Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit kemungkinan muncul/ timbul tuntutan hukum
baik tuntutan pidana, gugatan perdata maupun administrasi terhadap petugas atau pelaksana
profesional dan manajemen.
Timbulnya kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit yang dipublikasikan melalui media
masa mendorong masyarakat semakin aktif melakukan tuntutan atau komplain terhadap
pelayanan rumah sakit. Hal ini mengakibatkan para tenaga kesehatan merasa kurang aman
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar pelayanan dan peraturan yang berlaku.
Untuk itu rumah sakit harus tanggap dan siap mengantisipasi penanganannya serta berusaha
untuk meminimalisir dengan berbagai upaya perbaikan pelayanan.
Tuntutan atau komplain atas kasus hukum pelayanan medis harus ditangani secara arif dan
bijaksana melalui cara persuasif, advokasi dan bantuan hukum sejak dini, sejak mulai di
tingkat penanganan internal rumah sakit, pananganan di tingkat penyidikan/ kepolisian,
kejaksaan sampai tingkat pengadilan.
Adanya dugaan kasus hukum pelayanan medis yang timbul di rumah sakit kemungkinan
diakibatkan kesalahan atau kelalaian para petugas di rumah sakit, atau diakibatkan kesalahan
dalam menerapkan peraturan dan juga diakibatkan kekurangan pengetahuan para petugas
tentang hukum kesehatan atau peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan medis
bahkan kemungkinan kesalahan bersumber dari pasien dan keluarganya.
Tuntutan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit ada kecenderungan semakin
meningkat. Penanganan kasus hukum pelayanan medis tersebut memerlukan tenaga, waktu
dan biaya yang cukup besar serta pemikiran guna penyelesaian yang berdampak pada citra
pelayanan rumah sakit.
Oleh karena itu rumah sakit perlu menyiapkan sumberdaya yang diperlukan dalam
penanganan kasus hukum pelayanan medis.
Dalam penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit perlu adanya suatu
pedoman advokasi dan bantuan hukum dalam penanganannya di rumah sakit.

B. Dasar Hukum
Dasar hukum pedoman advokasi dan bantuan hukum dalam penanganan kasus hukum
pelayanan medis di Rumah Sakit Dewi Sri :
1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2

4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.


5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Tenaga Keperawatan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional.
10. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
11. Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1995 Tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 640/Menkes/Per/X/1991 Tentang Majelis
Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medik.
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang RekamMedis.
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/MENKES/PER/I/2010 Tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi
Rumah Sakit.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Dewan Pengawas Rumah
Sakit.
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit.
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit
dan Kewajiban Pasien.
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

C. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Penyusunan pedoman ini dimaksud sebagai acuan dalam penanganan kasus hukum
pelayanan medis serta pedoman dalam pemberian advokasi dan bantuan hukum di Rumah
Sakit Dewi Sri.
2. Tujuan
a. Umum
Tujuan penyusunan pedoman ini agar tercipta koordinasi dalam penanganan kasus
hukum pelayanan medis dalam pemberian advokasi dan bantuan hukum secara
3

proporsional dan profesional sesuai peraturan yang berlaku di bidang kesehatan dan
rumah sakit.
b. Khusus
1) Terlaksananya prosedur penanganan kasus hukum pelayanan medis di Rumah
Sakit Dewi Sri secara baik dan benar;
2) Terlaksananya wewenang dan tanggung jawab unit terkait dalam penanganan
kasus hukum pelayanan medis di Rumah Sakit Dewi Sri;
3) Terwujudnya koordinasi penanganan kasus hukum pelayanan medis di Rumah
Sakit Dewi Sri;
4) Terlaksananya pembinaan dan pengendalian penanganan kasus hukum pelayanan
medis di Rumah Sakit Dewi Sri.

D. Pengertian
Di dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan :
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/ atau masyarakat.
3. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
4. Rumah Sakit Dewi Sri yang selanjutnya disebut Rumah Sakit adalah rumah sakit swasta
kelas C yang yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
5. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
6. Manajemen rumah sakit adalah direktur rumah sakit yang diberi kewenangan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
7. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung di rumah sakit.
8. Pelayanan Medis adalah upaya kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diberikan kepada pasien oleh tenaga medis sesuai
dengan standar pelayanan medis dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan
fasilitas secara optimal.
4

9. Kasus hukum pelayanan medis adalah kasus hukum yang timbul antara pemberi dan
penerima jasa pelayanan medis di rumah sakit.
10. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimal yang harus dikuasai seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi.
11. Peraturan Internal Korporasi (corporate bylaws) adalah peraturan internal rumah sakit
yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit yang mengatur agar tata kelola korporasi
(corporate governance) terselenggara dengan baik melalui pengaturan hubungan antara
pemilik rumah sakit dan pengelola rumah sakit yaitu direktur rumah sakit.
12. Peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) adalah aturan yang mengatur tata
kelola klinis (clinical governance) untuk menjaga profesionalisme staf medis di rumah
sakit.
13. Staf Medis Fungsional (SMF) adalah kelompok dokter dan/atau dokter spesialis yang
melakukan pelayanan dan telah disetujui serta diterima sesuai dengan aturan yang
berlaku untuk menjalankan profesi masing-masing di rumah sakit.
14. Dokter adalah dokter dan/atau dokter spesialis yang melakukan pelayanan di rumah sakit.
15. Dokter tetap atau dokter purna waktu adalah dokter dan/atau dokter spesialis yang
sepenuhnya bekerja di rumah sakit.
16. Dokter tamu adalah dokter yang bukan berstatus sebagai pegawai rumah sakit, yaitu
dokter dan/atau dokter spesialis yang diundang/ditunjuk karena kompetensinya untuk
melakukan atau memberikan pelayanan medis dan tindakan medis di rumah sakit untuk
jangka waktu dan/atau kasus tertentu.
17. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada fasilitas
pelayanan kesehatan.
18. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
19. Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical
governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan
disiplin profesi medis.
20. Komite Etik dan Hukum adalah wadah non struktural yang bertugas memberikan
pertimbangan kepada Direktur dalam hal menyusun dan merumuskan medicoetikolegal
dan etika pelayanan rumah sakit, penyelesaian masalah etika rumah sakit dan
pelanggaran terhadap kode etik pelayanan rumah sakit, pemeliharaan etika
penyelenggaraan fungsi rumah sakit, kebijakan yang terkait dengan ”hospital bylaws”
5

