Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

EMOSI,STRESS,DAN ADAPTASI

Disusun oleh :

KELOMPOK 9

Rizkika Arpiandina(152111055)

Rifsty Bernanda Kimang(152111037)

Witha Senatita Gurindam(152111050)

Dosen Pembimbing :

Ernawati,S.Psi.,M.Si

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
TANJUNGPINANG
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kerja dalam Keperawatan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk
sumber daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk watak dan jiwa sosial,
berbudaya, berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan pengetahuan yang luas dan
menguasai teknologi. Makalah ini dibuat oleh penulis untuk membantu memahami materi
tersebut. Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan
belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian yang telah
direncanakan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalahini. Oleh karena
itu,segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang dada sebagai
wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masih belajar. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Tanjungpinang, 23 Agustus 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang………………………………………………………………..
Rumusan Masalah……………...……………………………………………...
Tujuan Penulisan………………………………………………………………
BAB II lANDASAN TEORI
2.1 Teori Emosi..................................................................................................
2.2 Teori Setress……………………………………………………………….
2.3 Teori Adaptasi……………………………………………………………..

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Emosi
3.1.1 Pengertian Emosi…………………………………………………..
3.2.2 Bentuk Reaksi Emosi………………………………………………
3.3.3 Perkembangan Reaksi Emosi………………………………………
3.2 Sterss
3.2.1 Pengertian Stress……………………………………………………
3.2.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Stress……………………
3.2.3 Respon Terhadap Stress…………………………………………….
3.3 Adaptasi
3.3.1 Pengertian Adaptsi…………………………………………………..
3.3.2 Macam-macam Adaptasi…………………………………………….
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………….

4.2. Saran……………………………………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
 

1.1. Latar Belakang

Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir


dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada konsekuensi
di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-
ubah. Manusia sebagaimana ia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil interaksi
antara jasmani,rohani, dan lingkungan. ketiga unsur tersebut saling mempertimbangkan
ketiganya sebagai suatu keseluruhan (holistic) sehingga manusia disebut makhluk somato-
psiko-sosial.
Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda walaupun
menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi biasanya disifatkan sebagai keadaan
dari diri individu pada suatu saat, misalnya orang merasa terharu melihat banyaknya warga
masyarakat yang tertimpa musibah kebanjiran (Drs. Sunaryo, M.Kes, 2004 :149).
Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress. Penyesuaiannya
yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi pada pembelaan ego
disebut mekanisme perthanan diri. Pemahaman tentang stress dan akibatnya penting bagi
upaya pengobatan maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering
dihubungkan dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan
sumber gangguan stress lainnya. Perlu diperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress
berbeda. hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan
gangguan jiwa.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan emosi?
1.2.2 Apa saja bentuk-bentuk dari reaksi emosi?
1.2.3 Bagaimana perkembangan reaksi emosi?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan stress?
1.2.5 Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stress?
1.2.6 Bagaimana respons terhadap stress?
1.2.7 Apa yang dimaksud dengan adaptasi?
1.2.8 Apa saja macam- macam adaptasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui konsep emosi, stress, dan adaptasi.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi.
2. Mahasiswa dapat mengethui dan memahami pengertian emosi, stress dan
adaptasi.
3. Agar mahasiswa mengetahui bentuk-bentuk dari reaksi emosi.
4. Agar mahasiswa dapat memahami proses perkembangan reaksi emosi.
5. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan
stress dapat terjadi.
6. Agar mahasiswa mengetahui respons terhadap stress.
7. Agar mahasiswa mengetahui dan macam-macam adaptasi.

BAB II
LANDASAN TEEORI

2.1 Teori Emosi


Lebih lanjut Kartini Kartono (1990:90) mengungkapkan beberapa teori tentang
perasaan yang dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu:
1. Teori Skolastik, yaitu menganggap bahwa perasaan itu sebaga bagian dari stadium
awal dari keinginan atau sebagai satu bentuk keinginan, namun menumbuhkan
keinginan.
2. Teori Biologis, yaitu melihat perasaan sebagai onderdil pengikat antara pengamatan
dan perbuatan. Perasaan itu memberikan nilai kepada pengamatan yaitu merupakan
gaya gerak untuk perbuatan reaktif. Dalam hal ini perasaan-perasaan itu bersifat
teleologis yaitu terarah pada satu tujuan.
3. Teori Intelektuilitis, yaitu bahwa perasaan merupakan perihal tanggapan. Disebabkan
oleh sifatnya yang sangat dinamis, tanggapan-tanggapan yang jelas dan terasosiasi
satu sama lain akan memperlancar berlangsungnya perasaan.
4. Teori Voluntaritis, yaitu yang primer bukannya pengenalan, akan tetapi perasaan dan
kemauaan. Awal dari kemauan itulah yang disebut dengan perasaan.
5. Teori Sensualistis dan Teori Fisiologis, yaitu anggapan bawa gejala-gejala fisik dan
jasmaniah yang muncul sewaktu kita mendapatkan kesan kesan tertentu misalnya
berupa perubahan pernafasan, kontraksi otot dan lain-lain adlah penyebab dari emosi
emosi tersebut.

2.2 Teori Stress


1. General Adaptation Syndrome Dikemukakan oleh Hans Selye(1982).`
Menurut teori ini, stress adalah reaksi pertahanan tubuh secara keseluruhan terhadap
sumber-sumber peyebab stress / stressor, terbagi atas 3 proses : (1) The inital alarm
reaction; tubuh beraksi terhadap tantangan / ancaman dari luar, (2) Resistance Stage;
suhu tubuh normal, tetapi adrenalin tetap dikeluarkan (bertahan, beradaptasi) sehingga
kondisi fisiologis tetap terjaga, (3) Exhaustion Stage; masa kelelahan, bila terus
berlangsung akan mengakibatkan kematian.
2. The Stress Life Events Model dikemukakan oleh Holmes dan rahe (1967),Holmes
dan Matsubi (1972).
Mereka setuju dengan pendapat Selye bahwa kejadian khusus dalam kehidupan dapat
memberikan secara fisik. Penelitian mereka bertujuan untuk mengidentifikasikan kejadian-kejdian
khusus dalam kehidupan yang menjadi penyebab dari stress. Menurut teori ini, stress muncul
sewaktu-waktu berdasarkan atas kejadian yang dialami individu dimana kejadian itu menimbulkan
perilaku coping dan respon adaptif. Mereka menyusun Social Readjustment Rating Scale, yang
berisikan kejadian-kejadian dalam kehidupan yang dikorelasikan dengan gejala-gejala gangguan
penyakit.

2.3 Teori Adaptasi

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy(1969). Konsep
ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti diuraikan dibawah ini. Asumsi
dasar model adaptasi Roy adalah :
1. Manusia adalah keseluruhan dari biospikologi dan sosial yang terus menerus berinteraksi
dengan lingkungan .
2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan bio-
psiko-sosial.
3. Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batasan kemampuan untuk
beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik
positif maupun negatif.
4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Jika seorang
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk
menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif.
5. Sehat dan sakit adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.

Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan


keperawatan adalah individu ,keluarg, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai
“Holistic Adaptif System” dalam hal segala aspek yang merupakan satu kesatuan.

System adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan
untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya.
System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik (Roy, 1991), dengan
penjelasan sebagai berikut :

1. input

Roy mengidentifikasikan bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi,


bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi
dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

● Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang,


efeknya segera, misalnya infeksi.
● Stimulus kontekstual yaitu stimulus lain yang dialami seseorang, yang
mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat
menimbulkan respon negaatif pada stiulus fokal seperti anemia,isolasi sosial.
● Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relavan dengan
situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayaan, sikap,
sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu. hal ini memberi
proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada
yang toleransi tetapi ada yan tidak.
2. Kontrol
Proses kotrol seorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di
gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

a. Subsitem regulator

Subsistem regulator mempunyai komponen komponen : input-proses dan output.


Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah
kimia, neural dan endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem
dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator susbsistem.

b. Subsistem kognator

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output
dari regulator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak
dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat.
Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight
(pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
adalah proses internal yang pertahanan untuk mencari keringanan, memperguna-kan
penilaian dan kasih sayang.

3.Output

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat di amati, diukur atau
secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar. Perilaku
ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkatogarikan output sistem
sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang dapat
meningkatkan integritas seseoranng yang secara keseluruhan dapat terlihat bila
seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenan dengan kelangsungan
hidup, perkembangan, reproduksi dan keuunggulan, Sedangkan respon yang mal-
adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.

Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses


kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan
atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan
terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang laim dapat di pelajari
seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan
konsep ilmu keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator
dan Kognatur dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.
Dalam memahami konsep model ini, Callista Roy mengemukakan konsep
keperawatan dengan model adaptasi yang memiliki beberapa pandangan atau
keyakinan serta nilai yang dimilikinya diantaranya:

a. Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu


berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Untuk mencapai suatu homoestis atau teriintegrasi, seeorang harus
beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.

4.System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:

● Pertama, fungsi fisilogis,, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisilogis diantarannya
oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera cairan dan
elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin.
● Kedua, konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal pola pola
interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain.
● Ketiga, fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan orang lain.
● Keempat, interdependent merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan
bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang
dilakukan melalui hubungan secera interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.

5. Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu melaksanakan
tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini
memiliki tujuan menimgkatkan respon adaptasi

Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai
dengan model Roy, tujuan dan keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama
sehat dan sakit (Marriner-Tomerry,1994). Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak
dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal.

seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut :

1. Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar


2. Pengembangan konsep diri positif
3. Penampilan peran social
4. Pencapain keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan perawat melakukan
kebutuhan menentukan kebutuhan di atas menyebabkn timbulnya masalah bagi klien dan
mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan
diberikan dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Emosi

3.1.1 Pengertian Emosi

Emosi adalah keadaan atau peristiwa kejiwaan yang dirasakan atau dimulai dengan :
senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, setuju atau tidak setuju, dan
sebagainya. Menerut Daniel Golemen, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran
khasnya. Suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkain kecenderungan untuk bertindak.
Hathersall (1985) merumuskan pengertian emosi sebagai suatu psikologis yang merupakan
pengalaman subyektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Misalnya seorang remaja yang
sedang marah memperlihatkan muka merah, wajah seram, dan postur tubuh menegang, bertingkah
laku menendang atau menyerang, serta jantung berdenyut cepat.

Oleh sebab itu,emosi bersifat subyektif ketimbang objektif. Suatu hal, benda atau peristiwa
bagi seseorang itu baik atau menyenangkan , tetapi bagi orang hal ini hal yang sama di niliai tidak
menyenangkan atau tidak baik. Oleh sebab itu, unsur unsur perasaan atau emosi mempunyai ciri ciri
antara lain sebagai berikut :

a. Bersifat subjektif
b. Bersangkut paut dengan persepsi terhadap objek atau fenomena yang diamati atau
dikenal
c. Perasaan senang atau tidak senang, baik atau tidak baik, suka atau tidak suka,setuju
atau tidak setuju, dan sebagainya mempunyai tingkatan yang berbeda. Dua orang
menilai satu objek, sama-sama baik, atau sama-sama tidak baik, tetapi penilaian baik
atau penilaian tidak baik tersebut tidak sama (bertingkat), mulai dengan baik sampai
dengan sangat baik sekali.

3.1.2 Bentuk Reaksi Emosi

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan
salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku
dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat menganggu perilaku internsional manusia.
(Prawitasari,1995)

Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Eknam dan Friesen (Carson,1987)
aadannya tiga rules, yaitu :

1. Masking ; yaitu keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau menutupi emosi yang
dialaminnya.
2. Modulation ; yaitu orang yang tidak dapat merredam secara tuntas mengenai gejala
kejasmaniannya, tetapi hanya dapat mengurangi saja.
3. Simulation ; yaitu orang yang tidak mengalami sesuatu emosi, tetapi seolah-olah mengakami
emosi dengan menampakkan gejala kejasmaniannya.

Seperti telah disebutkan bahwa perasaan atau emosi adalah merupakan penilain seseorang
terhadap stimulus atau kondisi dan situasi di luar dirinya. Hasil penelitian, emosi atau perasaan
tersebut terwujud dalam berbagi bentuk manifestasi, yang biasanya disebut reaksi perasaan atau
emosional. Reaksi-reaksi perasaan ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :

a. Terkejut ; adalah reaksi yang tiba-tiba dan biasanya terjadi jika stimulus dari luar
tersebut secra tiba-tiba tanpa disadari.
b. Sedih ; terjadinya rasa negatif, yakni apabila adanya kekosongan jiwa akibat suatu
peristiwa atau kejadian yang tidak mmengenakkan. Sedih terjadinya akibat ‘trauma’
psikologis.
c. Gembira ; terjadi karena rasa positif, yakni adanya peristiwa atau kejadian yang
menyenangkan terkait dirinya.
d. Takut ; terjadi atau timbul karena merasa lemah, tidak berdaya dalam menghadapi
kondisi, situasi, atau peristiwa diuluar dirinya. Takut adalah perasaan
ketidakmampuan dirinya dalam menghadaapi tantangan atau ancaman dari luar.
e. Giris ; adalah rasa takut yang sangat berat dan berlebihan.
f. Gelisah ; rasa takut tetapi dalam tingkat yang masih ringan.
g. Khawatir; adalah teerjadinya perasaan kurang berdaya atau adanya terancam terhadap
kondisi atau situasi diluar dirinya.
h. Marah ; adalah suatu bentuk reaksi terhadap rintangan atau kemungkinan kegagalan
yang dialami. Marah juga merupakan bentuk perlawanan terhadap eksitensi dirinya.
i. Heran ; adalah reaksi atau respons terhadap objek yang belum dipahami, atau respons
terhadap kejadian diluar dirinya yang tidak seperti biasanya, atau lain dari pada yang
lain.
3.1.3 Perkembangan Reaksi Emosi Emosi atau perasaan mempunyai pengaruh terhadap
berbagai hal, dan selanjutnya pengaruh ini akan sampai pada kesehatan seseorang. Secara
garis besar pengaruh emosi atau perasaan ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

