BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit kemungkinan muncul/ timbul tuntutan hukum
baik tuntutan pidana, gugatan perdata maupun administrasi terhadap petugas atau pelaksana
profesional dan manajemen.
Timbulnya kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit yang dipublikasikan melalui media
masa mendorong masyarakat semakin aktif melakukan tuntutan atau komplain terhadap
pelayanan rumah sakit. Hal ini mengakibatkan para tenaga kesehatan merasa kurang aman
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar pelayanan dan peraturan yang berlaku.
Untuk itu rumah sakit harus tanggap dan siap mengantisipasi penanganannya serta berusaha
untuk meminimalisir dengan berbagai upaya perbaikan pelayanan.
Tuntutan atau komplain atas kasus hukum pelayanan medis harus ditangani secara arif dan
bijaksana melalui cara persuasif, advokasi dan bantuan hukum sejak dini, sejak mulai di
tingkat penanganan internal rumah sakit, pananganan di tingkat penyidikan/ kepolisian,
kejaksaan sampai tingkat pengadilan.
Adanya dugaan kasus hukum pelayanan medis yang timbul di rumah sakit kemungkinan
diakibatkan kesalahan atau kelalaian para petugas di rumah sakit, atau diakibatkan kesalahan
dalam menerapkan peraturan dan juga diakibatkan kekurangan pengetahuan para petugas
tentang hukum kesehatan atau peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan medis
bahkan kemungkinan kesalahan bersumber dari pasien dan keluarganya.
Tuntutan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit ada kecenderungan semakin
meningkat. Penanganan kasus hukum pelayanan medis tersebut memerlukan tenaga, waktu
dan biaya yang cukup besar serta pemikiran guna penyelesaian yang berdampak pada citra
pelayanan rumah sakit.
Oleh karena itu rumah sakit perlu menyiapkan sumberdaya yang diperlukan dalam
penanganan kasus hukum pelayanan medis.
Dalam penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit perlu adanya suatu
pedoman advokasi dan bantuan hukum dalam penanganannya di rumah sakit.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum pedoman advokasi dan bantuan hukum dalam penanganan kasus hukum
pelayanan medis di Rumah Sakit Dewi Sri :
1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2
proporsional dan profesional sesuai peraturan yang berlaku di bidang kesehatan dan
rumah sakit.
b. Khusus
1) Terlaksananya prosedur penanganan kasus hukum pelayanan medis di Rumah
Sakit Dewi Sri secara baik dan benar;
2) Terlaksananya wewenang dan tanggung jawab unit terkait dalam penanganan
kasus hukum pelayanan medis di Rumah Sakit Dewi Sri;
3) Terwujudnya koordinasi penanganan kasus hukum pelayanan medis di Rumah
Sakit Dewi Sri;
4) Terlaksananya pembinaan dan pengendalian penanganan kasus hukum pelayanan
medis di Rumah Sakit Dewi Sri.
D. Pengertian
Di dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan :
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/ atau masyarakat.
3. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
4. Rumah Sakit Dewi Sri yang selanjutnya disebut Rumah Sakit adalah rumah sakit swasta
kelas C yang yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
5. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
6. Manajemen rumah sakit adalah direktur rumah sakit yang diberi kewenangan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
7. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung di rumah sakit.
8. Pelayanan Medis adalah upaya kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diberikan kepada pasien oleh tenaga medis sesuai
dengan standar pelayanan medis dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan
fasilitas secara optimal.
4
9. Kasus hukum pelayanan medis adalah kasus hukum yang timbul antara pemberi dan
penerima jasa pelayanan medis di rumah sakit.
10. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimal yang harus dikuasai seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi.
11. Peraturan Internal Korporasi (corporate bylaws) adalah peraturan internal rumah sakit
yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit yang mengatur agar tata kelola korporasi
(corporate governance) terselenggara dengan baik melalui pengaturan hubungan antara
pemilik rumah sakit dan pengelola rumah sakit yaitu direktur rumah sakit.
12. Peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) adalah aturan yang mengatur tata
kelola klinis (clinical governance) untuk menjaga profesionalisme staf medis di rumah
sakit.
13. Staf Medis Fungsional (SMF) adalah kelompok dokter dan/atau dokter spesialis yang
melakukan pelayanan dan telah disetujui serta diterima sesuai dengan aturan yang
berlaku untuk menjalankan profesi masing-masing di rumah sakit.
14. Dokter adalah dokter dan/atau dokter spesialis yang melakukan pelayanan di rumah sakit.
15. Dokter tetap atau dokter purna waktu adalah dokter dan/atau dokter spesialis yang
sepenuhnya bekerja di rumah sakit.
