekanisme lokal tubuh yang secara spontan berfungsi untuk
mencegah kehilangan darah yang berlebihan ketika terjadi trauma atau luka. Sistem hemostasis
pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen hemostasis yang sangat penting dan sangat
berkaitan yaitu trombosit, protein darah dan jaring-jaring fibrin pembuluh darah
(Rahajuningsih,2007).
Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau disebut juga Koagulasi Intravaskular
Diseminata (KID) adalah sindrom kompleks dan merupakan gangguan serius yang terjadi pada
mekanisme pembekuan darah pada tubuh dimana homeostasis normal dan sistem fisiologik yng
mempertahankan darah agar tetap cair berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi
trombifibrin yang menyumbat mikrovaskular dari tubuh. Sistem fibrinolitik yang teraktivasi ini
mengakibatkan terjadinya perdarahan yang difus.

DIC ini dikategorikan ke dalam perdarahan, kegagalan organ, perdarahan masif, dan
gejala non simptomatik tergantung dari jumlah vektor untuk hiperkoagulasi dan hyperfibrinolysis.
DIC ini dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia.
Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala
tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.(Susanne, G. 2002). DIC
dapat bersifat akut maupun kronik. Banyak penyakit dengan beraneka ragam penyebab dapat
menyebabkan DIC namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki
prognosis yang lebih buruk.