a. Pengaruh terhadap perilaku Emosi seseorang akan mempengaruhi pikiran dan


daya nalar orang yang bersangkutan. Orang yang emosionalnya tinggi akan
menyebabkan hilangnya daya nalar atau logika berpikirnya seseorang. Dengan
perkataan lain intensitas emosional yang tinggi, misalnya marah maka
rasionalnya atau jalan pikiran yang logis akan ditinggalkan. Sebagai
manifestasi tidak berfungsinya logika berpikir, maka cara pengambilan
keputusannya pun diluar logika yang benar. Maka dari itu dalam mengambil
keputusan apa pun, jangan dilakukan pada waktu intensitas perasaan atau
emosi yang tinggi. Sebaliknya dalam pengambilan keputusan dalam hidup kita
harus dilakukan dalam kondisi emosi atau perasaan kita yang kondusif,
misalnya dalam keadaan senang atau gembira.

Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa emosi atau perasaan itu
mengendalikan tindakan atau perilaku manusia. Agar perlikau manusia itu
terkendali, maka perasaan atau emosi juga harus dikendalikan. Apa yang
mengendalikan emosi supaya menghasilkan perilaku yang

terkendali, jawabannya adalah “pikiran” atau daya nalar. Maka dapat

dikatakan bahwa perasaan harus selalu dikontrol dengan pikiran.

b. Pengaruh terhadap jasmani dan fungsi tubuh Emosi dapat mempengaruhi


keluarnya kelenjar-kelenjar pencerna-an, sistem sirkulasi darah, dan hormon
yang selanjutnya dapat meng-ganggu metabolisme dalam tubuh. Dengan
terjadinya ketidaknormalan metabolisme ini, tentu akan terjadi gangguan
fungsi tubuh, antara lain meningkatnya tekanan darah, terjadi gangguan
pencernaan, berkurangnya daya konsentrasi sehingga berakibat kesalahan-
kesalahan bertutur kata, kesalahan bertindak, dan sebagainya.
Dibawah ini adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku remaja di
antaranya sebagai berikut:

a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah
dicapai.

b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai
puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi)

. c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami


ketegangan emosi dan dapat juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap
dalam berbicara.

d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.

e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan
mempengarui sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.

Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasmani) remaja


antara lain:

a. Peredaran darah : bertambah cepat apabila marah.

b. Denyut jantung : bertambah cepat apabila terkejut.

c. Pernapasan : bernapas panjang apabila kecewa.

d. Pupil mata : membesar apabila marah. e. Liur : mengering apabila takut atau
tegang.

f. Bulu roma : berdiri apabila takut.

g. Pencernaan : mencret-mencret apabila tegang.

h. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar.

i. Komposisi darah : komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang
menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.

g. Pencernaan : mencret-mencret apabila tegang.


h. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar.

i. Komposisi darah : komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang
menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.

3.2 Stress

3.2.1 Pengertian Stress

Stress menurut Hans Selye tahun 1950 merupakan respons tubuh yang bersifat
tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang
tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan merespons
dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami
stress, begitu juga sebaliknya.

Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri/jiwa dan realitas kehidupan setiap hari
yang tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian, sering dianggap
sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cidera, sakit
atau kematian orang yang dicintai, bahkan putus cinta. Perubahan positif juga dapat
menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, dan jatuh cinta.

3.2.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Stress

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun


stress dapat di akibatkan oleh hanya satu stressor, biasanya karyawan mengalami stress
karena kombinasi stressors. Menurut Robbins (2001: 565-567) ada tiga sumber utama yang
dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu:

1. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan


pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap
karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat
menimbulkanstress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi.
Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal
tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat
terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru
terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalaman yang
tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan
cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang
digunakannya.

2. Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan


stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan
organizational leadership. Pengertian dari masing-masing faktor organisasi
tersebut adalah sebagai berikut.

a. Role Demands

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk
memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu
organisasi tersebut.

b. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam


organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan
satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi
yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi
terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat
perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan
karyawan lainnya.

c. Organizational Structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan


tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat
keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja
seorang karyawan dalam organisasi.

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan


dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan
group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin
yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang
secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta
karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan
pada hal pekerjaan saja.

Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam


mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu
sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau
masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam
mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-
permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya
dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi
penting (Robbins,2001:563).

3. Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari
dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari
keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan
menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat
tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah
ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat
menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta
dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik
pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan
stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang
tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap
pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

3.2.3 Respon Terhadap Stress

Respons stress melibatkan semua fungsi tubuh, sehingga terlampau

besarnya stres yang menghabiskan sumber-sumber adaptif kita dapat


menyebabkan kelelahan, beragam masalah kesehatan, dan bahkan akibat yang fatal.

1. . Respon Fisik yaitu warna rambut yang semula hitam


pekat, lambat laun mengalami perubahan warna
menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut
memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula
dengan kerontokan rambut.
2. Mata yaitu ketajaman mata seringkali terganggu
misalnya kalau membaca tidak jelas karena kabur. Hal
ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami
kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi
fokus lensa mata.
3. Telinga yaitu Pendengaran seringkali terganggu dengan
suara berdenging (tinitus).
4. Ekspresi wajah, wajah seseorang yang stres nampak
tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak
santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan
5. Mulut, mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang
sering minum. Selain daripada itu pada tenggorokan
seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal
ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan
mengalami spasme (muscle cramps)sehingga serasa
“tercekik”.
6. Kulit, pada orang yang mengalami stress reaksi kulit
bermacam-macam; pada kulit dari sebagian tubuh
terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan.
Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit
menjadi lebih kering. Selain daripada itu perubahan
kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti
munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan
pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne)
berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah tapak
tangan dan kaki berkeringat (basah).
7. Sistem Pernafasan, yaitu pernafasan seseorang yang
sedang mengalami stress dapat terganggu, misalnya
nafas terasa berat dan sesak. Nafas terasa sesak dan
berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antar
tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang
elastis sebagaimana biasanya. Stress juga dapat
memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale)
disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas
paruparu juga mengalami spasme.
8. Sistem Kardiovaskuler yaitu sistem jantung dan
pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu
faalnya karena stress. Misalnya, jantung berdebar-debar,
pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit
(constriction) sehingga yang bersangkutan nampak
mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi
(perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau
kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan
kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh
tubuh terasa“panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa
“dingin”.
9. Sistem Pencernaan, yaitu orang yang mengalami stress
seringkali mengalami gangguan pada sistem
pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa
kembung, mual dan pedih; hal ini disebabkan karena
asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam
istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah
awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain
gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat
terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan
merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau
sebaliknya sering diare.
10. Sistem Perkemihan, orang yang sedang menderita stress
faal perkemihan (airseni) dapat juga terganggu. Yang
sering dikeluhkan orang adalah frekuensi hilangkan
pesan penilaian pengguna tingkatkan pengalaman anda
nilai akan membantu kami untuk menyarankan
dokumen terkait yang lebih baik kepada semua
pembaca kami 83% menganggap dokumen ini
bermanfaat, tandai dokumen ini sebagai bermanfaat-
bermanfaat 17% menganggap dokumen ini tidak
bermanfaat, tandai dokumen ini sebagai tidak
bermanfaat tidak bermanfaat untuk buang air kecil lebih
sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita
kencing manis (diabetes mellitus)
11. Sistem Otot dan tulang, stress dapat pula menjelma
dalam bentuk keluhan-keluhan pada otott dan tulang
(musculoskeletal) yang bersangkutan sering mengeluh
otot terasa sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal, dan
tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang
persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu
atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya.
12. Sistem Endokrin, gangguan pada sistem endokrin
(hormonal) pada mereka yang mengalami stres adalah
kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini
berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan
menderita penyakit kencing manis (diabetes
mellitus)gangguan hormonal lain misalnya pada wanita
adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa
sakit (dysmenorrhoe).