dan ”medical staf bylaws”, gugus tugas bantuan hukum dalam penanganan masalah
hukum di rumah sakit.
21. Advokasi hukum adalah upaya untuk memberikan bantuan, bimbingan dan jalan keluar/
pemecahan masalah hukum kesehatan dalam pelayanan medis.
22. Bantuan hukum adalah upaya hukum yang dilakukan oleh unit kerja yang menangani
masalah hukum kesehatan di rumah sakit.
23. Mediasi adalah mekanisme penyelesaian perselisihan secara sukarela oleh kedua pihak
dengan dibantu oleh mediator.
24. Litigasi adalah penyelesian penanganan kasus hukum pelayanan medis melalui lembaga
peradilan.
25. Negosiasi adalah mekanisme penyelesaian perselisihan oleh para pihak yang dilakukan
langsung tanpa bantuan pihak manapun.
26. Konsiliasi adalah mekanisme penyelesaian perselisihan dengan cara mendamaikan
kembali kedua pihak oleh Konsiliator.
27. Organisasi profesi adalah setiap perhimpunan/perkumpulan profesional.
28. Medicolegal adalah kejadian, masalah, kasus medis atau non medis yang dapat berpotensi
menjadi masalah hukum, dalam bentuk kasus pidana atau perdata.
29. Second Opinion adalah pendapat dokter kedua dari spesialis sejenis setelah pendapat
dokter pertama tersebut dirasakan kurang memuaskan pasien/keluarganya.
30. Resume medis adalah surat keterangan yang memuat ringkasan riwayat penyakit pasien
selama menjalani perawatan di rumah sakit.
31. Kelalaian medis adalah suatu tindakan medis yang tidak sesuai dan atau menyimpang
dari standar prosedur medis.
32. MKEK adalah Majelis Kehormatan Etika Kedokteran.
33. MDTK adalah Majelis Disiplin Tenaga Kedokteran.
34. MKDKI adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
35. KEDERSI adalah Komite Disiplin Etika Rumah Sakit Indonesia.
36. KERS adalah Komite Etika Rumah Sakit.
6

BAB II

PENGORGANISASIAN, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB


PENANGANAN KASUS HUKUM PELAYANAN MEDIS

A. Pengorganisasian
Penyelesaian penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit merupakan tanggung
jawab manajemen rumah sakit.
Penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit melibatkan unit-unit kerja atau
pihak-pihak terkait meliputi :
1. Penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit dilakukan oleh :
a. Manajemen;
b. Komite Medik;
c. Komite Etik dan Hukum;
d. Unit/ Instalasi terkait.
2. Institusi/ unit lain yang terkait dalam menangani penanganan kasus hukum pelayanan
medis di rumah sakit meliputi :
a. Organisasi profesi;
b. Asosiasi Rumah Sakit;
c. Dinas Kesehatan Kabupaten;
d. Dinas Kesehatan Propinsi;
e. Kementerian Kesehatan.

B. Wewenang dan Tanggung Jawab


Dalam penanganan kasus hukum pelayanan medis yang terjadi di rumah sakit perlu
ditetapkan wewenang dan tanggung jawab dari unit-unit kerja terkait penanganan kasus
hukum pelayanan medis yang terdiri atas manajemen rumah sakit, komite medik, komite etik
dan hukum, organisasi profesi, Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan.

1. Manajemen Rumah Sakit


a. Wewenang
7

1) Melayani, menerima berkas pengaduan.


2) Mengidentifikasi keluhan utama pengaduan.
3) Bertindak untuk dan atas nama rumah sakit baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
4) Melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan/ Dinas Kesehatan.
5) Mengarahkan/ menginstruksikan satuan kerja terkait dalam penyelesaian
penanganan kasus hukum pelayanan medis termasuk audit medik.
6) Memberdayakan potensi dalam upaya penyelesaian penanganan kasus hukum
pelayanan medis.
7) Menunjuk satuan kerja terkait/ kuasa hukum jika dibutuhkan.
8) Memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan yang melakukan
pelayanan sesuai dengan standar profesi dan prosedur.
b. Tanggung Jawab
1) Menyelesaikan penanganan kasus hukum pelayanan medis di rumah sakit.
2) Mengambil langkah strategis baik eksternal maupun internal dalam sengketa medis.
3) Mengamankan dokumen dan informasi penanganan kasus hukum pelayanan medis.
4) Melakukan antisipasi terhadap kemungkinan adanya penanganan kasus hukum
pelayanan medis.
5) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan clinical governance.
6) Menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan dalam penanganan kasus hukum
pelayanan medis.
7) Melakukan pembinaan terhadap tenaga kesehatan.
8) Melakukan advokasi kepada tenaga kesehatan yang diduga terkait kasus hukum
pelayanan medis.

2. Komite Medik
a. Wewenang
1) Membuat kebijakan yang tertuang di dalam medical staf by laws.
2) Melakukan kredensial terhadap tenaga medis.
3) Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam pelaksanaan tugas tenaga medis.
4) Melakukan penilaian terhadap kinerja tenaga medis.
8

5) Melakukan audit medik.