DIC terjadi pada pasien dengan kondisi buruk yang bermanifestasi sebagai perdarahan
yang terjadi pada kulit (purpura) dan jaringan lainnya. 30-50% pasien dengan sepsis akan
menderita DIC (Yamamuto, 2014). Begitupula pernyataan dari Levi, (2016) yang menyatakan
bahwa diperkirakan sebanyak 1% pasien yang dirawat di rumah sakit akan mengalami DIC. Hal
tersebut timbul sebagai komplikasi dari berbagai penyakit serius yang bahkan mengancam nyawa.
DIC ini merupakan kelanjutan dari peristiwa yang terjadi pada jalur koagulasi. Pada permulaannya
terdapat aktivasi yang tidak terkontrol dari faktor pembekuan pada pembuluh darah, yang
menyebabkan pembekuan darah pada seluruh tubuh. Penurunan jumlah trombosit tubuh dan faktor
koagulasi meningkatkan terjadinya resiko perdarahan. DIC bukan merupakan suatu diagnosa yang
spesifik, tapi biasanya merupakan indikasi adanya penyakit yang mendasari. (Ngan, 2005).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis Koagulasi Intravascular Diseminata (KID)?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Koagulasi Intravascular Diseminata (KID)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Medis Koagulasi Intravascular Diseminata (KID)
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Koagulasi Intravascular Diseminata (KID)
D.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu sindrom yang ditandai
dengan adanya perdarahan akibat trombin bersirkulasi dalam darah hanya pada daerah
tertentu. Dasarnya ialah pembentukan bekuan darah dalam pembuluh-pembuluh darah kapiler,
diduga karena masuknya tromboplastin jaringan ke dalam darah. Akibat pembekuan ini terjadi
trombositopenia, pemakaian faktor-faktor pembekuan darah, dan fibrinolisis. (Hadaway,
2000).
Koagulasi Intravascular Diseminata (KID) atau Disseminated intravascular coagulation
(DIC) adalah sindrom yang ditandai oleh adanya aktivasi sistemik yang berlebihan dari
pembekuan darah, yang menghasilkan trombin intravaskular dan fibrin,yang dapat
menyebabkan thrombosis pembuluh darah dari yang berukuran kecil sampai berukuran sedang
dan akhirnya akan terjadi gangguan organ dan perdarahan. (Wada Hideo., Matsumoto
Takeshi., Yamashita Yoshiki, 2014).
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah gangguan dimana terjadi
koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi,
tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan
kanker prostat, tractus GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada
pasien kanker dapat juga mencentuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan Anafilaksis
(Brunner & Suddarth, 2002).
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya DIC antara lain:
 Infeksi
 Bakteri gram negative (pseudomonas, meningococcus, salmonella, haemophilus,
enterobacteria)
 Bakteri gram positif ( Pneumonococcus, staphylococcus)
 Virus (Cytomegalovirus, varicella, hepatitis, HIV
 Jamur
Pada keadaan septikemia, DIC terjadi akibat endotoksin atau mantel poli-
sakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan Faktor XII menjadi F
XIIa, menginduksi pelepasan reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas yang
dilanjutkan aktivasi XII menjadi XIIa atau X-XIa, dan pelepasan materi prokoagulan
dari granulosit, dan semuanya ini dapat mencetuskan DIC Terakhir dilaporkan bahwa
organisme gram positif dapat menyebabkan DIC dengan mekanisme seperti
endotoksin yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mikropolisakarida menginduksi DIC
Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus sitomegalo, demam berdarah
dengue, dapat disertai DIC.
Mekanisme tidak jelas tetapi mungkin atas dasar antigen antibodi mengaktifkan
F XII, reaksi pelepasan trombosit atau endotel terkelupas dan terpapar kolagen
subendotel dan membran basalis.
 Reaksi tranfusi darah :kebanyakan akibat type darah incompatibility
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga
terjadi DIC. Akibat hemolisis, eritrosit melepaskan ADP atau membran fosfolipid eritrosit
yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan
menyebabkan DIC
 Gangguan Hepar (Sirosis, Jaundice oleh karena obstruksi, injury hepatic)
Hepatitis virus berat dan gagal hati akut ataupun etiologinya termasuk obat, toksin
atau infeksi dapat menyebabkan DIC sukar dibedakan dengan koagulasi karena gangguan
fungsi hati yang berat. Kolestasis intrahepatik atau ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5
hari bisa disertai DIC.
 Trauma ( injury kepala, shock elektrik, luka bakar)
Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan DIC disebabkan
mikrohemolisis eritrosit melepaskan ADP dan fosfolipid. Selain itu nekrosis jaringan
yang terbakar melepaskan material tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan memicu
DIC. Pada trauma, nekrosis jaringan merupakan materi tromboplastin atau material
menyerupai fosfolipid masuk ke sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem koagulasi
sehingga terjadi DIC.
- Gangguan vascular (Aneurisma Aorta, vaskulitis, Hemangioma)
Kelainan pembuluh darah seperti sindrom Kasabach-Merrit yang disertai
hemangioma cavernosa raksasa pada + 25% kasus ditemukan DIC derajat rendah atau
kompensasi yang dapat berubah menjadi DIC fulminan tanpa ada petunjuk yang jelas.
Lebih kurang 50% pasien dengan telangiektasis hemoragik herediter disertai DIC derajat
rendah yang kadang-kadang dapat menjadi fulminan.
Penyakit sistemik pembuluh darah kecil seperti fenomena vasospastik termasuk
sindrom Raynaud, angiopati diabetes berat, atau angiopati pada penyakit autoimun atau
sindrom Leriche yang disertai DIC kompensasi sering berkembang menjadi DIC
fulminan. Penyakit vaskular kolagen terutama apabila mengenai pembuluh darah kecil
dapat disertai DIC. DIC kompensasi juga terlihat pada pasien rematoid artritis berat, SLE,
sindrom Sjorgen dermatosis, penyakit hati kronis dan ginjal kronis.
- Neoplasma (Leukemia, Tumor : tumor payudara, paru, ovarium, tractus biliary)
Pada penderita keganasan, terutama yang sudah menyebar sering ditemukan DIC
dengan atau tanpa gejala klinik, dengan bukti laboratorium. Pada kasus hematologi selain
keganasan, penyakit lain sering disertai DIC derajat rendah seperti polisitemia vera,
sedang pada paroksimal noktural hemoglobinuria (PNH) ditemukan DIC yang lebih
bermanifestasi sebagai thrombosis
1) Akut pakreatitis, komplikasi obstetri, gigitan ular, heat stroke, emboli lemak,
hypertermy maligna, gangguan perfusi atau shock.
2) Asidosis dan alkalosis
Asidosis dan alkalosis walaupun jarang tetapi dapat memicu DIC. Pada asidosis
yang menjadi pemicu, kemungkinan adalah endotel terkelupas mengaktifkan F XII
menjadi F XIIa, dan atau XI-XIa dan reaksi pelepasan trombosit yang diakhiri dengan
aktivasi sistem prokoagulan. Pada alkalosis mekanismenya belum jelas.
3. PATOFISIOLOGI/WOC
1. Consumptive Coagulopathy
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi system pembekuan darah
secara sistemik. Trombosit yang menurun terusmenerus, komponen fibrin bebas yang terus
berkurang, disertai tandatanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah
kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan
darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan
trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi
berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi
perdarahan.
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem
fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus,
terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat
menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis
sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk
dikenali dan ditatalaksana.
Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks.
Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara
faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada
sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara
terusmenerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik
sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di
pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan
oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada
beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan
perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC relatif
suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan membahas
lebih dalam tentang patofisiologi DIC
2. Depresi Prokoagulan
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab
utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan
darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start
jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian
diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin
sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya
bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang
relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur
ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat dikendalikan
oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu
memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu
sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga
mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear.
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-
faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan pembentukan trombin dan ikut andil
dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di
plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada
pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan
oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III
pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin
III yang rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga
mencapai gagal organ.
Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem
protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down
regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya
tumor necrosis factoralpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi
rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi
sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada
hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan
mortalitas DIC.
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang
berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini
dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok
pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga
kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal
dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam
plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan
menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh
senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan
darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di
masa depan.
3. Defek Fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti,
karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan
bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator
Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami
(dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara
optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus
DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa
tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun
trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga
patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit
akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.
 Pathway/WOC