b. Respon Psikologis

Faktor-faktor Psikologis dapat mempengaruhi fungsi fisik, faktor-faktor fisik juga dapat
mempengaruhi fungsi mental. Gangguan fisik yang diyakini disebabkan atau dipengaruhi
faktor psikologis pada masa lalu yang disebut psikosomatis (psychosomatic) atau
psikofisiologis.

● Daya pikir

Pada orang seseorang yang mengalami stres, kemampuan bepikir dan mengingat serta
konsentrasi menurun. Orang menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala
pusing.

3.3 Adaptasi

3.3.1 Pengertian Psikologis


Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam
berespons terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan
sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga, maupun komunitas terhadap stress.
Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping
dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976 ;
Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).

Adaptasi adalah suatu perubahan yang menyertai individu dalam berespons terhadap
perubahan yang ada di lingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara
fisiologis maupun psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif.

3.3.2 Macam-macam Adaptasi

a. Adaptasi Fisiologis, adaptasi fisiologis merupakan proses penyesuaian tubuh secara


alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dan berbagai
faktor yang menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang
contohnya masuknya kuman penyakit, maka secara fisiologis tubuh berusaha untuk
mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau sudah masuk dalam tubuh.
Adaptasi secara fisiologis dapat dibagi menjadi dua yaitu : apabila kejadiannya atau
proses adaptasi bersifat lokal, maka itu disebut dengan LAS (Local Adaptation
Syndroma) seperti ketika daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka di daerah kulit
tersebut akan terjadi kemerahan, bengkak, nyeri, panas dan lain-lain yang sifatnya
lokal atau pada daerah sekitar yang terkena. Akan tetapi apabila reaksi lokal tidak
dapat diatasi dapat menyebabkan gangguan secara sistemik tubuh akan melakukan
proses penyesuaian seperti panas seluruh tubuh, berkeringat dan lain-lain, keadaan ini
disebut sebagai GAS (General Adaption Syndroma).
b. Adaptasi Psikologis, adaptasi psikologis merupakan proses penyesuaian secara
psikologis akibat stresor yang ada, dengan memberikan mekanisme pertahanan dari
dengan harapan dapat melindungi atau bertahan diri dari serangan atau hal-hal yang
tidak menyenangkan. Dalam adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk
mempertahankan diri dari berbagai stresor yaitu dengan cara melakukan koping atau
penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented) yang di kenal dengan
problem solving strategi dan ego oriented atau mekanisme pertahanan diri.
c. Adaptasi Sosial Budaya, adaptasi sosial budaya merupakan cara untuk mengadakan
perubahan dengan melakukan proses penyesuaian peril aku yang sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat, berkumpul dalam masyarakat dalam kegiatan
kemasyarakatan.
d. Adaptasi Spiritual Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku
yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama
yang dianutnya. Apabila mengalami stres, maka seseorang akan giat melakukan
ibadah, seperti rajin melakukan ibadah.

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan, bahwa emosi adalah keadaan atau
persitiwa kejiwaan yang dirasakan atau dinilai dengan : senang atau tidak senang, setuju atau
tidak setuju, suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, dan sebagainya. Emosi berkaitan
dengan perubahan fisiologi dan berbagai pikiran. Stress adalah suatu ketidakseimbangan
diri/jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari perubahan yang
memerlukan penyesuaian, sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang
dapat menimbulkan stress, seperti cidera, sakit atau kematian orang yang dicintai, bahkan
putus cinta. Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam
berespons terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan
sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga, maupun komunitas terhadap stress.

3.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis untuk perbaikan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya
.DAFTAR PUSTAKA

Soekidjo Notoatmodjo.Ilmu Perilaku Kesehatan Jakarta : Rineka Cipta. 2010. Asmadi ;


editor, Eka Anisa Mardella. Konsep Dasar Keperawatan Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta, 2008.

Suara, M., Dalami, R., Rochimah, Raenah, E., Rusmiyati. Konsep Dasar Keperawatan

TIM. Jakarta, 2010

. Hidayat, A. Aziz Alimul. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi Pertama-Salemba


Medika.Jakarta2004 https://mahardikapertiwi.wordpress.com/2014/03/29/makalah-strees-
dan-adaptasi/ https://rizkarahfi.wordpress.com/2014/03/18/psikologi-stress-dan-adaptasi/
T Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini adalah
bagaimana upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat dan bagaimana upaya
pencegahan dan meminimalkan resiko dan harzard pada tahap pengkajian, perencanaan,
implementasi dan implementasi asuhan keperawatan.

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum
Berdasarkan uraian diatas, diharapkan kita mampu mengetahui bagaimana upaya
pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat dan bagaimana upaya pencegahan dan
meminimalkan resiko dan harzard pada tahap pengkajian, perencanaan, implementasi dan
implementasi asuhan keperawatan.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tentang penyakit akibat kerja.
2. Untuk mengetahui sikap pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Untuk mengetahui kebutuhan pencegahan penyakit akibat kerja.
4. Untuk mengetahui tindakan pencegahan penyakit akibat kerja.
5. Untuk mengetahui factor hazard dan resiko di tempat kerja.
6. Untuk mengetahui cara mengendalikan Hazard.
7. Untuk mengetahui Resiko yang bisa terjadi akibat adanya Hazard.
8. Untuk mengetahui peran perawat dalam K3.
9. Untuk mengetahui upaya pencegah dan meminimalkan risiko dan hazard
pada tahap implementasi asuhan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat


2.1.1 Pengetahuan Pekerja tentang Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Definisi PAK berdasarkan pandangan informan merupakan penyakit yang
berkaitan dengan segi pekerjaan, berkembang, punya efek ke belakang hari, ada
paparan tidak langsung yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, dan bisa disebabkan
oleh kesalahan diri sendiri atau ceroboh. Penyakit-penyakit yang dikaitkan dengan PAK
oleh para informan diantaranya adalah penyakit akibat kebisingan, tidak pakai masker,
getaran dan lingkungan, malaria, pernafasan, dan kecelakaan kerja.