6) Melakukan pembinaan terhadap tenaga medik yang melakukan pelanggaran disiplin
profesi.
7) Melakukan advokasi kepada tenaga medis yang diduga terkait kasus hukum
pelayanan medis.
b. Tanggung Jawab
1) Melakukan koordinasi dengan Komite Etik dan Hukum, Rekam Medis, Bidang
Keperawatan dan unit kerja yang terkait.
2) Melakukan pengumpulan data/ informasi baik dari informasi langsung maupun
melalui dokumen.
3) Memfasilitasi pertemuan multi disiplin untuk peninjauan kasus dengan melibatkan
organisasi profesi dan Komite Etik dan Hukum.
4) Melakukan analisis terhadap sengketa medis yang terjadi.
5) Memberikan rekomendasi kepada Direktur dalam penyelesaian kasus dan upaya-
upaya pencegahan kasus serupa dikemudian hari.

3. Komite Etik dan Hukum


a. Wewenang
1) Menginventarisasi dan memastikan kelengkapan peraturan-peraturan yang berlaku
di rumah sakit.
2) Menganalisis hubungan hukum kasus konkrit (subjek, objek, isi hubungan) dengan
hukum positif (SOP/ HBL dan peraturan yang lebih tinggi lainnya).
3) Menganalisis substansi kasus dan prosedur beracara kasus hukum konkrit.
4) Menganalisis kasus hukum konkrit terkait (pidana, perdata, administrasi dll).
5) Menerapkan kasus konkrit (analisis tanggung jawab hukum) pada aturan normatif.
6) Bersama sama Manajemen melakukan mediasi dan negosiasi.
7) Mewakili pemberi kuasa dalam melakukan litigasi.
8) Mengusulkan rehabilitasi terlapor jika terbukti tidak bersalah.
9

b. Tanggung Jawab
1) Melakukan koordinasi dengan Komite Medik, Rekam Medis, Bidang Keperawatan
dan unit kerja yang terkait.
2) Meneliti kelengkapan legalitas tenaga kesehatan khususnya tenaga medis.
3) Meneliti status administrasi terlapor, misalnya Surat Izin Praktek, keanggotaan
organisasi profesi dan lain-lain.
4) Melakukan klarifikasi kasus kepada terlapor.
5) Merujuk kasus ke Komite Medik.
6) Mengusulkan untuk mengundang saksi ahli dari organisasi profesi terkait.
7) Mengajukan telaahan hukum/ legal opinion kepada Direktur Rumah Sakit dan
Komite Medik.
8) Mendampingi Direktur Rumah Sakit dan Komite Medik dalam proses
penyelesaian kasus.
9) Memberikan sosialisasi hukum.
10) Menyikapi pemberitaan/ informasi melalui media masa misalnya dengan
menggunakan hak jawab.
11) Memberi saran kepada Direktur Rumah Sakit untuk menunjuk kuasa hukum.

4. Organisasi Profesi
a. Wewenang
1) Turut melakukan “kredensial” anggotanya dengan memberikan rekomendasi pada
waktu membuat SIP.
2) Membina anggotanya agar melakukan praktek profesinya sesuai dengan etika dan
standar profesi.
3) Memberikan pertimbangan/ penilaian pada suatu kasus hukum pelayanan medis
dari aspek profesi.
4) Memberikan pertimbangan dan saran kepada Manajemen dan Komite Medik, yang
disampaikan baik dalam rapat khusus untuk itu ataupun melalui surat.
5) Memberikan advokasi dan pembelaan kepada anggotanya.
6) Memberikan sanksi etik kepada anggotanya yang terbukti melanggar etika profesi.
7) Mengirim salah satu anggotanya sebagai saksi ahli.
10

b. Tanggung Jawab
1) Melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan etika profesi para anggotanya pada kasus
hukum pelayanan medis.
2) Memberikan rekomendasi di bidang etika profesi kepada manajemen dan Komite
Medik apabila diminta.
3) Memberikan advokasi dan pembelaan kepada anggotanya.
4) Mengirim salah satu anggotanya sebagai saksi ahli.

5. Asosiasi Rumah Sakit (PERSI)


a. Wewenang
1) Membina rumah sakit agar menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
etika dan standar rumah sakit.
2) Memberikan pertimbangan/ penilaian pada suatu kasus hukum pelayanan medis
dari aspek etika dan standar rumah sakit.
3) Memberikan pertimbangan dan saran kepada Manajemen dan Komite Medik
Rumah Sakit, yang disampaikan baik dalam rapat khusus untuk itu ataupun
melalui surat.
4) Memberikan advokasi dan pembelaan kepada anggotanya.
5) Memberikan sanksi etik kepada anggotanya yang terbukti melanggar etika rumah
sakit.
6) Mengirim salah satu anggotanya sebagai saksi ahli.
b. Tanggung jawab
1) Melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan etika dan standar rumah sakit para
anggotanya pada kasus hukum pelayanan medis.
2) Memberikan rekomendasi di bidang etika dan standar rumah sakit kepada
Manajemen dan Komite Medik Rumah Sakit apabila diminta.
3) Memberikan advokasi dan pembelaan kepada anggotanya.
4) Mengirim salah satu anggotanya sebagai saksi ahli.

6. Dinas Kesehatan Kabupaten


a. Wewenang
11

1) Menerbitkan Surat Izin Praktek.


2) Mencabut Surat Izin Praktek profesi bila terbukti bersalah.
3) Menerbitkan kebijakan dalam pelayanan rumah sakit.
4) Mengkoordinasikan penanganan kasus hukum pelayanan medis dengan sarana
kesehatan, tenaga kesehatan, dan Organisasi Profesi.
b. Tanggung Jawab
1) Memantau kasus medis di rumah sakit.
2) Memberikan pertimbangan dalam penyelesaian kasus hukum pelayanan medis.
3) Melakukan pembinaan terhadap tenaga medis di wilayahnya.
4) Melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dan sarana kesehatan di
wilayahnya.