Intoleransi Aktivitas
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam tergantung pada sistem organ yang terlibat
dalam thrombus/ infark atau episode perdarahan. DIC kronis bisa menimbulkan sedikit gejala,
seperti mudah memar, perdarahan lama dari tempat tusukan pungsi vena, perdarahan gusi, dan
perdarahan gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati.
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses
patologis yang mana lebih utama, apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis
hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat
ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Pada DIC terdapat keadaan yang bertentangan, yaitu trombosis dan perdarahan bersama-
sama. Perdarahan lebih umum terjadi daripada trombosis, tetapi trombosis dapat mendominasi
bila koagulasi lebih teraktivasi daripada fibrinolisis. Perdarahan dapat terjadi dimana saja.
Perhatikan terutama bila terjadi perdarahan spontan dan hematoma pada luka atau
pengambilan darah vena. Trombosis umumnya ditandai dengan iskemia jari-jari tangan dan
gangreng, mungkin pula nekrosis korteks renal dan infark adrenal hemoragik. Secara sekunder
dapat mengakibatkan anemia hemolitik mikroangiopati.
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita DIC yang disertai dengan perdarahan
misalnya: petekie, ekimosis, hematuria, melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi,
penurunan kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan otak.
Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah
gangguan aliran darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan berakibat pada
kegagalan fungsi organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia fokal,
gangren pada kulit. Mengatasi perdarahan pada DIC sering lebih mudah daripada mengobati
akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan
berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan
berakhir dengan kerusakan organ dan kematian.
5. KOMPLIKASI DIC
- Syok/hipoperfusi