2.1.2. Sikap Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Peran serta para pekerja dalam mencegah PAK merupakan komponen sikap. Para
informan sudah mempunyai pengetahuan langkah-langkah mencegah PAK, walaupun
masih saja ada yang tidak patuh terhadap prosedur pencegahan PAK di lokasi kerja.
Menurut pengetahuan para informan langkah terbanyak yang harus dilakukan adalah
mengikuti prosedur safety, diikuti jangan ada kelalaian, ada niat dari diri sendiri, dan
adanya pola hidup sehat.

2.1.3. Kebutuhan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Kebutuhan yang diperlukan untuk mencegah PAK adalah meningkatkan perilaku
hidup bersih dan mematuhi pencegahan PAK. Berdasarkan informasi informan maka
kebutuhan yang diperlukan untuk mencegah PAK di lokasi kerja pada umumnya adalah
perilaku hidup sehat Perilaku pekerja dalam melaksanakan pencegahan PAK masih
harus diperbaiki. Hasil analisis menunjukkan kelalaian, kecerobohan atau kurang sadar,
pengabaian atau tidak patuh terhadap safety dari individu (informan), ditemukannya
pimpinan yang kurang perhatian, ketidakpuasan pelayanan petugas kesehatan, dan
keterlambatan laporan sakit dari para pekerja merupakan hal yang harus diperbaiki
untuk meningkatkan kesehatan kerja yang mendukung pencegahan PAK. Kebijakan
kesehatan kerja adalah hal penting yang harus ada untuk menjadi pedoman yang diikuti
oleh para pekerja. Adanya kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dapat
mengurangi ketimpangan kesehatan kerja. Kemudian, pelaksanaan dari kebijakan
kesehatan tersebut adalah langkah penting berikutnya yang harus dijalankan.
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis pekerjaan
selalu dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari pekerjaan
Liza Salawati, Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan berisiko rendah hingga berisiko
tinggi. Disamping itu pemahaman dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
masih kurang di perhatikan oleh pekerja formal maupun informal. Pada hal faktor K3
sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi tanggung jawab
bersama, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan dan pekerja agar
terhindar dari Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan upaya perlindungan tenaga kerja
dari bahaya, penyakit dan kecelakaan akibat kerja maupun lingkungan kerja. Penegakan
diagnosis spesifik dan sistem pelaporan penyakit akibat kerja penting dilakukan agar
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

2.1.4. Tindakan pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Menurut Tietjen dkk (2004), Sebagian besar infeksi ini dapat dicegah dengan
strategi yang telah tersedia secara relatif murah, yaitu :
1. Mentaati praktek pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan dan
kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan,
2. Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk
dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan
sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi; dan
3. Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area beresiko tinggi lainnya
dimana kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan paparan pada agen penyebab
infeksi sering terjadi. Tidak semua infeksi nosokomial dapat dicegah. Contohnya,
beberapa merupakan pengaruh bertambahnya usia, penyakit kronis seperti
diabetes yang tidak terkontrol, penyakit ginjal berat, kekurangan gizi berat,
perawatan dengan obat-obatan tertentu (separti antimikrobia, kortikosteroid, dan
agen-agen lain yang dapat menurunkan imunisasi), bertambahnya dampak AIDS
(misalnya, infeksi oportunistik) dan radiasi. Tietjen dkk (2004).

a. Alat Pelindung Diri (APD)