7. Dinas Kesehatan Propinsi


a. Wewenang
1) Melakukan pembinaan terhadap tenaga kesehatan dan sarana kesehatan di
wilayahnya bersama organisasi profesi.
2) Membentuk dan melaksanakan MDTK/MKDKI Propinsi dalam penanganan kasus
hukum pelayanan medis.
3) Menjatuhkan hukuman disiplin terhadap tenaga kesehatan dan sarana kesehatan
yang terbukti melanggar disiplin.

b. Tanggung Jawab
1) Memfasilitasi penanganan kasus medis bersama organisasi profesi.
2) Melakukan mediasi, konsiliasi terhadap kasus medis.
3) Membentu tenaga kesehatan dan sarana kesehatan dalam proses Litigasi.

8. Kementerian Kesehatan
a. Wewenang
1) Memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan yang melakukan
pelayanan sesuai dengan standar profesi dan prosedur.
2) Menetapkan pedoman, standar dan prosedur dalam pelayanan medik.
12

3) Menyiapkan dan menetapkan pedoman penanganan kasus.


4) Memberikan bantuan hukum.
5) Memberikan pertimbangan dalam kasus hukum yang terjadi di rumah sakit.
6) Memberikan pertimbangan hukum dan memberikan advokasi hukum.
7) Menindaklanjuti dengan langkah awal menganalisis penanganan kasus hukum
pelayanan medis.
8) Melakukan koordinasi dengan unit kerja yang diduga melakukan penanganan kasus
hukum pelayanan medis.

b. Tanggung Jawab
1) Melakukan analisis atas penanganan kasus hukum pelayanan medis yang terjadi.
2) Menerima laporan dan menindak lanjuti laporan.
3) Memberikan rekomendasi penanganan terhadap penanganan kasus hukum
pelayanan medis yang terjadi.
4) Melakukan mediasi, konsiliasi dan litigasi.
5) Menuntut pihak-pihak yang mencemarkan nama baik Kementerian Kesehatan.
6) Membantu menanggung kerugian yang terjasi akibat kasus hukum pelayanan medis.
13

BAB III
PROSEDUR PENANGANAN KASUS HUKUM PELAYANAN MEDIS

A. Langkah Penanganan
Langkah penanganan kasus hukum pelayanan medis adalah sebagai berikut :
1. Menerima Keluhan / Laporan
A. Keluhan / informasi diterima oleh Penata Humas dari :
a. Laporan/ keluhan pasien;
b. Media massa;
c. Kotak saran;
d. Laporan staf rumah sakit;
e. Somasi Pasien/ Kuasa Hukum;
f. Laporan LSM;
g. Tokoh masyarakat;
h. Telepon Pengaduan/ SMS, WA dll.;
B. Laporan KTD diterima oleh Komite Etik dan Hukum dari Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien.

2. Mengelola Keluhan / Laporan


Penata Mutu Pelayanan melakukan hal-hal sebagai berikut :
(Khusus untuk laporan KTD ditangani oleh Komite Etik dan Hukum)
a. Mencatat dan mengkaji informasi :
- Identitas dan kondisi pasien;
- Peristiwa;
- Tuntutan pasien.
b. Menanggapi keluhan
- Mengucapkan terima kasih atas laporan;
- Memberikan penjelasan sementara;
- Menjamin keluhan akan ditindak lanjuti;
- Menenangkan pelapor;
- Memberikan tanda terima laporan.
c. Melaporkan ke Direktur Rumah Sakit
- Mengisi formulir sesuai keluhan;
- Memberi pertimbangan;
- Meminta pengarahan tindak lanjut.
d. Menindaklanjuti instruksi Direktur.
14

3. Investigasi Kasus :
a. Membahas kebenaran informasi tentang :
- Identitas pasien;
- Peristiwa;
- Rekam Medis;
b. Penataan dokumen yang meliputi :
- Dokumen informasi;
- Berkas rekam medis (medical record );
- Dokumen persetujuan tindakan medis;
- Dokumen persetujuan tindakan medis tertentu (operasi);
- Second opinion;
- Resume medis;
- Pendapat organisasi profesi;
- Keputusan MKEK / MDTK / MKDKI;
- Juklak, Juknis dan SPO Pelayanan;
c. Rapat dengan bidang/ bagian terkait;
d. Rapat Komite Medis dan Peer group internal & Medicolegal advicer :
- pertimbangan aspek medis;
- pertimbangan aspek manajemen;
- pertimbangan aspek medicolegal;
e. Pendapat Komite Etik dan Hukum.

4. Analisis Kasus
a. Hasil rapat koordinasi menentukan atau memilah katagori kasus dan
selanjutnya menugaskan unit terkait untuk menindak lanjuti :
- Kasus Etik : ditangani MKEK/ MDTK/ MKDKI/ KERS;
- Kasus Administrasi : ditangani Bagian SDM;
- Kasus Hukum : ditangani Komite Etik dan Hukum;
- Kasus Gabungan : ditangani Komite Etik dan Hukum.
b. Telaahan Kasus
Masing-masing unit diatas menyusun telaahan kasus.
Didalam menelaah kasus hal-hal yang perlu diperhatikan :
- Kebenaran identitas pasien;
- Kebenaran peristiwa;
- Barang bukti;
- Pertimbangan prosedur tindak lanjut.
c. Masing-masing unit dimaksud melaporkan hasil telaahan disertai
rekomendasi kepada manajemen.
15

5. Tindak Lanjut Penanganan Kasus


a. Pendalaman kasus :
- Pendapat manajemen rumah sakit;
- Pendapat Komite Medik;
- Pendapat asuransi liability (corporate & profesional)  analisis
pembiayaan (apabila diperlukan);
- Pendapat expert external (IDI, PDGI, dan Asosiasi Profesi Kesehatan lain
dan Depkes);
- Pendapat konsultan hukum (apabila diperlukan).
b. Penyimpulan posisi kasus ditinjau dari :
- Kewenangan dan kompetensi;
- Indikasi dan kontra indikasi;
- Persetujuan tindakan medik / Informed consent;
- Kesesuaian tindakan dengan SPM dan SPO;
- Kerugian / cidera dan sebab akibatnya;
- Hukum dan Perundang-undangan;
c. Putusan manajemen tentang pilihan penyelesaian kasus :
- Apabila dari hasil pendalaman disimpulkan bahwa secara hukum posisi
rumah sakit / staf cukup kuat maka penyelesaian yang dipilih adalah
litigasi. Terhadap tuntutan ganti rugi yang lebih kecil dari pada prediksi
biaya penyelesaian dapat dipertimbangkan penyelesaian non litigasi
(ADR);
- Apabila hasil pendalaman disimpulkan bahwa secara hukum posisi rumah
sakit/staf tidak cukup kuat maka penyelesaian yang dipilih adalah non
litigasi (negosiasi, mediasi, konsiliasi).