- Nekrosis tubular akut

- Edema pulmoner

- Gagal ginjal kronis


- Konvulsi

- Koma

- Gagal system organ besar

- Trombosis vena dalam


6. PEMERIKSAAN LABORATOTIUM
1. D- Dimer
Tes darah ini membantu menetukan proses pembekuan darah dengan mengukur
fibrin yang dilepaskan. D-Dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya lebih
tinggi dibanding dengan keadaan normal
2. Prothrombin Time (PTT)
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam
proses pembekuan darah .Sedikitnya ada belasan protein darah, atau faktor pembekuan
yang diperlukan untuk pembekuan darah dan menghentikan perdarahan. Protrombin atau
faktor II adalah salah satu dari faktor pembekuan yang dihasilkan oleh hati. PTT yang
memanjang dapat digunakan sebagai tanda dari DIC
3. Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah.
Fibrinogen merupakan protein yang mempunyai peran dalam proses pembekuan darah.
Tingkat fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh
menggunakan fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi
4. Complete Blood Count (CBC)
CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah
merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan informasi seseorang tenaga medis untuk
menegakkan diagnose.
5. Hapusan Darah
Pada tes ini darah dioleskan pada slide dan di warnai dengan pewarna khusus. Slide
ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk jumlah ukuran dan bentuk sel darah
merah sel darah putih dan platelet dapat diidentifikasi. Sel darah sering terlihat rusak dan
tidak normal pada pasien dengan DIC.
6. Trombosit
Trombositopenia khas pada DIC, jumlah trombosit bervariasi mulai yang paling
rendah 2000-3000/mm3 hingga >100.000/mm3 . Pada kebanyakan pasien DIC, trombosit
yang diperiksa dalam sediaan apus darah tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata
6000/mm3 . Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya
bergantung padaDIC. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit.
Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji trombosit pada DIC. Faktor 4
trombosit (PF4) dan beta-tromboglobulin merupakan petanda terjadinya re-aktivitas dan
pelepasan trombosit dan biasanya meningkat pada DIC. Bila padaDIC kadar PF4 dan
betatromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan, hal ini
menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan betatromboglobulin pada DIC
selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivasi prokoagulan, juga bermanfaat
pada pemantauan pengobatan.
7. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
1. Antikoagulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan,
baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin
juga banyak yang diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian
klinik pada pasien dengan DIC, heparin tidak menunjukkan kompleks perdarahan yang
signifikan.
Dosis heparin yang diberikan adalah 300-500 iu/jam dalam infuse continue Indikasi :
a. Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
b. Terjadi tanda-tanda thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati,
sindroma gagal nafas
Dosis: 100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25iu/kgBB/jam 97501250 iu/jam) continue,
dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai APTT 1,5-2 kali kontrol.
2. Plasma dan Trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit diberikan
hanya kepada pasien DIC dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan
kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbankan, karena didalam
plasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien DIC
terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan
3. Penghambat pembekuan (AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien DIC, meski biaya pengobatan ini
cukup mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III <70%. Dosis: Dosis
awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infuse continue selama 3-5
hari.
4. Obat-obatan antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien
dengan DIC pemberian antifibrinolitik tidak dianjukan. Karena obat ini akan menghambat
proses fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya DIC
yang terjadi akan semakin berat.
B. KONSEP KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1. Data Subjektif
a. Anamesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu. Anamnesa
mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal
b. Identitas
- Identitas pasien : nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, umur, tanggal
MRS, golongan darah, suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, no RM, diagnosa
medis, lingkungan tempat tinggal.
- Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
c. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menyebabakan klien KID meminta pertolongan dari
tim kesehatan yaitu :
- Nyeri

- Demam dengan suhu tinggi

- Terdapat petekie

- Kesadaran yang menurun sampai koma


d. Riwayat Kesehatan :
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.Dari pasien datang yang mengeluhkan yang mengacu pada
manifestasi klinis.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah atau sedang menderita penyakit menahun. Tanyakan mengenai obat-
obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat yang
meliputi penghilang rasa nyeri tersebut.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat DM dalam anggota keluarga (Wijaya I. S., 2013, hal. 16).
Penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun
gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil
(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis
2. Data Objektif
a) Keadaan umum : lemah, penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi menurun
b) Kesadaran : pasien biasanya mengalami kesadaran delirium. Dimana pasien
mengalami penuruna kesadaran yang disertai dengan kekacauan motorik (Krisanty,
2009, hal. 137).
c) Tanda-tanda vital :
- Tekanan Darah : 90/60 mmHg biasanya hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau
lebih saat berdiri) = (normal : sistolik = 90-120 dan diastolic =60-79 mmHg) atau
hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah yang secara tiba – tiba)
- Nadi : takikardia (denyut jantung lebih cepat > 100/menit)