Alat pelindung diri merupakan peralatan yang digunakan tenaga
kesehatan untuk melindungi diri dan mencegah infeksi nosokomial. Tujuan
penggunaan APD untuk melindungi kulit dan selaput lendir tenaga
kesehatan dari pajanan semua cairan tubuh dari kontak langsung dengan
pasien (Depkes, 2003) APD perawat ketika praktek terdiri dari sarung
tangan, alat pelindung wajah, penutup kepala, gaun pelindung atau apron,
alas kaki atau sepatu (potter & perry, 2005).
1. Sarung tangan
Pemakaian sarung tangan merupakan bagian penting dari
standar precaution bagi perawat yang sering berinteraksi dengan
pasien maupun alat-alat yang terkontaminasi. Sarung tangan dapat
membantu perawat untuk melindungin tangan dari kontak dengan
darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput
lendir pasien dan benda yang terkontaminasi (Depkes RI, 2003). Hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan (Depkes
RI, 2003) :
✔ Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
menggunakan sarung tangan,
✔ Mengganti sarung tangan jika berganti pasien atau sobek,
✔ Mengganti sarung tangan segera setelah melakukan
tindakan,
✔ Menggunakan sarung tangan saat menggunakan alat
nonkontaminasi,
✔ Menggunakan satu sarung tangan untuk satu prosedur
tindakan,
✔ Menghindari kontak dengan benda-benda selain dalam
tindakan,
✔ Menghindari penggunaan atau mendaur ulang kembali
sarung tangan sekali pakai.
2. Alat pelindung wajah
Alat pelindung wajah merupakan peralatan wajib perawat untuk
menjaga keamanan dirinya dalam menjalankan asuhan keperawatan.
Alat pelindung diri wajah dapat melindungi selaput lendir dibagian
mulut, hidung dan mata perawat terhadap resiko percikan darah
maupun cairan tubuh manusia. Alat pelindung wajah terdiri dari
masker dan kacamata pelindung (Depkes,2003). Kedua jenis alat
pelindung diri tersebut dapat digunakan terpisah maupun bersamaan
sesuai dengan jenis tindakan.
Masker bagian alat pelindung muka khususnya untuk
melindungi mulut dan hidung perawat ketika berinteraksi dengan
pasien. Masker dianjurkan untuk selalu digunakan perawat ketika
melakukan tindakan dengan semua pasien khususnya pasien TB.
(Depkes, 2003). Hal ini diharapkan mampu melindungi perawat
terhadap penularan melalui udara. Secara umum masker dibagi
menjadi dua jenis yaitu masker standar dan masker khusus.Beberapa
hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan masker ( WHO,
2004):
✔ Memasang masker sebelum memasang sarung tangan,
✔ Tidak dianjurkan menyentuh masker ketika
menggunakannya,
✔ Mengganti masker ketika kotor dan lembab,
✔ Melepas masker dilakukan setelah melepas sarung tangan
dan cuci tangan,
✔ Tidak membiarkan masker menggantung dileher,
✔ Segera melepaskan masker dilakukan jika tidak
digunakan
✔ Tidak dianjurkan menggunakan kembali masker sekali
pakai.
3. Penutup kepala
Penutup kepala sebagai bagian dari standard Precaution
memilikin fungsi dua arah. Fungsi pertama, penutup kepala
membantu mencegah terjadinya percikan darah maupun cairan pasien
pada rambut perawat. Selain itu, penutup kepala dapat mencegah
jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut maupun kulit kepala ke
area steril (Depkes, 2003). Kedua fungsi tersebut sangat penting
untuk diperhatikan oleh perawat.
4. Gaun pelindung
Gaun pelindung atau baju kerja atau celemek dapat memberikan
manfaat bagi perawat untuk melindungi kulit dan pakaian dari
kontaminasi cairan tubuh pasien. Gaun pelindung wajib digunakan
ketika melakukan tindakan irigasi, menangani pasien dengan
perdarahan, melakukan pembersihan luka, maupun tindakan lainnya
yang terpapar dengan cairan tubuh pasien (Depkes, 2003).
Gaun pelindung terdiri dari beberapa macam berdasarkan pada
kegunaannya, Terdapat dua jenis gaun pelindung yaitu gaun
pelindung steril dan non steril (Depkes, 2003).
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan perlu mengetahui
penggunaan gaun pelindung secara benar. Penggunaan gaun
pelindung secara benar dapat melindungi perawat dari bahaya infeksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam penggunaan gaun
pelindung meliputi (Rosdahl &Merry, 2008):
✔ Bagian dalam gaun adalah bersih dan bagian luarnya
adalah yang nantinya harus dijaga (sesuai dengan jenis
gaunnya),
✔ Ukuran gaun perlindung harus cukup panjang dan dapat
menutupi seragam perawat bagian depan dan belakang
namun tidak menutupi lengan,
✔ Jika menggunakan seragam lengan panjang, seragam
harus digulung diatas siku dan perawat baru
menggunakan gaun pelindung,
✔ Ketika hendak melepaskan gaun pelindung, cara
melepaskan adalah dari dalam keluar untuk mencegah
kontaminasi cairan dengan seragam, Setelah melepas
gaun jangan lupa untuk selalu mencuci tangan sebelum
melakukan aktivitas lain.
5. Alas kaki (sepatu)
Alas kaki merupakan bagian dari APD yang perlu untuk
digunakan. Alas kaki melindungi perawat ataupun petugas
kesehatan terhadap tumpuhan atau percikan darah maupun
cairan tubuh yang lain. Penggunaan alas kaki juga bertujuan
untuk mencegah kemungkinan tusukan benda tajam maupun
kejatuhan alat kesehatan (Depkes, 2003).
Menurut Rosdahl & Merry (2008) yang dikutip Putra
(2012), standar alas kaki yang tertutup seluruh ujung jari dan
telapak kaki serta terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan
bahan tusukan. Penggunaan alas kaki termsuk juga sepatu yang
dipakai sehari-hari harus memenuhi syarat dan juga penggunaan
sepatu khusus seperti sepatu khusus diruang tertentu misal
ruang operasi, ICU, isolasi, ruang bersalin, ruang pemulasaraan
jenazah (Depkes, 2003).
Prosedur Kerja K3 di rumah sakit digunakan untuk melindungi perawat. Pada
dasarnya perawat di Rumah Sakit Permata Bunda sudah mengetahui tujuan dan manfaat
jika mereka menerapkan prosedur kerja dengan baik, seperti mengurangi kesalahan atau
kegagalan dalam proses kerja. Namun, beberapa dari perawat masih ada yang belum
memiliki kesadaran untuk menerapkan prosedur kerja dalam melakukan pekerjaannya
karena belum ada sanksi yang tegas, hanya berupa teguran saja, ada juga pekerja
merasa terbebani dengan beberapa prosedur kerja, dan ada juga menyatakan prosedur
kerja membuat pekerjaan merela lebih lambat.

2.2. Upaya pencegahan dan meminimalkan resiko dan harzard pada tahap
pengkajian, perencanaan, implementasi dan implementasi asuhan keperawatan
2.2.1. Pengendalian Risiko
Berdasarkan identifikasi bahaya upaya pengendalian risiko untuk aktivitas kerja
di ruang Pangeran Suryanegara (Psikiatri) dengan lima hirarki pengendalian yaitu:
1. Melakukan perawatan terhadap pasien pada siang hari Substitusi: Gunakan
pencahayaan yang baik, agar penglihatan dapat melihat dengan jelas pada
objek,
2. Melakukan pembersihan ruangan Administrasi: Memperhatikan tanda-tanda
peringatan yang ada di lokasi kerja untuk mengatisipasi adanya bahaya dan
melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur,
3. Melakukan perawatan pada penderita penyakit menular APD: Alat
pelindung diri perawat menggunakan sarung tangan dan masker ketika
melakukan tindakan terhadap pasien,
4. Melakukan restrain Administrasi: Dilakukan manajemen kerja dengan
pelatihan perawat untuk penanganan pada pasien gangguan jiwa. Merestrain
pasien ketika mengamuk, dan mengisolasi pasien pada saat gaduh-gelisah,
5. Memandikan pasienTeknik: Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang bisa
menguras tenaga, dengan tambahan petugas atau gunakan bantuan mesin,
6. Mengganti pakaian pasien Administrasi: Harus melakukan tata cara yang
baik dalam SOP/SPO ergonomi yang baik dan benar,
7. Dinas malam yang melebihi 8 jam Administrasi: Melakukan manajemen
kerja untuk menghindari beban tugas yang terlalu padat,
8. Menangani pasien halusinasi Eliminasi: Menghilangkan rasa takut pada
pekerjaan yang membuat psikologi terganggu saat bekerja,
9. Menangani pasien yang defisit perawatan diri (melatih BAB & BAK)
Administrasi: Memahami tata cara dalam melakukan pekerjaan dan
pelatihan keperaawatan jiwa bagi perawat,
10. Melakukan terapi bermain/ TAK Administrasi: Memahami tata cara dalam
melakukan pekerjaan alat dengan fisik agar bisa meningkatkan
kesejahteraan fisik, mental, dan beban kerja. Pelatihan keperawatan jiwa
bagi perawat.
 
2.2.2. Faktor Resiko Hazard Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta
resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan
bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.

Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial
untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami
oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest,
sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya,
asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan
dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233):

1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah
dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit
akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas
kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan
pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus
pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat
dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja
(misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban
tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri
atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat
kerja.

Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam
kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut
akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi, Ferry. 2009: 233).

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang


berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja
dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja
tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor
lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233)

2.2.3. Hazard dan Pengendaliannnya

Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa hazard adalah faktor


faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan mempunyai
potensi menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja serta lingkungan
yang memberikan dampak buruk. Sedangkan menurut Miles Nedved hazard adalah
suatu aktivitas atau sifat alamiah yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Pengertian
berdasarkan Frank Bird Jr, hazard adalah suatu kondisi atau tindakan yang dapat
berpotensial menimbulkan kecelakaan dan kerugian (AS/NZS, 1999).
Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada
gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area
atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun
kerusakan – kerusakan lainnya.  Firence (1978) mendefinisikan hazard sebagai suatu
material atau kondisi yang berpotensi ditempat kerja dimana dengan atau tanpa
interaksi dengan variabel lain dapat menyebabkan kematian, cedera, atau kerugian lain..
Komponen Bahaya :

✔ Karakteristik material
✔ Bentuk material
✔ Hubungan pekerjaan dan efek
✔ Kondisi dan frekuensi penggunaan
✔ Tingkah laku pekerja.

2.2.5. Jenis-Jenis Hazard


Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka
jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya
keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahaya fisisk, kimia, biologi
dan bahaya berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan
kerja, misalnya penyakit akibat kerja. Sedangkan, bahaya keselamatan (safety hazard)
fokus pada keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan
teknologi. Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas
untuk terjadi rendah.
Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera,
kebakaran, dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja.
Biasanya efek dari bahaya keselamatan dapat langsung terlihat pada saat terjadi.
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
1. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang
bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong,
terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain.
2. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
3. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan
padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
2.2.6. Pengendalian Hazard
Hazard atau bahaya dapat dihindari ataupun dampak dari hazard tersebut
dapat diminimalkan. Menurut PERMENAKER No. 05/MEN/1996, pengendalian 
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam
metode, yaitu:
1. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi,
isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control).
2. Pendidikan dan pelatihan.
3. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif,
penghargaan, dan motivasi diri.
4. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
5. Penegakan hukum.
6. Pemberian alat pelindung diri/ APD
7. Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan
untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali
lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel
akan lebih efektif.

2.2.7. Risiko
Kata risiko (Risk) berasal dari bahasa Arab yaitu Rizk yang berarti pemberian.
Menurut kamus Webster, risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian cedera,
keadaan yang merugikan atau perusakan (Risk is Possibility of loss,
injury,disadventage or destruction). MenurutInternational Labour Organization (ILO),
risiko adalah kemungkinan adanya peristiwa atau kecelakaan yang tidak diharapkan
dan dapat terjadi dalam waktu dan keadaan tertentu.

Sumber lain menyatakan bahwa risiko adalah adalah ukuran kemungkinan


kerugian yang timbul dari sumber bahaya (hazard) tertentu yang terjadi, dengan kata
lain risiko adalah probabilitas kerusakan atau kerugian dari hazard yang melekat pada
spesifik individu atau kelompok yang terpapar oleh hazard tersebut. Risiko merupakan
akumulasi dari potensi hazard, konsekuensi yang diakibatkannya, durasi pemaparan dan
probabilitas yang ditimbulkannya. Risiko  merupakan gambaran kuantitatif dari
kemungkinan kerugian yang mempertimbangkan kemungkinan suatu hazard yang akan
mengakibatkan suatu peristiwa tersebut (DOE, USA, 1996). Menurut Kolluru (1996)
ada 5 macam tipe risiko, yaitu :

✔ Risiko Keselamatan
Risiko keselamatan memiliki probabilitas rendah, tingkat paparan dan
konsekuensi tinggi, bersifat akut, dan jika terjadi kontak akan langsung terlihat
efeknya. Penyebab risiko keselamatan lebih dapat diketahui serta lebih berfokus
pada keselamatan manusia dan pencegahan kecelakaan di tempat kerja.
✔ Risiko Kesehatan
Risiko kesehatan memiliki probabilitas tinggi, tingkat paparan dan
konsekuensi rendah, dan bersifat kronis. Penyebab risiko kesehatan sulit
diketahui serta lebih berfokus pada kesehatan manusia.
✔ Risiko Lingkungan dan Ekologi
Risiko lingkungan dan ekologi melibatkan interaksi yang beragam antara
populasi, komunitas. Fokus risiko lingkungan dan ekologi lebih kepada dampak
yang ditimbulkan terhadap habitat dan ekosistem yang jauh dari sumber risiko.
✔ Risiko Finansial
Risiko finansial memiliki risiko jangka panjang dan jangka pendek dari
kerugian properti terkait dengan perhitungan asuransi dan pengembalian asuransi.
Fokus risiko finansial lebih kepada kemudahan pengoperasian dan aspek
keuangan.
✔ Risiko Terhadap Masyarakat
Risiko terhadap masyarakat memperhatikan pandangan masyarakat
terhadap kinerja organisasi dan produksi, semua hal pada risiko terhadap
masyarakat terfokus pada penilaian dan persepsi masyarakat.

2.2.8. Manajemen Risiko


Menurut AS/NZS 4360 : 2004 manajemen risiko adalah suatu kumpulan
dari berbagai tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengelola risiko – risiko
keselamatan dan kesehatan dalam suatu aktivitas kegiatan. Manfaat dilakukannya
manajemen risiko adalah (AS/NZS 4360 : 2004) :
✔ Mengurangi kejadian yang tidak dapat terduga
✔ Mencari kesempatan atau peluang
✔ Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektifitas
✔ Meningkatkan keuntungan ekonomis dan efisiensi
✔ Meningkatkan informasi sebagai masukan sebagai proses pengambilan
keputusan
✔ Meningkatkan reputasi organisasi atau perusahaan
✔ Sebagai komitmen direksi untuk melindungi pekerja
✔ Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan,
dan governance.
✔ Meningkatkan kesejahteraan kesehatan personal dan pekerja lainnya.
Tahapan proses manajemen risiko (AS/NZS 4360 : 2004), yaitu :

1. Penetapan ruang lingkup


Menetapkan tujuan, kebijakan, strategi penerapan, metode atau cara
pelaksanaan manajemen risiko, serta pencapaian yang ditargetkan oleh
perusahaan.
2. Identifikasi risiko
Melakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola, mencari tahu
jenis hazard apa saja yang mungkin menimbulkan risiko, bagaimana dan
mengapa risiko tersebut muncul.
3. Analisis risiko
Melakukan estimasi risiko dengan mengkombinasikan faktor probabilitas
atau likelihood dan konsekuensi, dengan mempertimbangkan upaya pengendalian
risiko yang telah dilakukan.
4. Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang didapat dalam proses analisis risiko
dengan kriteria evaluasi yang digunakan, menentukan apakah suatu risiko dapat
diterima atau tidak.
5. Pengendalian risiko
Melakukan penanganan atau pengendalian terhadap risiko, terutama risiko
dengan tingkat tinggi dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi
6. Monitoring dan review
Melakukan pemantauan dan pengkajian utama terhadap tingkat risiko, serta
efektifitas program, penanganan risiko yang telah dilakukan agar selanjutnya
dapat ditentukan tindakan koreksi dan perbaikan yang perlu dilakukan.
7. Komunikasi dan konsultasi
Melakukan komunikasi dua arah antara pihak manajemen dan pekerja untuk
mendapatkan masukan mengenai implementasi pengelolaan risiko di tempat kerja
guna perbaikan system pengelolaan risiko tersebut.

2.2.9. Penerapan Keperawatan Kesehatan Kerja


Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat diperinci sebagai berikut
(Rachman. 1990):

1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu
dalam keadaan sehat dan selamat
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.

2.2.10. Fungsi Dan Tugas Perawat Dalam K3


Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul. 1998):

1. Fungsi perawat
2. Mengkaji masalah kesehatan
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
4. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
5. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
6. Tugas perawat
7. Mengawasi lingkungan pekerja
8. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
9. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
10. Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja
11. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di
rumah kepada
12. pekerja dan keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
13. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja
14. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
15. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja dan
keluarganya
16. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
17. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
2.2.11. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap
Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan
(Gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997)

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Contoh upaya mencegah Hazard dan Risiko
Implementasi Keperawatan :

1. Membantu dalam aktifitas sehari-hari


2. Konseling
3. Memberikan asuhan keperawatan langsung
4. Kompensasi untun reaksi yang merugikan.
5. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien utnuk
prosedur
6. Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan menggevaluasi kerja dari
anggota staf lain.
Tiga prinsip pedoman implementasi asuhan keperawatan :
1. Mempertahankan keamanan klien
2. Memberikan asuhan yang efektif
3. Memberikan asuhan yang seefisien mungkin
Upaya Pencegahan  Kecelakaan Kerja Sama Secara Umum
1. Upaya pencegahan keccelakaan kerja melalui pengendalian bahaya yang di
tempat kerja yaitu dengan pemantauan dan pengendalian kondisi tidak
aman di tempat kerja.
2. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan
pelatihan dan pendidikan,konseling dan konsultasi,pengembangan sumber
daya atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan k3.
3. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen prosedur
dan aturan k3, penyediaan sarana dan prasarana k3 dan pendukungnya,
penghargaan dan sanksi terhadap penerapan k3 di tempat kerja.
Terdapat Juga Beberapa Upaya Pencegahan Lain,Antara Lain :
Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna,terdiri dari
pelayanan promotif,prefentif,kuratif dan rehabilitative yang di laksanakan dalam suau
system yang terpadu.
BAB III
PENUTUP
 
3.1.   Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk)
terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin
terjadi. Hazardadalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada
gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area atau
tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan –
kerusakan lainnya. Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis
bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan
bahaya keselamatan kerja.

Sedangkan Resiko adalah ukuran kemungkinan kerugian yang timbul dari sumber
bahaya (hazard) tertentu yang terjadi. Menurut Kolluru (1996) ada 5 macam tipe risiko, yaitu:
risiko keselamatan, risiko kesehatan, risiko lingkungan dan ekologi, risiko finansial, danrisiko
terhadap masyarakat.

3.2.  Saran
Saat melakukan proses keperawatan, perawat harus benar-benar memperhatikan hazard
dan resiko yang kemungkinan terjadi. Hal ini bertujuan untuk mencegah dan menghindari
terjadinya kecelakaan kerja, seperti terinfeksi penyakit, mendapatkan kekerasan fisik/verbal
saat mengkaji pasien, dan mendapatkan informasi yang tidak sesuai dari pasien. Salah satu
cara untuk menghindari dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, maka disarankan untuk
menggunakan APD yang sesuai.

 
DAFTAR PUSTAKA

Academia. Makalah Konsep Dasar Hazard Dan Pengendaliannya. Diaksses pada tanggal 2


November 2018
(akses:https://www.academia.edu/8779943/MAKALAH_Konsep_Dasar_K3_Hazard_dan_Pe
ngendaliannya

Anonim. Asuhan Keperawatan Kesehatan Kerja. Diaksses pada tanggal 2 November 2018.
(akses: http://www.tappdf.com/read/446175-asuhan-keperawatan-kesehatan-kerja-ners-unair)

Anonim. 2014. Risiko Dan Hazard Kasus Pengkajian. Diaksses pada tanggal 2 November
2018. (akses: https://www.scribd.com/doc/312057056/Risiko-Dan-Hazard-Kasus-Pengkajian

Anonim. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Diaksses pada tanggal 2 November 2018.


(akses: https://www.scribd.com/doc/216292944/Kesehatan-Dan-Keselamatan-Kerja)

Anonim. 2015. Asuhan Keperawatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Diaksses pada


tanggal 2 November 2018 (akses: https://www.scribd.com/doc/134878219/Asuhan-
Keperawatan-Kesehatan-Dan-Keselamatan-Kerja-k3

Azizah, N., Setiawan., & Gerry S. (2018). Hubungan Antara Pengawasan, Prosedur Kerja
Dan Kondisi Fisik Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap
RUMAH SAKITPERMATA BUNDA MEDAN TAHUN 2017. Jurnal Jumantik, 3(2), 125-
134.
Hanifa, N D., Titik R., & Yuli S. (2017). Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Penerapan
K3 pada Perawat. 1(1), 144-149.

Hasugian, A R. (2017). Perilaku Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Tenaga kerja Indonesia
di Kansashi, Zambia Analisis Kualitatif. Jurnal media Litbangkes, 27(2), 111-124.

Indragiri, S. (2018). Manajemen Risilo K3 Menggunakan Hazard Identification Risk


Assessment Anda Risk Control (HIRARC). Jurnal Kesehatan, 9(1), 39-52.
Laranova, A., Afriandi, I., & Pratiwi, Y. S. (2018). Persepsi Tenaga Kesehatan terhadap
Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja di Salah Satu Rumah
Sakit di Kota Bandung. Jurnal Sistem Kesehatan, 3(4).

Octavia, W R., A.T D N., & Ernita S. (2018). Penerapan Pelayanan Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Pada Perawat IGD RUMAH SAKIT UMUM DR.WAHIDIN SUDIRO
HUSODO MOJOKERTO TAHUN 2017. Jurnal Gema Kesehatan Lingkungan, 16(1), 101-
109.

Pitoyo, J., Rudi H., & Titis E S. (2017). Kepatuhan Perawat Menerapkan Pedoman
Keselamatan Kerja Dan Kejadian Cedera Pada Perawat Instrumen Di Jurnal Media Instalasi
Bedah Sentral. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 6(2), 65-70

Salawati, L. (2015). Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan.Jurnal Kedokteran Syiah Kuala,
15(2), 91-95.

Simamora, R. H. (2020). Pelatihan Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Efikasi diri


Perawat dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien. JURNAL ILMIAH KESEHATAN
MASYARAKAT: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(1), 49-54.

Simamora, R. H. (2011). ROLE CONFLICT OF NURSE RELATIONSHIP WITH


PERFORMANCE IN THE EMERGENCY UNIT OF HOSPITALS RSD DR. SOEBANDI
JEMBER. The Malaysian Journal of Nursing, 3(2), 23-32.

Sudarmo., Zairin N H., & Lenie M. (2016). Faktor Y ang Mempengaruhi Perilaku Terhadap
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Untuk Pencegahan Penyakit Akibat
Kerja. Jurnal Berkala Kesehatan, 1(2), 88-95.

Suharto. & Ratna S. (2016). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Tindakan
Pencegahan Infeksi Di Ruang ICU RUMAH SAKIT. Jurnal Riset Hesti Medan, 1(1), 1-9.

Anda mungkin juga menyukai