6. Penyelesaian Kasus
Dalam hal penyelesaian kasus melalui litigasi maka hal-hal yang perlu dilakukan
adalah:
a. Menunjuk Kuasa Hukum / Penasehat Hukum;
b. Menunjuk Komite Etik dan Hukum sebagai mitra kerja.
Dalam hal penyelesaian kasus non litigasi ditempuh :
- Pihak rumah sakit (manajemen) mengundang pihak pengadu untuk
membicarakan penyelesaian kasus secara damai (negosiasi).
Dipertemukannya pihak pengadu dengan pertimbangan secara matang untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Bila upaya negosiasi tidak berhasil
maka ditunjuk salah satu orang / badan yang disepakati bersama dan
mampu untuk bertindak sebagai mediator dalam menyelesaikan kasus;
16

- Hasil perdamaian melalui negosiasi dan mediasi dituangkan dalam suatu


perjanjian yang sah secara hukum, bila perlu dikuatkan oleh Notaris atau
didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri.

7. Dokumentasi Kasus
a. Seluruh dokumen yang terkait dengan kasus ditata dan diklarifikasi dengan
pengkodean khusus.
b. Dokumen disimpan oleh Direktur Rumah Sakit sampai kasus dianggap selesai
c. Bila kasus telah selesai dokumen dapat dikembalikan ke bagian yang
menangani dokumen.

8. Penyelesaian Tuntutan Hukum (Tergantung Kasus )


a. Diselesaikan dengan proses Perdata, Pidana atau Tata Usaha Negara;
b. Tuntutan harus dianalisa terlebih dahulu.
Mekanisme pelaksanaan penanganan kasus hukum pelayanan medis perlu
dilaksanakan dengan tahapan yang meliputi :

a. Pengumpulan Informasi dan Bukti


Informasi tentang adanya dugaan terjadi kasus hukum pelayanan medis
biasanya bersumber dari media massa, baik cetak maupun elektronik atau dari
keluhan pasien (keluarga) baik langsung maupun yang disampaikan melalui
kotak saran yang disediakan. Selain daripada itu pengaduan lembaga swadaya
masyarakat atau kuasa hukum pasien dapat pula menjadi sumber informasi
adanya dugaan kasus hukum pelayanan medis. Atas dasar hal itu maka
dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Informasi awal dihimpun oleh Penata Humas;
2. Laporan ke Direktur oleh Kepala Bagian Manajemen Bisnis dan IT;
3. Instruksi / Disposisi dari Direktur kepada Komite Medik dan Komite Etik
dan Hukum;
4. Komite Medik dan Komite Etik dan Hukum melaksanakan Instruksi /
Disposisi Direktur;
5. Komite Medik bersama Komite Etik dan Hukum melakukan koordinasi
dengan unit terkait di Rumah Sakit Dewi Sri (melengkapi data / dokumen)
6. Menentukan strategi penanganan kasus :
a. Memilah kasus:
- kasus etik;
- kasus hukum (pidana, perdata,
administrasi / disiplin);
17

- kasus gabungan etik dan hukum;


b. Melakukan analisis kasus;
c. Menetapkan langkah penanganan.
7) Meminimalisasi dampak negatif dari pemberitaan (pelaksananya Penata
Humas);
8) Melakukan upaya pendekatan kepada keluarga guna menjelaskan posisi
kasus ( sesuai SPO Rumah Sakit Dewi Sri );
9) Apabila penjelasan tidak dapat diterima oleh keluarga pasien, maka
langkah selanjutnya :
a. Merespon langkah yang dilakukan oleh keluarga pasien / kuasa
hukum sesuai tuntutan yang akan dilakukan;
b. Bila tuntutan dilakukan melalui litigasi maka dilakukan langkah
persiapan litigasi (sesuai SPO Rumah Sakit Dewi Sri);
10) Bila ada kesepakatan untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan,
maka kasus diselesaikan secara damai (sesuai SPO Rumah Sakit Dewi
Sri);
11) Setelah ada kesepakatan perdamaian segera membuat Akta Perdamaian
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Alat Bukti
Dalam kasus hukum pelayanan medis diperlukan bukti yaitu :
a. Dokumen informasi kasus medis dari mass media, kotak saran dll.
b. Berkas rekam medis (medical record ) :
- Catatan medis pasien;
- Catatan keperawatan pasien;
c. Dokumen Persetujuan Tindakan Medis;
d. Dokumen Persetujuan Tindakan Medis Tertentu (operasi);
e. Second Opinion;
f. Resume medis;
g. Pendapat organisasi profesi;
h. Keputusan MKEK / MDTK/ MKDKI ;
i. Juklak, juknis dan SPO pelayanan;

c. Mekanisme Penanganan di Rumah Sakit


Apabila telah diduga terjadi penangannan kasus hukum pelayanan medis,
maka yang yang diberi tugas dan wewenang untuk menangani penanganan
kasus hukum pelayanan medis adalah Komite Medik dan Komite Etik dan
Hukum.
18

Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit tugas pokoknya melaksanakan kegiatan
pembinaan penyusunan peraturan intern rumah sakit, penyelenggaraan
konsultasi hukum dan kegiatan ilmiah bidang hukum melalui pemberian
layanan jasa dan kordinasi dengan setiap satuan kerja agar terwujudnya
pelayanan rumah sakit yang sesuai dengan kaedah hukum dan Hak Asasi
Manusia (HAM).
Atas dasar tugas pokok tersebut maka Komite Medik dan Komite Etik dan
Hukum selanjutnya segera mengambil langkah langkah dengan
mengumpulkan dan mempelajari secara seksama informasi yang berkaitan
dengan dugaan adanya penanganan kasus hukum pelayanan medis.
Komite Medik dan Komite Etik dan Hukum mempelajari dan menelaah
informasi kasus hukum pelayanan medis yang disampaikan oleh pasien,
keluarga, LSM ataupun kuasa hukum baik lisan maupun tertulis,
Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian dan perlu dilakukan pencatatan
meliputi antara lain :
1) Identitas Pasien
- Nama pasien;
- Nama orang tua pasien;
- Umur pasien;
- Jenis kelamin pasien;
- Alamat pasien;

2) Ringkasan Kejadian Kasus


- Kronologis kasus;
- Petugas yang terkait;
- Waktu terjadinya;
- Lokasi kejadian;
- Tindakan yang dilakukan;
- Rencana / penanganan selanjutnya;

3) Kondisi Fisik Pasien.


- Meninggal dunia;
- Cacat berat atau ringan;
- Luka berat atau ringan;
- Keracunan obat atau makanan;
- Patah tulang;
- Perbuatan tidak menyenangkan;
- Lain-lain.
19

4) Komplain / Tuntutan Pasien / Keluarga


- Laporan;
- Somasi;
- Tuntutan : Perdata, Pidana dan Administrasi;
- Lain-lain.

Selanjutnya Komite Etik dan Hukum melapor kepada Direktur Rumah Sakit
perihal adanya tuntutan pasien, dan atas arahan Komite Etik dan Hukum
mengundang rapat kordinasi satuan kerja terkait yaitu Komite Medik, Komite
Keperawatan, Urusan Rekam Medik dan unit kerja lain untuk ikut membahas
penanganan kasus hukum pelayanan medis dari berbagai aspek.
Rapat pembahasan kasus medis bersifat tetutup, terbatas, rahasia dan jadual
rapat pelaksanaan tersebut harus dilaporkan secara tertulis kepada Direktur
Rumah Sakit.
Saat rapat koordinasi pembahasan penanganan kasus hukum pelayanan medis,
masing-masing peserta rapat harus telah membawa bukti-bukti yang terkait
penanganan kasus tersebut.
Dalam rapat pembahasan kasus, hal-hal yang harus dibicarakan antara lain :
a. Kebenaran Identitas pasien;
b. Kebenaran peristiwa yang disampaikan pasien;
c. Aspek hukum berkaitan dengan doktrin tentang kesalahan (kesengajaan
dan kelalaian);
d. Malpraktik medis;
e. Etika kedokteran;
f. Status kepegawaian, SIP dan STR bagi dokter yang menangani;
g. Indikasi medis;
h. Persetujuan tindakan medis;
i. Catatan medis dan catatan keperawatan apakah telah dilakukan
sesuai ketentuan yang berlaku.
j. Kehati-hatian penanganan sesuai SPO;
k. Penerapan juklak dan juknis sarana dan prasarana pelayanan;
l. Tuntutan pasien.
Apabila dalam rapat pertama belum dapat diambil kesimpulan dan langkah-
langkah penanganan yang diperlukan, bahkan bila dipandang perlu untuk
diadakan pendalaman lebih lanjut, maka pembahasan kasus hukum pelayanan
medis dapat dilanjutkan pada waktu lain yang disepakati oleh seluruh peserta
rapat.
20

Setiap kali rapat pembahasan kasus, harus dibuatkan daftar hadir peserta rapat
dan risalah rapat dengan klasifikasi rahasia yang disampaikan secara terbatas
hanya pada peserta rapat dan direktur rumah sakit.

B. PEMILAHAN DAN PENDALAMAN KASUS


1. Pemilahan Kasus
Rapat koordinasi pembahasan kasus pada intinya harus membuat kesimpulan
sementara atas kasus yang terjadi, yaitu apakah kasus tersebut termasuk dalam
kategori kasus hukum, etika, administrasi atau gabungan dari ketiga-tiganya.

a. Kasus Hukum Pelayanan Medis :


1. Aspek Hukum Pidana
Hubungan antara dokter dengan pasien pada hakekatnya adalah hubungan yang
didasarkan kepada kepercayaan di mana pasien percaya akan pengobatan yang
dilakukan oleh dokter. Hubungan ini didasarkan pada prinsip
inspaningverbintenis di mana tidak ada suatu jaminan akan penyembuhan.
Apabila tidak memenuhi seperti yang diharapkan maka timbul hubungan yang
tidak baik antara dokter dan pasien yang lazim disebut sebagai kasus hukum
pelayanan medis. Karena dokter tidak pernah berjanji bertanggung jawab harus
dilihat dari berbagai aspek.
Pada hakekatnya dalam membahas suatu kasus hukum pelayanan medis dari
aspek hukum pidana terlebih dahulu harus dibuktikan adanya unsur perbuatan dan
unsur pembuat.
Suatu perbuatan dapat dijerat dengan sanksi pidana apabila perbuatan tersebut
melanggar suatu norma yang telah diatur dalam KUHP atau aturan pidana
lainnya.
Di dalam menentukan pelaku tindak pidana, perlu dicari siapa yang bersalah
sehingga terjadinya peristiwa yang menuntut suatu pertanggung jawaban pidana.
Dalam hukum pidana dikenal ada 2 jenis kesalahan :
- Dolus atau opset atau kesengajaan, yang merupakan bentuk kesalahan yang
terberat;
- Culva atau kelalaian atau kealpaan yang merupakan bentuk kesalahan yang
lebih ringan.
Adanya kewajiban dokter (tenaga kesehatan) untuk berusaha memberikan
pelayanan kepada pasien perlu dikaji sejauh mana perbuatan dokter tersebut
dibawah standar profesi yang ditentukan atau sejauh mana kemungkinan
terjadinya akibat yang tidak diinginkan. Akibat yang tidak di inginkan itu adalah
akibat dari perbuatan di bawah standar profesi yang merupakan akibat langsung
21

maupun gagalnya suatu perkiraan.


Malpraktek medis terjadi apabila ditemukannya unsur lalai yang dilakukan oleh
seorang dokter dalam tugas profesinya sehingga menimbulkan akibat yang fatal
bagi pasien dan penyebab terjadinya malpraktek medis antara lain :
- Tertinggalnya benda asing didalam tubuh pasien bukan karena disengaja
dan tidak ada hubungangannya dengan upaya penyembuhan penyakit;
- Pemeriksaan pasien tidak dilakukan secara patut, sehingga ternyata
penyakit tidak diketahui dan akhirnya pasien meninggal dunia atau tidak
melaksanakan persetujuan tindakan medik sesuai aturan yang berlaku;
- Kekeliruan menegakan diagnosa, karena tidak sesuai prosedur namun
tidak ada upaya untuk mengubah meskipun ada bukti-bukti lain;
- Kekeliruan dalam mengoperasi anggota tubuh pasien;
- Melakukan operasi dengan tidak cermat sehingga pasien meninggal atau
cacat fisik maupun mental.

2. Aspek Hukum Perdata


Hubungan hukum antara pasien dan dokter atau rumah sakit dalam pelayanan
medis disebut dengan transaksi terapeutik. Transaksi terapeutik terjadi diawali
dengan kedatangan pasien untuk memeriksakan kesehatannya kepada dokter
atau rumah sakit.
Apabila atas penjelasan dokter, pasien telah dapat mengerti dan akhirnya
menyetujui untuk dilakukan suatu tindakan guna upaya memulihkan
kesehatannya, maka terhadap persetujuan tersebut timbul hak dan kewajiban
bagi dokter atau rumah sakit dan pasien.
Apabila pasien merasa dirugikan dalam pelayanan kesehatan maka yang
bersangkutan dapat menggunakan haknya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur hak-haknya dalam hal ganti rugi
antara lain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal 58 menyebutkan :
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalamkeadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur esuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
22

Selanjutnya dalam penjelasan pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan di sebutkan bahwa yang termasuk “kerugian”
akibat pelayanan kesehatan termasuk didalamnya adalah pembocoran rahasia
kedokteran.

Pengajuan permintaan ganti rugi dapat diajukan melalui gugatan di Pengadilan


Negeri dengan dasar gugatan sebagaimana diatur Hukum Perdata dan Hukum
Acara Perdata adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diterapkannya
ketentuan penggantian kerugian karena perbuatan melawan hukum adalah :
- Harus ada perbuatan (dalam pengertian berbuat atau tidak berbuat);
- Perbuatan itu harus melanggar hukum;
- Adanya kerugian akibat perbuatan tersebut;
- Adanya hubungan yang jelas sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum
itu dengan kerugian yang diderita;
- Adanya kesalahan (kesengajaan atau kelalaian).
Selain itu didalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran Pasal 66 ayat (3) mengatur hak setiap orang untuk melaporkan
adanya tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan atau menggugat
kerugian perdata kepada Pengadilan.

3. Pelanggaran Etik
Ketika melakukan gugatan atau tuntutan atas kekecewaan pelayanan
pengobatan dan perawatan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain di rumah
sakit, pasien jarang sekali memilah-milah apakan kasus yang dialaminya
merupakan kasus hukum atau kasus etika profesi.
Membedakan suatu kasus medis kedalam katagori kasus hukum atau kasus
pelanggaran etika profesi menjadi hal penting guna menentukan pertanggung
jawaban yang harus dipikul oleh pelaku.
Sedangkan dalam pandangan etika profesi kedokteran, seorang dokter dianggap
melanggar etika profesi kedokteran bila yang bersangkutan tidak mengindahkan
etika yang berupa kewajiban-kewajiban kesusilaan dan kesopanan serta
kepatutan di dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang dokter sebagaimana
diatur dalam beberapa naskah, seperti sumpah dokter, kode etik kedokteran
Indonesia dan dokumen etik kedokteran Internasional.
Yang menentukan adanya pelanggaran etika kedokteran adalah organisasi
profesi yang tergabung dalam Komite Medik di rumah sakit dan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Sedangkan bila terjadi pelanggaran
etik tenaga kesehatan lainnya yang menentukan adalah organisasi profesi
masing-masing.
23

4. Pelanggaran Administrasi / Disiplin


Tinjauan administrasi yang berkaitan dengan kasus hukum pelayanan medis
disuatu rumah sakit biasanya menyangkut tentang :
1. Status kepegawaian dokter bersangkutan;
2. Tentang perijinan;
3. Surat izin praktek dan STR sebagai dokter;
4. Tentang registrasi;
5. Tentang akreditasi;
6. Tentang kompetensi;
7. Tentang standar pelayanan.
Dokter dirumah sakit statusnya ditentukan sebagai dokter tetap, dokter tamu,
konsulen, magang atau mahasiswa kedokteran yang sedang mengikuti
pendidikan spesialis. Untuk dokter dengan status sebagai pegawai tetap hak-hak
dan kewajiban biasanya diatur dalam peraturan perusahaan / rumah sakit bidang
sumber daya manusia. Sedangkan untuk dokter tidak tetap diatur dalam
perjanjian kerja yang didalam perjanjian tersebut dituangkan segala hak-hak dan
kewajiban serta sanksi-sanksi bila ada pelanggan terhadap perjajian, khusus
untuk dokter magang dan mahasiswa kedokteran diatur dalam nota kesepakatan
dan perjanjian kerja sama antara instansi pendidikan dan rumah sakit.
Dalam hal seorang dokter diduga telah melakukan kelalaian, maka pertama-
tama yang menjadi pertanyaan adalah, apakah dokter tersebut secara sah
memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan medis tertentu.
Kewenangan tersebut haruslah dibuktikan dengan adanya Surat Izin Praktek
(SIP) sebagai mana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Oleh sebab itu kejelasan status pegawai seorang dokter dan kelengkapan izin
praktek dokter dan persyaratan admistrasi lainnya menjadi hal penting yang
perlu diperhatikan secara seksama dalam pengkajian kasus hukum pelayanan
medis dirumah sakit.

b. Pendalaman Kasus Hukum dalam Pelayanan Medis


Pendalaman kasus hukum pelayanan medis dirumah sakit diperlukan untuk
menentukan langkah-langkah penanganan yang harus dilakukan agar kasus tersebut
dapat diselesaikan secara proporsional.
Langkah-langkah pendalaman penanganan kasus hukum pelayanan medis meliputi :
Untuk kasus hukum pelayanan medis dengan indikasi yang berkaitan dengan etika
profesi, sertifikat kompetensi, standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur
operasional, segera di komunikasikan dengan profesi terkait yang ada dilingkungan
intern rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut sesuai ketentuan kode etik
24

kedokteran.
Untuk kasus hukum pelayanan medis yang berimplikasi hukum, maka Bagian Hukum
dan Komite Medis perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Memanggil dokter dan petugas terkait yang diduga melakukan kelalaian guna
didengar keterangannya;
2. Membahas kembali bukti-bukti yang ada dan mencocokan satu sama lain atas
bukti tersebut;
3. Melakukan kajian apakah bukti-bukti yang ada memenuhi unsur-unsur
sebagaimana diatur dalam KUHP, KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran serta doktrin hukum yang berlaku dalam bidang
kesehatan;
4. Bila dianggap perlu dapat meminta pendapat ahli untuk membuat jelas hal-hal
yang berkaitan dengan kasus tersebut;
5. Menyusun laporan pendalaman kasus medis dari segi hukum yang meliputi :
- Kronologis kejadian;
- Pihak-pihak yang terkait dalam penanganan pasien (dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya);
- Bukti-bukti tertulis;
- Keterangan-keterangan saksi;
- Kesimpulan dan saran.

C. PENGAMANAN BUKTI DAN INFORMASI


Setiap ada dugaan kasus medis semua dokumen yang terkait segera diamankan dan
tidak boleh ditambah atau dikurangi dan diproses melalui pengklasifikasian,
kodifikasi, dan penyimpanan bersifat rahasia dilakukan oleh Direktur.
Sedang pemberian informasi yang berkaitan dengan penanganan kasus hukum
pelayanan medis hanya boleh diberikan oleh Direktur dan atau pejabat yang ditunjuk.
Batas waktu penyimpanan dokumen ditetapkan Direktur sampai dengan kasus
dianggap selesai, dan selanjutnya dokumen yang berkaitan dengan rekam medis
diserahkan ke Urusan Rekam Medis sedangkan dokumen lainnya yang berkaitan
dengan masalah hukum disimpan di Bagian Hukum.

1. Penataan Dokumen
Seluruh kegiatan tentang proses penanganan kasus hukum pelayanan medis harus
dilakukan pencatatan secara tertib, teratur dan didokumentasikan dengan aman
dan baik, hal ini dimaksudkan agar disamping sebagai alat bukti atas kasus yang
ditangani juga bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan .
25

Sebaiknya setiap dokumen yang berkaitan dengan penanganan kasus hukum


pelayanan medis dibuatkan pengklasifikasian sebagai berikut:

Informasi penanganan kasus hukum pelayanan medis yang bersumber dari :


 Mass Media Celak dan ektronik.............................. vide MM
 Kotak Saran............................................................. vide KS
 Pengaduan Lisan pasien........................................... vide PL
 Pengaduan Kuasa Hukum/LSM.............................. vide KH
 Notulen-notulen rapat pembahasan kasus............... vide NT
 Rekam Medik.......................................................... vide MR
 Catatan Keperawatan.............................................. vide CK
 Pertsetujuan Tindakan Medik................................. vide IC
 Persetujuan Tindakan Operasi................................ vide TO
 Dokumen keuangan................................................ vide KU
 Dokumen resep alat kesehatan............................... vide RA
 Dokemen resep obat............................................... vide RO
 Dokumen Hasil Rontgen........................................ vide RD
 Dokumen Laboratorium......................................... vide LB
 Dokumen USG....................................................... vide USG
 Dokumen CT.Scan................................................. vide CT.S

2. Penyimpanan
Semua dokumen yang terkait dalam proses penyelesaian menjadi tanggung jawab
Direktur Rumah Sakit sedang untuk penyimpanan dan pengamanan dokumen
Direktur mendelegasikan kepada Komite Etik dan Hukum.

3. Pengungkapan Isi Dokumen


Pengungkapan hanya dapat dilakukan oleh Direktur atau Pejabat yang terkait sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengungkapan isi dokumen sesuai peraturan perundang-undangan hanya dapat
dilakukan atas izin pasien atau atas perintah Pengadilan demi kepentingan hukum.
26
27

Prosedur Penyelesaian Kasus Etik


28

Prosedur Penyelesaian Kasus


Melalui Peradilan Perdata
29

Prosedur Penyelesaian Kasus


Melalui Peradilan Pidana
30

FORMULIR LAPORAN KASUS

1. Judul Kasus / Heading

Kepada : Direktur Rumah Sakit Dewi Sri


Dari : Komite Etik dan Hukum
Perihal :
Nama pasien :
Keluarga :
Alamat :
Tanggal :

2. Kasus Posisi

3. Masalah Hukum

4. Ringkasan Jawaban

5. Audit Hukum

6. Pendapat hukum / Legal opinion

7. Kesimpulan dan Rekomendasi


a. Kesimpulan
b. Rekomendasi

Anda mungkin juga menyukai