- RR / Pernapasan : takipnea sampai pernapasan kusmaul (pernapasan cepat dan


dangkal, biasanya >60 x/menit)
- Suhu : Suhu biasanya meningkat (infeksi) atau menurun : normal : 36-37◦ C

- Adanya faktor-faktor predisposisi:


1) Septicemia (penyebab paling umum)
2) Komplikasi obstetric
3) SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)
4) Luka bakar berat dan luas
5) Neoplasia
6) Gigitan ular
7) Penyakit hepar
8) Beda kardiopulmonal
9) Trauma
- Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, dyspnea, takipnea, sputum mengandung
darah, hipotensi frekuensi jantung meningkat, nadi perifer tidak teraba.
b. Breathing
Frekuensi pernapasan meningkat, merasa kekurangan oksigen, takipnea.
c. Circulation
Perubahan tekan darah postural, hipertensi, sesak napas, nadi yang
menurun hingga tidak ada, disritmia krekels, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
- Pemeriksaan Fisik Persistem
o Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif.
a. Kulit dan mukosa membrane
- Perembesan difusi darah atau plasma

- Purpura yang teraba pada awalnya didada dan abdomen

- Balu hemoragi

- Hematoma

- Luka bakar karena plaster sianosis akral (estrimitas berwarna agak


kebiruan, abu-abu, atau ungu gelap)
b. Sistem GI
- Mual dan muntah

- Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi

- Nasogastrik dan feses


- Nyeri hebat pada abdomen

- Peningkatan lingkar abdomen


c. Sistem ginjal
- Hematuria

- Oliguria
d. Sistem pernafasan
- Dispnea

- Takipnea

- Sputum mengandung darah


e. Sistem kardiovaskuler
- Hipotensi meningkat dan postural

- Frekuensi jantung meningkat

- Nadi perifer tidak teraba


f. Sistem saraf perifer
- Perubahan tingkat kesadaran

- Gelisah

- Ketidaksadaran vasomotor
g. Sistem musculoskeletal
- Nyeri : otot, sendi, punggung.
h. Perdarahan sampai hemoragi
- Insisi operasi

- Uterus post partum

- Fundus mata perubahan visual

- Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang
nasogastrik atau dada, dll.
o Kerusakan perfusi jaringan