16. Dokter tamu adalah dokter yang bukan berstatus sebagai pegawai rumah sakit, yaitu
dokter dan/atau dokter spesialis yang diundang/ditunjuk karena kompetensinya untuk
melakukan atau memberikan pelayanan medis dan tindakan medis di rumah sakit untuk
jangka waktu dan/atau kasus tertentu.
17. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada fasilitas
pelayanan kesehatan.
18. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
19. Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical
governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan
disiplin profesi medis.
20. Komite Etik dan Hukum adalah wadah non struktural yang bertugas memberikan
pertimbangan kepada Direktur dalam hal menyusun dan merumuskan medicoetikolegal
dan etika pelayanan rumah sakit, penyelesaian masalah etika rumah sakit dan
pelanggaran terhadap kode etik pelayanan rumah sakit, pemeliharaan etika
penyelenggaraan fungsi rumah sakit, kebijakan yang terkait dengan ”hospital bylaws”
5
dan ”medical staf bylaws”, gugus tugas bantuan hukum dalam penanganan masalah
hukum di rumah sakit.
21. Advokasi hukum adalah upaya untuk memberikan bantuan, bimbingan dan jalan keluar/
pemecahan masalah hukum kesehatan dalam pelayanan medis.
22. Bantuan hukum adalah upaya hukum yang dilakukan oleh unit kerja yang menangani
masalah hukum kesehatan di rumah sakit.
23. Mediasi adalah mekanisme penyelesaian perselisihan secara sukarela oleh kedua pihak
dengan dibantu oleh mediator.
24. Litigasi adalah penyelesian penanganan kasus hukum pelayanan medis melalui lembaga
peradilan.
25. Negosiasi adalah mekanisme penyelesaian perselisihan oleh para pihak yang dilakukan
langsung tanpa bantuan pihak manapun.
26. Konsiliasi adalah mekanisme penyelesaian perselisihan dengan cara mendamaikan
kembali kedua pihak oleh Konsiliator.
27. Organisasi profesi adalah setiap perhimpunan/perkumpulan profesional.
28. Medicolegal adalah kejadian, masalah, kasus medis atau non medis yang dapat berpotensi
menjadi masalah hukum, dalam bentuk kasus pidana atau perdata.
29. Second Opinion adalah pendapat dokter kedua dari spesialis sejenis setelah pendapat
dokter pertama tersebut dirasakan kurang memuaskan pasien/keluarganya.
30. Resume medis adalah surat keterangan yang memuat ringkasan riwayat penyakit pasien
selama menjalani perawatan di rumah sakit.
31. Kelalaian medis adalah suatu tindakan medis yang tidak sesuai dan atau menyimpang
dari standar prosedur medis.
32. MKEK adalah Majelis Kehormatan Etika Kedokteran.
33. MDTK adalah Majelis Disiplin Tenaga Kedokteran.
34. MKDKI adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
35. KEDERSI adalah Komite Disiplin Etika Rumah Sakit Indonesia.
36. KERS adalah Komite Etika Rumah Sakit.
6
BAB II
A. Pengorganisasian
Penyelesaian penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit merupakan tanggung
jawab manajemen rumah sakit.
Penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit melibatkan unit-unit kerja atau
pihak-pihak terkait meliputi :
1. Penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit dilakukan oleh :
a. Manajemen;
b. Komite Medik;
c. Komite Etik dan Hukum;
d. Unit/ Instalasi terkait.
2. Institusi/ unit lain yang terkait dalam menangani penanganan kasus hukum pelayanan
medis di rumah sakit meliputi :
a. Organisasi profesi;
b. Asosiasi Rumah Sakit;
c. Dinas Kesehatan Kabupaten;
d. Dinas Kesehatan Propinsi;
e. Kementerian Kesehatan.
2. Komite Medik
a. Wewenang
1) Membuat kebijakan yang tertuang di dalam medical staf by laws.
2) Melakukan kredensial terhadap tenaga medis.
3) Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam pelaksanaan tugas tenaga medis.
4) Melakukan penilaian terhadap kinerja tenaga medis.
8
b. Tanggung Jawab
1) Melakukan koordinasi dengan Komite Medik, Rekam Medis, Bidang Keperawatan
dan unit kerja yang terkait.
2) Meneliti kelengkapan legalitas tenaga kesehatan khususnya tenaga medis.
3) Meneliti status administrasi terlapor, misalnya Surat Izin Praktek, keanggotaan
organisasi profesi dan lain-lain.
4) Melakukan klarifikasi kasus kepada terlapor.
5) Merujuk kasus ke Komite Medik.
6) Mengusulkan untuk mengundang saksi ahli dari organisasi profesi terkait.
7) Mengajukan telaahan hukum/ legal opinion kepada Direktur Rumah Sakit dan
Komite Medik.
8) Mendampingi Direktur Rumah Sakit dan Komite Medik dalam proses
penyelesaian kasus.
9) Memberikan sosialisasi hukum.
10) Menyikapi pemberitaan/ informasi melalui media masa misalnya dengan
menggunakan hak jawab.
11) Memberi saran kepada Direktur Rumah Sakit untuk menunjuk kuasa hukum.
4. Organisasi Profesi
a. Wewenang
1) Turut melakukan “kredensial” anggotanya dengan memberikan rekomendasi pada
waktu membuat SIP.
2) Membina anggotanya agar melakukan praktek profesinya sesuai dengan etika dan
standar profesi.
3) Memberikan pertimbangan/ penilaian pada suatu kasus hukum pelayanan medis
dari aspek profesi.
4) Memberikan pertimbangan dan saran kepada Manajemen dan Komite Medik, yang
disampaikan baik dalam rapat khusus untuk itu ataupun melalui surat.
5) Memberikan advokasi dan pembelaan kepada anggotanya.
6) Memberikan sanksi etik kepada anggotanya yang terbukti melanggar etika profesi.
7) Mengirim salah satu anggotanya sebagai saksi ahli.
10
b. Tanggung Jawab
1) Melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan etika profesi para anggotanya pada kasus
hukum pelayanan medis.
2) Memberikan rekomendasi di bidang etika profesi kepada manajemen dan Komite
Medik apabila diminta.
3) Memberikan advokasi dan pembelaan kepada anggotanya.
4) Mengirim salah satu anggotanya sebagai saksi ahli.
b. Tanggung Jawab
1) Memfasilitasi penanganan kasus medis bersama organisasi profesi.
2) Melakukan mediasi, konsiliasi terhadap kasus medis.
3) Membentu tenaga kesehatan dan sarana kesehatan dalam proses Litigasi.
8. Kementerian Kesehatan
a. Wewenang
1) Memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan yang melakukan
pelayanan sesuai dengan standar profesi dan prosedur.
2) Menetapkan pedoman, standar dan prosedur dalam pelayanan medik.
12
b. Tanggung Jawab
1) Melakukan analisis atas penanganan kasus hukum pelayanan medis yang terjadi.
2) Menerima laporan dan menindak lanjuti laporan.
3) Memberikan rekomendasi penanganan terhadap penanganan kasus hukum
pelayanan medis yang terjadi.
4) Melakukan mediasi, konsiliasi dan litigasi.
5) Menuntut pihak-pihak yang mencemarkan nama baik Kementerian Kesehatan.
6) Membantu menanggung kerugian yang terjasi akibat kasus hukum pelayanan medis.
13
BAB III
PROSEDUR PENANGANAN KASUS HUKUM PELAYANAN MEDIS
A. Langkah Penanganan
Langkah penanganan kasus hukum pelayanan medis adalah sebagai berikut :
1. Menerima Keluhan / Laporan
A. Keluhan / informasi diterima oleh Penata Humas dari :
a. Laporan/ keluhan pasien;
b. Media massa;
c. Kotak saran;
d. Laporan staf rumah sakit;
e. Somasi Pasien/ Kuasa Hukum;
f. Laporan LSM;
g. Tokoh masyarakat;
h. Telepon Pengaduan/ SMS, WA dll.;
B. Laporan KTD diterima oleh Komite Etik dan Hukum dari Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien.
3. Investigasi Kasus :
a. Membahas kebenaran informasi tentang :
- Identitas pasien;
- Peristiwa;
- Rekam Medis;
b. Penataan dokumen yang meliputi :
- Dokumen informasi;
- Berkas rekam medis (medical record );
- Dokumen persetujuan tindakan medis;
- Dokumen persetujuan tindakan medis tertentu (operasi);
- Second opinion;
- Resume medis;
- Pendapat organisasi profesi;
- Keputusan MKEK / MDTK / MKDKI;
- Juklak, Juknis dan SPO Pelayanan;
c. Rapat dengan bidang/ bagian terkait;
d. Rapat Komite Medis dan Peer group internal & Medicolegal advicer :
- pertimbangan aspek medis;
- pertimbangan aspek manajemen;
- pertimbangan aspek medicolegal;
e. Pendapat Komite Etik dan Hukum.
4. Analisis Kasus
a. Hasil rapat koordinasi menentukan atau memilah katagori kasus dan
selanjutnya menugaskan unit terkait untuk menindak lanjuti :
- Kasus Etik : ditangani MKEK/ MDTK/ MKDKI/ KERS;
- Kasus Administrasi : ditangani Bagian SDM;
- Kasus Hukum : ditangani Komite Etik dan Hukum;
- Kasus Gabungan : ditangani Komite Etik dan Hukum.
b. Telaahan Kasus
Masing-masing unit diatas menyusun telaahan kasus.
Didalam menelaah kasus hal-hal yang perlu diperhatikan :
- Kebenaran identitas pasien;
- Kebenaran peristiwa;
- Barang bukti;
- Pertimbangan prosedur tindak lanjut.
c. Masing-masing unit dimaksud melaporkan hasil telaahan disertai
rekomendasi kepada manajemen.
15
6. Penyelesaian Kasus
Dalam hal penyelesaian kasus melalui litigasi maka hal-hal yang perlu dilakukan
adalah:
a. Menunjuk Kuasa Hukum / Penasehat Hukum;
b. Menunjuk Komite Etik dan Hukum sebagai mitra kerja.
Dalam hal penyelesaian kasus non litigasi ditempuh :
- Pihak rumah sakit (manajemen) mengundang pihak pengadu untuk
membicarakan penyelesaian kasus secara damai (negosiasi).
Dipertemukannya pihak pengadu dengan pertimbangan secara matang untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Bila upaya negosiasi tidak berhasil
maka ditunjuk salah satu orang / badan yang disepakati bersama dan
mampu untuk bertindak sebagai mediator dalam menyelesaikan kasus;
16
7. Dokumentasi Kasus
a. Seluruh dokumen yang terkait dengan kasus ditata dan diklarifikasi dengan
pengkodean khusus.
b. Dokumen disimpan oleh Direktur Rumah Sakit sampai kasus dianggap selesai
c. Bila kasus telah selesai dokumen dapat dikembalikan ke bagian yang
menangani dokumen.
b. Alat Bukti
Dalam kasus hukum pelayanan medis diperlukan bukti yaitu :
a. Dokumen informasi kasus medis dari mass media, kotak saran dll.
b. Berkas rekam medis (medical record ) :
- Catatan medis pasien;
- Catatan keperawatan pasien;
c. Dokumen Persetujuan Tindakan Medis;
d. Dokumen Persetujuan Tindakan Medis Tertentu (operasi);
e. Second Opinion;
f. Resume medis;
g. Pendapat organisasi profesi;
h. Keputusan MKEK / MDTK/ MKDKI ;
i. Juklak, juknis dan SPO pelayanan;
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit tugas pokoknya melaksanakan kegiatan
pembinaan penyusunan peraturan intern rumah sakit, penyelenggaraan
konsultasi hukum dan kegiatan ilmiah bidang hukum melalui pemberian
layanan jasa dan kordinasi dengan setiap satuan kerja agar terwujudnya
pelayanan rumah sakit yang sesuai dengan kaedah hukum dan Hak Asasi
Manusia (HAM).
Atas dasar tugas pokok tersebut maka Komite Medik dan Komite Etik dan
Hukum selanjutnya segera mengambil langkah langkah dengan
mengumpulkan dan mempelajari secara seksama informasi yang berkaitan
dengan dugaan adanya penanganan kasus hukum pelayanan medis.
Komite Medik dan Komite Etik dan Hukum mempelajari dan menelaah
informasi kasus hukum pelayanan medis yang disampaikan oleh pasien,
keluarga, LSM ataupun kuasa hukum baik lisan maupun tertulis,
Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian dan perlu dilakukan pencatatan
meliputi antara lain :
1) Identitas Pasien
- Nama pasien;
- Nama orang tua pasien;
- Umur pasien;
- Jenis kelamin pasien;
- Alamat pasien;
Selanjutnya Komite Etik dan Hukum melapor kepada Direktur Rumah Sakit
perihal adanya tuntutan pasien, dan atas arahan Komite Etik dan Hukum
mengundang rapat kordinasi satuan kerja terkait yaitu Komite Medik, Komite
Keperawatan, Urusan Rekam Medik dan unit kerja lain untuk ikut membahas
penanganan kasus hukum pelayanan medis dari berbagai aspek.
Rapat pembahasan kasus medis bersifat tetutup, terbatas, rahasia dan jadual
rapat pelaksanaan tersebut harus dilaporkan secara tertulis kepada Direktur
Rumah Sakit.
Saat rapat koordinasi pembahasan penanganan kasus hukum pelayanan medis,
masing-masing peserta rapat harus telah membawa bukti-bukti yang terkait
penanganan kasus tersebut.
Dalam rapat pembahasan kasus, hal-hal yang harus dibicarakan antara lain :
a. Kebenaran Identitas pasien;
b. Kebenaran peristiwa yang disampaikan pasien;
c. Aspek hukum berkaitan dengan doktrin tentang kesalahan (kesengajaan
dan kelalaian);
d. Malpraktik medis;
e. Etika kedokteran;
f. Status kepegawaian, SIP dan STR bagi dokter yang menangani;
g. Indikasi medis;
h. Persetujuan tindakan medis;
i. Catatan medis dan catatan keperawatan apakah telah dilakukan
sesuai ketentuan yang berlaku.
j. Kehati-hatian penanganan sesuai SPO;
k. Penerapan juklak dan juknis sarana dan prasarana pelayanan;
l. Tuntutan pasien.
Apabila dalam rapat pertama belum dapat diambil kesimpulan dan langkah-
langkah penanganan yang diperlukan, bahkan bila dipandang perlu untuk
diadakan pendalaman lebih lanjut, maka pembahasan kasus hukum pelayanan
medis dapat dilanjutkan pada waktu lain yang disepakati oleh seluruh peserta
rapat.
20
Setiap kali rapat pembahasan kasus, harus dibuatkan daftar hadir peserta rapat
dan risalah rapat dengan klasifikasi rahasia yang disampaikan secara terbatas
hanya pada peserta rapat dan direktur rumah sakit.
3. Pelanggaran Etik
Ketika melakukan gugatan atau tuntutan atas kekecewaan pelayanan
pengobatan dan perawatan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain di rumah
sakit, pasien jarang sekali memilah-milah apakan kasus yang dialaminya
merupakan kasus hukum atau kasus etika profesi.
Membedakan suatu kasus medis kedalam katagori kasus hukum atau kasus
pelanggaran etika profesi menjadi hal penting guna menentukan pertanggung
jawaban yang harus dipikul oleh pelaku.
Sedangkan dalam pandangan etika profesi kedokteran, seorang dokter dianggap
melanggar etika profesi kedokteran bila yang bersangkutan tidak mengindahkan
etika yang berupa kewajiban-kewajiban kesusilaan dan kesopanan serta
kepatutan di dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang dokter sebagaimana
diatur dalam beberapa naskah, seperti sumpah dokter, kode etik kedokteran
Indonesia dan dokumen etik kedokteran Internasional.
Yang menentukan adanya pelanggaran etika kedokteran adalah organisasi
profesi yang tergabung dalam Komite Medik di rumah sakit dan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Sedangkan bila terjadi pelanggaran
etik tenaga kesehatan lainnya yang menentukan adalah organisasi profesi
masing-masing.
23
kedokteran.
Untuk kasus hukum pelayanan medis yang berimplikasi hukum, maka Bagian Hukum
dan Komite Medis perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Memanggil dokter dan petugas terkait yang diduga melakukan kelalaian guna
didengar keterangannya;
2. Membahas kembali bukti-bukti yang ada dan mencocokan satu sama lain atas
bukti tersebut;
3. Melakukan kajian apakah bukti-bukti yang ada memenuhi unsur-unsur
sebagaimana diatur dalam KUHP, KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran serta doktrin hukum yang berlaku dalam bidang
kesehatan;
4. Bila dianggap perlu dapat meminta pendapat ahli untuk membuat jelas hal-hal
yang berkaitan dengan kasus tersebut;
5. Menyusun laporan pendalaman kasus medis dari segi hukum yang meliputi :
- Kronologis kejadian;
- Pihak-pihak yang terkait dalam penanganan pasien (dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya);
- Bukti-bukti tertulis;
- Keterangan-keterangan saksi;
- Kesimpulan dan saran.
1. Penataan Dokumen
Seluruh kegiatan tentang proses penanganan kasus hukum pelayanan medis harus
dilakukan pencatatan secara tertib, teratur dan didokumentasikan dengan aman
dan baik, hal ini dimaksudkan agar disamping sebagai alat bukti atas kasus yang
ditangani juga bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan .
25
2. Penyimpanan
Semua dokumen yang terkait dalam proses penyelesaian menjadi tanggung jawab
Direktur Rumah Sakit sedang untuk penyimpanan dan pengamanan dokumen
Direktur mendelegasikan kepada Komite Etik dan Hukum.
2. Kasus Posisi
3. Masalah Hukum
4. Ringkasan Jawaban
5. Audit Hukum