- Serebral : Perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit


kepala
- Ginjal : Penurunan pengeluaran urin

- Paru : Dispnea dan orthopnea

- Kulit : Akrosianosis (ketidakteraturan bentuk bercaksianosis pada


lengan perifer dan kaki)
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipovolemia berhubungan dengan pengeluaran cairan (perdarahan, muntah) (D.0023)
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung (D.0005)
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan iskemia perifer (D.0009)
4. Nyeri akut berhubungan dengan adanya perdarahan jaringan (D.0077)
c. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia :
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
pengeluaran cairan diharapkan status - Periksa tanda dan gejala
(perdarahan, muntah) cairan membaik. hipovolemia (mis. frekuensi nadi
(D.0023) Dengan kriteria hasil : meningkat, nadi teraba lemah,
1. Kekuatan nadi tekanan darah menurun, tekanan
meningkat nadi menyempit,turgor kulit
2. Turgor kulit menurun, membrane mukosa
meningkat kering, volume urine menurun,
3. Dispnea menurun hematokrit meningkat, haus dan
4. Edema perifer lemah)
menurun - Monitor intake dan output cairan
5. Kadar Hb
Terapeutik
membaik
- Hitung kebutuhan cairan
6. Kadar Ht membaik
- Berikan posisi modified
7. Membran mukosa
trendelenburg
membaik
8. Tekanan darah - Berikan asupan cairan oral
membaik Edukasi
(L. 03028) - Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk
darah
(L. 03116)
2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan napas :
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
penurunan curah diharapkan pola napas - Monitor pola napas (frekuensi,
jantung (D.0005) membaik. Dengan kedalaman, usaha napas)
kriteria hasil : - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
1. Dispnea gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
menurun kering)
2. Penggunaan - Monitor sputum (jumlah, warna,
otot bantu napas aroma)
menurun - Monitor hemathorax
3. Pemanjangan Terapeutik
fase espirasi - Pertahankan kepatenan jalan napas
menurun dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
(L. 01004) thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemenuhan
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
(I. 01011)
3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi :
efektif berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan iskemia perifer diharapkan perfusi - Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
(D.0009) perifer meningkat. perifer, edema, pengisian kalpiler,
Dengan kriteria hasil : warna, suhu, angkle brachial
1. Denyut nadi index)
perifer meningkat - Identifikasi faktor resiko
2. Warna kulit pucat gangguan sirkulasi (mis.
menurun Diabetes, perokok, orang tua,
3. Pengisian kapiler hipertensi dan kadar kolesterol
membaik tinggi)
4. Akral membaik - Monitor panas, kemerahan, nyeri,
5. Turgor kulit atau bengkak pada ekstremitas
membaik Terapeutik
(L. 02011) - Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area
yang cidera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekakan darah secara teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
- Ajurkan melahkukan perawatan
kulit yang tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
- Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
- Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
(I.02079)
4. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri :
dengan ketidakcukupan tindakan keperawatan Observasi
kekuatan dan ketahanan diharapkan tingkatan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
untuk ambulasi dengan nyeri menurun. durasi, frekuensi, kualitas,
eksternal (D.0077) Dengan keriteria intensitas nyeri
hasil : - Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri - Identifikasi respon nyeri non verbal
menurun - Identifikasi faktor yang
2. Meringis menurun memperberat dan memperingan
3. Sikap protektif nyeri
menurun - Identifikasi pengaruh budaya
4. Gelisah menurut terhadap respon nyeri
5. Kesulitan tidur - Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
6. Frekuensi nadi - Monitor keberhasilan terapi
membaik komplementer yang sudah
(L. 08066) diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
(I.08238)

d. EVALUASI
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan suatu pengkajian ulang rencana
keperawatan, sedangkan tujuan dari evaluasi adalah menentukan kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang ditentukan dan. menilai efektifitas rencana keperawatan atau asuhan
keperawatan. Jadi secara rinci catatan perkembangan berisi uraian yang berbentuk SOAP
(Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning) dari catatan perkembangan dapat mengetahui
beberapa hal antara lain apakah tujuan sudah tercapai dan perlu adanya perubahan modifikasi
dalam perencanaan dan tindakan. (DepKes RI, 1995 : 27-28). Evaluasi terdiri dari :
1. Masalah teratasi
2. Masalah sebagian teratasi
3. Masalah tidak teratasi
4. Muncul masalah baru
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Koagulasi Intravascular Diseminata (KID) atau Disseminated intravascular coagulation
(DIC) adalah sindrom yang ditandai oleh adanya aktivasi sistemik yang berlebihan dari
pembekuan darah, yang menghasilkan trombin intravaskular dan fibrin,yang dapat menyebabkan
trombosis pembuluh darah dari yang berukuran kecil sampai berukuran sedang dan akhirnya akan
terjadi gangguan organ dan perdarahan. (Wada Hideo., Matsumoto Takeshi., Yamashita Yoshiki,
2014).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
penulis menyarankan kepada para pembaca khususnya teman-teman mahasiswa agar mencari
referensi lain selain dari makalah ini, dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar dapat kami jadikan pedoman dalam membuat makalah yang berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kumar R, Gupta I V, Disseminated Intravascular Coagulation: Current Concepts, on Indian Journal of
Pediatrics Volume 75.2008
Labelle Carrie Ann, Kitchens Craig S.Disseminated intravascular coagulation: Treat the cause, not the
lab values, on Cleaveland Clinic Journal of Medicine Volume 72 Number 5.2005.
Levi M, Cate H. Disseminated Intravascular Coagulation : Current concept . N Engl J Med.
1999;341:586-91.
Levi, M.,(2005). Disseminated intravascular coagulation: What’s new? Cri care slin 2005:21(3):449-
467.
Norman K. (2004) Alternatif pengobatan untuk koagulasi intravascular diseminata. Jakarta.
PPNI (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai